Tugas Trauma Telinga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK TENTANG TRAUMA TELINGA

MAKALAH

Oleh Mukhammad Nursalim NIM 082010101006

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

GAMBARAN UMUM
Trauma liang telinga umumnya disebabkan oleh kesalahan sewaktu membersihkan telinga dengan cotton bud atau alat pembersih telinga lainnya. Akibatnya terjadi luka atau hematoma pada kulit liang telinga. Trauma pada membran timpani disebabkan oleh tamparan, ledakan (barotrauma), menyelam yang terlalu dalam, luka bakar ataupun tertusuk. Akibatnya timbul gangguan pendengaran berupa tuli konduktif karena robeknya membran timpani atau terganggunya rangkaian tulang pendengaran, yang terkadang disertai tinitus. Trauma tulang temporal dan fraktur basis kranium yang terbanyak adalah dari jenis fraktur yang mempunyai garis fraktur longitudinal. Fraktur jenis ini mengenai liang telinga, membran timpani, telinga tengah, tuba eustachius dan foramen laserum. Gejalanya berupa perdarahan pada liang telinga, tuli konduktif, keluarnya cairan serebrospinal dan paresis saraf fasial. Fraktur tulang temporal jenis lain adalah fraktur tulang temporal dengan garis fraktur transversal. Biasanya memberikan gejala yang lebih berat. Dapat ditemukan hemotimpanum, keluarnya cairan serebro spinal dari hidung, tuli sensorineural dan sering ditemukan paresis saraf fasialis.

Trauma Meatus Akustikus Eksternus Telinga

Definisi : Trauma liang telinga biasanya berupa laserasi yang disebabkan oleh

tusukan. Kejadian paling banyak terjadi sewaktu usaha membersihkan telinga.

Gejala dan Tanda Klinik : Otalgia, tampak laserasi pada dinding liang telinga.

Pemeriksaan : Otoskop atau oto mikroskop.

Terapi : Luka dibersihkan dipasang tampon telinga dan diberi antibiotik.

Trauma Membran Timpani


Definisi : Kelainan pada mebran timpani yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung.

Gejala dan Tanda Klinik : Riwayat trauma, dengan gejala tinitus, gangguan pendengaran, vertigo, dan dapat terjadi infeksi dengan tanda adanya otore.

Pemeriksaan Penunjang : Audiometri, CT scan bila diduga ada benda asing atau rusaknya rangkaian tulang pendengaran.

Terapi : Pada keadaan akut, dilakukan pencegahan terjadinya infeksi sekunder dengan menutup liang telinga yang trauma dengan kasa steril. Biasanya perforasi akan sembuh secara spontan. Operasi emergensi dilakukan pada trauma tembus dengan gangguan pendengaran sensorineural dan vertigo dengan kecurigaan fraktur dan impaksi kaki stapes ke vestibuler atau fistula perilimpa. Jika perforasi menetap setelah 4 bulan dan terdapat gangguan pendengaran konduktif >20 dB, merupakan indikasi timpanoplasti.

Fraktur Temporal
Definisi : Fraktur tulang temporal yang disebabkan oleh trauma.

a. Fraktur longitudinal Merupakan 70-90% dari fraktur tulang temporal, trauma meluas ke liang telinga, telinga tengah, tuba eustachius dan foramen laserum. Sering menyebabkan kerusakan pada membran timpani, tulang-tulang pendengaran, dan bahkan dapat melibatkan ganglion genikulatum. Gejala dan tanda: Perdarahan dari liang telinga, gangguan pendengaran konduktif, Otore LCS, Paresis Fasial. b. Fraktur Transversal Merupakan 20-30% dari fraktur tulang temporal, lebih berat. Gejala dan tanda : Hemotimpanum, Rinore LCS, Gangguan pendengaran sensorineural, parese fascial pada 50% kasus.

Penatalaksanaan : Menstabilkan keadaan neurologis dan keadaan yang mengancam jiwa, observasi, pemberian antibiotika. Operasi diindikasikan pada keadaan perforasi membran timpani yang menetap, gangguan pendengaran konduktif, parese fasialis dan kebocoran LCS yang menetap.

KEPUSTAKAAN MATERI BAKU

1. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Middle Ear and Temporal BoneTrauma. Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th ed. Lippincott Willia&Wilkins Publisher;2006.p. 2057-2079 2. Lee KJ. Noninfectious Disorders of the Ear. In : Lee KJ, editor. Essential Otolarngology Head & Neck Surgery, 8th ed. McGraw-Hill;2003.p.512-534. 3. Toner JG, Ker AG. Ear Trauma.In: Booth JB, editor. Otology, Scott-Brownss Otolaryngology, 6th ed. Butterworth Heinemann;1997.p.3/7/1-3/7/13

Anda mungkin juga menyukai