Makalah Filosofi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia. Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan secara
filosofis dan objektif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara berdasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila pancasila
yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan
negara.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, telah lama menjadi
perdebatan yang panas terutama antara kelompok Islam dan Pancasilais. Negara
Islam Indonesia (NII) adalah pergerakan politik yang berdiri pada tanggal 7
agustus 1949. Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara
teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Sekarang gerakan NII ini
makin merajalela dan mengancam saudara-saudara kita. Sasaran utama mereka
adalah remaja dan mahasiswa yang akan dijadika sebagai anggota dari organisasi
ini.
Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan
dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga,
dan menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh
dalam berbagai permasalahan khusunya dalam menyelesaikan permasalahan yang
berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama.

1.2 Rumusan Masalah


Pancasila dalam Perspektif Filosofis

a. Deskripsi Teori
Bagaimana kajian Pancasila dilihat dari perspektif filosofis ?
b. Pemecahan Kasus
Apa yang melatarbelakangi Negara Islam Indonesia (NII) bertujuan
menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai
dasar negara? Apakah karena sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha
Esa, sudah dianggap tidak eksis lagi?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Deskripsi Teori
Untuk mengetahui dan mengkaji Pancasila dari perspektif Filosofis.
b. Pemecahan Kasus
Untuk mengkaji dan membahas tujuan Negara Islam Indonesia (NII)
menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai
dasar negara serta kaitannya terhadap eksistensi sila pertama Pancasila,
Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

Secara etimologis istilah filsafat atau dalam bahasa Inggrisnya


philosophi berasal dari bahsa Yunani philosophia yang secara lazim
diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Kata philosophia tersebut berakar pada
kata philos (pilia, cinta) dan sophia (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti
wisdom atau kebijaksanaan (Nasution, 1973) sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat
berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah
sebagai berikut:
a. Socrates (469-399 SM)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa
perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan
pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan
kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan
diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.
b

Plato (472 347 SM)


Dalam karya tulisnya Republik Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah

pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan


menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam
konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan
terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan
digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
2.2 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki cirri-

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

ciri 1) suatu kesatuan bagian-bagian, 2) bagian-bagian tersebut memiliki fungsi


sendiri-sendiri, 3) saling berhubungan, saling ketergantungan, 4) kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama, dan 5) terjadi dalam suatu
lingkungan yang kompleks.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan,
saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian dari
setiap sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu
struktur yang menyeluruh. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem
dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya seperti
materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa
kegiatan itu? ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau
terlepas dari pengetahuan orang. Pancasila sebagai suatu sistem filsafast berbeda
dengan sistem-sistem filsafat lainnya misalnya liberalisme, materialisme,
komunisme dan aliran filsafat lainnya. Oleh karena itu Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat akan memberikan cirri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak
terdapat pada sistem filsafat lainnya.
2.2.1 Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
2.2.1.1
Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri
terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak
saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis pada hakikatnya secara
filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pendukung dari
inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis yang
memiliki unsur-unsur, susunan kodrat jasmani rohani, sifat kodrat individuPancasila dalam Perspektif Filosofis

makhluk social, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk


Tuhan yang Maha Esa.
2.2.1.2
Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk
Piramidal
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal
urut-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-sila
Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya dari silasila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan
suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat
itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia. Dengan
demikian maka, sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus sesuai
dengan hakikat Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan
hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat
adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat adil. Contoh
rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah sila
pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.2.1.3

Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling

Mengisi dan Saling Mengkualifikasi


Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi
dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan Yang Maha
Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat


Indonesia.
2.2.2

Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan,
yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami

Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila

Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat


formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistemologi dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh.
Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif (dengan mencari hakikat
Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi
keutuhan pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati
gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat Pancasila
akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
2.2.2.1 Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu yang menyelidiki
hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Jadi ontologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika
dan kesemestaan atau kosmologi.

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak


monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya
adalah manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia,
Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).
2.2.2.2 Dasar Epistomologis Sila-sila Pancasila(kurang lengkap, tidak ada
hubungan antara epistomologis dan ontologis serta pandangan
Pancasila tentang pengetahuan manusia)
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,
susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia sebagai
hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia
mengetahui bahwa ia tahu

atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan

menjadi penyelidikan epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang


menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu
sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar
bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi suatu sistem
cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga

telah menjelma

menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu : 1. logos

(rasionalitas atau

penalaran), 2. pathos (penghayatan), dan 3. ethos (kesusilaan).

2.2.2.3 Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila(kurang lengkap, tidak ada


hubungan antara epistomologis dan ontologis serta pandangan dan
tingkatan nilai mnrt para alhi)

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau ilmu/teori.


Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tingkah laku
moral yang berwujud etika,ekspresi etika yang berwujud estetika atau seni dan
keindahan, dan sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia

sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan

penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan
(menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani jasmani manusia. Dengan
demikian, aksiologi adalah cabang fisafat yang menyelidiki makna nilai, sumber
nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika,
ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material saja tetapi juga sesuatu
yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material relatif mudah diukur
yaitu dengan menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai
rokhaniah alat ukurnya adalah hati nurani manusia yang dibantu indra manusia
yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.

2.2.3

Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara

Republik Indonesia
2.2.3.1 Dasar Filosofis
Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang
tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang
dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terlahirnya Pancasila sebagaimana tercatat dalam sejarah kemerdekaan
bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup dan
nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis,
serta negara-negara Eropa Barat lainnya, yang menjadi suatu negara bangsa
(nation state) karena kesamaan bahasa. Atau negara-negara lainnya, yang menjadi

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

satu bangsa karena kesamaan wilayah daratan. Latar belakang historis dan kondisi
sosiologis, antropologis dan geografis Indonesia yang unik dan spesifik seperti,
bahasa, etnik, atau suku bangsa, ras dan kepulauan menjadi komponen pembentuk
bangsa yang paling fundamental dan sangat berpengaruh terhadap realitas
kebangsaan Indonesia saat ini.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka Pancasila sebagai dasar
falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh seluruh bangsa
Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan menjalankan nilai-nilai
serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila Pancasila hingga
menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh dalam berbagai aspek sosial,
ekonomi, politik baik nasional maupun internasional seperti yang sedang kita
alami belakangan ini.
2.2.3.2 Nilai-nilai Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam negara
indonesia.
2.2.4
Inti Isi Sila-sila Pancasila
2.2.4.1 Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia
menyatakan bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara bahkan
moral Negara, moral penyelenggara Negara,politik Negara, pemerintahan
Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak
asasi warga Negara harus dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan Yang maha Esa.
2.2.4.2 Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung nilai bahwa
Negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

ketinggian harkat dan martabat manusia dan harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan Negara.
2.2.4.3 Sila Persatuan Indonesia
Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nila bahwa negara adalah
sebagai penjelmaan sifa kodrat manusia monodualis yaitu sebagagi makhluk
individu dan makhluk social. Sila persatuan Indonesia mendasari semangat
persatuan demi kesatuan bangsa bagi keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi maupun golongan. Dengan demikian manusia Indonesia rela
berkorban bagi tegaknya bangsa dan negara. Dari semangat ini maka akan tampil
wajah manusia Indonesia yang cinta terhadap tanah air.
2.2.4.4 Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan adalah dasar bagi manusia indonesia selaku warga
negara maupun selaku warga masyarakat untuk memperoleh kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama dimata hukum. Dengan demikian indonesia tetap berjalan
pada iklim Demokrasi yang penuh dengan semangat kekeluargaan. Dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus dlaksanakan
dalam hidup Negara.

2.2.4.5 Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah dasar bagi
terciptanya suasana dalam masyarakat indonesia yang suka bergotong royong
penuh dengan semangat kekeluargaan. Dari dokumen sejarah dapat dibuktikan
bahwa demi Kemerdekaan dan persatuan bangsa pada waktu itu, dari pihak non
Islam keberatan maka Para tokoh Islam pada saat itu telah setuju dengan
penghapusan tujuh kata setelah kata ketuhanan dengan menggantikannya
dengan rumusan ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian Pancasila
sekarang menjadi dasar negara Republik Indonesia bukanlah Pancasila hasil
konsensus tanggal 22 juni 1945 tetapi hasil perubahan dari Pancasila piagam
jakarta yang telah disetujui tanggal 18 Agustus 1945.

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

10

STUDI KASUS
Negara Islam Indonesia (NII)
Sebuah Organisasi Politik Yang Bertujuan Menjadikan Indonesia Sebagai Negara Islam

Negara Islam Indonesia (NII) adalah pergerakan politik yang berdiri pada
tanggal 7 agustus 1949 di Desa Cisampah, Ciawiligar, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Pendirinya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Tujuan NII adalah
menjadikan Indonesia yang saat itu baru saja merdeka sebagai Negara Islam.
Dalam proklamasi NII hukum islam adalah hukum yang berlaku. Dalam undangundang NII dinyatakan dengan tegas Negara berdasarkan Islam. Perkembangan
NII menyebar ke berbagai wilayah terutama Jabar menuju ke arah perbatasan.
Termasuk juga menyebar ke Sulawesi dan Aceh. Setelah pendiri ditangkap oleh
TNI dan di eksekusi pada tahun 1962, gerakan ini terpecah. Tapi tetap bergerak
secara diam-diam dan oleh pemerintah dianggap sebagai organisasi ilegal.
Sekarang gerakan NII ini makin merajalela dan mengancam saudara-saudara kita.
Sasaran utama mereka adalah remaja dan mahasiswa. Negara Islam Indonesia
(NII) yang kemunculannya oleh berbagai pihak dituding sebagai akibat dari

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

11

merasa sakit hatinya kalangan Islam, dan bersifat spontanitas, lahir pada saat
terjadi vacuum of power di Republik Indonesia (RI).
Kami selaku pemakalah merasa sangat prihatin dengan adanya NII. Seperti
yang kita ketahui, Negara Indonesia mengakui adanya 5 aga. Kami tidak setuju
dengan ada terbentuknya Negara Islam Indonesia. Karena itu bertentangan dengan
Sila-sila Pancasila terutama sila pertama. Membentuk NII sama dengan
mengekang kebebasan dan hak dalam menentukan keyakinan umat beragama.
Pemerintah sebagai representasi negara harus segera memberantas gerakan
Negara Islam Indonesia (NII). Pemerintah sungguh tidak patut melakukan
pembiaran seperti yang terkesan selama ini. Sebab, NII bukan sekadar
menumbuhkan radikalisme, sektarianisme, ataupun penyimpangan agama,
melainkan terutama merongrong institusi negara.
Terkait kasus tersebut, anggota NII menginginkan adanya perubahan
(pergantian) ideologi Pancasila dengan ideologi Islam, mesti karena terjadi
ketidakcocokan antara prinsip islam mereka terhadap ideologi Pancasila. Apakah
ini artinya Pancasila bertentangan dengan agama?
Pancasila adalah ideologi sedangkan agama adalah kepercayaan. Pancasila
mengatur hubungan horizontal sedangkan agama menjalin hubungan vertikal.
Pemahaman terhadap Pancasila harus dimiliki oleh setiap warganegara
bahwasanya kebebasan beragama (secara hukum kenegaraan) dijamin oleh
Pancasila. Meskipun begitu, dengan adanya esensi pengaturan kebebasan
beagama dalam Pancasila, bukan berarti secara kualitas, Pancasila lebih tinggi
dari agama. Pancasila otoritatif terhadap "dirinya sendiri" bukan dari dirinya
sendiri, tetapi dirumuskan dan dikukuhkan oleh yang "diluar dirinya" (para
perumus Pancasila), sementara agama memiliki otoritas yang absolut yang dari
Tuhan, yang dipegang oleh setiap pemeluknya. Ketika Pancasila berbicara
mengenai ketuhanan yang maha esa, hal ini sebenarnya bisa mengandung
"pertentangan dengan kebebasan individu" (bukan dengan agama) untuk apakah
orang mau percaya (atau tidak), mau perduli, atau tidak percaya terhadap adanya
Tuhan, mengapa? Karena hubungan vertikal adalah hak setiap orang yang tidak
harus diatur oleh pemerintah (manapun). Pemerintah harusnya hanya mengatur
hak-hak setiap orang untuk beragama (atau tidak) dalam kaitannya dengan

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

12

masalah horisontal (bermasyarakat, bernegara, dsb.). Negara komunis atau nonreligion country belum tentu tidak ber-Tuhan. Belum tentu tidak bermoral. Belum
tentu kosong etika. Sebaliknya negara agama bisa sangat arogan, kolot, tidak mau
kalah, fanatik atau tertutup.
Menurut kami, Pancasila untuk negara kita sudah tepat, selama prinsip horisontal
dan vertikal dimengerti. Yang seringkali menjadi tidak tepat adalah adanya
departemen agama, yang kemudian manjadi departemennya majority dalam
hubungan mengatur hal yang horisontal tadi. Negara (dept. agama) tidak punya
otoritas mengatur hubungan vertikal, ia hanya menjaga, kalau perlu tidak usah
ada. Ketika ia kemudian mengatur hubungan vertikal, maka ia mengambil paksa
otoritas Tuhan sendiri dalam hal hubungan vertikal itu.
Pancasila sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan
dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga,
dan menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh
dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, politik baik nasional maupun internasional
seperti yang sedang kita alami belakangan ini. Muncunya kasus seperti Negara
Islam Indonesia (NII) dikarenakan kurangnya penghayatan terhadap sila-sila
Pancasila. Terlahirnya Pancasila sebagaimana tercatat dalam sejarah kemerdekaan
bangsa Indonesia, merupakan sublimasi dan kristalisasi dari pandangan hidup dan
nilai-nilai budaya luhur bangsa yang mempersatukan keanekaragaman bangsa kita
menjadi bangsa yang satu, Indonesia. Jadi, jadikanlah setiap perbedaan yang
muncul itu sebagai suatu keanekaragaman budaya yang menjadikan kehidupan
berbangsa dan bernegara menjadi lebih indah, bahkan lebih indah dari kehidupan
berbangsa negara lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 IMPLIKASI
Pancasila dalam Perspektif Filosofis

13

Era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa


Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh
pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri. Kesemuanya di atas memerlukan
kemampuan warga negara mempunyai bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni yang berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa.
Nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat negara, meskipun dituntut untuk
melakukan suatu perubahan namun dalam aspek penyelenggaraannya Negara,
aspek kehidupan masyarakat, dan system perundang-undangan di Indonesia harus
tetap bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
3.2 KESIMPULAN
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan,
saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka Pancasila
pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, silasilanya saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh. Dengan demikian, Pancasila merupakan suatu sistem dalam
pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filsafat lainnya seperti materialisme,
idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya. Pancasila
sebagai dasar falsafah Negara Indonesia harus diketahui dan dipahami oleh
seluruh bangsa Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga, dan
menjalankan nilai-nilai serta norma-norma positif yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila hingga menjadi bangsa yang kuat dalam menghadapi kisruh dalam
berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politik serta agama seperti munculnya kasus
Negara Islam Indonesia yang hendak menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam.

3.3

SARAN KEBIJAKAN
3.3.1 Pancasila merupakan dasar filsafat negara yang mengakui dan
mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Hal ini dapat kita
lihat pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga kita
sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

14

Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi


Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi
Pancasila bukan ideologi beragama.
3.3.2 Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita
merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara
langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau
standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.

Pancasila dalam Perspektif Filosofis

15

Anda mungkin juga menyukai