Malunion Tibia Fibulla Sinistra

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ORTOPEDI &

TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
SEPTEMBER 2015

MALUNION FRACTURE 1/3 PROXIMAL TIBIA SINISTRA

DISUSUN OLEH :
Leonard Tatukude

Advisors:
dr. Herbert Yurianto
dr. Jansen

SUPERVISOR :
dr. Henry Yurianto,M.Phil, Ph.D, SpOT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama

: Leonard Tatukude

NIM

: Adaptasi LN

Judul

: Malunion fraktur tibia-fibula sinistra

telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2016


Supervisor

dr. Henry Yurianto, M.Phil, Ph.D, SpOT

Residen Pembimbing I

dr. Herbert Yurianto

Residen Pembimbing II

dr. Jansen

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tuan. S
Usia
: 32 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
No Rekam Medik : 048864
Tanggal MRS
: 29 September 2015

II.

ANAMNESIS
Keluhan utama
Anamnesis terpimpin

: jalan pincang
: dialami sekitar 10 bulan yang lalu sebelum

masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas.


1. Mekanisme trauma

: Pasien sedang dibonceng oleh temannya dengan

sepeda motor, kemudian sepeda motor tertabrak lalu pasien terjatuh dan kaki
kiri pasien terbentur dengan pembatas jalan. Tidak ada riwayat pingsan setelah
kejadian, tidak ada riwayat muntah. Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
Pasien tidak mengalami gangguan BAK ataupun BAB, tidak ada luka terbuka
atau tulang yang keluar dari tungkai kiri pasien tetapi tungkai kiri pasien tetapi
pasien merasa sakit dan terluka, kecelakaan tersebut terjadi 10 bulan yang lalu.
Pasien kemudian dibawa ke RSUD Polewali, disana pasien dirawat lukanya
(lecet tungkai kanan dan kiri) kemudian dilakukan pemasangan gips

di

tungkai bawah kiri pasien. Di RSUD polewali pasien disarankan dokter untuk
di operasi tetapi karena pasien tidak ada biaya 2 hari berikutnya pasien pulang
ke rumah. Riwayat penyakit dahulu, riwayat trauma sebelumnya tidak
ditemukan, pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya,
pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya,pasien tidak memiliki
riwayat alergi.

III.

PRIMARY SURVEY
Airway dan C-spine control
Breathing and ventilation

: clear
: frekuensi

pernapasan

18kali/menit,

spontan, simetris, tipe torakoabdominal


3

IV.

Circulation

: nadi 86 kali/menit, reguler, kuat angkat,

Disability

tekanan darah 120/70mmHg


: GCS 15 (E4M6V5), pupil isokor 3

Exposure

mm/3 mm, refleks cahaya +/+


: suhu axilla 36,50C

SECONDARY SURVEY
Regio Cruris Sinistra
Look
: ada deformitas, terdapat penonjolan abnormal dan angulasi.
edema tidak ada, hematom tidak ada, luka tidak ada
Feel
: tidak ada nyeri tekan
Neurovaskularisasi distal : sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis
teraba, CRT <2 detik.
Move
: gerakan aktif dan pasif tidak terbatas, tidak nyeri saat
digerakkan

Leg length discrepancy

V.

LEFT

RIGHT

ALL

89

87

TLL

86

84

LLD

3CM

3CM

GAMBARAN KLINIS

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (27/09/2015)
WBC : 7.60/mm3
RBC
:5.17 x 106 /mm3
HGB : 15.50 g/dL
HCT
: 45.3%
PLT
: 278x 10 3 /mm3
HbsAg : Non Reactive
BT 3 : 3
CT 8 : 8

Pemeriksaan Radiologi
Foto Cruris AP/LATERAL

VII.

RESUME
Seorang laki-laki, 32 tahun, dating ke poli RS. Hasanudin dengan keluhan
jalan pincang dialami sejak kira-kira 10 bulan yang lalu sebelum masuk
rumah sakit akibat jatuh dari sepeda motor. Pasien sedang naik sepeda
motor dan dibonceng oleh temannya. Pasien terjatuh dari sepeda motor
kemudian kaki kiri terbentur dengan besi pembatas jalan. Tidak ada
6

riwayat pingsan setelah kejadian, tidak ada riwayat muntah. Tidak ada
riwayat penyakit sebelumnya.. Pada pemeriksaan fisis ditemukan pada
Regio Cruris Sinistra ada deformitas bengkok, terdapat penonjolan
abnormal dan angulasi, terasa lebih menonjol dibandingkan dengan cruris
dextra, suhu rabaan normal, kapiler refil normal, arteri dorsalis pedis
teraba. Panjang tungkai kiri : ? cm, panjang tungkai kanan : ? cm. LLD: ?
cm. Sudut deformitas angulasi anterior-posterior: 30, Move: dalam
batas normal.

VIII. DIAGNOSIS
Malunion fraktur tibia-fibula sinistra

IX.

PENATALAKSANAAN
Planning pemeriksaan
a. Foto Rontgen: cruris sinistra AP-lateral
b. Lab : CT, BT, HbSAg
Planning Terapi
Operatif
Refrakturisasi, reconstruksi dan fiksasi interna: ORIF

DISKUSI
PEMBAHASAN PENYAKIT
I.

PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang

rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan
lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau
union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula..
Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur
pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan
biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit
sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

II.

ANATOMI
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini

diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya ditutupi
jaringan subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur cruris terbuka
yang menimbulkan masalah dalam pengobatan.
Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris:
8

1.otot ekstensor
2.otot abductor
3.otot triceps surae
4.otot fleksor
Keempat grup otot tersebut membentuk 3 kompartemen
Grup I :memebentuk kompartemen anterior
Grup II :membentuk kompartemen lateral
Grup III+IV :membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen
superficial dan kompartemen dalam.
Arteri: 1.arteri tibialis anterior
2.arteri tibialis posterior
3.arteri peroneus
Saraf: 1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan
abductor
2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot
triceps surae.
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis dan
epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus medialis dan
condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat permukaan sendi untuk
bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis superior yang ditengahnya
terdapat peninggian disebut eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat
dataran sendi yagng menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi
dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo
medialis, dan crista interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu
facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian
proksimal menonjol disebut tuberositas tibia. Pada epiphysis distalis bagian distal
terdapat tonjolan yang disebut malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi
menghadap lateral untuk bersendi dengan talus disebut facies malleolus lateralis.
Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies articularis inferior untuk
dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu
epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proksimalis
membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing menjadi apex
kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies artycularis
capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai empat
crista yaitu Krista lateralis, Krista meedialis, Krista anterior, Krista interosea.
Mempunyai tiga dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies posterior.
9

Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebut malleolus
lateralis. Disebelah dalam mempunyai dataran sendi yang disebut facies artycularis
malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu suleus disebut sulcus tendo
musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus longus dan peroneus brevis.

III. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR


a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua.

Direct: jatuh ke trokanter mayor (valgus impaksi) atau rotasi eksternal


yang dipaksa pada ekstremitas bawah menjepit leher osteroporotic ke
bibir posterior acetabulum (yang mengakibatkan posterior kominusi)

Indirect : otot mengatasi kekuatan leher femur

b. High-energy trauma: ini menyumbang patah tulang leher femur pada


pasien yang lebih muda dan lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian yang signifikan.
c. Cyclic loading-stress fractures: ini terlihat pada atlet, rekrut, penari balet,
pasien dengan osteroporosis dan osteopenia berada pada risiko tertentu.1
Fraktur sering terjadi kerna terjatuh; namun pada orang yang osteroporotik,
lebih gampang untuk fraktur terjadi. Jatuh pada pinggul di sekitar trokanter
mayor menghasilkan tenaga yang cukup kuat untuk menyebabkan patah tulang.
Rotasi eksternal dari ekstremitas apabila terjatuh menyebabkan kompresi
permukaan posterior dari leher femoralis di bibir acetabulum, menyebabkan
fraktur, sering fraktur communtif. Beberapa pasien mungkin mengalami gejala
minor dari fraktur leher femoralis sebelumnya. Pada individu yang lebih muda,
10

penyebab umum adalah jatuh dari ketinggian atau impak sewaktu kecelakaan
lalu lintas. Pasien ini sering memiliki beberapa luka-luka dan di 20 persent
dapat fraktur batang femur. Fraktur stres leher femoralis sering terjadi pada
pelari atau personil militer.1,2
A. KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi fraktur:
a. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d. .Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
11

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi

ad

longitudinam

cum

contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).


b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
e. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
f. Fraktur Kelelahan/stres: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
h.

Fraktur

Patologis:

fraktur

yang

terjadi

pada

tulang

karena

adanya

kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.


i. Fraktur pada tibia dan fibula:
1.

Fraktur proksimal tibia

2.

Fraktur diafisis

3.

Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

FRAKTUR PROKSIMAL TIBIA


a) Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang
mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah
dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran
lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke
dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur
pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke
12

dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian
dapat dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk menahan
berat badan.

b) Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas
diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat.
Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi
tibia distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara adekuat.
c) Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap
femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat
tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada
salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral.
d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian
periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian
merawatnya dengan traksi tibia distal.

13

FRAKTUR DIAFISIS
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat
juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi
karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau
oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur
jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:
1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara
transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga
dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas.
2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral
hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal,
tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan
anestesi dan reduksikan.
b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
14

Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan
fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia
bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau
diafisis proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur
biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.
c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula
secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak
terjadi pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien
masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga
memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan
reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut
normal,

biarkan

pasien

berjalan

segera

setelah

cedera

jaringan

lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan


tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada
tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser
ke arah lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang
diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan
sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah
terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas, maka traksi
kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya. Pemendekan kurang dari
satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu
pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya
dihindari.
B. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk

membantu

mengarahkan

danmenilai

secara

objektif

keadaan

yang

sebenarnya.
A. Anamnesa
Anamnesa : ada trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma

dan posisi penderita atau


15

ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat


diduga :
o

Kemungkinan politrauma.

Kemungkinan fraktur multipel.

Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur


supracondylair humerus, fraktur collum femur.

Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit

Ada gangguan

fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat

berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur


inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam tulang
spongiosa).
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau
jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejalagejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
terinfeksi.
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan.

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang


belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

2. Pemeriksaan status lokalis


Tanda-tanda fraktur yang klasik

adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-

tulang kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur
epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical,
dan acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi
(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).
16

Bengkak atau kebiruan.


Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun

demikian

pemeriksaan

radiologis

diperlukan

untuk

menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk menghindari


nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.


17

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi


fragmen serta pergerakannya.

Untuk mengetahui teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.

Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan Rules


of Two:

Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut
pandang (AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali
kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami
dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya
harus disertakan dalam foto sinar-X.

Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis
fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari
1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur
perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau
ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh
10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang
18

terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta


bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis
serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur
transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang.
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X
biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus
tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat
membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk
visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar. Radioisotop
scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai
atau fraktur tak bergeser yang lain.
C. TEKNIK PENANGANAN
Penatalaksanaan Fraktur :
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan
klinis dan radiologis.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
# Lokalisasi fraktur
# Bentuk fraktur
# Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
# Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan
untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler
diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta
perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
-alignment yang sempurna
-aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

19

Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam 710 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen tiap
6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi
ankle,

memperkuat

otot

kuadrisef

yang

nantinya

diharapkan

dapat

mengembalikan ke fungsi normal


Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka
dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa
lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat
memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar
dari fiksasi eksternal tipe standar.
20

b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis
cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat
digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan
pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan gambar
pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)


Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi
komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan gambar
penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

21

d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau
tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang
cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini adalah
gambar dari penggunaan intramedullary nailing.

e. OSTEOTOMI
Membuka Wedge Osteotomy
Dalam pembukaan baji osteotomy, sebuah insisi dibuat di sisi medial lutut. Sekali
lagi, perawatan diambil untuk melindungi saraf dan pembuluh darah yang berjalan di
sendi lutut.
Setelah tulang tibia terkena, satu potongan yang dilakukan melalui atas tibia.
Sebuah fluoroskop atau sinar-X digunakan untuk memastikan bahwa pemotongan di
tempat yang tepat.
Setelah tulang dipotong, kedua sisi tibia dipisahkan untuk membentuk
pembukaan berbentuk baji. Pembukaan ini kemudian diisi dengan graft tulang.
22

Cangkok tulang biasanya diambil dari tulang panggul, melalui sayatan di sisi pinggul.
Cangkok tulang diadakan pada posisi dengan pelat logam atau pin. Setelah
memperbaiki dua sisi tulang dengan sepiring atau pin, kulit dijahit, dan kaki
ditempatkan dalam belat empuk untuk melindungi sendi lutut.
Penutup Wedge Osteotomy
Dalam penutupan baji osteotomy, sebuah insisi dibuat di sisi lateral lutut untuk
mengizinkan ahli bedah untuk melihat ujung atas tibia. Perawatan diambil untuk
melindungi saraf dan pembuluh darah yang berjalan di sendi lutut.
Setelah tulang tibia terkena, dua pemotongan dilakukan melalui atas tulang kering
dalam bentuk irisan. Dokter bedah baik menggunakan sinar X atau fluoroskop, jenis
khusus dari mesin sinar-X yang cetakan foto pada layar fluorescent, untuk
memastikan bahwa irisan ukuran yang tepat dan ditempatkan dengan benar.
Baji dikeluarkan, dan kedua sisi tibia dibawa lebih dekat bersama-sama dan
diselenggarakan di posisi dengan pelat logam atau pin. Hal ini akan mengubah sudut
tibia dan membantu meluruskan jajaran dari lutut. Setelah memperbaiki dua sisi
tulang dengan sepiring atau pin, kulit di jahit, dan kaki ditempatkan dalam belat
empuk untuk melindungi sendi lutut.

D. KOMPLIKASI PENYEMBUHAN FRAKTUR


1) Mal union
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau
union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang

tidak adekuat, reduksi dan

imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada
awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma.
Gambaran Klinis :
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak,
nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis
tardi nervus ulnaris, Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau
nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas.
23

Radiologis :
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
Pengobatan :
Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi
sesuai dengan fraktur yang baru,pada pasien malunion yang masih terbentuk fase
subkalus. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan sepatu
ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai
dengan fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan pemanjangan bertahap
misalnya pada anak-anak, atau dengan osteotomi yang bersifat baji.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang
tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya
peredaran darah ke fragmen. Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
Etiologi :
Sama dengan nonunion.
Gambaran Klinis :
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat
pembengkakan, nyeri tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur,
pertambahan deformitas.
Radiologis :
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista
pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang
kurang disekitar fraktur.
Pengobatan :
Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama
2-3 bulan. Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi maka segera
dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone graft.
3) Non union
Fraktur yang tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected
pseudoartrosis
. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang
yaitu : hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal
24

yang disebut gambaran elephants foot, garis fraktur tampak dengan jelas, ruangan
antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada jenis ini
vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa
pemasangan bone graft.
Atrofik/oligotrofik tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur, ujung
tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini disamping
dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft
Etiologi :
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak
adekuat, imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu
imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya
traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua fragmen, terdapat
jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi tulang misalnya oleh karena
tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi hematoma fraktur oleh jaringan
sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi
fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna, delayed union yang tidak
diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan,
terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara
kedua fragmen.
Gambaran Klinis :
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah
fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit
atau sama sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak
terdapat pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara
kedua fragmen
Radiologis :
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang
berbentuk bulat dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang,
salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(pseudoartrosis).
Pengobatan :
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat
sendi misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis
misalnya

pada

fraktur

leher

femur, stimulasi

elektrik

untuk

mempercepat

osteogenesis..
4) Avaskuler nekrosis
25

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya


defisiensi suplay darah.
5) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
6) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot
tungkai bawah.
7) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa
internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi
karena luka yang tidak steril.

E. PROGNOSIS
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah
sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan,
bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien relative
muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar. Penanganan
yang diberikan seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga sangat
mempengaruhi terutama dalam memperbaiki struktur tulang yang patah. Setelah
operasi dengan pemberian internal fiksasi berupa plate and screw, diperlukan terapi
latihan untuk mengembalikan aktivitas fungsionalnya. Pemberian terapi latihan yang
tepat akan memberikan prognosis yang baik bilamana (1) quo ad vitam baik jika
pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien, (2) quo ad sanam baik jika jenis
perpatahan ringan, usia pasien relative muda dan tidak ada infeksi pada fraktur, (3)
quo ad fungsionam baik jika pasien dapat melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad
cosmeticam yang disebut juga dengan proses remodeling baik jika tidak terjadi
deformitas tulang. Dalam proses rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting
terutama dalam mencegah komplikasi dan melatih aktivitas fungsionalnya.
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi
fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula,
namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang
dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Komplikasi infeksi yang
menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur terbuka
meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

26

DAFTAR PUSTAKA

Mahyudin, Lestari. 2010. Fraktur Diafisis Tibia. (http://www.Belibis17.tk. Diakses


pada tanggal 7 Mei 2011.
Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The
McGraw-Hill Companies.
Anonymous. Fraktur Tibia Fibula. http://www.docstoc.com/docs/54980966/CaseBedah-Fraktur-Tibia-Fibula-FK-UNSRI. Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.
Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas
Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998
Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New
York: Mc Grow Hill. 2009
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.
Rasjad,

Chairuddin.

Pengantar

Ilmu

Bedah

Ortopedi.

Makassar:

Bintang

Lamumpatue. 2003.
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
Keany

E.

James.

Femur

Fracture.

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment
Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available
from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml
27

Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya
Med

28

Anda mungkin juga menyukai