Lapsus Manda Rita-Trauma Kimia Mata
Lapsus Manda Rita-Trauma Kimia Mata
Lapsus Manda Rita-Trauma Kimia Mata
LAPORAN KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. DW
Umur
: 57 tahun
Alamat
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Montir Bengkel
Pendidikan
: SMK
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Sunda
1.2. Anamnesa
A. Keluhan Utama:
Mata kiri merah sejak 20 jam SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik RSUP Persahabatan dengan keluhan mata kiri merah setelah
terkena cipratan thinner sejak 20 jam sebelum masuk RS. Pasien terkena cairan dempul
pada saat pasien akan membuka kaleng thinner tersebut, namun secara tiba-tiba cairan di
dalam kaleng menyemprot dan mengenai mata kiri pasien, seketika itu mata terasa perih,
terasa panas seperti terbakar, menjadi merah, dan pandangan kabur. Pasien juga merasa
ada yang mengganjal pada mata kirinya dan mata menjadi berair terus menerus. Saat
kejadian pasien tidak menggunakan kacamata, dan setelah kejadian itu pasien segera
menyirami mata kirinya dengan air mineral sebanyak 2 botol besar (3 liter). Setelah itu
pasien segera pergi ke RS Ananda.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami trauma mata seperti ini sebelumnya.
Gangguan penglihatan (kabur) sebelumnya juga tidak pernah dialami oleh pasien.
1
: 120/70 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
RR:
: 22 x/menit
Suhu
: afebris
Status Oftalmologi
OS
6/7,5
Visus
6/15
Tenang
Palpebra
Tenang
Tenang
Konjungtiva
Tenang
Sklera
Jernih
Kornea
Jernih
Dalam
BMD
Dalam
Bentuk bulat,
warna cokelat
Iris
Pupil
Jernih
Lensa
Jernih
Normal/palpasi
TIO
Normal/palpasi
Funduskopi
Irigasi
Cendo LFX 6x OS
Cendo Eyefresh setiap 1 jam
Edukasi pasien:
o Mengenai penyakit dan komplikasinya
3
o Selalu menggunakan alat pelindung saat bekerja supaya kejadian seperti ini tidak
terulang kembali
o Kontrol kembali ke poliklinik mata.
1.10. Prognosis
Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.3
2. Uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang
potensial dimasuki darah apabila terjadi trauma yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, corpus siliar dan koroid. Corpus siliar yang terletak
dibelakang iris menghasilkan humor aqueous.3
3. Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang
terletak paling dalam dan berbatas dengan koroid. Retina terdiri atas 10 lapisan (dari
dalam keluar): (1) membran limitans interna; (2) lapisan serat saraf yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju N II; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan
pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel
bipolar; (5) lapisan nukleus dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal; (6)
lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal
dengan fotoreseptor; (7) lapisan nukleus luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans
eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; (10) epitel
pigmen retina.1
Kornea atau dalam bahasa latin disebut cornum yang berarti seperti tanduk adalah
jaringan transparan pada mata yang tembus cahaya. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya. Dari anterior ke posterior, kornea
terdiri atas 5 lapisan: lapisan epitel (berbatasan langsung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Sumber nutrisi kornea
adalah pembuluh darah limbus, humor aqueous dan air mata.1,3
2.1 Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur
bola mata tersebut.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan penglihatan. 5
2.2 Etiologi
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7
yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma
dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat
kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan
peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga.
Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena
trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3
Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida,
zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan
baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab
tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah
pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tinner, lem, cairan pembersih dalam rumah
tangga, soda kuat.6,9
2.3 Patofisiologi
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma
pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma
yang diakibatkan oleh zat kimia basa.5
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk
insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi
ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.
Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan
gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan
terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan
hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya
mirip dengan trauma basa.7
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam
dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8
Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, dimana dapat secara cepat
untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma
basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila
dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan.
8
Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa
bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel
diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi
gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik
mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan
berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini
memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
2.4 Mekanisme perjalanan penyakit
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal
sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
Kornea
Konjungtiva
Prognosis
Erosi kornea
Iskemia (-)
Baik
Keruh, detail iris Iskemia<1/3limbus Baik
jelas
Iskemia 1/3 1/2 Kurang baik
Kerusakan epitel
limbus
total,stroma
keruh, detail iris
10
IV
kabur .
Keruh/putih,detail
Iskemia>1/2limbus Jelek
Gambar 4 Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 410
11
2.6 Diagnosa
Diagnosa pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.
2.6.1. Gejala Klinis
Visus menurun
Kelopak mata bengkak , kadang ada luka bakar
Konjungtiva hiperemia , kemosis , karena bahan kimia basa bisa terjadi
iskemia dan nekrosis konjungtiva dan sklera tergantung berat ringannya
keadaan .
Kornea edema , tes fluoresin (+) / erosi sampai kekeruhan kornea yang hebat .
2.6.2 Anamnesa
Pada anamnesa sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu
diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya
tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya
trauma tersebut.6,12
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera
terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara
tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma.
Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.8
2.6.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat
kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan
kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan
dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea,
12
okular
adalah
memperbaiki
penglihatan,
mencegah
terjadinya
infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10
13
1. Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus
dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan
untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3).
Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml
dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,
larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik.
2. Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang
terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya
perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3. Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat
terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial
tear (air mata buatan).
14
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi,
membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
1. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED
dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
2. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin
barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon
inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya
untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan10
1. Segera. Pembedahan yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
15
Pengembangan
kapsul
Tenon
dan
penjahitan
limbus
bertujuan
untuk
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
3.9 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:10
1. Simblefaron, yaitu gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatika
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi
16
Gambar 9 Simblefaron
2.10 Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8
Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8
17
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien mengalami mata kanan merah, buram yang disertai rasa nyeri, rasa mengganjal
dikarenakan trauma kimia yang bersifat basa (cairan Thinner). Thinner
adalah
senyawa
berbentuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar, digunakan sebagai bahan
tambahan pada proses pencampuran cat yang berfungsi melarutkan atau mengencerkan cat sesuai
dengan kebutuhan. Thinner dikenal juga sebagai metil isobutyl keton. Resin polimer yang
umumnya digunakan dan yang mudah larut dalam thinner adalah poliakrilik yang bersifat basa.
Mata merah pada pasien disebabkan karena iritasi akibat bahan kimia basa. Penurunan
tajam penglihatan dapat terjadi kemungkinan akibat adanya kerusakan epitel kormea. Pada kasus
ini, dari pemeriksaan kornea dengan menggunakan senter didapatkan kornea yang jernih. Untuk
lebih memastikan adanya kerusakan epitel kornea sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang
fluoresein.
Mata pasien nampak hiperemis, hal tersebut menandakan belum terjadinya iskemia di
pembuluh darah konjungtiva. Dari pemeriksaan ditemukan injeksi konjungtiva akibat terdapat
inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang tampak sebagai injeksi
konjungtiva. Rasa pedih dan panas seperti terbakar, serta air mata yang keluar terus menerus
pada pasien diakibatkan oleh rangsangan pada ujung-ujung saraf pada kornea dan konjungtiva.
Pandangan yang kabur pada pasien ini dapat diakibatkan karena peningkatan lakrimasi dan dapat
dicurigai adanya defek epitel kornea. Berdasarkan kriteria Hughes, yakni derajat kerusakan stem
sel limbus karena trauma kimia kasus ini digolongkan ke dalam derajat I, yaitu telah terjadi
iskemia limbus yang minimal atau tidak ada.
Tujuan pasien melakukan pengaliran air (irigasi) pada mata yang terkena bahan kimia
tersebut adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang dilberikan
sebaiknya dilakukan selama 60 menit. Antibiotik yang terdapat di dalam kandungan Cendo LFX
berguna untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE, 2000. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries diunduh pada tanggal
9 Desember 2014. http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye /
3. Ilyas, Sidarta, 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable, 2005. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington.
5. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. 2009. eMedicine Journal.
6. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh
tanggal 9 Desember 2014.http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
7. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 9 Desember
2014 http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
8. Gerhard K. Lang, 2006. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York.
9. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn. Diunduh pada 9 Desember 2014.
http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm
10. Kanski, JJ. Chemical Injuries, 2000. Clinical Opthalmology. Edisi keenam. Philadelphia:
Elseiver Limited.
11. Freitag, W., Stoye, D., 1998, Paints, Coatings and Solvents, 2nd Ed, Federal Republic of
Germany.
20