ACARA III Karbohidrat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

KELOMPOK 15
Anggota :
Lusiana Pusparani

(H0914055)

Melinda Elvira W

(H0914059)

Rafika Anisa

(H0914073)

Suaidah

(H0914086)

Yosephine Dian H

(H0914093)

Yuni Nur

(H0914096)

Enjar Prastiti

(H0914004)

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

ACARA III
KARBOHIDRAT

A. Tujuan
Tujuan pada praktikum Acara III Karbohidrat ini adalah :
1. Mengetahui adanya senyawa karbohidrat secara umum melalui uji
molisch.
2. Mengetahui adanya gula reduksi dan kecepatan reduksi suatu bahan
melalui uji benedict dan uji barfoed.
3. Membedakan monosakarida aldosa dan ketosa dengan uji selliwanoff.
4. Mengetahui adanya kandungan polisakarida dalam suatu bahan dengan
uji iod.
B. Tinjauan Pustaka
Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis oleh
tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk monosakarida
yang mempunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai dekstrosa atau
gula anggur. Glukosa adalah suatu gula monosakarida yang merupakan salah
satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi
hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu utama fotosintesis dan
awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga dekstrosa,
terutama pada industri pangan (Edahwati, 2010).
Glukosa dinamakan juga dekstrosa atau gula anggur, terdapat luas di
alam dalam jumlah sedikit, yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari
pohon, dan bersaman dengan fruktosa dalam madu. Glukosa merupakan hasil
akhir pencernaan pati, sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan
manusia. Dalam proses metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat
yang beredar dalam tubuh dan di dalam sel merupakan sumber energi.
Fruktosa dinamakan juga levulosa atau gula buah, adalah gula paling manis.
Fruktosa mempunyai rumus kimia yang sama dengan glukosa C 6H12O6,
namun strukturnya berbeda. Susunan atom dalam fruktosa merangsang jonjot
kecapan pada lidah sehingga menimbulkan rasa manis. Fruktosa dapat diolah
dari pati dan digunakan secara komersial sebagai pemanis. Sukrosa atau
sakarosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula pasir

yang 99% terdiri atas sukrosa dibuat dari kedua macam bahan makanan
tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Laktosa (gula susu)
hanya terdapat dalam susu dan terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit
galaktosa. Laktosa adalah gula yang paling tidak manis (seperenam manis
glukosa) dan lebih sukar larut daripada disakarida lainnya (Almatsier, 1982).
Laktosa merupakan gula utama dalam ASI dan susu sapi (4 sampai 8 %
laktosa). Hidrolisis laktosa menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa dalam
jumlah mol yang equivalen. Karbon anomerik pada unit galaktosa
mempunyai konfigurasi pada C-1 dan bertautan dengan gugus hidroksil
pada C-4 di unit glukosa. Sukrosa merupakan gula pasir yan diperoleh secara
komersial dari batang tebu dan bit gula, yang kadarnya 14 sampai 20 % dari
cairan tumbuhan tersebut. Hidrolisis sukrosa memberikan D-glukosa dan
ketosa D-fruktosa dengan jumlah mol yang equivalen. Sukrosa berbeda dari
disakarida lain karena karbon anomerik kedua unitnya terlibat dalam ikatan
glikosidik. Selain itu, karena tidak ada gugus aldehida bebas yang berpotensi,
sukrosa tidak dapat mereduksi reagen Tollens, Fehling, atau Benedict. Oleh
karena itu sukrosa disebut sebagai gula non-pereduksi. Alkohol atau fenol
yang terdapat di alam sering dijumpai di dalam sel bergabung sebagai
glikosida dengan beberapa gula, umumnya dengan glukosa. Dengan cara ini,
segmen gula dalam glikosida yang banyak mengandung gugus hidroksil itu
akan melarutkan senyawa alkohol atau fenol (kalau tidak, alkohol dan fenol
itu tidak akan larut dalam protoplasma sel). Contohnya ialah salisin yang
rasanya pahit, yang terdapat dalam kulit pohon willow ( Hart, 1983).
Sakarosa atau yang lebih dikenal dengan sukrosa merupakan gula biasa
yang dijadikan sebagai sumber energi. Gula ini dapat diperoleh dari tanaman,
tebu dan bit, yang menyusun sebanyak 14-20% dari cairannya. Hirolisis
sukrosa menghasilkan D-glukosa dan D-fruktosa dalam jumlah yang sama.
Sukrosa berbeda dengan disakarida yang telah diuraikan sebelumnya karena
kedua karbon anomerik dari dua unitnya terlibat dalam pembentukan ikatan
glikosida (Hart, 1990). Sukrosa dengan asam encer yang dididihkan atau
dengan enzim disebut gila inversi. Gula inversi ini memutar bidang polarisasi
ke kiri, hal ini disebabkan karena daya putar kiri fruktosalebih besar daripada

daya putar ke kanan glukosa. Dengan demikian inversi adalah peristiwa


dimana sukrosa mempunyai daya putar kanan berubah menjadi daya putar
kiri (Pringgomulyo, 1982).
Maltose adalah disakarida yang diperoleh sebagai hasil hidrolisis pati.
Maltose terdiri dari dua satuan glukosa. Karbon anomerik dari satu unit
dihubungkan dengan gugus hidroksil C-4 dari unit lainnya. Karbon anomerik
dari unit glukosa yang kedua (konfigurasi ) berbentuk hemiasetal. Fungsi
hemiasetal berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehida rantai
terbuka. Oleh karena itu, maltose memberikan hasil positif dengan uji tollens
(Hart, 1990).
Pati (starch) atau yang dikenal dengan amilum adalah karbohidrat
penyimpan energi pada tanaman. Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan 1-4--glikosida, walaupun rantai ini dapat pula
mempunyai percabangan karena adanya ikatan 1-6--glikosida (Hart, 1990).
Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian
terbesar dan sisanya amilosa (Hartati, 2003).
Pati dapat dipisahkan dengan teknik pengendapan menjadi dua bagian
yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa tersusun dari 20% pati, unit-unit
glukosa membentuk rantai lurus yang berikatan. Rantai ini berbentuk heliks
(spiral) karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada setiap unit glukosa.
Enam unit glukosa perputaran heliks menyebabkan amilosa membentuk
kompleks. Warna biru tua yang timbul ketika diberikan penambahan iod
adalah contoh pembentukan kompleks. Amilopektin membentuk rantai
bercabang melalui ikatan 1,6. Karena strukturnya yang banyak bercabang,
butir pati menembang dan membentuk larutan koloid dalam air (Hart, 1990).
Pati memiliki beberapa sifat. Diantaranya adalah mempunyai rasa tidak
manis, tidak larut dalam air dingin tetapi didalam air panas dapat membentuk
gel atau sol yang bersifat kental. Penguraian tidak sempurna dari pati dapat
menghasilkan dekstrin yang merupakan suatu bentuk dari oligosakarida
(Winarno, 1980) Dekstrin adalah polisakarida yang menyerupai gom, larut
dalam air. Jika pati dipanaskan maka terjadilah dekstrin, terjadinya dekstrin
dengan cara ini merupakan proses penganjian dan mengkilapkan pakaian.

Dalam kehidupan sehari-hari pati digunakan untuk membuat sirup glukosa,


membuat dekstrin, menganji pakaian, dan mengkilapkan tenunan (Hart,
1990).
Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium
karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksiion Cu 2+ dari kuprisulfat
menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium
karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah.
Endapan yang terbentuk berwarna hijau, kuning atau merah bata. Sedangkan
pereaksi barfoed terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan
digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida.
Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu 2O
terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada disakarida dalam larutan
tidak berbeda banyak (Poedjiadi, 2009).
Dekstrin adalah polisakarida yang menyerupai gom, larut dalam air.
Jika pati dipanaskan, terjadilah dekstrin. Terjadinya dekstrin dengan cara ini
merupakan proses penganjian dan mengkilapkan pakaian. Dalam kehidupan
sehari-hari pati digunakan untuk membuat sirop-glukosa, membuat dekstrin,
menganji pakaian dan mengkilapkan tenunan. Glikogen (C6H10O5)n adalah
polisakarida yang terdapat dalam badan hewan, terutama dalam hati.
Glikogen juga terdapat pada tumbuh-tumbuhan rendah. Glikogen dapat
diambil dari dalam hati dengan jalan merebus bersama larutan KOH
(Pringgomulyo, 1982).
Karbohidrat memegang peranan penting dalam sistem biologi
khususnya dalam respirasi. Karbohidrat dihasilkan oleh proses fotosistesa di
dalam tanaman berdaun hijau. Dalam bahan-bahan pangan nabati, karbohidrat
merupakan komponen yang relative tinggi kadarnya. Unsur-unsur yang
membentuk karbohidrat hanya terdiri dari karbon (C), hidrogen (H), dan
Oksigen (O), kadang-kadang juga terdapat nitrogen (N) (Winarno, 1980).
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,
hydrogen, dan oksigen. Di dalam ilmu gizi, secara sederhana karbohidrat
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat
kompleks. Contoh dari karbohidrat sederhana adalah monosakarida seperti

glukosa, fruktosa dan galaktosa atau juga disakarida seperti sukrosa dan
laktosa. Monosakarida ini merupakan jenis karbohidrat sederhana yang terdiri
dari 1 gugus cincin. Sedangkan contoh dari karbohidrat kompleks adalah pati
(starch), glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, dan serat
(fiber). Karbohidrat kompleks merupakan karbohidrat yang terbentuk oleh
hamper lebih 20.000 unit molekul monosakarida terutama glukosa (Irawan,
2007).
Penentuan gula reduksi selama ini dilakukan dengan metode
pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan
refraktometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa
sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schorl, Selliwanoff, Nelson-Somogyi
dan lain-lain). Hasil analisanya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak
dapat menentukan gula pereduksi secara individual (Ratnayani, et al, 2008).
Karbohidrat merupakan kelas penting dari molekul yang digunakan
untuk makanan oleh semua hewan. Enzim mencerna gula kompleks ini dan
mengubahnya menjadi molekul yang lebih sederhana, bertindak dalam
konsentrasi busana tergantung tanpa mengubah diri mereka sendiri. Salah
satu enzim yang umum adalah amilase, yang memecah pati menjadi glukosa
(Cochran, 2008).
Istilah karbohidrat timbul karena rumus kebanyakan senyawa sejenis ini
dapat dinyatakan sebagai Cn(H2O)n atau karbon. Glukosa misalnya
mempunyai rumus molekul C6H12O6. Karbohidrat didefinisikan sebagai
polihidroksialdehida, polihidroksiketon atau senyawa yang menghasilkan
senyawaan yang serupa pada hidrolisis. Dengan demikian, kimia karbohidrat
adalah gabungan antara kimia dua gugus fungsi, gugus hidroksil dan gugus
karbonil. Karbohidrat pada umumnya digolongkan menurut strukturnya yaitu
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida (Hart, 1983).
Uji karbohidrat reagen molish telah ditambahkan ke 2 ml dari kedua
ekstrak. Sebuah jumlah sedikit terkonsentrasi asam sulfat ditambahkan ke
dalamnya dan dibiarkan membentuk lapisan. Campuran dikocok, dan
didiamkan selama beberapa menit, yang kemudian diencerkan dengan

menambahkan 5 ml air suling. Endapan yang terbentuk seperti cincin yang


berwarna ungu menunjukkan adanya karbohidrat (Manimozhi, 2011).
Uji kualitatif karbohidrat dibedakan atas uji umum dan uji khusus. Uji
umum berlaku untuk semua karbohidrat, sedangkan uji khusus hanya berlaku
untuk karbohidrat tertentu. Dalam uji umum semua karbohidrat yang
mempunyai lima atom karbon atau lebih akan memberikan hasil akhir yang
sama. Uji molisch merupakan uji umum karbohidrat. Uji khusus karbohidrat
anatara lain uji terhadap karbohidrat pereduksi , uji untuk ketosa dan uji
untuk pentose. Uji terhadap karbohidrat pereduksi dapat ditunjukkan dengan
berbagai cara antara lain uji fehling, uji benedict, uji asam pikrat, uji tollens,
dan uji barfoed. Pereaksi yang digunakan untuk uji barfoed adalah asam.
Pereaksi dibuat dengan melarutkan 13,3 gram Kristal kupri sulfat netral
dalam 200 ml air. Setelah disaring, filtrat ditambah 1,8 ml asam asetat glasial.
Pada pemanasan karbohidrat pereduksi menggunakan pereaksi barfoed,
terjadi reaksi oksidasi karbohidrat pereduksi menjadi asam onat dan reduksi
pereaksi barfoed sebagai ion kupri menjadi endapan kupri oksida. Suasana
asam dalam pereaksi barfoed dapat mengakibatkan waktu terjadinya
pengendapan kupro oksida pada reaksi dengan disakarida dan monosakarida
berbeda. Pada konsentrasi dan kondisi yang sama disakarida memberikan
endapan yang lebih lambat daripada monosakarida. Berdasarkan hal ini uji ini
dapat membedakan antara karbohidrat disakarida dan monosakarida
(Sumardjo, 2006).
Pada uji seliwanoff aldose akan bereaksi negative hal tersebut karena
aldose sebelum mengalami dehidrasi mengalami transformasi terlebih dahulu
menjadi ketosa. Peristiwa dehidrasi ketosa lebih cepat dibandingkan dehidrasi
aldose. Pada pengujian ini furfural yang terbentuk dari dehidrasi bereaksi
dengan resolsinol membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Pada uji
benedict antara gula pereduksi dengan larutan benedict akan terjadi reaksi
reduksi oksidasi dan menghasilkan endapan berwarna merah yang berasal
dari kupro oksida (Sudarmadji, 1996).
Uji Barfoed adalah uji untuk menunjukkan gula reduksi monosakarida.
Larutan barfoed akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga dihasilkan

endapan merah kuprooksida. Pada kondisi asam gula reduksi yang termasuk
dalam golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat, sehingga
tidak memberikan endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang
diperlama. Terakhir adalah uji iod, pada uji ini karbohidrat golongan
polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iod dan memberi warna
spesifik tergantung pada jenis karbohidratnya. Sebagai contoh, amilosa
dengan iodin akan menghasilkan warna biru, amilopektin dengan iodin akan
berwarna merah violet, glikogen dan dextri dengan iodin akan berwarna
merah coklat (Sudarmadji, 1996).
C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Penangas air
d. Pipet volume
e. Test plate
f. Rak tabung
g. Propipet
h. Penjepit
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.

2. Bahan
Air (aquadest)
Larutan glukosa 0,01 M
Larutan glukosa 0,02 M
Larutan glukosa 0,04 M
Larutan fruktosa 0,01 M
Larutan laktosa 0,01 M
Larutan sakarosa 0,01 M
Larutan amilum 0.02 M
Larutan amilum 1 %
Larutan dextrin 1 %
Larutan CMC 1 %
Larutan glikogen 1 %
Larutan alpha naptol 5%
Larutan H2SO4 pekat 3 ml
Larutan benedict
Larutan barfoed 5 ml
Larutan HCl pekat
Larutan resorsinol 0,5 %
Larutan iod (0,05 N dalam 3 % KI)

3. Cara Kerja
a. Uji molisch
Penyiapan 3 tabung reaksi

Pengisian masing-masing

1ml 0,02M glukosa, 1ml 0,02M amilum, 1ml


air

Penambahan dalam masing-masing tabung

2tetes larutan alpha naphtol 5% dalam alkohol

Pencampuran
Penuangan 3ml asam sulfat pekat

Pengamatan

b. Uji benedict
Penyiapan 3 tabung reaksi
Pengisian masing-masing tabung
3ml benedict

Penambahan masing-masing

1ml 0,01M; 0,02M; 0,04M glukosa

pencampuran

Pemanasan dengan air mendidih 10menit

pengamatan

c. Uji barfoed

Penyiapan 4 tabung reaksi

Pengisian masing-masing tabung

Larutan barfoed 5ml

Penambahan masing-masing tabung 1,2,3,4


secara berurutan

5ml 0,01M (glukosa, fruktosa, laktosa, dan


galaktosa

Pemanasan selama 10menit

pendinginan

pengamatan

d. Uji selliwanoff
Penyiapan 2tabung reaksi

Pengisian

Larutan 2ml 0,01M glukosa & 2ml 0,01M


fruktosa

penambahan

1ml HCl pekat

pencampuran

Pemanasan 30menit

Penambahan

5ml 5% larutan resolsinol

Pencatatan

e. Uji Iod
Penetesan

Larutan amilum 1%, glikogen 1%, dekstrin1%,


CMC 1%

Penambahan

Beberapa tetes larutan iod (0,05M iod dalam


3% KI)

Pencatatan

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Uji Molisch


Kelompo
k
6
12
5
11
4
10

Sampel

Keterangan

1 ml 0.02 M
Glukosa
1 ml 0.02 M
Amilum
1 ml
Aquades

Ada lapisan cincin, berwarna ungu


Berwarna ungu tua
Ada lapisan cincin, berwarna ungu
Ada cincin ungu ditengah
Tidak ada lapisan cincin, berwarna bening
Ada lapisan ungu diatas

Sumber : Laporan Sementara

Uji molisch digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa


karbohidrat dalam suatu bahan pangan. Prinsip pada uji molisch ini adalah
asam sulfat pekat akan menghidrolisis ikatan glikosidik karbohidrat menjadi
monosakarida, selanjutnya menjadi dehidrasi membentuk furfural dan
derivatnya. Fungsi H2SO4 pekat dalam reaksi Molisch (dapat digantikan asam
kuat lainnya) adalah untuk menghidrolisis ikatan pada sakarida sehingga
menghasilkan furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan
alfa-naftol untuk membentuk produk berwarna. Furfural ini kemudian bereaksi
dengan reagent Molisch, -naphthol membentuk cincin yang berwarna ungu.
Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan
molekul air dari suatu senyawa.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji molisch terhadap glukosa, amilum
dan aquadest. Dari hasil percobaan terhadap glukosa 0,02 M sebanyak 1 ml,
setelah ditambah 2 tetes alphanapthol dan 3 ml asam sulfat pekat terdapat
reaksi, dibuktikan dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi
berwarna ungu lalu terbentuk cincin. Sedangkan pada kelompok lainnya
menjadi berwarna ungu tua. Kemudian dari hasil percobaan terhadap amilum
0,02 M sebanyak 1 ml, setelah ditambah 2 tetes alphanapthol dan 3 ml asam
sulfat pekat terjadi reaksi yang ditandai dengan perubahan warna, dari bening
menjadi berwarna ungu lalu terbentuk cincin. Sedangkan pada kelompok
lainnya terdapat cincin ungu ditengah. Sedangkan untuk hasil percobaan
terhadap sampel aquadest, setelah ditambah 2 tetes alphanapthol dan 3 ml asam
sulfat pekat, tidak ada perubahan warna dan tidak membentuk lapisan cincin.
Sedangkan pada kelompok lainnya ada lapisan ungu diatas. Menurut Winarno

(2008), dalam uji molisch akan timbul dua lapisan cairan di dalam tabung
reaksi dimana larutan sampel akan berada di lapisan atas. Cincin berwarna
merah ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya karbohidrat dalam
sampel. Pada praktikum ini sudah sesuai teori karena seharusnya memang
dalam percobaan menggunakan sampel aquadest tidak terbentuk lapisan cincin
karena aquadest bukan merupakan senyawa karbohidrat yang mempunyai
ikatan glikosidik (ikatan antar molekul satuan dasar yang satu terhadap yang
lainnya) jadi warna akhirnya tidak terbentuk cincin.

Tabel 3.2 Hasil PengamatanUji Benedict


Kelompok
3
7
2
8
1
9

Sampel
Glukosa
0.01 M

Glukosa
0.02 M

Glukosa
0.04 M

Kecepatan
reaksi
+
+
++
++
+++
+++

Keterangan

Endapan merah bata sangat sedikit,


Berwarna oranye biru
Sedikit endapan merah bata,
Berwarna biru kehijauan
Sedikit endapan merah bata
Berwarna oranye biru
Cukup banyak endapan merah bata
Berwarna biru kecoklatan
Banyak endapan merah bata
Berwarna merah oranye
Banyak endapan merah bata
Berwarna merah bata

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan:
Kecepatan Reaksi:
+
: Reaksi Lambat
++ : Reaksi Agak Cepat
+++ : Reaksi Cepat

Dalam uji benedict ini digunakan benedict untuk mengetahui ada


tidaknya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan indikator, yaitu perubahan

warna menjadi merah bata. Prinsip uji benedict adalah adanya gugus aldehid
atau keton bebas gula akan mereduksi kuprioksida dalam pereaksi Benedict
menjadi kuprioksida yang berwarna (merah bata). Reaksi dari uji bennedict
adalah gula reduksi yang memiliki kemampuan mereduksi ion Cu ++ yang
mengendap jadi CuO, endapan yang diperoleh berupa endapan merah bata.
Berdasarkan hasil percobaan diketahui adanya gula pereduksi pada glukosa
pada berbagai variasi konsentrasi larutan glukosa yang ditandai dengan
perubahan warna dan timbulnya endapan. Menurut Poedjiadi (2009), endapan
yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata.Warna endapan
ini bergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Glukosa
merupakan gula pereduksi sebab gula mampu mereduksi pengoksidasi, di mana
ujung pereduksinya adalah ujung yang mengandung aldehid.
Pada praktikum ini, pengamatan sampel glukosa 0,01 M untuk
percobaan pada shift 1 hasilnya adalah terdapat sedikit endapan dan berwarna
oranye biru. Sedangkan pada shift 2 sama-sama sedikit endapan tetapi
berwarna biru kehijauan. Untuk pengamatan sampel glukosa 0,02 M untuk
percobaan pada shift 1 hasilnya adalah terdapat sedikit endapan dan berwarna
oranye biru. Sedangkan pada shift 2 cukup banyak endapan dan berwarna biru
kecoklatan. Untuk pengamatan sampel glukosa 0,04 M untuk percobaan pada
shift 1 hasilnya adalah terdapat banyak endapan dan berwarna merah oranye.
Sedangkan pada shift 2 sama-sama banyak endapan tetapi berwarna merah
bata. Kesimpulannya berdasarkan ketiga sampel didapat semakin besar
konsentrasinya maka semakin banyak juga endapannya dan warna akhirnya
akan semakin berwarna merah bata. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
telah dikemukakan oleh Poedjiadi (2009), bahwa seharusnya pada saat setelah
glukosa ditetesi dengan larutan benedict akan terbentuk endapan merah bata.
Tetapi pada percobaan hasil yang didapat malah terdapat warna seperti biru
kehijauan dan biru kecoklatan. Hal ini disebabkan olehkurangnya ketelitian
praktikan

dalam

percobaan.

Fungsi pemanasan

disini

adalah

untuk

mempercepat reaksi, melihat perubahan warna yang terbentuk dan untuk

menentukan kecepatan reduksi yang dihasilkan dari berbagai larutan glukosa


dengan molaritas yang berbeda-beda.
Pada praktikum ini, reagen benedict digunakan untuk menguji
kehadiran gula pereduksi dalam larutan. Monosakarida yang bersifat reduktor,
dengan diteteskannya reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain
menguji adanya gula pereduksi, juga semakin banyak yang berlaku secara
kuantitatif, karena semakin banyak konsentrasi gula dalam larutan maka
semakin gelap warna endapan. Hal ini sudah sesuai dengan teori Poedjiadi
(2009), yang menyatakan bahwa warna endapan tergantung pada konsentrasi
karbohidrat yang diperiksa, sehingga seharusnya pada konsentrasi terbanyak
yaitu 0,04 M glukosa terbentuk endapan dengan warna yang lebih gelap dari
larutan yang konsentrasinya lebih kecil. Kecepatan mereduksinya juga tidak
sesuai dengan teori seharusnya kecepatan reduksi sebanding dengan besarnya
molaritas glukosa. Jadi faktor yang mempengaruhi kecepatan reduksi adalah
molaritas, artinya makin besar molaritas glukosa, kecepatan mereduksinya
makin cepat, begitu juga sebaliknya, begitu juga dengan endapan yang
terbentuk, makin besar molaritas glukosa makin banyak endapan.
Tabel 3.3 Hasil PengamatanUji Barfoed
Kelompo
k
1
7
2
8
3
9
4
10

Sampel
Glukosa
0,01 M
Fruktosa
0,01 M
Laktosa
0,01 M
Sakarosa
0,01 M

Kecepatan
Reaksi
++
++
+++
++
+
+++
+
+

Keterangan
Ada endapan merah bata
Ada endapan merah bata
Ada endapan merah bata
Ada endapan merah bata
Ada endapan merah bata
Ada endapan merah bata
Tidak ada endapan merah bata
Tidak ada endapan merah bata

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan:
Kecepatan Reaksi:
+
: Reaksi Lambat
++ : Reaksi Agak Cepat
+++ : Reaksi Cepat

Pada praktikum Acara III Karbohidrat ini, untuk mengetahui adanya


gugus reduksi maka dilakukan uji barfoed. Prinsip dalam uji barfoed adalah

monosakarida akan mereduksi reagen barfoed yang bersifat asam sehingga


kekuatan hidrolisis menurun dan mengakibatkan tidak dapat mereduksi
disakarida. Larutan barfoed hanya dapat direduksi oleh monosakarida. Menurut
Tauber dan Kleiner (dalam Poedjiadi, 2009) modifikasi atas pereaksi dengan
mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan
direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna
biru yang menunjukkan adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi
rendah tidak menghasilkan hasil positif.
Percobaan uji barfoed menggunakan empat sampel larutan sakarida
yang berbeda-beda. Empat sampel tersebut adalah 0.01 M glukosa, 0.01 M
fruktosa, 0.01 M laktosa, 0.01 M sukrosa. Pada larutan sakarida 0.01 M
glukosa setelah ditambahkan dengan larutan barfoed warna awalnya adalah
biru kemudian setelah dipanaskan dalam air yang mendidih selama 10 menit
warna berubah menjadi biru gelap dan pada larutan tersebut terbentuk endapan
yang berwarna merah bata sehingga kecepatan reduksinya juga cepat sekali.
Pada larutan sakarida 0.01 M fruktosa warna awal sebelum dipanaskan adalah
biru dan setelah dipanaskan warna yang terbentuk adalah biru juga. Dalam
sampel 0.01 M fruktosa ini juga terbentuk endapan merah bata pada larutan
tersebut dan kecepatan reduksi yang dihasilkan juga kurang cepat tidak seperti
pada sampel 0.01 M glukosa. Sedangkan pada sampel 0.01 M laktosa
ditambahkan dengan larutan barfoed 5 ml warna awal adalah biru dan setelah
dipanaskan warna menjadi biru agak terang. Dalam sampel 0.01 M laktosa ini
ada beberapa kelompok yang hasil praktikumnya menghasilkan adanya
endapan berwarna putih, ada yang tidak terbentuk endapan, dan ada juga yang
terbentuk endapan sangat sedikit sehingga kecepatan reduksinya tidak cepat.
Pada sampel keempat yaitu 0.01 M sukrosa warna awal yang dihasilkan setelah
ditambahkan larutan barfoed 5 ml adalah terbentuknya tiga lapisan warna
antara lain lapisan atas berwarna biru, lapisan tengah berwarna kuning, dan
lapisan bawah berwarna bening. Kemudian setelah dipanaskan selama 10 menit
dalam penangas air yang mendidih tiga lapisan warna tersebut berubah menjadi
tiga lapisan warna yang berbeda yaitu lapisan atas berwarna biru tua atau biru

pekat, lapisan tengah berwarna merah bata, dan lapisan bawah berwarna
kuning coklat sehingga kecepatan reduksinya cepat.
Endapan merah yang menunjukkan adanya gugus reduksi hanya
terdapat pada sakarida jenis monosakarida (glukosa dan fruktosa). Hal ini
disebabkan larutan barfoed hanya dapat direduksi oleh monosakarida.
Pereduksi ini disebabkan sakarida mempunyai gugus aldehid atau keton bebas,
yang mempunyai sifat mereduksi. Sifat ini dapat diketahui dengan
menambahkan ion kupri dalam suasana alkalis ke dalam larutan barfoed yang
nantinya terbentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata. Sedangkan
laktosa dan sukrosa merupakan golongan oligosakarida sehingga tidak
direduksi oleh larutan barfoed dan tidak timbul adanya endapan merah bata,
sedangkan pada laktosa muncul sedikit endapan merah bata karena adanya
kesalahan teknis yaitu kurang bersihnya pipet yang digunakan untuk
mengambil laktosa, kemungkinan pipet tersebut masih menyisakan glukosa,
seharusnya pada laktosa tidak muncul endapan setelah dipanaskan. Kecepatan
mereduksi dari yang paling cepat ke paling lambat adalah glukosa, fruktosa,
laktosa, dan sukrosa.
Tabel 3.4 Hasil Pengamatan Uji Selliwanoff
Keterangan
Kelompok
5
6
11
12

Sampel
Glukosa
0,01 M

Fruktosa
0,01 M

Sebelum
Dipanaskan
Bening
Bening
Bening
Coklat
Bening
Bening
Bening
Oranye muda

Sesudah Dipanaskan
Bening
Merah muda
Coklat
Merah
Bening
Bening semburat kunig
Oranye muda
Oranye tua

Sumber : Laporan Sementara

Uji selliwanof adalah sebuah uji kimia yang membedakan gula aldosa
dan ketosa. Ketosa dibedakan dari aldosa dikarenakan perbedaan gugus fungsi.
Jika gula mempunyai gugus keton maka disebut ketosa, dan apabila
mempunyai gugus aldehida maka disebut aldosa. Prinsip uji selliwanoff dalam

praktikum yang telah dilakukan adalah fruktosa dengan asam kuat akan
mengalami

dehidrasi

membentuk

empat

hidroksi

metylfurfural.

Bila

ditambahkan resolsinol akan berkondensasi membentuk persenyawaan yang


berwarna merah. Uji selliwanof lebih bereaksi positif terhadap ketosa
dikarenakan aldosa sebelum dihidrasi mengalami transformasi dahulu menjadi
ketosa sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Ketosa akan didehidrasi
lebih cepat dari aldosa. Furfural akan berkondensasi dengan resolsinol (1,3dihidroksi benzena) yang akan memberikan warna merah kompleks (merahcherry). Dalam percobaan ini fungsi penambahan HCl dan larutan resolsinol
pada uji selliwanof adalah HCl berguna untuk menghidrolisis poligosakarida
dan oligosakarida menjadi lebih sederhana, sedangkan resolsinol berguna untuk
membantu ketosa menghasilkan warna merah tua.
Pada percobaan uji seliwanoff dengan sampel glukosa 0.01 M warna
awal yang dihasilkan adalah bening atau tidak berwarna. Namun setelah
ditambahkan HCl pekat dan kemudian dipanaskan dalam penangas air selama
30 menit serta ditambahkan larutan resolsinol 0.5 %

warna mengalami

perubahan menjadi merah muda namun pada shift 2 menjadi semburat kuning
serta tidak terbentuknya gelembung. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada
sampel fruktosa 0.01 M warna yang dihasilkan juga bening atau tidak berwarna
dan setelah ditambahkan HCl pekat menjadi warna coklat dan pada shift 2
menjadi warna oranye muda setelah dipanaskan kemudian ditambahkan larutan
resolsinol juga warna warnanya menjadi merah dan pada shift 2 menjadi
berwarna oranye tua. Menurut Theodor (1887), ketosa yang terhidrasi
kemudian bereaksi dengan resorsinol, menghasilkan zat berwarna merah tua.
Aldosa dapat sedikit bereaksi dan menghasilkan zat berwarna merah muda.
Fruktosa dan sukrosa merupakan dua jenis gula yang memberikan uji positif.
Sukrosa menghasilkan uji positif karena ia adalah disakarida yang terdiri dari
fruktosa dan glukosa. Hasil dari percobaan ini belum sepenuhnya sesuai
dengan teori dikarenakan mungkin pada saat pemakaian pipet, pipet yang
digunakan untuk mengambil sampel fruktosa belum benar-benar bersih
sehingga masih mengandung glukosa. Seharusnya setelah penambahan larutan

resolsinol, sampel fruktosa 0.01 M mengalami perubahan warna dari bening


menjadi merah, karena fruktosa mengandung gugus keton sehingga lebih cepat
bereaksi dari glukosa yang mengandung gugus aldehid disebabkan gugus keton
langsung didehidrasi menjadi furfural sedangkan gugus aldehid mengalami
transformasi dahulu menjadi ketosa kemudian didehidrasi menjadi furfural.
Kecepatan reaksi dalam uji seliwanoff dipengaruhi oleh ada tidaknya gugus
keton pada suatu karbohidrat, selain itu juga dipengaruhi oleh konsentrasi, sifat
zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.
Tabel 3.5 Hasil PengamatanUji Iod
Kelompok
1 dan 5
7 dan 12
2 dan 6
8 dan 11
3
10
4
9

Keterangan
Tanpa Pemanasan
Setelah Pemanasan
Biru kehitaman
Biru lebih tua
Amilum 1 %
Biru tua keunguan
Biru tua
Merah kecoklatan
Merah coklat gelap
Dekstrin 1 %
Merah kecoklatan
Merah kecoklatan
Kuning
Kuning cerah
CMC 1 %
Kuning
Kuning
Orange
Orange gelap
Glikogen 1 %
Coklat muda / orange
Coklat
Sampel

Sumber : Laporan Sementara

Uji iod menggunakan sampel larutan amilium 1 %, dekstrin 1 %, CMC


1 %, dan glikogen 1 %. Kemudian sampel ditetesi dengan iod hingga berubah
warna. Uji iod ini bertujuan untuk mengetahui adanya polisakarida pada
sakarida sampel. Prinsip uji iod adalah polisakarida akan membentuk reaksi
dengan iodin dan memberikan warna spesifik tergantung jenis karbohidratnya.
Amilosa dan iodin berwarna biru, amilopektin merah coklat, glikogen dan
dekstrin berwarna merah coklat.
Dari hasil percobaan uji iod, amilum 1 % ditambahkan iod pada
kelompok 1 dan 5 menghasilkan warna biru kehitaman tanpa pemanasan
setelah dipanaskan warna berubah menjadi biru lebih tua. Pada kelompok 7 dan
12 warna awal tanpa pemanasan biru tua keunguan dan setelah dipanaskan
menjadi biru tua. Dengan menggunakan sampel dekstrin 1 % pada kelompok 2
dan 6 warna awal tanpa pemanasan merah kecoklatan dan setelah dipanaskan,
warnanya berubah menjadi merah coklat gelap, hasilnya hampir sama pada

percobaan kelompok 8 dan 11 warna awal adalah merah kecoklatan dan setelah
dipanaskan warnanya tetap merah kecoklatan. Warna larutan CMC 1% pada
kelompok 3 warna awal tanpa pemanasan kuning dan setelah dipanaskan,
warnanya berubah menjadi kuning cerah, hasilnya hampir sama pada
percobaan kelompok 10 warna awal adalah kuning dan setelah dipanaskan
warnanya tetap kuning. Sedangkan warna glikogen 1% pada kelompok 4
warna awal tanpa pemanasan orange dan setelah dipanaskan, warnanya
berubah menjadi orange gelap, sedangkan pada percobaan kelompok 9 warna
awal adalah coklat muda atau orange dan setelah dipanaskan warnanya menjadi
coklat. Menurut Winarno (2008), pati yang berikatan dengan iodin (I 2) akan
menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya
pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral,
sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati
dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin terlepas, sehingga
warna biru hilang. Perubahan warna tersebut terjadi karena iod diabsorbsi oleh
polisakarida. Polisakarida memiliki gugus reduksi pada ujung rantai saja
sehingga bila mengalami hidrolisa akan menghasilkan rantai monosakarida
maupun oligosakarida yang lebih pendek yang memiliki gugus reduksi. Pada
hasil percobaan, dapat diketahui bahwa senyawa yang mengandung
polisakarida adalah amilum dan glikogen.
E. Kesimpulan
Dari praktikum Acara III Karbohidrat yang telah dilakukan didapatkan
beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Uji Molish bereaksi positif terhadap glukosa dan amilum ditunjukkan
dengan adanya cincin ungu. Cincin ungu pada glukosa lebih banyak jika
dibandingkan dengan amilum, karena glukosa merupakan monosakarida,
sedangkan amilum adalah polisakarida yang harus dihidrolisis menjadi
monosakarida dahulu sebelum terdehidrasi menjadi furfural.
2. Uji Benedict bereaksi positif dengan glukosa ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna; sampel glukosa 0,01 M berwarna biru; glukosa 0,02 M
berwarna biru tua dan glukosa 0,04 berwarna merah bata. Kecepatan

mereduksinya yang tercepat adalah glukosa yang mempunyai molaritas


paling tinggi.
3. Uji Barfoed bereaksi positif dengan glukosa dan fruktosa karena
merupakan monosakarida (ada gugus reduksi), ditunjukkan dengan adanya
endapan merah. Sedangkan untuk laktosa dan sakarosa tidak bereaksi
karena merupakn disakarida, ditunjukkan dengan tidak adanya endapan.
Keempat sampel tersebut mengalami perubahan warna dari bening
menjadi biru. Kecepatan reduksi pada glukosa 0.01 M lebih cepat
dibandingkan dengan kecepatan reduksi pada fruktosa 0.01 M meskipun
keduanya hampir sama.
4. Uji Selliwanof menunjukkan gugus keton (pada fruktosa) lebih cepat
bereaksi dari glukosa yang mengandung gugus aldehid (pada glukosa),
karena gugus keton langsung didehidrasi menjadi furfural, sedangkan
gugus aldehid mengalami transformasi dahulu menjadi ketosa kemudian
didehidrasi menjadi furfural. Ditandai dengan perubahan warna menjdi
pink pada fruktosa, sedangkan tidak terjadi perubahan warna pada glukosa
setelah dipanaskan.
5. Uji Iod iodin dapat diabsrobsi oleh polisakarida hingga terjadi perubahan
warna. Pada amilum berubah warna dari putih bening menjadi biru,
selulosa (CMC) dari putih bening menjadi jingga, dextrin dari putih bening
menjadi merah kecoklatan, glikogen dari putih bening menjadi coklat.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 1982. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta.


Cochran, Beverly. 2008. Kinetic Anlysis of Amylase Using Quantitative Benedicts
and Iodine Starch Reagents. Journal of Chemical Education Volume 85,
No.3. Texas.
Edahwati, Luluk. 2010. Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa dari
Buah Kersen Dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik,
Volume 10, No. 1. Jawa Timur
Hart, Harold. 1983. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Edisi Keenam. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.
Hartati, N Sri dan Titik K Prana. 2003. Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar
Tepung Beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schot). Jurnal
Natur Indonesia, Vol. 6 (1).
Irawan, M. Anwari, 2007. Karbohidrat. Sports Science Brief Volume 01, No. 03.
Manimozhi, D.M..2011. Phytochemical Screening of Three Medicinally Important
Ficus Sp. Internasional Journal of Pharmaceutical Research and
Development Volume 4, No. 1. India.

Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI Press. Jakarta


Pringgomulyo, Saroyo. 1982. Kimia Umum Untuk Bagian Kimia Industri.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Ratnayani K. dan Dewi, Gita. 2008. Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa
pada Madu Kelengkeng dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Jurnal Kimia Volume 2, No. 2, Bukit Jimbaran.
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisa bahan
makanan dan pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Jakarta.
Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz, dan Dedi Fardiaz. 1982. Pengantar Teknologi
Pangan. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Gramedia. Jakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai