Tugas Farmasi Klinik Pertemuan Ke 5
Tugas Farmasi Klinik Pertemuan Ke 5
Tugas Farmasi Klinik Pertemuan Ke 5
ADR adalah setiap efek yang tidak diinginkan dari obat yang timbul pada
pemberian obat dengan dosis yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis dan terapi.
ADR didefinisikan sebagai efek yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
penggunaan obat yang timbul sebagai bagian dari aksi farmakologis dari obat yang
kejadiannya mungkin tidak dapat diperkirakan yang mengharuskan untuk mengurangi
dosis atau menyetop pemberian dan meramalkan adanya bahaya pada pemberian
selanjutnya.
Tipe A ( Augmented)
Tipe ini biasanya telah terdeteksi selama masa uji klinik, bersifat tergantung dosis, dan
berkaitan dengan aksi farmakologi obat. Oleh karena itu, tipe ini adalah umum, dapat
diprediksi dan berakibat kurang serius dibanding tipe ADR lain. Contoh tipe ADR ini
adalah timbulnya gejala efek ekstrapiramidal (parkinsonisme) pada penggunaan
phenothiazine. Phenotihiazine merupakan antikolinergik yang digunakan pada terapi
schizophrenia. Meskipun demikian sifat antikolinergik ini juga mempengaruhi bagian
lain SSP, menyebabkan timbulnya gejala ekstra piramidal. Penurunan dosis akan
mengeliminasi terjadi gejala efek ekstra piramidal. Tetapi sayangnya penurunan dosis ini
pada beberapa pasien akan berakibat gagalnya terapi schizophrenia berupa kambuhnya
penyakit karena dosis yang diberikan dibawah dosis terapi (sub therapeutic dosage).
Tipe B ( Bizzare )
ADR tipe ini merupakan tipe reaksi alergi. Biasanya berakibat fatal bahkan dapat
menyebabkan kematian. Biasanya obat harus ditarik jika menyebabkan ADR ini. Contoh
yang terkenal adalah terjadinya anaphylactic shock yang terjadi setelah penggunaan
penisilin. Reaksi ini biasanya jarang terjadi dan tidak terdeteksi uji klinik, hanya terjadi
setelah obat dipasarkan. Tetapi karena angka kejadiannya yang jarang dan tak terduga,
adanya keterkaitan obat yang menjadi penyebab biasanya mudah disimpulkan. Oleh
karena itu, seperti pada ADR tipe A, ADR tipe B juga relatif mudah untuk dideteksi.
Biasanya ADR tipe B ini merupakan tipe reaksi yang banyak dilaporkan pada sistem
pelaporan secara spontan dan dipublikasikan pada literatur-literatur medis.
Tipe C (Chronic )
ADR tipe ini yang paling sulit untuk dideteksi. Tipe ini dikarakterisaikan sebagai
peningkatan frekuensi 'spontan' penyakit, terjadi pada interval waktu yang acak atau
setelah waktu induksi yang lama, dan meskipun relatif umum tetapi dapat menjadi serius.
Karena karakter demikian itu, keterkaitan antara obat dan adverse event yang terjadi,
menjadi sulit untuk dibuktikan atau disangkal. Contoh tipikal ADR tipe C adalah
kemungkinan hubungan antara kanker payudara dan penggunaan kontrasepsi oral. Dalam
adverse event ini, prevalensi kanker payudara di antara populasi umum wanita relatif
tinggi, sebagaimana tingginya penggunaan kontrasepsi oral. Ada jeda waktu yang lama
sebelum munculnya kanker payudara, dan efeknya secara eksperimental bersifat tidak
reprodusibel, sulit untuk menemukan kelompok pembanding yang baik, dan ada
bermacam faktor penyebab. Efek ADR tipe C hampir tidak pernah ditemukan lewat
sistem pelaporan spontan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penelitian
farmakoepidemiologi.
Tipe D ( Delayed)
Dapat diketahui dengan melihat angka kejadian yang luar biasa, berhubungan
dengan dosis dan dapat dilihat dari kontak pasien dengan obat yang lama atau
paparan pada saat kritis.
Tipe E (End of use)
Reaksi obat tipe E dapat dikenali mempunyai angka kejadian yang luar biasa,
Drugs involved
Effect
Digoxin, beta-
risk of bradycardia
interaction
Pharmacodynamic
blockers
sedative & other
Alcohol, CNS
depressants
Hypotensive effects
Diuretics, alphablockers
Pharmacokinetic
Cimetidine, warfarin
risk of overanticoagulation
Thiazides, lithium
risk of lithium
SSRIs, theophylline
toxicity
theophylline toxicity
2. Umur
Beberapa Insiden ADR yang dikenal dengan meningkatnya usia.
Lansia:
a.perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik.
b. peningkatan sensitivitas terhadap beberapa obat.
c. obat lainnya diresepkan.
d. multiple patologi
Neonatus:
a. pengurangan clearance obat grey baby sindrom karena kloramfenikol
b. obat berbeda dari orang dewasa.
c. Peningkatan kerentanan terhadap ADR dari beberapa obat
3. Multiple Disease State
Tingkatan penyakit dapat mengubah respon terapi pasien untuk obat dan dapat
mempengaruhi kerentanan terhadap ADR. pasien dengan penyakit ulkus peptikum,
peningkatan risiko pendarahan karena NSAID, Pasien dengan asma dapat mengalami
bronkospasme dengan beta-adrenoceptor memblokir obat.
4.Tipe dari obat yang diresepkan
Beberapa obat cenderung menyebabkan ADR daripada yang lain. ADR juga lebih
mungkin terjadi ketika regimen obat termasuk obat-obatan dengan TI sempit, seperti
digoksin, antikoagulan dan insulin. Yang paling sering dari obat yang terlibat dalam
ADR cukup serius untuk menjamin orang masuk rumah sakit adalah obat jantung,
diuretik, NSAID, kortikosteroid, antikoagulan, antimikroba, dan psikotropika.
5.Dosis
Banyak tipe A dari ADR tampaknya terkait dosis dan dapat dikelola dengan penurunan
dosis obat. Individualisasi terapi obat yang digunakan untuk menghindari ADR. ADR
dari kantuk dan ataksia dari obat antiepileptic (fenitoin, fenobarbital dan Carbamazepine)
adalah terkait dosis.
6. Rute pemakaian
Jika obat diberikan terlalu cepat dengan rute IV, ADR dapat timbul terutama dengan obat
yang bekerja pada jantung. CONTOH: digoxin IV, menyebabkan mual dan aritmia.
7. Formulasi
ADR dapat disebabkan eksipien dalam formulasi, misalnya agen pewarna, pemanis dan
pengawet, atau kontaminan seperti eosinofilia nyeri berhubungan dengan L-tryptophan.
Mempengaruhi ketersediaan hayati menyebabkan toksisitas, Digoxin, perubahan
formulasi menyebabkan keracunan, Fenitoin, mengubah pengencer dari kalsium sulfat ke
laktosa
8. Gender
Beberapa ADR muncul lebih sering terjadi pada wanita, yang melibatkan GIT. Alasannya
tidak diketahui.
9. Ras dan Faktor Genetik
Perbedaan kerentanan terhadap ADR telah ditunjukkan antara ras, kemungkinan
disebabkan perbedaan dalam genetika yang dapat mempengaruhi metabolisme obat dan
disposisi. Pasien yang kekurangan enzim G6PD lebih rentan terhadap toksisitas dari obat
tertentu seperti kuinolon. Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara mengalami insiden
lebih tinggi dari ras lain. Perkembangan tipe genetik di masa depan akan memungkinkan
ADR untuk diidentifikasi sebelum memulai terapi.
10.Kepatuhan Pasien
Ketidakpatuhan terapi obat juga mungkin memainkan peranan dalam ADR. Mengambil
terlalu banyak obat dapat ADR mengakibatkan keracunan obat tak terduga.
4
1.Identifikasi dan Dokumentasi , apoteker Rumah Sakit harus selalu waspada untuk faktor
kemungkinan yang bisa menunjukkan ADR selama melakukan tinjauan rutin TERHADAP resep.
Beberapa contoh faktor adalah:
1. Berlebihan dalam efek terapi obat
2. Nilai laboratorium abnormal yang dapat memungkinkan ADR
3. Resep untuk produk yang dapat digunakan untuk mengobati ADR
4. Obat yang dihentikan, terutama jika obat alternatif yang diresepkan untuk indikasi yang sama.
apoteker Rumah Sakit harus memiliki kontak langsung dengan pasien sehingga mampu
mendapatkan detail yang relevan dari pasien untuk memungkinkan penilaian terhadap ADR
potensial. Dokumentasi dari gejala yang dikonfirmasi dan dicurigai sebagai ADR masih jarang
di rumah sakit. Di rumah sakit, ADR harus dicatat dalam catatan medis, keperawatan dan catatan
resep. Dengan menjadi waspada dalam merekam informasi dan memastikan bahwa orang lain
melakukannya, apoteker dapat memainkan peran penting dalam mencegah pasien dari yang tidak
perlu yang terkena obat yang sama atau serupa lagi. Keakuratan informasi dicatat sama
pentingnya dalam mencegah pasien dari obat berpotensi memiliki manfaat yang dipotong karena
ada kecurigaan reaksi sebelumnya.
2. Monitoring dan Pelaporan , Apoteker aktif dapat meningkatkan tingkat pelaporan, mereka
harus bertindak sebagai fasilitator dengan mendorong dokter untuk melaporkan ADR.
Di Inggris, apoteker rumah sakit terlibat langsung dalam perawatan pasien dan diijinkan untuk
melaporkan. Diskusi dengan dokter yang relevan dianjurkan, tetapi apoteker mungkin ingin
melakukan penilaian profesional jika dokter menyarankan agar penyampaian laporan.
Apoteker juga dapat menyusun dan mendistribusikan informasi kepada dokter dan apoteker lain
pada masalah ADR yang paling umum dan lokal.
3. PENCEGAHAN , Karena banyaknya ADR yang hrs dicegah, bagian utama dari peran
apoteker dalam ADR harus mengurangi terjadinya masalah. Apoteker di semua cabang profesi
saat ini terlibat dalam meningkatkan penggunaan obat-obatan pada pasien melalui:
1. Mengidentifikasi potensi efek samping terapi obat
2. Menghindari polifarmasi yang tidak perlu dengan mendorong dan melakukan review terapi
sudah ditentukan.
Review memungkinkan:
a. identifikasi obat-obatan tidak lagi diperlukan
b. orang-orang yang tidak memiliki indikasi yang jelas
c. mengungkapkan efek yang merugikan yang dapat dicegah dengan perubahan terapi
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek Samping
Obat/ESO (Adverse Drug Reactions/ADR) adalah respon terhadap suatu obat yang
merugikan dan tidak diinginkan dan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan
pada manusia untuk pencegahan, diagnosis, atau terapi penyakit atau untuk modifikasi
fungsi fisiologik (Syah, 2012).
Efek samping obat didefinisikan sebagai suatu reaksi yang tidak menguntungkan dan
tidak diinginkan pada penggunaan dosis terapi, diagnose dan profilaksis. Sedangkan obat
sendiri didefinisikan sebagai suatu substansi ataupun produk yang digunakan untuk
merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi untuk keuntungan
pemakai.
perkembangan ESO
Memberikan kesempatan untuk mengenali suatu obat dengan baik dan untuk mengenali
waktu.
Menerima info terkini tentang efek samping obat (Purwantyastuti, 2010).
Menemukan efek samping obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang.
.Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang
baru saja ditemukan.9
Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (Syah, 2012).
8
CARA MESO
Spontaneous Monitoring
KEBAIKAN
KELEMAHAN
Sederhana, murah, populasi Laporan tidak lengkap, dan
besar, dan dapat menemukan frekuensi ESO tidak dapat di
Voluntary Monitoring
early
sehingga
Intensive Hospital
Monitoring
Mandatory Monitoring
disebarluaskan
Dapat mengetahui insidensi Biayanya
dan factor resiko
Laporan
pasti
biasanya
besar,
Rumah Sakit
Dapat
menemukan
ESO Data
berlebihan,
ungkapan
tidak lengkap
Dapat mengetahui frekuensi Terbatas pada obat dan waktu
ESO
tertentu
BLOK MATERI :
1.
2.
3.
4.
5.
Boleh tidaknya obat dikonsumsi bersamaan dengan susu, kopi, teh, atau minuman lain seperti
minuman ringan atau alcohol.
Efek yang mungkin terjadi jika suatu obat dikonsumsi dengan makanan, misalnya bisa
menurunkan atau meningkatkan absorbsi obat, atau bisa mengiritasi lambung jika diberikan
sebelum makan.
4. Penatalaksanaan intraksi obat
Langkah pertama dalam penatalaksanaan interkasi obat adalah waspada terhadap pasien yang
memperoleh obat-obat yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain. Kemudian perlu
dinilai apakah interkasi yang terjadi bermakna klinis dan ditemukan kelompok-kelompook
pasien yang berisiko mengalami interaksi obat. Langkah berikutnya adalah memberitahu dokter
dan mendiskusikan berbagai langkag yang dapat diambil untuk meminimalkan berbagai efek
samping obat yang mungkin terjadi. Beberapa penatalaksanaan interaksi obat antara lain.
warfarin.
menggunakan
Pilihan
antagonis
lain
minsalnya
histamine
dengan
H2 lain,
seperti
digoksin
Manajemen
untuk
memantau
kondisi
pasien
dan
6.
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No
yang
8.
Terapi.
Menyediakan dan memberikan informasi obat kepda pasien, tenaga