Makalah Konsep BK

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................2
1.1

Latar belakang..................................................................................................2

1.2

Rumusan masalah.............................................................................................3

1.3

Tujuan penulisan...............................................................................................3

1.4

Manfaat penulisan.............................................................................................3

BAB II KAJIAN TEORI...............................................................................................4


2.1

Teori Tingkat Menengah Mengandung Proposisi.............................................4

2.2 Teori sebagai Rangkaian Praktik Sosial.................................................................5


BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................7
3.1 Konsep Bimbingan................................................................................................7
3.1.1 Pengertian Bimbingan.....................................................................................7
3.2 Konsep Konseling..................................................................................................8
3.2.1 Proses Konseling.............................................................................................8
3.2.2 Moral, Nilai, dan Etika dalam Praktik Konseling...........................................8
3.3 Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling......................................................12
3.3.1 Persamaan dan Perbedaan bimbingan dan Konseling...................................13
3.3.2 Asas Bimbingan Konseling...........................................................................13
3.3.3 Prinsip-prinsip bimbingan konseling............................................................15
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................17
4.1 Simpulan..............................................................................................................17
4.2

Implikasi.........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan pada peserta didik
dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa

depan

(PP No.

29 Tahun

1990).

Sementara

itu,

konseling

mengindikasikan hubungan professional antara konselor terlatih dengan klien.


Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu walaupun terkadang
melibatkan lebih dari satu orang. Konseling didesain untuk menolong klien
untuk memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan
untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri mereka melalui pilihan yang
telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka, dan melalui
pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal (John McLeod,
2010: 7).
Pelayanan Bimbingan dan Konseling (khususnya di sekolah) di
Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1960-an. Pada awalnya saat
kurikulum 1975 dan 1976 pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan dipadukan
kedalam keseluruhan program sekolah. Kemudian pada kurikulum 1994
berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan
sekarang. Perubahan nama ini dikarenakan ilmu Bimbingan dan Konseling
terus berkembang. Perkembangannya menuntut agar pengajar agar memiliki
keahlian khusus dalam memahami karakteristik peserta didik sehingga dapat
sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Pemikiran inilah yang menjadi latar belakang betapa pentingnya
seorang pengajar untuk memahami konsep-konsep Bimbingan dan Konseling
yang dapat dijadikan sebagai landasan peserta didik untuk memunculkan
kesadaran akan pentingnya bimbingan konseling tersebut.

1.2

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konsep, tujuan, asas, dan prinsip bimbingan?
2. Apa saja yang termasuk dalam proses konseling?
3. Bagaimana moral, nilai, dan etika dalam prarktik konseling?
4. Bagaimana hubungan antara bimbingan dengan konseling?

1.3

Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui maksud dari konsep, tujuan, asas, dan prinsip bimbingan
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam proses konseling
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan moral, nilai, dan etika dalam
prarktik konseling
4. Untuk mengetahui hubungan antara bimbingan dengan konseling

1.4

Manfaat penulisan
1. Untuk penulis
-

Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang


diperoleh dari dunia akademis yang salah satunya adalah Bimbingan
dan Konseling.

Menambah wawasan, pengalaman, pengetahuan mengenai konsep


Bimbingan dan Konseling

Mengetahui sistem dalam penerapan Bimbingan dan Konseling yang


baik untuk peserta didik di sekolah

2. Untuk pembaca
-

Sebagai bahan referensi mengenai konsep-konsep Bimbingan dan


Konseling

Menambah pengetahuan mengenai konsep Bimbingan dan Konseling


sehingga dapat menerapkannya kepada peserta didik.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Tingkat Menengah Mengandung Proposisi
Teori tingkat "menengah" yang mengandung proposisi teoretis seperti
penjelasan tentang kepribadian anal Freud atau kondisi inti (core condition)
menurut Roger untuk perubahan terapeutik, dapat menjadi level teori yang
paling berguna bagi para praktisi. Sebab, level tersebut memaparkan berbagai
rangkaian mengenai sebab-akibat yang memberikan para pegangan kepada
konselor untuk memfasilitasi perubahan. Kesulitan dari teori ini adalah apakah
penjelasan tertentu yang dipaparkan oleh model teoretis dapat diyakini sebagai
sesuatu yang benar, atau hanya dilihat tidak lebih daripada satu interpretasi dari
berbagai interpretasi yang ada. Misalnya, psikoanalis mengklaim bahwa pola
kaku potty training menghasilkan orang-orang yang berkelebihan berat badan
namun pernyataan ini terlalu melihatkan kesederhanaan teori. Walaupun
hubungan antara potty training dengan perilaku orang dewasa dapat
didemonstrasikan, hubungan ini dapat dijelaskan dengan banyak cara seperti
kegemukan yang dibahas merupakan akibat perilaku obesional yang dipicu
oleh orang tua yang juga menderita obesitas (pen- jelasan behavioral), atau
oleh akuisisi conditions of vorth (kondisi yang layak) untuk sebuah penampilan
(penjelasan Rogerian) Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa pembelajaran dan
penggunaan teori konseling melibatkan berbagai jenis tugas dan tantangan
yang berbeda. Di sisi lain, untuk menjadi akrab dengan teori itu sendiri, belajar
cara mendeteksi atau melabeli fenomena observasional seperti defences
(pembelaan/pertahanan),

transference

(pemindahan),

empati,

keyakinan

irasional, dan lain sebagainya, merupakan keharusan. Di sisi lain, juga


merupakan sesuatu yang penting untuk menyelisik cukup dalam dasar-dasar
citra personal atau filosofi teori untuk memahami apa yang dimaksud dengan
unconsicos

(ketidaksadaran),

selfactualisation

(aktualisasi

diri),

atau

reinforcement (penguatan). Akhirnya, ada tugas untuk memahami bagaimana

konsep observasional dan filosofis disatukan dalam bentuk proposisi teoretis


spesifik. Semua ini akan menjadi semakin sulit karena hanya sedikit teori
konseling dan psikoterapi yang diformulasikan dalam gaya yang mengizinkan
struktur mereka tifikasi dengan jelas. Contohnya, para penulis seperti Rogers
dan Freud mengomunikasi kan ide mereka melalui studi kasus, esai berkenaan
dengan topik tertentu, dan (dalam kasus Rogers) dalam laporan riset. Struktur
teori konseling dan psikoterapi sering kali di dengan jelas justru bukan dalam
buku konseling dan terapi, tapi dalam karangan paparkan (2000) individual,
seperti Monte (1998) dan Pervin dan Johns.
2.2 Teori sebagai Rangkaian Praktik Sosial
Tidak ada keraguan bahwa teori konseling dapat ditulis dalam bentuk
formula ilmiah, dengan semua konstruksi secara operasional didefinisikan
dengan jelas, serta dengan rangkaian sebab-akibat yang dapat dengan jelas
ditentukan. Pada 1950-an, Carl Rogers- penemu konseling berpusat pada klien
(client-centred) dan konseling berpusat pada personal (person-centred) serta
pakar psikologi humanisitik-diundang oleh psikolog Amerika, Sigmund Kuch,
untuk melakukan hal tersebut. Hasilnya adalah laporan ilmiah yang dipublikasikan (Rogers, 1957), dan mengandung serangkaian proposisi teoretis
fundamental. Jika hal ini bisa dilakukan oleh teori humanistik yang
menekankan kebebasan seseorang menentukan pilihan, maka tentunya hal
tersebut bisa dilakukan terhadap teori-teori terapi lainnya. Dan bagaimanapun
juga, adalah satu hal yang menarik bahwa beberapa orang pakar teoretikus
konseling dan psikoterapi lainnya memilih untuk mengikuti jejak Rogers dan
menuliskan teori mereka dalam bentuk hipotesis dan proposisi yang telah
teruji. Terlepas dari fakta yang menunjukkan bahwa teori eksis sebagai
rangkaian dari beberapa ide, terdapat peningkatan kesadaran akan adanya sisi
humanis dan sosial dalam sebuah teori, bukan hanya teori-teori psikologi dan
ilmu sosial, tetapi juga pada teori ilmu-ilmu seperti kimia, fisika, dan biologi.
Dimensi sosial dalam sains telah disorot dalam fi Thomas Kuhn (1962). Inti

argumentasinya adalah teori dibuat dan dikokohkan karya oleh komunitas


ilmiah (scientific communities), dan karena itu adalah sesuatu yang mustahil
untuk memahami sebuah teori tanpa partisipasi dalam aktivitas komunitas
tersebut. Kuhn mencatat bahwa ketika seorang ilmuwan dididik, mereka tidak
hanya belajar teori akan tetapi juga disosialisasikan cara memandang dunia,
dan bagaimana melakukannya. Belajar teori kimia misalnya, mencakup
percobaan, belajar untuk menginterpretasikan nilai yang dihasilkan oleh alat
tertentu, mengetahui kapan sebuah hasil "terasa" salah, dan belajar problem
mana yang dapat dipahami dan dipecahkan dengan teori dan mana yang me
nyimpang atau dipandang tidak relevan. Komunitas ilmiah terpusat pada buku
jurnal, dan konferensi. Dengan kata lain, terdapat sebuah komunitas praktik
yang mengekspresi- kan sekaligus menjaga kelanggengan teori yang ada.
Polanyi, seorang filsuf (1958), menggunakan istilah implicit knowledge, atau
pengetahuan implisit, untuk merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh
mereka yang menjadi anggota komunitas ilmiah tersebut. Pengetahuan implisit
atau tidak langsung tersebut muncul secara informal dan di bawah sadar, tidak
tertulis secara eksplisit.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Konsep Bimbingan
3.1.1 Pengertian Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata Guidance
berasal dari kata kerja to guide yang mempunyai arti menunjukan, membimbing,
menuntun, ataupun membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum
bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan.
Menurut Priyatno (2004) Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu,
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan normanorma yang berlaku (Prayitno, 2004). Djumhur dan Moh. Surya (1975) memberikan
pandangannya tentang bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan secara
terus menerus dan sitematis kepada individu untuk memcahkan masalah yang
dihadapinya. Winkel (2005) memberikan definisi bimbingan ialah usaha melengkapi
individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Bernard & Fullmer (1969) mengemukakan bahwa
bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan realisisasi
pribadi setiap individu. Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas
maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan
tambahan untuk memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu
atau seseorang tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.

3.2 Konsep Konseling


3.2.1 Proses Konseling
Menurut konsep proses konseling John McLEOD (2010),
konsep proses didefinisikan dan dipakai dalam berbagai cara didalam
sebuah literatur, yang dapat mengarah kepada kebingungan. Terdapat
empat makna utama dari proses yang dapat diidentifikasikan. Pertama,
terdapat pemahaman yang luas bahwa setiap aktivitas yang melibatkan
perubahan dapat dideskripsikan sebagai proses. Makna ini merujuk
kepada ide yang menyatakan apa yang terjadi dalam terapi adalah tidak
statis, dan adanya rangkaian peristiwa yang terjadi. Makna kedua dari
kata proses digunakan terudama dalam riteratur riset, yang merujuk
pada serangkaian faktor yang luas, yang mungkin saja dapat
menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien.
Penggunaan terminologi tersebut disini membedakan proses dengan
hasil (outcome). Maksudnya, proses terapeutik merupakan adonan
yang membuahkan hasil. (John McLEOD. 2010: 363)
3.2.2 Moral, Nilai, dan Etika dalam Praktik Konseling
Praktik konseling mencakup dimensi moral dan etika yang kuat.
Jelas, bahwa ciri utama dari kelompok sosial dimana konseling dan
psikoterapi tumbuh adalah kelompok sosial itu menjalani hidup di dunia
dimana sulit untuk mengetahui jalan hidup yang benar. Dalam
masyarakat sekuler yang terus berkembang terdapat banyak pertanyaan
atau penolakan terdapat tradisi dan otoritas, dan juga moral atau kode
religius yang berbeda eksis dalam waktu yang bersamaan. Dalam
masyarakat yang semacam ini, orang-orang dituntut untuk membuat
pilihan berkenaan dengan isu moral hingga tingkatan yang belum pernah
dikenal oleh generasi sebeumnya. Karena kita tidak hidup dalam
komunitas yang didominasi oleh kode moral tunggal yang komprehensif,
seeorang harus memiliki cara untuk memutuskan mana yang benar dan

mana yang salah, serta cara yang menghukum misalnya, merasa bersalah
apabila mereka menerobos aturan ini.
Isu moral dan etika dalam konseling berkaitan erat dengan
pertanyaan tentang nilai. Salah satu kontribusi penting yang dibuat oleh
para pendiri psikologi humanistic, seperti Maslow dan Rogers, adalah
penekanan terhadap arti penting dari konsep nilai. Nilai dapat
didefinisikan sebagai keyakinan kuat bahwa suatu kondisi akhir atau
mode perbuatan adalah sesuatu yang bisa diterima. Rokeach (1973)
membedakan antara nilai instrumental dan terminal. Jenis ini pertama
merujuk kepada kondisi akhir yang diharapkan seperti kebijaksanaan,
kenyamanan, keamanan, atau kebebasan. Nilai instrumental berkaitan
dengan cara yang menjadikan tujuan ini dapat dicapai. Misalnya melalui
kompetensi, kejujuran atau ambisi. Rokeach (1973) menyatakan bahwa
sebagian besar orang akan menyetujui seperti ekualitas, dan cara
terbaik untuk menguak sistem ini personal yang memandu perilaku
seseorang adalah dengan menanyakan nilai yang dipilihnya. Misalnya,
seseorang bisa saja menilai ekualitas lebih tinggi dibadingkan dengan
kebebasan, sedangkan yang lain justru menempatkan kedua nilai ini
dalam urutan yang berbeda. Karenanya, studi tentang ini adalah studi
yang kompleks. Walaupun demikian, beberapa studi menunjukan bahwa
nilai para konselor mempengaruhi nilai yang dipegang oleh klien.
Kecenderungan yang dipegang dalam sebagian besar studi adalah adanya
hubungan antara nilai yang dipegang oleh klien yang dimiliki oleh
konselor (Kelly, 1989). Temuan ini menimbulkan beberapa pertanyaan
terhadap praktik konseling.
Pada saat dimana baik intuisi personal atau kode etik tidak dapat
memberikan solusi terhadap isu moral atau etika, konselor harus
membuat referensi kepada prinsip filosifis atau etika yang lebih umum.
Ini adalah ide atau peringatan moral umum yang mendasari dan

menginformasikan kode personal dan profesi. Kitchener (1984) telah


mengidentifikasi British Association for Counselling (1984) :
1. Konselor akan memperlakukan informasi pribadi kepada klien dengan
penuh kerahasiaan, baik itu yang didapat secara langsung maupun
tidak langsung melalui penyimpulan. Termasuk dalam informasi
tersebut adalah nama, alamat, detail riwayat hidup, dan deskripsi lain
kehidupan dan kondisi klien yang dapat menghasilkan identifikasi
klien.
2. Maksud kalimat Memperlakukan dengan penuh kerahasiaan adalah
tidak mengungkapkan informasi yang disebutkan diatas kepada orang
lain atau melalui medium publik apapun, kecuali beberapa pihak yang
mewajibkan konselor memberikan laporan pertanggung jawaban atau
kerjanya (dalam kasus mereka yang bekerja dalam setting agensi atau
organisasi) atau kepada mereka yang menjadi tempat konselor
menyandarkan dukungan dan pengawasan.
3. Terlepas dari poin diatas, apabila konselor yakin bahwa klien dapat
membahayakan orang lain, mereka akan memberikan kepada klien
bahwa mereka dapat membatalkan kerahasiaan tesebut dalam
mengambil tindakan yang sesuai untuk memperingatkan seseorang
atau pihak yang berwenang.
4. Informasi tentang klien tertentu hanya dapat digunakan untuk
dipublikasikan dalam jurnal yang tepat atau sesuai dengan izin klien
dan dengan tidak menyebutkan nama tertentu.
5. Diskusi konselor berkenaan dengan klien tertentu dengan kolega
profesionalnya harus memiliki tujuan dan tidak sekedar berbincangbincang.
British Association for Counselling and Psychotherapy (2001) :
1. Praktik konseling bergantung pada kepercayaan klien

yang

didapatkan dan dihargai. Menjaga kepercayaan mensyaratkan :

10

Memperhatikan

kualitas

aktivitas

mendengarkan

dan

penghargaan yang ditawarkan kepada klien


Cara berkomunikasi yang sopan dan jelas serta tepat secara
kurtular
Menghirmati privasi dan harga diri
Sangat memperhatikan izin dan kerahasiaan klien
2. Situasi dimana klien menghadirkan risiko yang membahayakan
mereka sendiri atau orang lain merupakan situasi yang sangat
menantang bagi praktisi. Terdapat beberapa situasi dimana praktisi
harus waspada pada kemungkinan konflik pertanggung jawaban
antara yang berkenaan dengan klien mereka, dan orang lain yang
mungkin akan sangat terpengaruh, dan masyarakat secara umum.
Tanggung jawab memecahkan konflik menurut perhatian terhadap
konteks dimana pelayanan tersebut diberikan. Dalam setiap kasus
tujuannya harus meyakinkan klien kualitas perhatian yang baik, yang
memberikan penghargaan terhadap kemampuan klien menentukan
sendiri ketika situasi mengizinkan.
3. Menghargai kerahasiaan klien merupakan persyaratan mendasar
untuk

menjaga

kepercayaan.

Manajemen

kerahasiaan

yang

profesional memberikan perhatian kepada perlindungan terhadap


pengidentifikasian personal dan informasi sensitif dari penyingkapan
tanpa izin. Penyingkapan dapat dilakukan dengan izin klien atau
hokum. Setiap penyingkapan harus dilakukan dengan cara yang
memberikan perlindungan baik terhadap kepercayaan klien. Praktisi
harus berusaha menjadi accountable bagi klien dan profesi mereka
berkenaan
dengan manajemen kerahasiaan secara umum dan secara khusus bagi
tiap penyingkapan yang dilakukan tanpa izin klien.
4. Harus ada izin dari klien apabila merek akan diamati, direkam, atau
apabila penyingkapan pengidentifikasian personal mereka digunakan
untuk tujuan latihan.

11

3.3 Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling


Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai hubungan
antara bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa bimbingan
sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar.
Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan konseling, baik dasar
maupun cara kerja. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan
sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha untuk menolong individu
yang mengalami masalah serius.
Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan yang terpadu, keduanya tidak saling terpisah.Berkaitan dengan pandangan
ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977) dalam Prayitno (1978),
menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan
terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang kegiatan perkembangan siswa
secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada murid
secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam
keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses
pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling
adalah jantung hatinya program bimbingan.

3.3.1 Persamaan dan Perbedaan bimbingan dan Konseling


1. Persamaan antara bimbingan dan konseling
Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu
sama-sama diterapkan dalam program persekolahan, sama-sama berusaha untuk

12

memandirikan individu, dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku di


lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu diselenggarakan.
2. Perbedaan antara bimbingan dan konseling
Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan
tenaga yang menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut
dengan usaha pemberian informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa
dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan
bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu
antara konselor dan klien. Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua,
guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat
dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain,
konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh
konselor kepada klien secara individu.
3.3.2 Asas Bimbingan Konseling
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang
menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan

dan

kerelaan

peserta

didik

(konseli)

mengikuti/menjalankan

layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.


3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya.

13

4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan
umum bimbingan dan konseling, yaitu: peseta didik sebagai sasaran layanan
bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan
ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri.
6. Asas kekinian, yaitu asas bimbingan menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya
sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau
dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat
diperbuat sekarang.
7. Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
layanan terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh
guru bimbingan dan konseling/konselor maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan.
9. Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak
boleh bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada,
10. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional.
11. Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihakpihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara

14

tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalih tangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
12. Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada
peserta didik (konseli) untuk maju. Segenap asas perlu diselenggarakan secara terpadu
dan tepat waktu yang satu tidak perlu didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain.

3.3.3 Prinsip-prinsip bimbingan konseling


1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan:

Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, agama, dan stasus sosial ekonomi. Bimbingan dan konseling berurusan
dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. Bimbingan dan
konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan
individu. Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan
individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalahan individu:

Meskipun pelayanan bimbingan koseling menjangkau setiap tahap dan bidang


perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan konseling pada
umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyakut kondisi mental dan fisik
individu terhadap penyesuaian diri terhadap lingkungan dimana individu itu berada,
dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik
individu.

3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan:

15

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan
pengembangan individu, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus
diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta
didik. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan
kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga. Program bimbingan dan
konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai
tertinggi. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu
diadakan penilaian yang teratur dan terarah.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan:
Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang
akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan. Dalam
proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan yang akan dilakukan oleh
individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau
desakan dari pembimbing atau pihak lain. Permasalahan individu harus ditangani oleh
tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Guru dan
orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan
konseling. Oleh karena itu kerjasama antar konselor dengan orang tua dan guru sangat
diperlukan. Dan memberikan penilaian agar dapat diketahui seberapa baik
pengembangan yang telah dilakukan.

BAB IV
16

PENUTUP

4.1 Simpulan
Bimbingan merupakan bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk
memahami dan mengatasi permalahan yang dialami oleh individu atau seseorang
tersebut, dengan cara terus menerus dan sitematis.
Menurut konsep proses konseling John McLEOD (2010), konsep proses
didefinisikan dan dipakai dalam berbagai cara didalam sebuah literatur, yang dapat
mengarah kepada kebingungan. Terdapat empat makna utama dari proses yang dapat
diidentifikasikan. Pertama, terdapat pemahaman yang luas bahwa setiap aktivitas yang
melibatkan perubahan dapat dideskripsikan sebagai proses. Makna ini merujuk
kepada ide yang menyatakan apa yang terjadi dalam terapi adalah tidak statis, dan
adanya rangkaian peristiwa yang terjadi. Makna kedua dari kata proses digunakan
terudama dalam riteratur riset, yang merujuk pada serangkaian faktor yang luas, yang
mungkin saja dapat menghadirkan atau menghambat efek terapeutik terhadap klien.
Penggunaan terminologi tersebut disini membedakan proses dengan hasil
(outcome). Maksudnya, proses terapeutik merupakan adonan yang membuahkan hasil.
(John McLEOD. 2010: 363).
4.2 Implikasi
Sebagai seorang calon pendidik, sudah sepatutnya kita mengetahui kebutuhan dari
para peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang konsepkonsep dasar Bimbingan dan Konseling sebagai pondasi dalam menghadapi kasuskasus yang mungkin akan terjadi dalam dunia pendidikan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai