Fimosis
Fimosis
Fimosis
PENDAHULUAN
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang
sulkus glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki; hal ini
meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar
8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun.
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Preputium penis
merupakan lipatan kulit yang menutupi glans penis. Normalnya, kulit preputium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat
lahir, namun seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan
terjadi proses
keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian
dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. 1,2
Di Jepang, fimosis ditemukan pada 88% bayi yang berusia 1 hingga 3
bulan dan 35% pada balita berusia 3 tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8%
pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun.
Beberapa penelitian mengatakan kejadian Phimosis saat lahir hanya 4% bayi yang
preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis
terlihat utuh. Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan
itu berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh.
Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10
tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok
terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila
tidak ditangani.1,2
Parafimosis harus dianggap sebagai kondisi darurat karena retraksi
prepusium yang terlalu sempit di belakang glans penis ke sulkus glandularis dapat
mengganggu perfusi permukaan prepusium distal dari cincin konstriksi dan juga
pada glans penis dengan risiko terjadinya nekrosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Fimosis, baik bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan
kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik
ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi
kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau
foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat
ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam
preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga
hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Sebaliknya, parafimosis merupakan kondisi dimana kulit preputium
setelah ditarik ke belakang batang penis tidak dapat dikembalikan ke posisi
semula ke depan batang penis sehingga penis menjadi terjepit. Fimosis dan
parafimosis yang didiagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang
belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya
kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia,
namun kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja.
terjemahannya yang pas) di sekitar glans penis dengan preputium, biasanya akibat
infeksi. Bedanya antara phimosis alamiah dan patologis adalah pada phimosis
alamiah (atau fisiologis), tidak ada scarring. Kedua hal ini cukup mudah
dibedakan dengan pemeriksaan fisik. Kalau kulup terasa sangat ketat pada
phymosis fisiologis, maka dapat diberikan salep
kortikosteroid (misalnya
triamcinolone 0,1% seperti Ketricin (R) ) di sekitar glans penis sambil meretraksi
kulup pelan-pelan; tentunya jika memang anak dan atau orangtua memilih tidak
disunat.
2.2
Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup
menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi
atau benturan. Fimosis dapat disebabkan oleh:
1. Kegagalan kulup untuk melonggar selama proses pertumbuhan
2. Infeksi seperti balinitis
3. Cacat yang disebabkan oleh trauma
4. Penyakit pada alat kelamin.
2.3
2.4
Patofisiologi Fimosis
Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan
kotoran-kotoran
pada
lapisan
dalam
prepusium
terdapat
kelenjar
sebacea
yang
mudah
karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah
perlekatan
prepusium
dengan
glans penis,
debris
dan
sel
2.5
atau 0,6% anak laki-laki mengalami phimosis pada ulang tahun ke-15 mereka.
Kejadian phimosis patologis ini jauh lebih rendah daripada phimosis fisiologis,
yang biasa terjadi pada anak-anak dan menurun sesuai dengan bertambahnya usia
3
Phimosis fisiologis hanya melibatkan preputium yang tidak bisa diretraksi. Bisa
saja terjadi balloning saat anak berkemih. Tapi nyeri, disuria dan infeksi lokal atau
ISK tidak terlihat pada phimosis fisiologis ini. Pada tarikan yang lembut, kerutan
preputium dan jaringan di atasnya berwarna merah muda dan sehat.
Pada phimosis patologis, biasanya ada nyeri, iritasi kulit, infeksi lokal,
perdarahan, disuria, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, nyeri preputial,
ereksi yang terasa nyeri terutama saat koitus dan pancaran kencing lemah.
Phimosis pada anak laki-laki dan orang dewasa dapat bervariasi tingkat
keparahannya.
Derajat berat phimosis berdasarkan klasifikasi Kayaba dkk. A.
Meuli dkk. menilai keparahan phimosis dalam 4 derajat
11
, yaitu :
2.6
Diagnosis
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat diretraksi, atau
menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang melewati glans penis, harus
diduga adanya disproporsi antara lebar kulit prepusium dan diameter glans penis.
Selain konstriksi kulit prepusium, mungkin juga terdapat perlengketan antara
permukaan dalam prepusium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve.
Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit prepusium
diretraksi. Diagnosis parafimosis dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik.
2.7
Penatalaksanaan
Ketika seorang anak dibawa dengan riwayat ketidakmampuan retraksi
dapat
menyebabkan
dermatitis
iritan
kimia
dan
phimosis
1. Steroid topikal
Steroid topikal telah dicoba digunakan pada kasus-kasus phimosis sejak lebih dari
2 dekade terakhir. Secara keseluruhan, penelitian menggunakan krim topikal
untuk phimosis telah menghasilkan hasil yang memuaskan. Angka keberhasilan
berkisar antara 65-95 % 1. Mekanisme kerja terapi steroid topikal dalam phimosis
sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tetapi kortikosteroid diyakini
bekerja melalui efek anti inflamasi dan imunosupresif lokalnya. Pemberian
10
11,12
. Steroid
mungkin bekerja dengan merangsang produksi lipocortin. Hal ini pada gilirannya
menghambat aktivitas fosfolipase A2 dan mengakibatkan menurunnya produksi
asam arakidonat.
Steroid juga menurunkan mRNA sehingga formasi interleukin-1
berkurang. Sehingga terjadilah proses anti inflamasi dan imunosupresi
11,13
11-13
tinggi pada anak laki-laki pada usia lebih besar dengan tanpa adanya infeksi
Tingkat kepatuhan dalam pemberian betamethasone dilaporkan menjadi penyebab
kegagalan terapi . Penelitian yang dilakukan pada anak pada usia yang lebih muda
juga telah menghasilkan hasil yang baik . Pemberian betametason krim 0.1 % juga
menghasilkan hasil yang sama baiknya. Dewan dkk. mendapatkan angka
keberhasilan sebesar 65% dengan pemberian krim hidrokortison 1%. Steroid
lainnya telah dicoba dan didapatkan efektif dalam terapi phimosis termasuk
clobetasol proprionate 0,05 %, triamcinolone 0,1 % dan mometason dipropionat .
Usia pasien, jenis dan tingkat keparahan phimosis, pemberian yang tepat dari
salep, kepatuhan dalam pengobatan dan perlunya retraksi preputium secara teratur
berpengaruh terhadap angka keberhasilan atau kegagalan pengobatan
11,12
. Efek
samping dengan steroid topikal yaitu nyeri dan hiperemis yang ringan pada
preputium tetapi itu sangat jarang terjadi. Tidak ada efek samping signifikan yang
dilaporkan bahkan pada anak yang lebih muda
9-13.
pemberian steroid topikal juga lebih murah daripada sirkumsisi sebesar 27,4 %
.Pemberian steroid topikal juga tidak menimbulkan ketakutan pada anak dan tanpa
trauma psikologis seperti pada sirkumsisi . Beberapa penelitian telah
11
12
dirancang khusus dengan menggunakan anestesi lokal pada 512 anak laki-laki dan
100% berhasil. Teknik ini sederhana, aman, murah, tidak menyakitkan dan
memberikan efek trauma lebih ringan daripada sirkumsisi. Hal ini ditemukan
lebih menguntungkan digunakan pada terapi anak-anak tanpa fibrosis atau
infeksi . Terapi kombinasi menggunakan peregangan (stretching) dan steroid
topikal
3. Terapi bedah
Terapi invasif ini diberikan pada phimosis rekuren yang gagal dengan terapi
medis.
-
merupakan
tindakan
yang
simpel
dan
hasilnya
memuaskan. Prosedur
Sirkumsisi
Dalam hal ini, preputium benar-benar dipotong. Sirkumsisi adalah salah
satu operasi tertua yang dikenal manusia yang berawal dari upacara keagamaan
[90]. Namun secara bertahap menjadi prosedur rutin pada neonatus di Amerika
Serikat dan di beberapa negara eropa sehubungan dengan kebersihan penis yang
dilaporkan dapat mencegah kanker .Sirkumsisi akan menyembuhkan dan
mencegah kekambuhan phimosis .Hal ini juga mencegah episode lebih lanjut dari
13
balanoposthitis
dan
menurunkan
kejadian
infeksi
saluran
kemih
5-11
Komplikasinya antara lain berupa nyeri, penyembuhan luka yang relative lebih
lama, perdarahan, infeksi, trauma psikologis dan biaya yang lebih tinggi .
Selain itu, sirkumsisi dapat menyebabkan pembentukan keloid, meskipun
sangat jarang terjadi. Kemungkinan penurunan seksual pada laki-laki yang
dilakukan sirkumsisi dan pasangannya telah dilaporkan karena hilangnya jaringan
sensitif seksual . Dengan munculnya prosedur bedah plastik yang lebih baru untuk
phimosis, sirkumsisi banyak ditinggalkan di eropa dan amerika. Sirkumsisi harus
dihindari pada anak-anak dengan anomali genital dimana preputium mungkin
diperlukan untuk operasi korektif di kemudian hari.
4. Terapi lain
Pemberian antibiotik, injeksi steroid intralesi, terapi laser karbondioksida, dan
preputioplasty radial atau dengan injeksi intralesi steroid semuanya telah
dijelaskan sebagai terapi untuk phimosis, tetapi tidak ada percobaan terkontrol
acak yang tepat dari keberhasilan mereka dan hasil jangka panjangnya.
2.8
14
2.9.1 Smegma
Gambar3.
Smegma/keratin pearl
Parafimosis
15
Gambar 4. Parafimosis
16
Gambar 5.
Hasil akhir dorsal slit. mengingat hasil teknik ini secara kosmetik,
kadang beberapa orang memilih dilakukan sirkumsisi
Ballooning
Kalau kulup lengket dengan glans penis, seringkali terlihat ballooning atau
kulit kulup menggembung saat anak akan berkemih. Hal ini umumnya tidak
masalah dan akan menyembuh sendiri jika kulup sudah menjadi retractile. Hal
yang mesti diperhatikan apakah anak menjadi harus mengedan saat berkemih atau
malah BAK yang keluar menjadi tidak lancar.
-
17
BAB III
KESIMPULAN
Phimosis patologis perlu dibedakan dari phimosis fisiologis, yang
merupakan hal yang normal pada anak-anak. Dokter harus menjelaskan kedua
jenis phimosis ini untuk menghindari kecemasan orangtua. Modalitas non-bedah
yang lebih baru seperti steroid topikal dan adhesiolisis merupakan tindakan yang
efektif, aman dan murah untuk phimosis pada anak-anak. Orang tua harus
disadarkan langkah-langkah ini untuk mengobati phimosis. Jika operasi memang
diperlukan, teknik bedah plastik konservatif harus dilakukan daripada sirkumsisi
pada pasien yang menolak sirkumsisi. Hal ini akan membantu pasien, keluarga
mereka, dan kesehatan serta masyarakat pada umumnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19