Indomaret Print
Indomaret Print
Indomaret Print
Jika anda pelaku UKM, saya coba ajak anda sebentar saja untuk masuk ke toko ritel (mini
market/ super market/ hyper market). Saya yakin jika anda saat ini memiliki produk, entah itu
consumer good atau produk lainnya, ada terlintas keinginan untuk memajang produk anda di
jajaran display rak toko tersebut bukan?. Dulu pun saya demikian sampai saya ketahui
bagaimana model bisnisnya termasuk cara kerjasamanya, akhirnya saya urungkan niat itu.
Saya memilih memasarkan produk saya secara konvensional di pasar-pasar tradisional juga
secara online via sosial media. Alasan apa sehingga saya mengurungkan niat untuk bekerja
sama dengan peritel-peritel di atas? Saya akan bagikan di sini.
1. LISTING FEE
Apa itu listing fee?. Listing Fee adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemasok
(supplier) agar bisa masuk dalam jajaran DAFTAR/LIST BARANG JUAL toko mereka.
Besarnya biaya tergantung jenis produk, bentuk kemasan juga posisi rak display dimana ia
ditempatkan. Rak bagian atas biasanya produk-produk premium alias merk-merk besar yang
mampu membayar berapapun biayanya. Alasannya sederhana kenapa merk-merk besar
berburu di rak bagian atas dan depan, yaitu lebih cepat terjual, dijadikan bahan promosi dan
tentunya lebih mudah dan cepat di kenal. Selain itu dikalangan pemilik merk, ini gengsi
tersendiri jika mampu meletakkan merk di lokasi yang premium.
Contoh : Produk Indomie (Indofood) akan selalu berada di atas Mie Sedap (Wings Food).
Produk Kao yang berusaha selalu berada di atas produk Unilever dan sebaliknya.
Besarnya listing fee ini bervariasi antara 5 jt sd 10 juta per SKU (Stock Keeping Unit). Jika
produk anda memiliki dua jenis kemasan itu dhitung sebagai 2 SKU. Artinya produk anda
akan dikenakan listing fee sebesar 10 sd 20 juta. Nah! Anda bisa bayangkan sendiri jika itu
produk UKM, belum jualan (belum laku) udah di mintain uang. Disitu kadang saya merasa
sedih
2. BAYAR MUNDUR
Sudah dikenakan listing fee, di tambah bayar mundur (rata-rata 1 sampai 3 bulan). Andai
saja saya tidak terlalu memikirkan tentang cashflow, mungkin saya akan terima-terima saja.
Anggap saja ini modal awal yang harus dikeluarkan menggantikan biaya investasi tempat
jualan yang sudah pasti ramai. Kalau dipikir-pikirrasanya koq justru usaha-usaha kecil ini
yang memberi mereka modal untuk usahanya ya. Tapi dari sekian aturan main yang
ditetapkan, yang bikin urung niat saya untuk mau bergabung dalam jajaran display produk
mereka adalah yang nomer 3 ini. Simak!
3. PRIVATE LABEL
Ini tawaran yang menggiurkan tapi perlu dipikir panjang. Private Label ini adalah istilah
produk-produk yang di beri label sendiri oleh toko penjualnya. Saya tidak perlu bayar listing
fee tapi saya harus merelakan merk saya di ganti dengan merk tokonya. Jika orientasi saya
dulu adalah yang penting produk saya terjual meskipun dengan kondisi bayar mundur,
mungkin saya ambil juga. Tapi orientasi saya pada saat itu adalah, keren rasanya merk dan
produk saya bisa mejeng di toko-toko modern seperti Alfamart, Indomart, Circle-K dan
sejenisnya. Harapannya jika sudah dikenal banyak orang, tentunya ini akan jadi portofolio
saya untuk berani menjual secara retail sendiri tanpa bantuan mereka. Nah kalau kondisinya
begitu, bagimana merk-merk UKM bisa tumbuh ya?. Belum tumbuh aja udah di ganjal
duluan.
4. HUKUM RIMBA / KANIBALISME
Belum puas sampai di nomor 3, nomor 4 in mungkin yang akan membuat anda berkata
oh..ternyata gitu permainannya. Sebut saja anda mampu membayar listing fee, anda juga
mampu bertahan di bayar mundur dan produk anda laris manis, paling dicari karena
murahnya atau kualitasnya yang bagus. Anda mesti siap-siap ditukar (substitute) perlahanlahan dengan produk tuan rumah.
Caranya : (1). Sandingkan dengan produk private label mereka dengan harga yang lebih
miring, (2). Turunkan produk anda dari rak atas ke rak di bawahnya, (3). Bukan sulap bukan
sihir! Wush!produk anda hilang dari display di gantikan dengan private label mereka. Jika
merk anda tidak benar-benar di cari konsumen atau anda tidak cukup kuat marketing dan
promosinya sangat mungkin produk anda hilang dari peredaran toko ini. Ini adalah praktek
kanibalisme yang sudah biasa dalam industri retail.
Mengapa bisa? Apa konsumen tidak merasa kehilangan? Di tulisan bagian ke 2 saya akan
share lagi mengapa bisa demikian dan bagaimana kita harus menyikapinya. Bocoran sedikit
buat anda, kunci rahasianya adalah pada perilaku konsumen. Mereka para toko ritel raksasa
sudah sangat paham bagaimana cara berpikir anda, cara belanja anda, apa yang sebenarnya
anda cari jika anda memilih berbelanja di tempat mereka dan seterusnya dan seterusnya.
Yang jelas ini bukan bencana karena masih banyak cara yang bisa ditempuh oleh anda untuk
bisa bersaing dengan produk-produk raksasa tanpa harus mejeng di display toko-toko ritel
mereka. Biarkan suatu saat mereka lah yang meminta produk anda untuk mejeng di display
toko mereka. Banyak contoh produk-produk lokal yang bisa go-internasional tapi tidak kita
kenal merk-nya di tuan rumah. Kunci lainnya adalah kreatiflah membangun channel
distribusi dengan model-model yang baru, yang lebih efektif serta effisien. Apalagi sekarang
eranya anda juga produk yang anda buat dapat langsung terhubung dengan konsumen anda.
Selamat berjuang!
Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan peritel manapun. Kapasitas saya sebagai socialentrepreneur, marketer sekaligus trainer di bidang kewirausahaan hanya ingin mengupas dan
membaginya kepada anda untuk menjadi pengetahuan bersama. Ulasan yang saya buat ini
berdasar pengalaman saya sebagai praktisi usaha retail juga sebagai Workshop Leader materi
Retail Management dan Business Model Innovation di sekolah bisnis Young Entrepreneur
Academy. Saya sertakan juga beberapa data yang akan membantu anda untuk
menganalisanya sendiri dari sesuai sudut pandang masing-masing. Karena untuk keperluan
pengetahuan saja, maka di sini saya berusaha membedahnya dari ketiga sisi yaitu ; sosial,
bisnis model dan strategi marketing.
RAHASIA EKSPANSI RAKSASA
Tidak berbeda jauh dengan saudara tuanya Indomaret, Alfamart pun memiliki model bisnis
yang hampir sama. Kalau melihat riwayat hidupnya (red: Alfamart) pun anda akan bisa
menyimpulkan sendiri apakah Alfamart dan Indomaret ini benar-benar bersaing atau tidak.
Sebagai informasi saat ini Indomaret (data Maret 2014) telah mengoperasikan lebih dari
10.600 gerai sedangkan Alfamart lebih dari 8.557 gerai (sumber: situs Alfamart & Indomaret)
tersebar di seluruh Jawa, Bali, Madura, Kalimantan, Sulawesi dan Lombok.
Sebagai gambaran saja, jika total kecamatan dan kelurahan yang ada di seluruh Indonesia saat
ini terdapat 6.793 kecamatan dan 79.075 kelurahan, anda bisa hitung sendiri berapa tingkat
kepadatan dua raksasa ini di tiap kecamatan. Itupun hingga saat ini keduanya akan terus
membuka gerai lagi. Kalau anda mengintip sedikit regulasi kedua raksasa tersebut bahwa satu
gerai setidaknya melayani 2.000 kepala keluarga (KK) itu artinya, jika total kedua gerai
peritel ini digabungkan ( 19.157 gerai) maka keduanya hanya baru mampu melayani sekitar
38.314.000 KK dari total 64.041.000 KK yang ada di seluruh Indonesia.
Faktanya kedua peritel raksasa ini belum sepenuhnya menjangkau 33 provinsi yang ada di
Indonesia. Baru sekitar 16 provinsi yang dijangkau oleh Alfamart dan Indomaret. Prediksi
saya ekspansi keduanya tidak akan berhenti sampai 8 tahun ke depan. Nah, apa kira-kira yang
bisa anda (pelaku UKM) termasuk saya harus perbuat melihat kondisi ini?.
Dalam konteks realita bisnis, ini adalah sesuatu yang wajar terjadi. Hampir di seluruh negaranegara yang menganut liberalis/kapitalis, praktek bisnis seperti ini bukanlah hal baru alias
sudah dianggap lumrah. Namun dalam konteks aspek sosial-ekonomi masyarakat Indonesia
mungkin sebagian anda ada yang merasa miris karena keberadaan raksasa ini tak bisa
dipungkiri telah memakan banyak korban. Sudah banyak pedagang ritel tradisional di
kampung saya dan mungkin di kota anda yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing
lagi.
Pasalnya persaingan dengan gerai tradisional ini terasa kurang sehat karena para raksasa ini
memiliki hal-hal berikut;
1. Kemampuan memotong jalur distribusi yang panjang yang berdampak langsung pada
harga jual yang miring semiring-miringnya.
(YOGYA group) yang timbul-tenggelam di beberapa kota di Indonesia. Hanya peritel asing
besar seperti Lotte Mart (Korea Selatan), Giant (Malaysia), Circle-K (Amerika), Family
Mart (Jepang), Seven Eleven (Jepang) sajalah yang berani mengadu dan mulai sedikit
menggerogoti pasarnya.
Ritel Asing Siapkan Business Model Baru untuk Perebutkan 124 Triliun Rupiah Pasar
Indonesia
Faktanya, di tengah dominasi dua raksasa ini, kehadiran para peritel asing baru justru makin
bertambah. Kalau mengacu data yang saya peroleh di atas, masih ada sekitar 40% ( 26 juta
KK) lebih pangsa pasar yang mengambang dan belum terlayani. Sebut saja angka rata-rata
jumlah anggota keluarga per KK adalah 3,5 orang maka masih ada 91 juta jiwa yang
masih bisa diperebutkan oleh raksasa-raksasa lainnya. Anggap saja setiap KK rata-rata
kebutuhan belanja minimal di toko ritel perbulannya adalah sebesar 400 ribu rupiah, maka
masih ada 124 Triliun rupiah yang bisa mereka nikmati bersama. Hmmmbukan angka
yang kecil ternyata ya, pantas kalau peritel-perital asing banyak yang tergoda untuk bermain
di Indonesia.
BERMAIN DALAM SKALA KECIL
Dalam skala kecil sebenarnya anda bisa menerapkan startegi atau model bisnis seperti ini.
Model seperti ini istilah lain dikenal sebagai Long Tail Business Model (baca buku: Business
Model Generation, Alexander Osterwalder). Intinya anda harus sedapat mungkin membuat
jalur khusus distribusi produk anda (baik jasa atau produk) mulai dari produk mentah sampai
produk jadi-nya.
Di tulisan selanjutnya inshaa Allah saya akan berikan contoh-contoh praktis penerapan model
bisnis ini kepada anda. Pasalnya, kalau produk/jasa anda tidak bagus-bagus banget,
kemungkinan besar anda akan kerepotan pada saat berhadapan dengan kompetitor lainnya.
Akan tetapi lain ceritanya jika anda memiliki model bisnis yang unik yang mampu
memproteksi atau mengunci saluran distribusi yang anda ciptakan sendiri. Tak masalah
dengan besar kecilnya skala bisnis yang anda punya, yang penting bisakah anda menjaganya
agar langgeng dan mampu bertahan dalam waktu yang lama.
5 ELEMEN KUNCI BISNIS RETAIL MODERN
Jika sangat terpaksa anda ingin membangun usaha toko ritel modern ala raksasa ini,
setidaknya ada 5 elemen yang harus anda miliki. Tulisan lebih lengkap tentang ini akan saya
sampaikan dipostingan berikutnya. Kelima elemen ini sudah menjadi standar operasional
sukses mereka dalam menjalankan konsep bisnis ini.
1. LOKASI. Kalau harus menyebutkan apa yang terpenting dalam bisnis ini, mungkin saya
akan menyebutkan elemen yang satu ini berkali-kali. Saking pentingnya elemen ini kadang
pemain-pemain raksasa rela mengeluarkan biaya lebih dari yang seharusnya dalam
memperebutkan satu lokasi yang dianggap lokasi terbaik mereka. Kalau boleh saya
analogikan, bisnis toko ritel ini sudah hampir sama persis dengan bisnis properti. Lokasi anda
menentukan prestasi anda atau bisnis anda. Dari mulai tempat parkir sampai posisi rak
display semuanya anda bisa jual. Pertanyaan kenapa lokasi menjadi pemegang peran penting,
bagaimana ciri-ciri lokasi yang bagus menurut mereka, lokasi seperti apa yang harus
dihindari dan seberapa pantas kita membayar untuk lokasi yang diinginkan, akan saya
uraikan nanti.
2. DESAIN dan KONSEP. Pada saat tingkat kompetisi yang tinggi antara sesama pemain
toko ritel, poin yang kedua menjadi elemen penunjang untuk menarik pelanggan lebih banyak
ke toko anda. Logiknya seperti ini ; lokasi yang bagus tidak memerlukan upaya besar untuk
menarik pelanggan, namun pada saat semua pemain bermain di lokasi yang sama bagusnya
dengan anda, maka anda perlu mencuri perhatian lebih dengan cara mendandani toko anda
lebih cantik, lebh berkonsep dan lebih-lebih lainnya.
3. MARKETING dan PROMOSI. Sebut saja pada saat anda dan para kompetitor anda
sudah sama-sama memiliki kedua poin di atas maka mau-tidak-mau anda harus memiliki
umpan lain yang mampu menarik lebih banyak pelanggan. Toko yang lebih sering
memberikan promo umumnya jadi rebutan para pelanggan.
4.STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP). Saya yakin rutinitas menjalankan
toko ritel ini sudah bisa anda bayangkan sendiri. Mungkin anda juga sepakat bahwa bermain
di bisnis ini tidak banyak margin yang bisa anda peroleh. Kalau pemain raksasa mengambil
margin dengan cara memangkas jalur distribusi dan jika anda tidak bisa sehebat mereka,
maka efisiensi adalah jalur yang bisa anda tempuh untuk menekan pengeluaran (operational
cost) lebih besar. Satu atau dua karyawan yang anda bekali dengan SOP termasuk Monitoring
System yang baik, mungkin cukup.
5. TEKNOLOGI INFORMASI (TI). Saya tak perlu sampaikan panjang lebar tentang poin
ini. Kini eranya terhubung satu sama lain. Pengolahan informasi menjadi sangat penting.
Entah itu pengolahan database pelanggan, kompetitor, stok barang, akuntansi, keuangan dan
lain-lain, jika anda melakukannya tanpa bantuan Teknologi Informasi, lebih baik ke laut saja,
main pasir dan duduk-duduk manis.
Jika anda bermain di kategori bisnis ini, entah itu retail fashion, retail food & beverage, drug
store dan lain-lain, ketiga eleman teratas adalah hirarki yang mesti anda pegang. Jika tak
punya lokasi bagus, berarti anda harus punya desain dan konsep yang unik. Jika tak punya
lokasi bagus dan konsep yang unik, berarti anda harus mati-matian di marketing dan
promosinya. Kenapa demikian? Produk retail pada umunya adalah barang-barang komoditas.
Pelebelan (merk) hanyalah upaya membedakan satu produk dengan produk lainnya. Harga,
kedekatan, kemudahan dan kelangkapan berbelanja masih menjadi prioritas pembeli.
Properti yang melakat pada produknya (selain harga) adalah nomer sekian di benak rata-rata
konsumen, termasuk saya. Nah, cara pemikiran yang demikian yang dimanfaatkan oleh para
peritel raksasa, harga murah, lokasi di mana-mana, barang lengkap dan tempat
nyaman!.
Anda bisa amati dan nilai sendiri, dari slogan (tagline) di atas mana kira-kira peritel yang
mengenal perilaku konsumen Indonesia dan mana yang tidak.
Jika anda tidak bermain dikategori bisnis ini, saya rasa banyak juga pelajaran yang bisa anda
ambil. Apa kira-kira yang bisa anda pelajari dari kondisi ini?. Jangan cengeng dengan
keadaan karena tidak ada pebisnis yang baik yang lahir dari kesempurnaan suatu keadaan.
Biarkan para raksasa itu bertumbuh, cari celahnya, siapa tahu justru kita bisa memasok apa
yang mereka butuhkan kelak. Fight!