INFEKSI TELINGA, Referat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 52

1

PENDAHULUAN
Telinga adalah organ fungsi pendengaran dan pengatur keseimbangan. Secara
anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.
Infeksi telinga merupakan salah satu penyakit infejsi yang masuh cukup banyak
ditemui, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Anatomi telinga dapat
memudahkan terjadinya infeksi. Infeksi dapat terjadi di bagian telinga luar, telinga dalam
maupun telinga dalam. Infeksi di telinga disebabkan oleh virus, bakteri, serta jamur.
Berdasarkan waktu, infeksi telinga dapat diklasifikasikan sebagai infeksi akut dan infeksi
kronik.
Infeksi pada telinga luar dapat mengenai bagian-bagian telinga luar seperti,
auricular/pinna (daun telinga) , meatus acusticus externus (liang telinga) sampai
membran timpani. Infeksi di telinga luar jarang menimbulkan efek penurunan
pendengaran, kecuali jika infeksinya menutupi liang telinga hingga terjadi tuli konduktif.
Infeksi pada telinga tengah yang paling sering terjadi adalah otitis media. Otitis media
ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media akut dan otitis
media konik. Otitis media sering disertai oleh keluhan penurunan pendengaran.
Penurunan dapat disebabkan oleh tertutupnya liang telinga oleh infeksi, rupturnya
membran timpani, maupun oleh komplikasi otitis media seperti rusaknya tulang-tulang
pendengaran, saraf pendengaran yang rusak akibat infesi, dll.
Otitis media akut memiliki lima tahap infeksi, yaitu oklusi tuba eustachius,
hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat
merupakan virus maupun bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah
Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella
cattarhalis.
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi
kronis bidang THT di Indunesia yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian.
Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang
dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal misalnya higiene yang kurang,


2
faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian
masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai
tuntas. Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di
Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara umum adalah
3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. OMSK dapat menyebabkan komplikasi-
komplikasi yang berbahaya jika tidak segera diterapi dengan adekuat.
Infeksi telinga perlu diterapi dengan tepat dan teliti. Perlu diperhatikan
penggunaan antibiotik secara rasional, agar tidak mempercepat terjadinya resistensi
antibiotik. Pengobatan yang tepat pada infeksi telinga juga bertujuan agar komplikasi
ketulian dapat diminimalisir.



3
INFEKSI TELINGA

I. ANATOMI TELINGA
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Telinga
terdiri atas telinga luar, telinga tengah atau cavum timpani, dan telinga dalam atau
labyrinth.

1.1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricular/pinna (daun telinga) dan meatus
acusticus externus (liang telinga) sampai membran timpani.

Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan
getaran udara. Auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang
ditutupi kulit. Auricula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, keduanya
disarafi oleh N. Facialis



4

Meatus acusticus externus adalah tabung berkelok yang menghubungkan
auricula dengan membrana timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan
gelombang suara dari auricula ke membrana tympani. Liang telinga ini disusun
rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang
1 inci (2,5 cm), dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara
menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak-anak, auricula ditarik lurus ke
belakang, atau ke bawah dan belakang.


Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.

Serumen mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit


5










1.2. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba
Eustacius dan prosesus mastoideus.



a. Membran Timpani


6
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani ini
berbentuk oval dan mempunyai ukuran panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, tebal kira-kira 0,1 mm.
Membran ini tipis, licin dan berwarna putih mutiara . Pada membran timpani
dapat terlihat refleks cahaya (cone of light) di dekat umbo.
Membran timpani terdiri dari tiga lapisan, lapisan luar terdiri dari
epitel skuamosa, bagian medial merupakan lanjutan dari mukosa telinga
tengah. Lapisan tengah merupakan lapisan fibrosa yang terdiri dari dua
lapisan yaitu lapisan radial dan sirkuler (sirkumferensial). Lapisan dalam
dilapisi epitel kuboidal.
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam dua bagian yaitu:.
1. Pars Tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani merupakan
suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang
menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada
tulang dari tulang temporal.
2. Pars Flaksida atau membran Sharpnell, letaknya di bagian atas muka dan
lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh dua lipatan yaitu
plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior
(lipatan belakang).
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran (gambar 2.2), dengan
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak
lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak
perforasi membran timpani .



7


Pendarahan membran timpani disuplai oleh arteri yang berasal dari
cabang aurikuler a. maksilaris interna, yang bercabang-cabang di bawah
lapisan kulit, dan dari cabang stilomastoid a. aurikularis posterior dan cabang
timpanik a.maksilaris interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang
letaknya superfisial bermuara ke v. jugularis eksterna sedangkan vena-vena
yang dalam bermuara sebagian ke sinus transversus, sebagian ke vena-vena
durameter, dan sebagian lagi ke pleksus di tuba eustachius. Arteri timpani
anterior yang merupakan cabang a.maksilaris yang mengarah ke atas di
belakang sendi temporomandibuler masuk ke telinga tengah melaui fisura
petrotimpani. Arteri itu mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk
mukosa membran timpani. Arteri timpani anterior membentuk sirkulus
vaskuler di sekeliling membran timpani, dan beranastomosis dengan cabang
karotikotimpanik dari karotis interna.
Persarafan membran timpani untuk persarafan sensoris merupakan
terusan dari persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis
mempersarafi bagian posterior dan inferior membran timpani, sedangkan
bagian anterior dan superior diurus oleh cabang aurikularis n.vagus
(n.Arnold), sedangkan persarafan sensoris permukaan dalam membran
timpani (mukosa) dipersarafi oleh n. Jacobson yaitu cabang timpani n.
glosofaringeus.
b. Kavum Timpani
Kavum timpani mempunyai bentuk ireguler, bagian lateral terdapat
lekukan, antara dinding lateral dan dinding medial kavum timpani terisi udara.
Kavum timpani terdiri dari tiga bagian yaitu supero-inferior berhubungan


8
dengan membran timpani disebut epitimpani atau atik, yang terletak dipinggir
atas dari membran timpani. Setentang membran timpani adalah mesotimpani
dan dibawah pinggir membran timpani disebut hipotimpani.












Kavum timpani mempunyai enam dinding yaitu bagian atap, lantai,
dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior.
- Atap kavum timpani dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut
tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fossa
media.
- Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang tipis yang memisahkan lantai
kavum timpani dari bulbus vena jugularis yang dinding superiornya
dibatasi oleh lempeng tulang yang mempunyai ketebalan yang bervariasi,
bahkan kadang-kadang hanya dibatasi oleh mukosa dengan kavum
timpani.
- Dinding medial kavum timpani memisahkan kavum timpani dari telinga
dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini
pada mesotimpani menonjol kearah kavum timpani yang disebut
promontorium.
- Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea.
- Dinding posterior kavum timpani dekat keatap, mempunyai satu saluran
disebut aditus yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum
mastoid melalui epitimpani. Pada bagian posterior ini, dari medial ke
lateral terdapat eminensia piramidalis yang terletak di bagain supero-


9
medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi
eminensia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani.
- Dinding anterior kavum timpani sebagian besar berhadapan dengan arteri
karotis, dibatasi lempengan tulang tipis. Dibagian atas dinding anterior
terdapat semikanal nervus tensor timpani yang terletak persis di atas
muara tuba eustachius.
Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani,
sedangkan dibagian epitimpani dinding lateralnya adalah skutum yaitu
lempeng tulang yang merupakan bagian pars skuamosa tulang temporal.
Isi kavum timpani terdiri dari :
- Tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes).
- Dua otot, yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius.
- Saraf korda timpani, merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding
lateral dan posterior.
- Saraf pleksus timpanikus adalah berasal dari nervus timpani cabang dari
nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal
dari pleksus simpatetik di sekitar arteri karotis interna.
Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabang-cabang kecil arteri
karotis eksterna. Cabang-cabang pembuluh darah kecil tersebut adalah:
- timpani anterior yang merupakan cabang dari a. maksilaris yang masuk ke
telinga tengah melalui fisura petrotimpani. Arteri ini mendarahi bagian
anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani.
- Arteri timpani posterior yang merupakan cabang stilomastoid yang dapat
berasal dari a. aurikularis posterior atau a. oksipital. A.timpani posterior
masuk ke kavum timpani bersama korda timpani lalu mendarahi bagian
posterior kavum timpani.
- Arteri timpani inferior yang berasal dari cabang asendens a. karotis
eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani
bersama dengan cabang timpani n. IX lalu mendarahi terutama bagian
inferior kavum timpani.
- Arteri petrosus superfisialis dan a. timpani superior yang merupakan
cabang cabang a. meningea media yang masuk ke kavum timpani masing-


10
masing melalui lubang kecil di tegmen timpani dan melalui fisura
petroskuamosa, lalu mendarahi bagian superior kavum timpani.
- Arteri karotikotimpani yang merupakan satu-satunya cabang berasal dari
a. karotis interna, masuk ke kavum timpani dengan menembus lamina
tulang tipis yang membatasi kanalis karotikus dengan telinga tengah.
- Aliran vena jalan seiring dengan arterinya untuk bermuara pada sinus
petrosus superior dan pleksus pterigoideus.
c. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
antara kavum timpani dengan nasofaring.
Tuba eustachius terdiri dari dua bagian yaitu bagian tulang yang
terdapat pada bagian belakang dan pendek (sepertiga bagian) dan bagian
tulang rawan yang terletak pada bagian depan dan panjang (duapertiga
bagian).
Pada orang dewasa perbedaan tinggi muara tuba Eustachius di kavum
timpani dan nasofaring sekitar 25 mm. Tuba Eustachius panjangnya 30
sampai 40 mm, pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding
tuba Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 seluruh
panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani, sedangkan 1/3 bagian
yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring. Dinding tulang
rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan
ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan
istirahat, lumen tuba Eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil pada
tuba ini, udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar.



11

Fungsi tuba Eustachius :
- Mengatur ventilasi dari telinga tengah dan memelihara keseimbangan
tekanan pada kedua sisi dari membran timpani.
- Drainase dari telinga tengah.
- Melindungi dari tekanan suara nasofaring dan sekret dari nasofaring
Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif otot
tensor veli palatini pada saat menelan, atau saat menguap atau membuka
rahang. Ventilasi memungkinkan keseimbangan tekanan atmosfer pada kedua
sisi membran timpani. Tuba akan membuka melalui kerja otot bilamana
terdapat perbedaan tekanan sebesar 20 hingga 40 mmHg. Untuk melakukan
fungsi ini, diperlukan otot tensor veli palatine yang utuh.
d. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial
adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah
duramater pada daerah ini.
Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus
antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari
epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering
disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari
kanalis semisirkularis lateral. Di bawah dan sedikit ke medial dari
promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Antrum mastoid
adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel
udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya.

1.3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri atas 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea


12
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) berada di antaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan
garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting
untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

\










II. INFEKSI TELINGA
2.1. Infeksi Aurikula
a. Selulitis aurikular
Selulitis auricular adalah infeksi pada kulit yang melapisi bagian luar
telinga dan biasanya didahului riwayat trauma. Gejala selulitis dapat berupa
nyeri, eritem, bengkak dan hangat pada bagian luar telinga terutama lobul
namun tanpa keterlibatan meatus auditorius atau struktur lainnya. Terapi
berupa kompres hangat dan antibiotik oral seperti dicloxacillin yang aktif
terhadap patogen kulit dan jaringan lunak (terutama S.aureus dan
streptokokus). Antibiotik intravena seperti sefalosporin generasi pertama
jarang digunakan kecuali pada kasus yang sangat berat.
b. Perikondritis
Perikondritis merupakan infeksi pada perikondrium dari kartilago
aurikular yang biasanya didahului trauma. Infeksi dapat menyebar ke dalam


13
kartilago dan menjadi kondritis. Gejala infeksi menyerupai selulitis aurikular,
terdapat eritem dan nyeri yang luar biasa pada pinna, namun lobul tidak
begitu terlibat. Etiologi tersering adalah P. Aeruginosa dan S. Aureus. Terapi
dengan memberikan antibiotik sistemik yang sensitif terhadap etiologi
tersering. Jika perikondritis tidak memberikan respon yang baik terhadap
terapi antibiotik, penyebab inflamasi lain harus dipikirkan. Dapat terjadi
komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan
yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower ear).



2.2. Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akibat infeksi bakteri, jamur
dan virus. Ada 2 jenis otitis eksterna yaitu otitis eksterna akut dan otitis eksterna
kronik.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu :
1. Derajat keasaman (pH). pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna.
pH asam berfungsi sebagai protektor terhadap kuman.
2. Udara. Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman
bertambah banyak.
3. Trauma. Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga.


14
4. Berenang. Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena
air.
Otitis eksterna merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang
dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya
seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat
dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan
tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas,
stafilokokus dan proteus, atau jamur.
Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab
dan jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna
sangat komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor
pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang
merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984)
menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari
liang telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna.
Howke dkk (1984) mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi
kapas dapat menyebabkan terjadi otitis eksterna baik yang akut maupun kronik.

Etiologi
Swimmers ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000
orang, kebanyakan pada usia remaja dan dewasa muda. Terdiri dari inflamasi,
iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Dijumpai riwayat pemaparan
terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang telinga.
Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya otitis
eksterna (swimmers ear). Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil
(Furunkulosis) salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar.
Pada otitis eksterna difusa disini proses patologis membatasi kulit
sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun telinga penyebabnya
idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan. Kebanyakan
disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling
sering adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin,
polimixin, anti bakteri dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal
dan khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang


15
mungkin digunakan untuk mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang
paling umum dari liang telinga luar seperti otitis eksterna difusa akut pada
lingkungan yang lembab. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah
pseudomonas (41 %), strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan
bakteroides (11%).
1
Istilah otitis eksterna akut meliputi adanya kondisi inflasi
kulit dari liang telinga bagian luar.

Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.
Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang
mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit
yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri
atau jamur.

Klasifikasi Otitis Eksterna
A. Penyebab tidak diketahui :
Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis
Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.
Otitis eksterna membranosa.
Meningitis kronik idiopatik.
Lupus erimatosus, psoriasis.
B. Penyebab infeksi
Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis,
erisipelas.
Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis
eksterna granulosa, perikondritis.
Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.
Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.


16
Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum
kontangiosum, variola dan varicella.
Protozoa
Parasit
C. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata,
ekskoriasi, neurogenik.
D. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi
karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik.
E. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom
vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).
F. Perubahan senilitas.
G. Deskrasia vitamin.
H. Diskrasia endokrin.

1. Otitis Eksterna Sirkumskripta (furunkel = bisul)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung
adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumen, maka di tempat itu dapar terjadi infeksi pada pilosebaseus,
sehingga membentk furunkel. Kuman penyebab biasanya Staphylococcus
aureus atau Staphylococcus albus.
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar
bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung
jaringan longgar di bawahnya sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan
perikondrium. Rasa nyeri juga dapat timbul spontan pada waktu membuka
mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan
pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga.


17


Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan
antibiotic dalam bantuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin atau
antiseptic (asm asetat 2-5% dalam alkohol).
Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir
(drain) untuk menfalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik secara sistemik, hanya diberikan obat simptomatik seperti
analgetik dan obat penenang.

2. Otitis Eksterna Difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak
kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman
penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat
sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan
sebagainya. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis
media supuratif kronis.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit,
kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan serta
terdapat secret yang berbau, secret ini tidak mengandung lender (musin)
seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.



18

Otitis eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu :
1. Pre Inflammatory
2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)
3. Radang kronik
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan
tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terdapat
kontak yang baik antara obat dengan kul;it yang meradang. Kadang-
kadang diperlukan obat antibiotik sistemik.

3. Otitis Eksterna Maligna
Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar
dan struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua dengan
penyakit diabetes melitus yang diakibatkan peningkatan pH serumen
sehingga lebih rentan terhadap otitis eksterna. Kondisi
immunocompromise dan mikroangiopati dapat menyebabkan otitis
eksterna berkembang menjadi otitis eksterna maligna.
Pada otitis eksterna maligna peradangan meluas secara progresif
ke lapisan subkutis, tulang rawan dan tulang sekitar sehingga
menyebabkan kondritis, osteitis dan osteomielitis yang menghancurkan
tulang temporal.
Gejala otitis eskterna maligna berupa rasa gatal di liang telinga
yang dengan cepat diikuti oleh nyeri, sekret yang banyak serta
pembengkakan liang telinga. Liang telinga dapat tertutup oleh


19
pertumbuhan jaringan granulasi. Jika saraf fasialis mengalami kerusakan,
dapat terjadi paresis atau paralisis fasial.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan :
Adanya inflamasi yang terlihat pada liang telinga luar dan jaringan
lunak periaurikuler
Nyeri yang hebat, ditandai kekakuan jaringan lunak ramus mandibula
dan mastoid
Jaringan granulasi terdapat pada dasar hubungan tulang dan tulang
rawan.
Nervus kranialis harus (V-XII) diperiksa
Status mental harus diperiksa.
Membran timfani intak
Demam tidak umum terjadi.
CT scan, scan tulang, dan scan gallium dapat membantu menentukan
adanya penyakit ini

Staging pada otitis eksterna maligna :
- Stage I : Otitis eksterna nekrotikan otalgi yang menetap, terbatas
pada liang telinga luar, tidak ada kelumpuhan n. fasialis
- Stage II : osteomielitis pada basis tengkorak yang terbatas
kelumpuhan nevus fasialis pada foramen jugualar bagian lateral
- Stage III : Osteomielitis pada basis tengkorak yang ekstensfi
Ekstensi sampai foramen jugular dan lebih medial bawah dari kepala


20
Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis progresif
yang disebabkan Pseudomonas aeroginosa. Pengobatan dengan antibiotik
golongan fluoroquinolon dosis tinggi per oral sambil menunggu hasil
kultur dan uji resistensi. Jika infeksi terlalu berat dapat diberikan
antibiotik parenteral kombinasi dengan antibiotik golongan
aminoglikosida selama 6-8 minggu. Antibiotik lain yang sering
digunakan adalah ciprofloxasin, ticarcillin-clavulanat, piperacilin,
ceftriaxone, ceftazidine, cefepime, tobramicin, gentamicin. Selain
pemberian antibiotik, diperlukan tindakan membersihkan luka secara
radikal untuk memperlambat perjalanan penyakit. Otitis eksterna maligna
dapat kambuh sekitar satu tahun setelah pengobatan komplit. Tingkat
kematian 10 %, tetapi kematian tetap tinggi pada pasien dengan neuropati
atau adanya komplikasi intrakranial
Gejala Klinis Otitis Eksterna
1. Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering
merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala
sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding
dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan
bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum
dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3
luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga
sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan
kekulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit
yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.
2. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal
dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan
nyeri tekan daun telinga.
3. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu
rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan
penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda


21
permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna
kronik merupakan keluhan utama.
4. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis
eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen,
penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering
menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif.
Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang
digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan
peredaman hantaran suara.

Tanda-Tanda Klinis
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :
1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang
telinga menyempit.
2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan
eksudat positif
3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak
4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema
positif.

2.3. Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur superfisial atau subakut pada kanalis
auditorius externus. Liang telinga merupakan tempat yang ideal untuk
tumbuhnya organisme saprofit seperti jamur tertentu karena liang telinga
dihubungkan dengan udara luar oleh suatu lubang yang sempit, sehingga dapat
berfungsi sebagai tabung biakan dan merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan jamur. Jamur biasanya menginvasi secara sekunder pada jaringan
luka yang pertama kali disebabkan oleh infeksi bakteri, cedera fisik atau
penimbunan serumen yang berlebihan di kanalis auditorius externus.
Otomikosis dapat diklasifikasikan menjadi otomikosis primer dan
sekunder. Otomikosis primer biasanya terjadi pada keadaan lembab saat
atmosfir mengandung kelembapan yang tinggi. Kelembapan yang tinggi ini


22
membuat kulit liang telinga luar membengkak dan berair. Hal ini menjadi
predisposisi infeksi jamur. Otomikosis sekunder terjadi sebagai
immunocompromised seseorang dan pada orang yang mengalami OMSK.
Pasien dengan OMSK biasanya menggunakan tetes telinga antibiotik spektrum
luas. Tetes telinga ini tidak hanya membunuh patogen tetapi juga komensal
alami yang menyebabkan infeksi jamur sekunder.
Jamur dapat sebagai penyebab utama dari suatu infeksi primer, tetapi
biasanya juga disertai dengan infeksi bakteri kronik yang berasal dari kanalis
eksterna ataupun telinga tengah. Otomikosis sekunder dapat terjadi jika
penyebab infeksi primer tidak diatasi. Semua jamur dapat berkembang pada
lingkungan yang suasananya lembab, hangat dan gelap. Dari ketiga faktor
tersebut suasana lembab merupakan faktor predisposisi yang mempercepat
pertumbuhan jamur.
Terdapat beberapa faktor yang memudahkan timbulnya otomikosis :
1. Terjadinya perubahan pH epitel liang telinga yang semula bersifat asam
menjadi bersifat basa.
2. Temperatur dan kelembaban udara.
3. Trauma, kebiasaan mengorek telinga dengan bahan yang kurang bersih, atau
mengorek telinga terlalu keras sehingga menimbulkan goresan pada kulit
liang telinga.
4. Korpus alienum (benda asing) dalam telinga seperti air, timbunan serumen
atau serangga.
5. Kelainan kongenital, yaitu bentuk liang telinga yang sempit dan melekuk
lebih tajam sehingga menghalangi pembersihan serumen atau menyebabkan
kelembaban yang tinggi pada liang telinga.
6. Penggunaan antibiotika dan steroid yang lama pada telinga.
7. Imunnocompromised condition.
8. Penyakit kulit seperti dermatitis seboroik dan psoriasis.
Jamur yang paling sering menyebabkan otomikosis merupakan spesies
Aspergillus dan Candida, meskipun jamur yang lain juga dapat ditemukan.
Aspergillus merupakan jamur yang berspora yang membentuk hifa. Aspergillus
flavus, Aspergillus niger dan Aspergillus fumigatus merupakan 3 spesies yang
paling sering ditemukan. Jamur-jamur ini berbentuk spora yang berwarna


23
kuning, hitam/coklat dan abu-abu. Candida merupakan jamur dimorfik. Dapat
terlihat sebagai bentuk pseudohifa dan sebagai jamur berbentuk kuncup.
Gejala awal otomikosis adalah perasaan penuh pada telinga dan rasa
gatal pada liang telinga. Kadang-kadang juga ditemukan adanya cairan.
Penyumbatan liang telinga dapat menyebabkan penurunan pendengaran dan
mendengar bunyi mendenging (tinitus). Pada pemeriksaan otoskopi
menunjukkan adanya kumpulan kotoran (debris), tampak meradang (eritema)
dan pembengkakan liang telinga. Jika penyebabnya adalah Aspergillus niger
sering ditemukan adanya spora berwarna kehitaman.

Penatalaksanaan terpenting adalah menghilangkan faktor predisposisi,
penggunaan antijamur dan menjaga kebersihan liang telinga. Pengobatannya
ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2-5% dalam
alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Kadang-kadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan
secara topikal.

2.4. Herpes Zoster Otikus
Herpes Zoster Otikus adalah infeksi virus pada telinga dalam, telinga
tengah dan telinga luar. HZO manifestasinya berupa otalgia berat yang disertai
dengan erupsi kulit biasanya pada CAE dan pinna. Bila disertai dengan paralisis
n VII maka disebut sebagai Ramsay Hunt Syndrome. Patofisiologi : merupakan
reaktifasi dari varicella-zoster virus (VZV) yang terdistribus sepanjang saraf
sensoris yang menginervasi telinga, termasuk didalamnya ganglion
genikulatum. Apabila gejala disertai kurang pendengaran dan vertigo, maka ini
adalah akibat penjalaran infeksi virus langsung pada N. VIII pada posisi sudut
serebelo pontin, atau melalui vasa vasorum. Anamnesis disertai riwayat : nyeri


24
dan terasa panas pada sekitar telinga, wajah, mulut dan lidah. Vertigo, nausea,
muntah. Kurang pendengaran, hiperakusis, tinitus. Rasa sakit pada mata,
lakrimasi. Vesikel bisa muncul sebelum, selama maupun sesudah terjadinya
paralisis n VII.

Perlu ditanyakan riwayat pernah terkena cacar air sebelumnya, bahkan
saat masih kecil. Terapi : sampai saat ini sifatnya hanya suportif misalnya
kompres hangat analgetik narkotika dan antibiotika untuk mencegah sekunder
infeksi. Sebenarnya antivirus memberikan efek yang baik yaitu penyakit
menjadi tidak terlalu berat dan cepat membaik.
2.5. Infeksi Kronis Liang Telinga
Penyakit ini merupakan akibat dari infeksi bakteri maupun infeksi jamur
yang tidak diobati dengan baik, iritasi kulit yang disebabkan cairan otitis media,
trauma belulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat
bantu dengar (hearing aid) dapat menyebabkn tadang kronis. Akibatnya terjadi
stenosis atau penyempitan liang telinga da terbentuknya jaringan parut
(sikatriks).
Pengobatannya memerlukan rekonstruksi liang telinga.

2.6. Otitis Media Akut


25
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
1. Etiologi
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun
bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus
ditemukan pada 25% kasus dan kadang-kadang menginfeksi telinga tengah
bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis.
Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh
bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini
dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka
kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena
beberapa hal.
- Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
- Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek
sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
- Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius
sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran
Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

2. Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi
pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke
telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga
terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel
darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu


26
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24
desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).
Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang
terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.











3. Gejala Klinis
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium
penyakit dan umur pasien. Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan
perubahan mukosa telinga tengah:
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di
dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi
tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat
virus atau alergi.


27

2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat
pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini
akan terjadi ruptur.


28

4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula gelisah menjadi
tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.

5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan
mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka
resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah
menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu.
Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5


29
atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa
bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.

Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada
orang dewasa, didapatkan juga gangguan pendengaran berupa rasa penuh
atau kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil gejala khas otitis media anak adalah suhu
tubuh yang tinggi (>39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang
sakit. Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan
anak tertidur.
4. Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut:
a. Menggembungnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-
narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta rewel. Namun gejala-


30
gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik untuk OMA
sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa
liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya
gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi
pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga
yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara). Berkurang atau tidak ada sama sekali dapat
dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan
otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA
pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di
rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi
respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.

5. Pencegahan
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah
pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak dan penghindaran pajanan terhadap
asap rokok. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA


31

6. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat menimbulkan
komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Otitis
media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi. Salah satunya adalah
mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yangtidak diobati.
Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran permanen. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat
mengurangi pendengaran anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan
bicara dan bahasa. Otitis media dengan efusi didiagnosis jika cairan bertahan dalam
telinga tengah selama 3 bulan atau lebih.

7. Penatalaksanaan
Terapi OMA bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada
stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
Stadium Oklusi. Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl
efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Selain itu sumber infeksi lokal
harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin.
Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari.


32
Stadium Supurasi. Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan
tidak terjadi ruptur.
Stadium Perforasi. Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut.
Diberikan obat cuci telinga H
2
O
2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat
sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari.
Stadium Resolusi. Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi, dan perforasi menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan
karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian,
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatansekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).













33




2.7. Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Batasan waktu 2 bulan tersebut dari negara ke negara
bervariasi, WHO menentukan batasan waktu 2 minggu (Helmi, 2005). Bailey dan
Scott-Browns mengatakan batasan waktu OMSK adalah lebih dari 3 bulan (Canter,
1997 ; Kenna, 2006)..Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi kronis bidang
THT di Indunesia yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian (Djaafar,
2001).
Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang
dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal misalnya higiene yang kurang,
faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian
masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai
tuntas.
Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di
Indonesia tahun 1994-1996, didapati bahwa prevalensi OMSK secara umum adalah
3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian OMSK yang rendah, di
negara maju ditemukan pada pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan
oleh School Health Service di Inggris Raya sebesar 0,9%, tetapi prevalensi OMSK yang
tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju, seperti Native American
Apache 8,2%, Indian Kanada 6%, dan Aborigin Australia 25% (Djaafar, 2005). Data
poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK


34
merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008
adalah 28 dan 29%.
Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.
1. Patogenesis
Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas.
Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit yang
sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian atas,
kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan besar proses
primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan selulae mastoidea.
Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu dan dinamis, berakibat
hilangnya sebagian mambran timpani sehingga memudahkan proses menjadi
kronik. Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik sangat
bervariasi, antara lain :
a. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat infeksi hidung dan
tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya obstruksi tuba eustachius
parsial atau total.
b. Perforasi membran timpani yang menetap.
c. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang menetap pada
telinga tengah.
d. Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya menetap. Hal
ini disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi
atau timpanoslerosis.
e. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
2. Patologi
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok
dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga rongga timpani


35
mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat mengeluarkan
sekret terus-menerus atau hilang timbul.
Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler,
sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang
berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan sekret dalam
rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani.
Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan
dengan dunia luar, sehingga kuman darikanalis auditorius eksternus dan dari luar
dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah
berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih
berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi.
Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat
kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan
parut.
Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan jaringan granulasi dan atau
polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase, menyebabkan penyakit menjadi persistenPerforasi membran timpani
ukurannya bervariasi. Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamosa masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal
yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk
kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu
menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang pendengaran oleh
reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang dihasilkan oleh proses
kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses penutupan membran
timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofi dua lapis tanpa unsur
jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi
aktif


36
3. Etiologi
OMSK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan
kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal yang padat.
b. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama
apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada
penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau
sekunder.
c. Otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan otitis media kronis
merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis media dengan efusi,
tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan
yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.
d. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah
baik aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel. Organisme
yang terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type flora dan beberapa
organisme lainnya.
e. Infeksi saluran napas atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga
sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi
mukosa telinga tengah dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
f. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
g. Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi.


37
h. Gangguan fungsi tuba eustachius. Pada otitis media supuratif kronis aktif,
tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan
fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui.
4. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu:
a. Tipe Tubotimpanal
Disebut juga tipe aman/benigna, karena jarang menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Biasanya tipe ini didahului oleh gangguan fungsi
tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga
dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah. Perforasi pada tipe ini biasanya letaknya sentral.

b. Tipe Atikoantral
Disebut juga tipe maligna/berbahaya karena dapat menimbulkan
komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita. Biasanya dapat juga
terjadi proses erosi tulang atau kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Perforasi
letaknya marginal atau atik (Ballenger, 1997, Lasisi, Olaniyan, Mulbi et al,
2007).


38

5. Gejala dan Tanda
a. Telinga berair (otore)
Otore (aural discharge) merupakan manifestasi otitis media kronis
yang paling sering dijumpai. Pada OMSK tipe benigna, cairan yang keluar
biasanya bersifat mukopurulen yang tidak berbau busuk. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Sedangkan pada OMSK tipe maligna, sekret yang
keluar bersifat purulen dan berbau busuk, berwarna abu-abu kotor kekuning-
kuningan oleh karena adanya kolesteatoma yang menyebabkan proses
degenerasi epitel dan tulang.
Keluarnya sekret dapat didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer tanpa disertai rasa nyeri mengarahkan kemungkinan suatu
tuberkulosis.
c. Gangguan pendengaran
Pada umumnya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat
menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale.
d. Nyeri
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman


39
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau
dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak.
e. Vertigo
Hal ini merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan
adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang dan sering terjadi
pada kanalis semisirkularis horizontal.
f. Perforasi membran timpani
Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik
ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya
kolesteatoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan..
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
a. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.
b. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari
dalam telinga tengah.
c. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpani.

d. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma).
e. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid.
6. Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis
OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau


40
berulang lebih dari tiga bulan. Penurunan pendengaran juga merupakan
keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga mengeluh adanya
vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi.
b. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dapat melihat lebih jelas lokasi perforasi,
kondisi sisa membran timpani dan kavum timpani. OMSK ditegakkan jika
ditemukan perforasi membran timpani.
c. Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif
dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan hantaran tulang serta penilaian diskriminasi tutur, besarnya
kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengarannya.
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dari mastoid perlu untuk melihat perkembangan
pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Foto polos dan CT Scan dapat
menunjukkan adanya gambaran kolesteatoma dan keadaan tulang-tulang
pendengaran juga dapat diperhatikan.
e. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan
bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat.
7. Penatalaksanaan
Ada dua hal yang penting diperhatikan apabila kita merawat penderita
OMSK yaitu kelainan patologi yang berperan sebagai sumber infeksi di dalam
telinga tengah serta seberapa jauh kelainan patologi tersebut sudah mengganggu
fungsi pendengaran.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau medikamentosa.
Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga berupa
larutan H2O2 3% selama tiga sampai lima hari. Setelah sekret berkurang maka
terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika. Secara oral diberikan antibiotika sesuai kultur dan tes sensitivitas.


41
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi
ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Prinsip pengobatan pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu
mastoidektomi. Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang tepat
adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses retroaurikular, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi
(Veldman, Braunius, 1998; Djaafar, 2004).

2.8. Komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media supuratif baik yang akut maupun kronik mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya. Komplikasi sering terjadi pada OMSK tipe
maligna, namun pada tipe benigna juga dapat terjadi bila virulensi patogen tinggi.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitarnya. Pertahanan
pertama adalah mukosa kavum timpani yang mampu mengisolasi infeksi. Bila sawar ini
rusak, sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid, sehingga jika
sawar ini runtuh, jaringan di sekitarnya akan mengalami infeksi. Kerusakan periostium
akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak
berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan
paresis n. Fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses
ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Ketika sawar
tulang rusak, terdapat sawar ketiga yaitu terbentuknya jaringan granulasi.
Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut, penyebaran
biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus kronis, penyebaran
terjadi melalui erosi tulang, melalui toksin yang masuk melalui beberapa jalan, seperti


42
fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perlimfatik dan duktus
endolimfatik.
Penyebaran melalui hematogen dapat diketahui dengan, (1) komplikasi terjadi
pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, (2) dapat terjadi pada hari pertama
sampai hari kesepuluh, gejala prodormal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala
meningitis lokal, (3) pada operasi didapatkan dinding telinga tengah utuh dan tulang
serta lapisan mukoperiosteal, meradang dan mudah berdarah sehingga disebut juga
mastoiditis hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi
beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal infeksi lokal
biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih luas misalnya paresis n. Fasialis ringan
yang hilang timbul mendahului paresis n. Fasialis yang total atau gejala meningitis
lokal yang mendahului meningitis purulen. (3) Pada operasi dapat ditemukan lapisan
tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan
lunak yang terbuka biasanya dilapisi oleh jaringan granulasi.
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronik menurut Adams dkk
sebagai berikut :
1. Komplikasi di telinga tengah
a. Perforas membran timpani persisten
b. Erosi tulang pendengaran
c. Paralisis nervus fasialis
2. Komplikasi di telinga dalam
a. Fistula labirin
b. Labirinitis supuratif
c. Tuli saraf (sensorineural)
3. Komplikasi ekstradural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis


43
b. Abses otak
c. Hidrosefalus otitis


1) Erosi Tulang Pendengaran
Pada infeksi telinga hampir selalu menyebabkan terjadinya tuli konduktif.
Pada membrana timpani yang utuh tapi disertai dengan terputusnya rangkaian
tulang pendengaran akan menyebabkan tuli konduktif berat. Biasanya derajat tuli
konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringanpatologi
seperti kolesteatoma yang terdapat di dalam kavum timpani dapat menghantarkan
suara ke telinga dalam.
2) Paresis Nervus Fasialis
Pada otitis media akut, nervus fasialis dapat langsung terkena dengan cara
penyebaran infeksi langsung melalui kanalis fasialis. Pada otitis media kronis,
kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma atau jaringan granulasi,
disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis.
Pada otitis media akut operasi dekompresi tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan drenase untuk menghilangkan tekanan di
dalam kavum timpani. Pada Otitis Media Kronis operasi dekomperesi harus
segera dilakukan.


44
3) Fistula Labirin
Pada OMSK jika terjadi kolesteatoma dapat menyebabkan kerusakan pada
vestibuler labirin sehingga terbentuk fistula. Fistula di labirin dapat iketahui
dengan tes fistula, yaitu dengan memberikan tekanan udara positif atau negatif ke
liang telinga melalui otoskop Siegel dengan balon yang kedap atau corong telinga
yang berbentuk elips pada ujung yang dimasukkan ke dalam liang telinga.
Pemeriksaan radiologik tomografi dan CT-scan terkadang membantu
memperlihatkan fistula labirin, yang ditemukan di kanalis semisirkularis
horizontal. Operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan
menutup fistula sehinggga fungsi telinga dapat pulih kembali.
4) Labirintitis
Labirintitis terjadi akibat penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Gejala
pada labirintitis berupa vertigo dan tuli sensorineural. Terdapat dua bentuk
labirinitis yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Pada kedua bentuk
labirintitis ini operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dari
telinga tengah, terkadang dilakukan drenase, dan pemberian antibiotik untuk
mengobati otitis media. Terkadang jugadiperlukan drenase nanah untuk
mencegah meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan
kepada pengobatan otitis media kronik dengan/tanpa kolesteatoma.
5) Petrositis
Petrositis adalah infeksi dari telinga yang sampai pada os. Petrosum.
Penyebaran infeksi tersering melalui penyebaran langsung ke sel-sel udara.
Adanya petrositis sudah harus dicurigai apabila pada otitis media disertai gejala
keluhan diplopia (terkena n.VI), rasa nyeri di daerah parietal atau oksipital
(terkena n.V), dan otore persisten, yang dikenal dengan nama sindrom
Gradenigo.
Kecurigaan petrositis terutama jika terdapat nanah yang keluatr terus
menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi. Tatalaksana pada
petrositis adalah operasi dan pemberian antibiotik protokolkomplikasi intra
kranial. Pada saat dilakukan operasi dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang
petrosum untuk mengeluarkan jaringa patogen.


45
6) Trombosis Sinus Lateralis
Trombosis sinus lateralis terjadi akibat invasi infeksi ke sinus sigmoid
ketika melewati tulang mastoid. Gejala dapat berupa demam tanpa diketahui
penyebabnya, suhu tubuh menurun dan disertai menggigil, nyeri tidak jelas, dan
kultur darah positif.
Pengobatan harus dilakukan dengan jalan bedah dengan membuang sumber
infeksi di sel-sel mastoid, membuang tulang yang berbatasan dengan sinus atau
dinding sinus yang nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus makan trombus
dikeluarkan dengan cara drenase sinus.
7) Abses Ekstradural
Abses ekstradural adalah terkumpulnya nanah diantara duramater dan
tulang. Pada otitis media ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan
kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejalanya
terutama berupa nyeri telinga dan nyeri kepala. Dengan foto rontgen yang baik
terutama dengan posisi schuller dapat dilihat kerusakan pada lempeng segmen
yang menandakan tertembusnya tegmen.
8) Meningitis
Meningitis adalah komplikasi otitis media tersering ke SSP. Gejala yang
nampak biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual, muntah
proyektil, nyeri kepala hebat, dan kesadaran menurun. Pada pemeriksaan CSF
ditemukan/tidak ditemukan bakteri, kadar gula menurun, dan kadar protein
meninggi. Tatalaksana ditujukan untuk mengobati meningitis dengan antibiotik,
diikuti mastoidektomi untuk menanggulangi infeksi di telinga
9) Abses Otak
Abses otak merupakan perluasan langsung infeksi dari mastoid atau
tromboflebitis sinus lateralis. Abses dapat terjadi pada serebelum, fosa kranial
media/posterior, atau di lobus temporal. Gejala yang muncul dapat berupa afasia,
tremor intensif, tidak tepat menunjuk suatu objek, nyeri kepala, mual, muntah,
demam, letargi, dan edema papil. Pada pemeriksaan CSF akan ditemukan kadar
protein tinggi, dan tekanan CSF tinggi. Pengobatan abses otak dilakukan dengan


46
menggunakan antibiotik parenteral dosis tinggi disertai mastoidektomi untuk
membuang fokus infeksi.
10) Hidrosefalus otitis
Hidrosefalus otitis disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang
mengakibatkan kegagalan absorpsi CSF oleh araknoid. Ditandai dengan
peninggian tekanan CSF tanpa disertai adanya kelainan kimiawi dari CSF
tersebut.Gejala yang muncul dapat berupa nyeri kepala menetap, diplopia,
pandangan kabur, mual, dan muntah.




















47
Pedoman Tatalaksana OMSK




Otorea kronis
Otoskopi
MT utuh MT perforasi
Otitis eksterna difusa
Otomikosis
Dermatitis / eksim
Otitis eksterna maligna
Miringitis granulomatosa
OMSK
Komplikasi (-)
Kolesteatoma (-)
OMSK benigna
Kolesteatoma (+)
OMSK Maligna
Lihat algoritma 1
Lihat algoritma 2
Lihat algoritma 1
Onset, progresivitas, predisposisi,
penyakit sistemik, fokus infeksi,
riwayat pengobatan, cari gejala/
tanda komplikasi
Komplikasi (+)


48







49
Algoritma 2


OMSK + komplikasi
Abses subperiosteal
Labirinitis
Paresis Fasial
Petrosis
Abses ekstra dura
Abses perisinus Tromboflebitis
sinus lateral
Meningitis
Abses otak
Meningitis otikus
Komplikasi intra
temporal
Komplikasi intra
kranial
Antibiotik dosis tinggi
Mastoidektomi
Dekompresi N. VII
Petrosektomi
Rawat inap
Periksa sekret telinga
Antibiotik IV dosis tinggi 7 15 hari
Konsul spesialis saraf / saraf anak
Mastoidektomi anastesi lokal / umum
Operasi bedah saraf


50



51


KESIMPULAN
1. Telinga terdiri atas tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
2. Infeksi telinga dapat terjadi di ketiga bagian telinga.
3. Infeksi telinga luar dapat berupa : infeksi auricular, otitis eksterna, otomikosis, serta herpes
zoster otikus
4. Infeksi telinga tengah tersering adalah otiitis media, akut maupun kronik.
5. Pengobatan yang adekut pada infeksi telinga sangat penting, untuk mencegah terjadinya
komplikasi terutama ketulian.


52

Anda mungkin juga menyukai