Laporan Golongan Darah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM UJI GOLONGAN DARAH

Nama NIM

: Antony Halim : I1011131029

Kelompok : D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Darah merupakan suatu cairan tubuh yang sangat vital bagi manusia yang terdapat di dalam pembuluh darah. Darah memiliki berbagai macam fungsi, antara lain sebagai alat transportasi, yaitu mengambil oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru, mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh, dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, dan menyebarkan panas ke seluruh tubuh (Saifuddin, 2006). Setiap orang memiliki golongan darah yang berbeda-beda. Golongan darah merupakan suatu ciri khusus darah dari suatu individu dikarenakan adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007). Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan A-B-O dan Rhesus (faktor Rh). Golongan darah A-B-O merupakan sistem penggolongan darah yang berdasarkan adanya dua antigen yaitu A dan B. Sistem penggolongan darah ini ditemukan oleh Karl Landsteiner, seorang peneliti berkebangsaan Austria pada tahun 1900. Darah seseorang dapat bertipe A (dengan hanya memiliki antigen A), bertipe B (dengan hanya memiliki antigen B), bertipe AB (dengan memiliki kedua antigen, A dan B) atau bertipe O (tanpa antigen). Setiap golongan darah seseorang baik A, B, AB, atau O menunjukkan bahwa antigen selalu hadir pada permukaan sel darah merah, yang merupakan produk dari gen (pada kromosom nomor 9) yang mengkode antigen tersebut (Stuart, 2011).

Golongan darah sistem Rhesus dinamakan demikian dikarenakan antigen Rh, yang disebut faktor Rh pertama kali ditemukan pada darah monyet Rhesus. Diperlukan alel dari 3 gen untuk dapat mengkode antigen Rh tersebut. Seseorang yang sel darah merahnya mengandung antigen Rh ditunjukkan dengan Rh-positif, sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh ditunjukkan dengan Rh-negatif (Tortora and Derrickson, 2012). Menurut NHS Blood and Transplant, sebanyak 85% populasi di dunia memiliki Rh-positif, dan sebanyak 15% memiliki Rh-negatif. Sementara itu, American Red Cross mencatat bahwa Rh-positif dimiliki oleh hampir seluruh populasi di Asia, dan <2% saja yang memiliki Rh-negatif. Golongan darah perlu diketahui oleh setiap orang agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan transfusi darah. Apabila transfusi darah yang dilakukan tidak cocok, sel-sel merah akan beraglutinasi (menggumpal) sebagai akibat dari interaksi antigen golongan darah dengan antibodi yang tidak sesuai. Ini merusak sel darah merah, yang dapat menyebabkan hemolisis pada darah. Reaksi transfusi semacam ini parah ketika plasma darah resipien mengandung antibodi terhadap sel darah merah dari donor. Untuk menghindari reaksi seperti itu, golongan darah yang tepat dari donor dan penerima harus ditentukan sebelum transfusi apapun dan cocok secara serologis. Untuk ini, beberapa tetes darah dari masing-masing donor dan resipien akan dicampur dengan sera yang masing-masing mengandung antibodi terhadap antigen A (anti-A) dan antigen B (anti-B) (Faller and Schuenke, 2004). Tidak hanya golongan darah ABO yang perlu diperhatikan dalam transfusi darah, namun rhesusnya juga harus cocok agar tidak terjadi

aglutinasi/penggumpalan. Berbeda dengan antibodi ABO, antibodi Rh tidak terjadi secara alami, namun terbentuk hanya ketika darah dari donor Rh-positif ditransfusikan ke resipien dengan Rh-negatif. Dalam kasus seperti penerima menjadi peka terhadap antigen Rh sehingga mereka akan membentuk antibodi terhadap eritrosit Rh-positif. Selanjutnya, selama transfusi kedua, sejumlah

besar antibodi akan terbentuk dengan cepat, dan ini dapat segera mengaglutinasi eritrosit dari donor Rh-positif (Faller and Schuenke, 2004).

1.2 Tujuan Untuk mempelajari dan memahami sistem penggolongan darah ABO dan rhesus berdasarkan ada tidaknya reaksi aglutinasi pada darah

1.3 Manfaat Adapun manfaat dari praktikum yang dilakukan, antara lain: Mahasiswa dapat mengetahui teknik pengujian golongan darah Mahasiswa dapat mengetahui golongan darah dan rhesus yang dimilikinya Mahasiswa dapat memahami cara pengelompokan golongan darah yang benar Mahasiswa dapat menentukan apakah suatu transfusi darah dapat dilakukan atau tidak

BAB II METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat - Autoclix - Pipet tetes 2.1.2 Bahan - Kartu golongan darah - Tusuk gigi - Lancet - Reagen golongan darah anti-A - Reagen golongan darah anti-B - Reagen golongan darah anti-AB - Reagen golongan darah anti-D/anti-Rh - Tissue - Kapas alkohol 70% (alcohol swab)

2.2 Cara Kerja Pertama-tama, isilah identitas diri pada kartu golongan darah yang telah disediakan. Kemudian, masukkan lancet dengan hati-hati pada autoclix yang telah disiapkan. Selanjutnya, usapkan kapas alkohol 70% ke daerah jari yang akan ditusuk, lalu diurut ke atas sampai memerah. Setelah diberi alkohol, tusukkan autoclix yang telah diatur kedalamannya ke ujung jari tersebut hingga mengeluarkan darah. Tetesi darah tersebut segera pada kartu golongan darah sebanyak 4 tetes, masing-masing setetes pada kotak yang telah tersedia pada kartu kemudian hentikan perdarahannya menggunakan tissue kering.

Langkah selanjutnya, teteskan reagen golongan darah anti-A, anti-B, anti-AB dan anti-D/anti-rhesus berurutan pada darah di kotak pertama hingga keempat menggunakan pipet tetes. Ratakan dengan tusuk gigi sehingga darah pun bercampur dengan reagen yang telah diteteskan. Setelah merata, diamkan selama beberapa saat, lalu lihat reaksi penggumpalan/aglutinasi yang terjadi. Terakhir, analisa dan tentukanlah golongan darah dan rhesus masing-masing. Tuliskan pada kartu golongan darah tersebut.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Gol. Darah : O Rhesus :+

3.2 Pembahasan Antigen yang terdapat pada sel-sel lain jauh lebih bervariasi daripada antigen yang terdapat pada sel darah merah. Namun antigen pada sel darah merah sangatlah penting secara klinis karena tipenya harus cocok antara donor dan resipien. Ada beberapa pengelompokan sel darah merah, namun kelompok yang utama dikenal sebagai sistem ABO. Seseorang dapat bergolongan darah A apabila hanya memiliki antigen A, yang hanya memiliki antigen B bergolongan darah B, yang memiliki antigen A dan B bergolongan darah AB, dan seseorang yang bergolongan darah O tidak memiliki antigen

sama sekali. Sistem kekebalan tubuh menunjukkan toleransi terhadap antigen sel darah merahnya sendiri. Misalnya seseorang yang bergolongan darah A, tidak menghasilkan antibodi anti-A melainkan antibodi anti-B. Begitu pula sebaliknya, orang yang bergolongan darah B menghasilkan antibodi anti-A. Kemudian seseorang yang bergolongan darah AB mengembangkan toleransi terhadap kedua antigen tersebut, sehingga tidak menghasilkan antibodi anti-A maupun anti-B. Sedangkan yang bergolongan darah O memiliki kedua antibodi, baik anti-A maupun anti-B dalam plasma mereka (Stuart, 2011). Kelompok lain dari antigen yang ditemukan pada sel darah merah kebanyakan orang adalah faktor Rh. Ada beberapa jenis antigen yang berbeda dalam kelompok ini, namun ada satu yang diyakini karena memenuhi signifikansi medis. Antigen Rh ini disebut D. Jika antigen ini hadir pada sel darah merah seseorang, orang tersebut adalah Rh-positif. Namun jika tidak ditemukan antigen tersebut, orang tersebut adalah Rh-negatif. Kondisi Rhpositif jauh lebih umum ditemukan, misalnya pada populasi Kaukasia dengan frekuensi 85% (Stuart, 2011). Faktor Rh sangatlah penting terutama ketika seorang ibu dengan Rh-negatif melahirkan bayi dengan Rh-positif. Darah pada janin dan ibu secara normal dipisahkan oleh plasenta sehingga ibu Rhnegatif biasanya tidak terkena antigen Rh bayi selama kehamilan. Namun pada saat melahirkan, sistem kekebalan ibu mungkin akan menjadi peka dan menghasilkan antibodi terhadap antigen Rh-positif tersebut. Akibatnya, antibodi tersebut bisa menyeberangi plasenta pada kehamilan berikutnya dan menyebabkan hemolisis pada sel-sel darah merah janin dengan Rh-positif sehingga bayi akan lahir dengan kondisi yang disebut erythroblastosis fetalis yang mengancam kehidupan bayi tersebut (Stuart, 2011). Berdasarkan praktikum penentuan golongan darah yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang tepat, didapatkan hasil berupa gambar kartu golongan darah di atas. Terlihat bahwa sampel darah yang ditetesi oleh reagen anti-A tidak menunjukkan adanya reaksi aglutinasi/penggumpalan. Hal yang sama pula terjadi pada darah yang ditetesi dengan reagen anti-B dan anti-AB, yang mana tidak tampak terjadinya reaksi aglutinasi. Dari ketiga

perlakuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa golongan darah yang telah diuji merupakan golongan darah O. Hal ini dikarenakan golongan darah O merupakan golongan darah yang tidak memiliki aglutinogen/antigen dan memiliki kedua aglutinin/antibodi, anti-A dan anti-B. Akibatnya, apabila seseorang dengan golongan darah O ditetesi reagen anti-A, anti-B maupun anti-B tidak akan terjadi reaksi aglutinasi/menggumpal karena golongan darah O sendiri akan cocok dengan semua jenis aglutinin, baik anti-A maupun anti-B. Penggumpalan hanya akan terjadi apabila suatu antigen bertemu dengan antibodi yang bukan pasangannya. Apabila ditelusuri dari silsilah keluarga, kedua orangtuanya yang telah diuji golongan darah sebelumnya diketahui bergolongan darah O. Oleh karena itulah, hasil dari perkawinan akan pasti menghasilkan keturunan yang semuanya bergolongan darah O tanpa adanya kemungkinan anak yang memiliki golongan darah yang lain, baik A, B maupun AB. Hal ini dikarenakan golongan darah O yang bergenotipe IOIO hanya memiliki gen maupun alel IO saja sehingga berdasarkan prinsip hukum Mendel yang berlaku pada tiap pewarisan sifat, kedua orangtua IOIO hanya akan menghasilkan keturunan yang semuanya bergenotipe IOIO pula, dengan demikian bergolongan darah O. Selanjutnya, ditinjau dari penggolongan darah melalui sistem Rhesus, hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sampel darah tersebut Rh-positif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya aglutinasi/penggumpalan yang terjadi setelah darah ditetesi dengan reagen anti-D/anti-rhesus. Penggumpalan tersebut dapat terjadi dikarenakan dalam darah tersebut terdapat faktor-Rh, yaitu suatu antigen D yang ditemukan dalam sel darah merahnya sehingga apabila ditetesi dengan anti-Rhesus akan menimbulkan suatu reaksi yang sama seperti halnya antigen yang ditetesi dengan antibodi yang tidak cocok, yaitu aglutinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Faller, Adolf & Schuenke, Michael. The Human Body: An Introduction to Structure and Function. New York: Thieme, 2004. Print. Fitri. (2007). Manfaat Mengetahui Golongan Darah. 23 Februari 2014. Dibaca pada http://www.wikimu.com Fox, Stuart Ira. Human Physiology 12th edition. New York: McGraw Hill, 2011. Print. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Tortora, Gerrard J. & Derrickson, Bryan. Principles of Anatomy and Physiology 13th edition. USA : John Wiley & Sons, Inc, 2012. Print. www.redcrossblood.org/info/blood-types

Anda mungkin juga menyukai