Kapitalisme Dan Demokratisasi
Kapitalisme Dan Demokratisasi
Kapitalisme Dan Demokratisasi
Dalam dunia politik dan ekonomi selama kira-kira satu setengah abad ini ada dua ediologi yang mendominasi, antara lain liberalisme dan sosialisme. Dalam buku pengantar etika bisnis karangan K. Bertens disebutkan bahwa ada banyak pengarang yang mempertentangkan antara sosialisme dengan kapitalisme, bukan dengan liberalisme. Oleh karena itu banyak pertanyaan yang muncul, bagaimana hubungan antara liberalisme dan kapitalisme?. Kapitalisme disini kita mengerti sebagai praktek ekonomi (bukan merupakan suatu teori). Menurut wikipedia ensiklopedi Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi. Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Disini liberalisme adalah sebagai ideologi dibelakang kapitalisme. Sedangkan motor penggerak bagi sistem kapitalisme adalah akumulasi kapital. Melalui cara berproduksi industri, modal dimanfaatkan untuk memperoleh laba sebasar-besarnya, yang kemudian diinvestasikan kembali dalam usaha produktif sehingga dapat menghasilkan kekayaan yang lebih besar. Cara berproduksi padat modal ini sering menghasilkan kuasa ekonomi maupun monopoli yang sebenarnya bertentangan dengan dengan prinsip-prinsip liberalisme. Berikut adalah gambaran demokrasi dan kapitalisme secara garis besar. Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas. Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif yang bertanggung jawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang
terkandung di dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat. Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal. jurnal pelita zaman vol. 13 no. 1 tahun 1998 Membahas secara singkat hubungan (atau ketiadaan hubungan) antara kapitalisme dan demokrasi. Kapitalisme liberal adalah paradigma yang banyak kegunaannya di masa-masa damai (seperti merkantilisme realis laku di masa-masa perang). Sejalan dengan kondisi negara yang damai, persaingan dan perseteruan manusia, menurut Francis Fukuyama, direalisasikan di dalam dunia ekonomi. Manusia yang satu melawan manusia yang lain dalam keadaan damai bersaing memproduksi yang terbaik, dengan cara yang paling tepat dan dengan ongkos yang paling murah. Dalam jurnal ini dibahas mengapa Ini semua membutuhkan pemerintah yang bertindak hanya sebagai wasit yang diam saja melihat para pelaku ekonomi bermain, dan hanya mengambil tindakan kalau ada yang berbuat curang. Sedangkan kalau pemerintah sendiri berbuat curang dan terlalu jauh melangkah, masyarakat akan dengan mudah menggantinya dengan pemerintah lain yang sesuai dengan yang dikehendakinya. Inilah yang namanya demokrasi titik-titik tapi bukan demokrasi `titik', melainkan apa yang disebut
`demokrasi liberal'. Mengapa? Di dalam pemilihan pemerintahan, satu orang mendapat satu suara dan yang mendapat suara mayoritas itulah yang menang. Tetapi ada sedikit masalah dalam penerapannya. Orang yang memiliki kekayaan, modal, dan koneksi di lingkungan elit hampir pasti memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hal-hal di atas. Artinya apa? Ternyata, ada orang yang sebenarnya memiliki kekuasaan (pengaruh) lebih dibandingkan dengan orang lainnya, dan ini terjadi karena kepemilikan kapital, dan per definisi ini tidak sesuai dengan idealisme demokrasi yang sebenarnya. Ini menjadi sasaran kritik yang datang dari kelompok Marxis yang lebih mementingkan demokrasi sosial dan pembagian kapital secara lebih merata, karena mau tidak mau, dikehendaki atau tidak, kapital adalah sumber kekuasaan. Dengan lebih meratanya kapital, maka kekuasaan pun menjadi lebih merata, dan pemerataan dengan sendirinya akan menyelesaikan masalah ketimpangan politik, selain ketimpangan ekonomi. Sekarang bagian yang tersulit: memberi judgment apakah kapitalisme sesuatu yang positif atau negatif. Berdasarkan pengalaman sejarah, kapitalisme liberal di negara-negara Barat sekarang ini jauh lebih manusiawi dibanding pada saat kapitalisme pertama kali dicetuskan oleh Adam Smith dan kapitalisme klasik pada saat Revolusi Industri baru bergulir. Ini tidak lain karena kapitalisme sekarang telah tercampur dan terpengaruh oleh gerakan dan semangat humanisme, konsep welfare state dari Keynes, dan bahkan sosialisme Marx. Semuanya menyumbang pada suatu sintesa masyarakat modern yang liberal dalam cara berpikir, kapitalis di dalam ekonomi dan demokratis dalam bermasyarakat - di mana keadilan sama pentingnya dengan materi. Masalahnya adalah kapitalisme yang berkembang di tengah lingkungan negara sedang berkembang. Kapitalisme dengan segala perangkatnya membutuhkan suatu sistem sosial yang mendukung eksistensinya, seperti: demokrasi (dalam arti luas, yang akan saya jelaskan kemudian), mobilitas sosial yang tidak kaku, termasuk minimnya nepotisme dan favoritisme, serta pendidikan yang terjangkau oleh seluruh masyarakat. Bila kapitalisme berkembang di tengah lingkungan yang tidak mendukung, dan kebalikan dari yang tersebut di atas, maka kapitalisme akan membawa pemiskinan, yang kuat memakan yang lemah dan justru tirani politik dan ekonomi. Negara sedang berkembang biasanya tidak cukup memiliki perangkat di atas untuk mendukung kelangsungan kapitalisme secara berkesinambungan. Oleh sebab itu,
kapitalisme di negara sedang berkembang sangat rapuh. Salah-salah revolusi rakyat ala Marx yang akan muncul. Tetapi sama seperti kapitalisme yang hanya mementingkan pertumbuhan tanpa pemerataan, Marxisme yang mementingkan pemerataan tanpa pertumbuhan juga kurang kuat fondasinya di negara sedang berkembang, karena di negara-negara ini pemerataan tanpa pertumbuhan hanya akan memeratakan kemiskinan. Negara sedang berkembang
membutuhkan keduanya: pertumbuhan dan pemerataannya. Lalu apa alternatif bagi pembangunan negara yang sedang berkembang? Mewujudkan keadilan dan demokrasi sosial adalah kunci utamanya. Demokrasi, tapi dalam arti luas. Apa artinya? Kalau kita lihat, negara berkembang yang tingkat kehidupan demokrasinya `maju' seperti India dan Filipina hanya melaksanakan demokrasi secara formal atau riil. Contoh Kasus Harian Kompas 17 November 2011:6 memuat tulisan aktivis anti-korupsi Teten Masduki Suap Sektor Swasta. Dikatakan bahwa Indonesia menjadi jagoan nomor tiga dalam soal suap terhadap para pejabat di antara 28 negara dalam penelitian Bribe Prayer Index (2011), nomor satu Rusia, nomor dua China (Tiongkok). Dikatakan bahwa di Indonesia dengan suap pelaku bisnis yang kuat dapat mengendalikan kebijakan publik dan pemerintahan hingga menghalangi keputusan demokratis. Mereka berkontribusi mempertahankan birokrasi, partai politik dan pemerintahan yang korup. Perusahaan melakukan pembayaran kepada pejabat publik untuk mempengaruhi pilihan dan desain hukum, aturan kebijakan publik. Jadi realitasnya jauh lebih rumit daripada sekedar suap dalam bentuk transaksi kotor yang terputus. Yang terjadi ialah perampokan negara secara sistematis (alias perampokan terhadap seluruh rakyat Indonesia, yang paling miskin dan kelaparan sekalipun oleh rezim berkuasa bersama konglomerat hitam dan asing, hs). Teten Masduki memberikan contoh perampokan sistimatis itu pemberian BLBI 1998 yang telah membenani APBN sampai hari ini. (BLBI telah merampok uang rakyat sebesar Rp600 triliun, yang kembali hanya Rp150 triliun, lainnya menjadi istana gunung uang para pejabat hitam, konglomerat hitam baik yang sedang/akan berkuasa maupun yang jadi buron kaya yang tetap ongkang-ongkang dan kekayaannya berkembang terus, hs). Tamrin Amal Tomagola menulis di harian yang sama pada 20 Desember 2011 berjudul Negara Centeng. Ia membahas masalah dalam hubungannya dengan pembunuhan sejumlah kaum tani di Mesuji, Lampung oleh aparat negara di sepanjang tahun 2011 ini. Dikatakan bahwa sejak Nusantara dibagi-bagi oleh rezim Orba buat kaum kapitalis dunia, maka tiada hari tanpa konflik horisontal dan vertikal. Di perkotaan terjadi persekongkolan antara otoritas perkotaan dengan pengusaha pusat-pusat perbelanjaan untuk menggusur kaum
miskin kota. Di pedesaan aparat negara bersenjata berpihak pada kepentingan modal berhadapan dengan kaum tani. Telah terjadi pengkhianatan negara terhadap Tanah, Air dan rakyat dengan cara mengubah UUD 1945 untuk melempangkan jalan kaum kapitalis. Seperangkat undang-undang sudah dibuat DPR untuk penguasaan tanah, hutan, tambang, perkebunan oleh kaum modal. Rakyat melawan. Kekerasan masih berlanjut dengan penembakan kaum tani yang berunjukrasa di Bima, NTB oleh aparat negara di penghujung tahun ini. Telah terjadi ribuan masalah agraria yang telah (dan akan) meminggirkan dan menelan korban kaum tani. Apa yang ditulis oleh Teten dan Tamrin Amal Tomagola tersebut bukan hal baru. Lebih dari 100 tahun yang lalu ABC Marxisme telah mengajarkan tentang bangunan atas berupa sistem hukum, undang-undang dan segala peraturan, sistem politik dan juga budaya merupakan bangunan atas. Semua itu pencerminan bangunan bawah berupa sistem ekonomi yang mendasarkan diri pada pencarian keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeksploitasi kaum buruh, kaum tani dan merugikan seluruh rakyat kecil, seluruh kaum marhaen menurut istilah Bung Karno. Hal itu dilengkapi dengan penjara dan aparat bersenjata sebagai bagian untuk melestarikan sistem. Sistem itu tak lain bernama Kapitalisme. Bangunan atas itu bertindak untuk melegitimasi, membuat pembenaran terhadap sistem ekonomi kapitalis yang ada, memberikan gambaran melalui segala macam cara sarana budaya dan ilmu-ilmu humaniora sebagai satu-satunya kebenaran, satu-satunya jalan yang baik, satu-satunya cara hidup manusia,satu-satunya yang berbudaya. Pendeknya sistem kapitalisme digambarkan dan diperlakukan sebagai satu-satunya sistem masyarakat yang sahih dan ilmiah. Sebagian pelaku dan pendukung sistem ini di Indonesia tidak suka memakai nama kapitalisme, bahkan kadang menyatakan anti-kapitalisme tanpa menjelaskan artinya, pada saat yang sama menjalankan/mendukung sistem yang sama. Barangkali hal ini disebabkan karena di Indonesia istilah kapitalisme berkonotasi buruk dan jahat. Lalu orang memilih istilah ekonomi Pancasila, ekonomi pasar, ekonomi terbuka dst. Nama tidak mengubah hakekat sesuatu. Sedang alternatif sistem lainnya bisa jadi dicap sebagai anarkisme, paling tidak subversi, bahaya laten dst, bisa-bisa jadi urusan polisi dan tentara atau Densus atau BIN. Eksperimen sistem sosialisme di Uni Soviet dan sejumlah negara lainnya telah mengalami kegagalan, mereka kembali ke sistem kapitalisme dengan amat menyakitkan. Mereka yang mendukung dan mengagumi sistem yang sedang diterapkan di RRT menyatakan sebagai pembangunan sistem sosialisme model Tiongkok. Tetapi sejumlah orang lain menyatakan sebagai restorasi kapitalisme sebagai ditunjukkan dengan benderang dalam serangkaian tulisan (dan polemik) yang dibuat Tatiana Lukman di sejumlah milis. Kenyataan ini menjadi amunisi propaganda kapitalisme sebagai satu-satunya sistem masyarakat yang baik dan benar, seolah tidak ada alternatif sistem lainnya. Sistem kapitalisme telah atau baru berjalan selama kira-kira 200 tahun. Sistem feodalisme dan perbudakan sebelumnya telah pernah berjalan ratusan atau ribuan tahun. Apa sistem kapitalisme juga akan berjalan ratusan tahun ke depan. Perhitungan perspektif ke depan masyarakat manusia yang dapat diperhitungkan dalam hubungan ini barangkali untuk
50-100 tahun. Lalu apa selanjutnya? Segala sesuatu berkembang dan berubah sesuai dengan hukum dialektika, segala sesuatu dapat terjadi. Ajaran Marxisme mengandung determinisme sejarah, sesuatu yang ditolak oleh banyak sejarawan. Sayang Marxisme sebagai ilmu dan filosofi masih tetap dikerangkeng di Indonesia. Kaum muda tidak leluasa untuk mengkaji dan membahasnya. Sebagian besar pemangku kekuasaan, birokrat dan anggota parlemen ikut mengamini pelarangan Marxisme tanpa tahu-menahu ABC Marxisme. Jakapermai, 26 Desember 2011
Sumber bacaan: http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=852&res=jpz, jurnal pelita zaman vol. 13 no. 1 tahun 1998. http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2011/12/27/kapitalisme-indonesia-dan-abc-marxisme/ Kapitalisme Indonesia dan ABC Marxisme http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme Bertens, Kees. Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta, Kanisius, 2000.