Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam sejarah pendidikan Islam, sejarah perkembangan madrasah akan selalu menjadi kajian yang menarik untuk terus dianalisis secara kritis. Kajian ini menjadi sangat urgen karena dinilai akan dapat menempatkan madrasah dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam dan intelektual muslim secara lebih obyektif dan komprehensif. Dinilai sangat urgen karena setiap fase perkembangan madrasah selalu ada upaya-upaya perbaikan, inovasi, dan problematika yang berbeda-beda. Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia pula tentunya telah kita kenal bahwa ada tiga jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia antara lain pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi Islam.1 Di masing-masing lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki sejarah tersendiri. Madrasah adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia di samping masjid dan pesantren. Madrasah pernah berkembang pada abad ke-11 dan atau periode pertengahan sejarah Islam khususnya di wilayah Bagdad seperti Madrasah Nidzamiyah. Namun kehadiran madrasah di Indonesia terjadi pada awal abad ke-20. Zainuddin Labay nampaknya tercatat sebagai tokoh pertama yang pada tanggal 10 Oktober 1915 mendirikan

Mansur dan Mahmud Djunaedi, Rekonstruksi Sejaran Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2005), Hlm. 95

2 lembaga pendidikan Islam yakni Madrasah di Padang Panjang Sumatera.2 Pada tahun yang sama di Jawa Tengah pun telah berdiri Madrasah yang bernama Madrasah Muawanatul Muslimin Kenepan (M3K) tepatnya di Kudus pada tanggal 7 Juli 1915. Madrasah itu setingkat Madrasah Ibtidaiyah dengan masa studi 8 tahun terdiri dari kelas 9, kelas 1A, 1B, kemudia kelas 2 sampai dengan kelas 6. Mata pelajarannya terdiri dari pelajaran agama dan pengetahuan umum.3 Madrasah memiliki sejarah perjalanan yang cukup panjang. Sejak berdirinya madrasah hingga saat ini banyak sekali gebrakan-gebrakan yang mentranformasikan lembaga pendidikan Islam menuju lembaga pendidikan yang berkualitas yang dipelopori oleh para pembaharu muslim. Kesadaran akan masih rendahnya pendidikan Islam di Indonesia pada tahun awal perkembangan madrasah masih dirasakan oleh para praktisi pendidikan termasuk para tokoh pendidikan Islam. Kebijakan politik penjajahan yang sangat tidak menguntungkan umat Islam pada masa kolonial memicu beberapa lembaga keagamaan Islam mengisolir diri dari intervensi dunia luar dengan tetap mengajarkan pelajaran agama. Namun sekelompok tokoh pendidikan Islam melihat banyak yang menarik dari sistem sekolah Belanda, sehingga menimbulkan gagasan membuka sekolah dengan tambahan mata pelajaran agama, disamping ada pula yang tetap memfokuskan diri untuk tetap mengajarkan mata pelajaran

Ibid, Hlm. 98 Mansur dan Mahmud Djunaedy mengutip dari Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1979).
3

agama namun dengan mengadopsi sistem sekolah serta tambahan beberapa mata pelajaran umum.4 Pada waktu itu, perguruan keagamaan dalam bentuk persekolahan ada yang menggunakan nama madrasah di banyak daerah Jawa dan luar Jawa, maktab di Medan, Kulliyatul Muallimin di Sumatera Barat dan lain-lain. Beberapa perguruan keagamaan tersebut dimotori oleh kaum pesantren. Tidak seluruhnya berisi ilmu agama. Muhammadiyah misalnya, pola pendidikannya menggunakan 50 persen mata pelajaran agama dan 50 persen mata pelajaran umum.5 Upaya inilah yang oleh para tokoh pendidikan disebut sebagai upaya modernisasi pendidikan Islam.6 Menurut para pembaharu muslim, modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi bangkitnya umat Islam di masa mendatang.7 Hal ini karena modernisasi8 menurut pendapat Azyumardi adalah: Upaya mengaktualisasikan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi9 Harun Nasution berpendapat bahwa: Modernisasi atau pembaharuan mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan
Muhammad Kholid Fatoni. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional; Paradigma Baru. (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), Hlm. 61 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Humaydi Khayran Hamid, Melanjutkan Pemberdayaan Madrasah, Jurnal Madrasah, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta: No. 3 Vol. 3, 1998, Hlm. 1 8 Tema modernisasi atau pembaharuan merupakan alih bahasa dari istilah tajdid. 9 Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), Hlm. 166
4

Azra

suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.10 Gagasan awal modernisasi menurut Husni Rahim (2005), setidaknya ditandai oleh dua kecenderungan organisasi-organisasi Islam dalam

mewujudkanya yaitu: Pertama, mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan Belanda yang hampi menyeluruh. Usaha-usaha ini melahirkan sekolahsekolah umum model Belanda yang tetap diberi muatan tambahan pengajaran agama Islam. Kedua, munculnya madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substransi dan metodologi pendidikan modern Belanda, namun tetap menggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan Islam sebagai basis utamanya.11 Kedua bentuk usaha ini terus berlanjut, hingga lahirlah yang kita kenal dengan istilah Madrasah.12 Pasang surutnya nasib dan eksistensi madrasah berjalan dengan tidak adanya perhatian pada tahun 1954. Ditambah lagi dengan Kepres No. 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974. Banyak reaksi keras bermunculan dari kalangan umat Islam terhadap pemerintah membuat pemerintah menyadari untuk tetap melakukan

pembinaan terhadap pendidikan madrasah. Dalam mengatasi kecemasan dan kekawatiran umat Islam, maka tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan SKB Tiga Menteri yang merupakan model

10 Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Cet. VIII. Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Hlm. 11 11 Muhammad Kholid Fatoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional; Paradigma Baru. (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005), Hlm. 61 12 Ibid. Hlm 62. Pada tanggal 27 Desember 1945, sebagai tindak lanjut tersebut keluarlah Maklumat BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) yang isinya anjuran agar masjid, surau, dan madrasah berjalan terus dan ditingkatkan dalam pembelajarannya

solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlajutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif. Dalam SKB tersebut diakui ada tiga tingkatan madrasah, yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), yang ijazahnya diakui sama dengan SD, SMP, dan SMA. Kemudian lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih tinggi, serta siswanya dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.13 Pada awal 1990-an marak berdiri sekolah-sekolah unggulan, yang kebetulan berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) yang sekarang berubah menjadi Depdiknas. Latar belakang pendiriannya antara lain untuk mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Menyadari bahwa sekolah-sekolah yang berada di naungannya selama ini belum memperlihatkan hasil yang maksimal, Depag tampaknya mengambil peran penting pendidikan sekolah unggulan tadi untuk dicangkokkan ke beberapa madrasah. Sebagai hasilnya adalah MI Model, MTs Model dan MA Model yang lahir pada tahun 1993.14 Hingga pembaharuan saat atau ini madrasah Tsanawiyah Model ini masih eksis, usaha

modernisasi

kelembagaan

merupakan

memberdayakan masyarakat karena dengan pemberdayaan madrasah secara tidak langsung menunjang perbaikan mutu pendidikan secara nasional.

Ibid. Hal. 63-64 Humaydi Khayran Hamid, Melanjutkan Pemberdayaan Madrasah, Jurnal Madrasah, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta. No. 3 Vol. 3, 1998. Hlm. 1
14

13

Sailful Umam (2002) Pimpinan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depertemen Agama (Depag) di Jakarta selasa (29/10) dalam seminar Signifikansi Pemberdayaan Madrasah dalam Bingkai Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional menyampaikan bahwa, Pada tahun 2002 jumlah siswa madrasah mencapai hampir 20 persen dari total populasi siswa dari tingkat pendidikan dasar dan menengah. Upaya pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional akan semakin mudah jika madrasah aktif dilibatkan.15 Pembicaraan lain seminar yang diselenggarakan oleh Indonesian Institute for Society Empowerment (Insep) tersebut bekerja sama dengan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar Dirjen Kelembagaan Pendidikan Islam Depag itu adalah Anah Suhaenah Suparno (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta), Khairan (Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Model Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan), Abdul Aziz (Direktur Madrasah Pendidikan Agama Islam, Depag) dan Bambang Pranowo (Direktur Insep).16 Dalam seminar tersebut, Saiful Umam menambahkan bahwa: Pemberdayaan madrasah akan mendukung penuntasan wajib belajar Sembilan tahun yang menjadi program nasional. Karena itu, kualitas madrasah Ibtidaiyah (MI) dan MTs perlu disejajarkan dengan sekolah Binaan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).17 Khairan, Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Model Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, menambahkan bahwa secara finansial

15 Chairul Fuad Yusuf, dkk. Ed, Isu-isu Sekitar Madrasah, (Jakarta: Puslitbang, 2006), Hlm. 13 Baca pula; Pemberdayaan Madrasah demi Mutu Pendidikan. Kompas. 30 Oktober 2002 16 Ibid. 17 Ibid.

madrasah menghadapi kesulitan lebih besar dibanding sekolah umum untuk menghasilkan mutu pendidikan yang baik. Pasalnya, sebagian besar orang madrasah berasal dari golongan menengah ke bawah. Kalaupun ada masyarakat dari golongan menengah atas, jumlahnya tidak cukup signifikan untuk pembiayaan madrasah. Padahal, institusi pendidikan yang tidak bermutu akan ditinggalkan dan mati dengan sendirinya18 Karena itu, madrasah membutuhkan intervensi (campur tangan) negara seperti program peningkatan mutu pendidikan dasar. Selain itu, madrasah juga harus bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah, madrasah lain, Depdiknas, dan perguruan tinggi agama di sekitarnya. Ia juga menambahkan bahwa selama ini, ada kecenderungan madrasah berjalan sendiri dengan kemampuan seadanya, dengan kondisi wala yahya wala yamutu atau segan hidup matipun tak mau. Sedangkan Anah Suhaenah Suparno, (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta) melihat aspek krusial (paling penting) di madrasah adalah guru dan tenaga kependidikannya. Selain itu, kepemimpinan kepala madrasah juga penting dalam proses pemberdayaan madrasah. 19 Dasar pemikiran tersebut, akhirnya peneliti tertarik untuk meneliti Upaya Pengembangan Madrasah Model Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di MTsN Model Bangkalan. Pada penelitian ini akan diperoleh gambaran tentang upaya pengembangan yang dilakukan di lingkungan madrasah model di Kabupaten Bangkalan. Sebab selama ini, mayoritas civitas akademika belum mengetahui secara mendetail mengenai peran dan tugas

18 19

Ibid. Ibid.

Madrasah Model dalam lingkungan pendidikannya, sehingga dikhawatirkan istilah model tersebut hanya sekedar istilah tanpa me ngerti dan paham akan substansinya.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Upaya dan strategi apa saja yang dilakukan pimpinan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan? 2. Upaya apa saja yang dilakukan oleh guru-guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN Model Bangkalan? 3. Problematika apa saja yang dihadapi dalam pengembangan Madrasah Model di MTsN Model Bangkalan? 4. Bagaimana alternatif pemecahan masalah yang ditemukan dalam peningkatan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan?

C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk mendeskripsikan upaya dan strategi yang dilakukan pimpinan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan. 2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh guru-guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan.

3. Untuk mengetahui problematika apa saja yang dihadapi dalam pengembangan Madrasah Model di MTsN Model Bangkalan. 4. Untuk mengetahui alternatif pemecahan masalah yang ditemukan dalam peningkatan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan.

D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Lembaga Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan secara teoritis dan praktis melalui para ahli manajemen pendidikan dengan adoption dan development madrasah unggulan sehingga dapat terus meningkatkan mutu pendidikannya. 2. Ilmu Pengetahuan Memberikan sumbangsih dengan menambah khasanah ilmu pengetahuan kondisi dan pengembangan pendidikan di lingkungan madrasah model, serta berbagai gambaran problematika pendidikan yang ada di lingkungan Madrasah Model. 3. Peneliti Menambah wawasan dan keilmuwan khususnya dalam mengembangkan, mengelola, mendidik siswa, dan meningkatkan mutu pendidikan madrasah di masa yang akan datang dan menjadikannya sebagai wadah pengembangan pribadi muslim yang ideal.

10

E. Ruang Lingkup Penelitian Agar data penelitian diperoleh dengan baik dan komprehensif namun tetap fokus, ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada upaya-upaya, program kerja, agenda kegiatan, yang berhubungan dengan mutu pendidikan yaitu mutu masukan (input), mutu proses, mutu hasil (output), dan mutu administratif yang berkaitan dengan pembelajaran, pemanafaatan sarana dan prasarana, sistem seleksi siswa dan humas.

F. Definisi Operasional 1. Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja baik itu berupa barang atau jasa dalam sebuah pendidikan. 2. Mutu masukan yaitu derajat keunggulan suatu madrasah yang ditinjau dari sumberdaya manusia yang baik, kelengkapan masukan material yang baik, kriteria masukan yang baik yang berupa perangkat lunak yang baik, dan harapan kebutuhan yang baik. 3. Mutu proses yaitu derajat keunggulan suatu madrasah yang diukur dari kondisi pembelajaran yang baik dimana ia memiliki kemampuan sumber daya sekolah mentranformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik yang diindikasikan oleh derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan jasa layanan. 4. Mutu hasil yaitu derajat keunggulan suatu madrasah yang diukur dari kemampuan melahirkan keunggulan akademik dan non akademik

11

(ektrakurikuler) pada perserta didik yang dinyatakan lulus untuk suatu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. 5. Mutu Administratif yaitu derajat keunggulan suatu madrasah yang diukur dari administrasinya yang tertib, dengan mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertikal maupun horizontal.

G. Sistematika Penulisan Laporan dan Pembahasan Adapun sistematika dalam pembahasan ini terbagi kedalam 6 bab dimana masing-masing bab menguraikan masalah-masalah yang berbeda. Bab I, merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan laporan dan pembahasan. Bab II, merupakan kajian teori yang meliputi definisi dan persepsi madrasah model, sejarah madrasah model, tugas dan fungsi MTs model, desain operasional madrasah model, desain pengembangan madrasah model, dan mutu pendidikan. Bab III, merupakan metode penelitian, yang mencakup jenis penelitian, lokasi penelitian, kehadiran peneliti, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan data, langkah-langkah penelitian. Bab IV, merupakan hasil penelitian yang memuat uraian tentang data dan temuan yang diperoleh di lapangan dimana meliputi latar belakang obyek dan paparan atau temuan penelitian

12

Bab V, merupakan pembahasan hasil penelitian, yang berisi upaya menjawab masalah penelitian atau menunjukkan tujuan penelitian dicapai, tafsiran temuan-temuan penelitian, pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dan pengkodifikasian teori yang ada serta penjelasan implikasi-implikasi hasil penelitian termasuk katerbatasan temuan penelitian, dimana mencakup tentang: upaya yang dilakukan oleh pimpinan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di madrasahnya yakni di MTsN Model Bangkalan, upaya yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan, problematika yang ditemui oleh pimpinan dan guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan, dan alternatif pemecahan masalah yang dilakukan oleh pihak pimpinan madrasah, dan guru yang berkaitan dengan mutu pendidikan di MTsN Model Bangkalan. Bab VI, merupakan penutup, meliputi kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan dengan tetap merujuk pada rumusan masalah. Penulisan daftar pustaka yakni referensi yang digunakan oleh penulis baik itu berasal dari buku, media massa, maupun internet. Pengaturan lampiran-lampiran yakni dokumen yang berkaitan dengan penelitian, baik itu arsip dari madrasah maupun dokumentasi serta lampiranlampiran penting lainnya yang mendukung penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai