Makalah Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Makalah Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Makalah Komunikasi Bisnis Lintas Budaya
Dibuat Oleh :
Kelompok 4
1. Farid Ahmad
2. Azhari Juniarto
022140051
022140069
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
Jakarta
2015/2016
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain,
baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya di
sekitarnya. Pada kenyataanya seringkali kita tidak bisa menerima atau merasa
kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat
interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasan yang
berbeda dari seorang teman yang berbeda asal daerah atau cara-cara yang menjadi
kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal
dari daerah lain. Dari sebuah hubungan interaksi sosial itu menimbulkan suatu
budaya baru yang berawal dari sebuah proses akulturasi budaya.
Beraneka ragam dan corak pada setiap kebudayaan daerah menjadikan
sebuah ciri khas tersendiri bagi setiap manusia di muka bumi ini, berbagai macam
perbedaan budaya tersebut antara lain dapat dilihat dari bentuk pakaian, bahasa,
postur tubuh, aneka macam makanan, adat istiadat yang mengatur pada suatu
daerah tertentu dan masih banyak lagi. Terkadang kita dihadapkan pada sebuah
realitas yang sedikit berbeda dengan budaya kita, sehingga kita merasa asing
ketika berada pada suatu wilayah tertentu. Pada mulanya ketika seseorang
dihadapkan pada posisi demikian, ia akan beranggapan bahwa ia merasa
dikucilkan oleh orang-orang yang tinggal di lingkungannya. Namun seiring
berjalannya waktu, dan seringnya intensitas seseorang berinteraksi dengan orangorang baru dilingkungannya, maka ia akan menemukan sebuah kenyamanan dan
bahkan bisa mengadopsi budaya baru yang ada di lingkungan baru tersebut.
Komunikasi lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu
Komunikasi yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi
antar pribadi diantara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Pada
awalnya, studi lintas budaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya
sehingga kajiannya lebih bersifat depth description, yakni penggambaran yang
mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan budaya tertentu.
antar
pribadi
diantara
komunikator
dan
komunikan
yang
kebudayaannya berbeda.
Bagi para pelaku bisnis, pemahaman yang baik terhadap budaya di suatu
daerah, wilayah atau negara menjadi sangat penting artinya bagi pencapaian
tujuan organisasi bisnis. Secara sederhana, komunikasi lintas budaya adalah
komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun
nonverbal dengan memperhatikan faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah
atau negara. Pengertian lintas budaya dalam hal ini bukanlah semata-mata budaya
asing (internasional), tetapi juga budaya yang tumbuh dan berkembang di
berbagai daerah dalam wilayah suatu negara.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat kaya dengan aneka
macam budaya merupakan salah satu contoh yang sangat berharga bagi para
pelaku bisnis dalam menerapkan komunikasi bisnis lintas budaya. Sebagaimana
diketahui, setiapa daerah yang ada di Indonesia memiliki kekhasan budaya yang
tidak dimiliki oleh daerah lainnya, seperti bagaimana seseorang berkomunikasi
dengan orang lain, bagaimana menghargai orang lain, bagaimana mereka
sikap,
nilai-nilai,
harapan,
dan
norma-norma
untuk
berperilaku.
Dalam hal ini, semua anggota dalam budaya memiliki asumsi-asumsi
tersebut. Beberapa budaya ada yang dibentuk dari berbagai kelompok yang
berbeda-beda dan terpisah, tetapi ada juga yang memiliki kecenderungan
homohgen. Kelompok berbeda (distinct group) yang ada dalam wilayah
budaya mayoritas lebih tepat dikatakan sebagai subbudaya (subcultures).
Indonesia adalah sebuah contoh negara yang memiliki subbudaya yang
sangat beragam baik etnis maupun agama. Hal ini berbeda dengan Jepang
yang hanya memiliki beberapa subbudaya dan cenderung bersifat homogen.
d. Menurut Murphy dan Hildebrandt, budaya diartikan sebagai tipikal
karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian tersebut juga
mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan nonverbal dalam suatu
kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung
unik atau berbeda dengan yang lainnya.
e. Menurut
Mitchel,
budaya
merupakan
seperangkat
nilai-nilai
inti,
tertentu, kaum wanita cenderung memiliki posisi yang relatif lemah daripada
pria. Namun, kini tanggapan seperti itu sudah tidak berlaku lagi. Pria dan
wanita memiliki kedudukan yang seimbang dalam meniti karier masingmasing.
Sistem kepercayaan atau keyakinan (belief system) yang dianut oleh
suatu masyarakat akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang ada di
masyarakat tersebut. Keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat juga akan
mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan mereka, bagaimana mereka memandang
hidup dan kehidupan ini, jenis produk yang mereka konsumsi dan cara
bagaimana mereka membelisuatu produk. Bahkan jenis pakaian yang
dikenakan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan bacaan yang dibaca setiap
harinya, sebenarnya juga tidak lepas dari pengaruh yang kuat atas keyakinan
atau kepercayaan yang dianut seseorang.
Estetika (aesthetics) berkaitan dengan seni, dongeng, hikayat, musik, drama
dan tari-tarian. Nilai-nilai estetika yang ditunjukkan masyarakat dalam
berbagai peran tentunya perlu dipahami secara benar, agar pesan yang
disampaikan mencapai sasaran secara efektif. Contoh sederhana, di kalangan
masyarakat Barat ada yang beranggapan angka 13 adalah angka yang akan
membawa kesialan sehingga angka 13 sering dilewati dan dijadikan 14A.
Bahasa (language) adalah suatu cara yang digunakan seseorang dalam
mengungkapkan sesuatu melalui simbol-simbol tertentu kepada orang lain.
Bahasa adalah suatu komponen budaya yang paling sulit dipahami. Meskipun
demikian, bahasa sangatlah penting untuk dipelajari dan dipahami dengan
benar sehingga melalui bahasa orang dapat memperoleh empati dan simpati
dari orang lain. Untuk dapat memahami bahasa asing secara baik dan benar
diperukan ketekunan, kesabaran, dan latihan yang cukup.
3. Tingkatan Budaya
Menurut Murphy dan Hildebrandt, dalam dunia praktis terdapat tiga
tingkatan budaya, yaitu:
a. Formal
Budaya pada tingkatan formal merupakan sebuah tradisi satu
kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya dan hal itu bersifat formal/resmi.
Dalam dunia pendidikan, tata bahasa Indonesia adalah termasuk salah satu
budaya tingkat formal yang mempunyai suatu aturan yang bersifat formal
dan terstruktur dari dulu hingga sekarang. Contohnya, sebuah kalimat
sebaiknya terdiri dari subjek, predikat, objek. Dimensi waktu yang diukur
dengan satuan tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit, dan detik juga
termasuk bagian dari budaya tingkat formal.
b. Informal
Pada tingkatan ini, budaya lebih banyak diteruskan oleh suatu
masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar,
dilihat, dipakai (digunakan) dan dilakukan, tanpa diketahui alasannya
mengapa hal itu dilakukan. Contoh, mengapa seseorang bersedia dipanggil
dengan nama julukan bukan nama aslinya, hal tersebut dilakukan karena dia
tahu teman-temannya biasa memanggil dengan nama julukan.
c. Teknis
Pada tingkatan ini, bukti-bukti dan aturan-aturanmerupakan hal yang
terpenting. Terdapat suatu penjelasan yang logis mengapa sesuatu harus
dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan. Pada tingkat formal,
pembelajaran dalam budaya mencakup pembelajaran pola perilakunya,
sedangkan pada tingkatan teknis,aturan-aturan disampaikan secara logis dan
tepat, seperti kapan suatu kegiatan tertentu dapat diprediksi waktunya secara
tepat, seperti kapan suatu kegiatan peluncuran roket bisa dimulai.
Pembelajaran secara teknis memiliki ketergantungan sangat tinggi pada
orang yang mampu memberikan alasan-alasan yang logis bagi suatu
tindakan tertentu.
diserahkan kepada manajer yang lebih bawa. Lain halnya di Amerika Latin
dan Jepang, proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajer
puncak umumnya berjalan lambat dan bertele-tele.
d. Konsep Waktu
Sebagian besar penduduk negara maju sudah menyadari bahwa
waktu sangatlah berharga. Untuk menghemat waktu, para eksekutif Amerika
Serikat dan Jerman membuat rencana bisnis secara efisien dengan
memusatkan perhatian pada tugas tertentu pada periode tertentu. Oleh
karena waktu sangatlah terbatas, dalam berkomunikasi mereka cenderung
langsung menuju pada pokok persoalan (to the point) dan cepat. Hal ini
berbeda dengan para eksekutif dari Amerika Latin dan Asia, yang umumnya
memandang waktu relatif luwes/fleksibel. Menurut mereka, menciptakan
dasar-dasar hubungan bisnis lebih penting daripada sekedar dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan.
e. Konsep Jarak Komunikasi
Sebagaimana masalah waktu, menjaga jarak komunikasi juga
berbeda untuk budaya yang berbeda. Ketika melakukan pembicaraan bisnis,
para eksekutif Amerika Serikat dan Kanada menjaga jarak sekitar 5 feet dari
lawan bicara. Namun, bagi para eksekutif Jerman atau Jepang, jarak
komunikasi tersebut dirasakan kurang dekat. Sementara itu, para eksekutif
dari negara Timur Tengah mempunyai kecenderungan untuk melakukan
pembicaraan bisnis dengan jarak komunikasi yang relatif dekat
f. Konteks Budaya
Salah satu dari berbagai macam cara orang menyampaikan pesannya
kepada orang lain sangat ditentukan konteks budaya. Di dalam konteks
budaya tinggi seperti Korea Utara atau Taiwan, orang kurang tergantung
pada komunikasi verbal, tetapi lebih banyak tergantung pada komunikasi
nonverbal. Dalam melakukan percakapan mereka cenderung menyampaikan
pesan-pesan secara tidak langsung (indirect) yang disertai dengan ekspresi
ataupun geraka-gerakan tubuh; dalam konteks budaya rendah, seperti
Kesimpulan