Pengujian Mutu Bungkil Kedelai
Pengujian Mutu Bungkil Kedelai
Pengujian Mutu Bungkil Kedelai
A. ACARA
Praktikum pengujian mutu bungkil kedelai, dengan parameter uji kadar
air, kadar protein, serat kasar, kadar abu dan lemak.
B. PRINSIP
1. Kadar air
Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC dianggap sebagai kadar air
yang terdapat dalam sampel.
2. Kadar Protein
Senyawa Nitrogen diubah menjadi senyawa Amonium Sulfat oleh H2SO4
pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang
dibebaskan diikat dengan Asam Borat (H3BO3) dan kemudian dititar dengan
larutan asam standar.
3. Serat kasar
Ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahakan serat
kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.
4. Kadar abu
Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2,
tetapi bahan anorganik tidak.
5. Lemak
Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisa
dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.
C. TUJUAN
mengetahui tingkat mutu dari bungkil kedelai.
D. DASAR TEORI
Pengujian Mutu
mutu suatu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai gabungan sifat-
sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk dan jasa dan dapat
membedakan setiap satuan produk dan jasa serta mempengaruhi secara nyata
penentuan derajat penerimaan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.
Menurut pengertian harfiahnya, pengujian bertujuan untuk menguraikan
suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi
kesatuan tersebut. Dalam memilih prosedur yang tepat tentunya tidak lepas dari
tujuan pengujian ini.
Alat Bahan
Cawan platina Sampel bungkil kedelai
Oven
Necara analitik
Eksikator
Spatula
Alat Bahan
Destruktor Sampel bungkil kedelai
Labu Kjeldahl Asam Sulfat (H2SO4) pekat
Necara analitik Selenium (Se)
Beaker glass Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N
Pipet volume Asam borat (HBO3) 4%
Pipet ukur Indikator Phenolpthalein (PP) 1%
Pipet tetes Standardisasi NaOH dengan Asam
Destilator Oksalat (H2C2O4)
Buret
Erlenmeyer
3. Serat kasar
Alat Bahan
Neraca Analitik Sampel bungkil kedelai
Oven H2SO4 1,25%
Eksikator NaOH 3,25%
Spatula Ethanol 96%
Pinset Kertas saring whatman
Corong buchner No. 41
Pompa vakum
Cawan Petri/botol
timbang
Cawan porselin
Tanur
4. Kadar Abu
Alat Bahan
Cawan porselen Sampel bungkil kedelai
Tanur (Muffle)
Oven
Neraca analitik
Lampu Bunsen spirtus
Eksikator
5. Lemak
Alat Bahan
Soxhlet apparatus Sampel bungkil kedelai
Gelas piala Aquadest
Timbangan digital Asam Klorida (HCl) 25%
Hot plate N-heksan
Gelas arloji Kertas lakmus
Statif Kertas saring
Oven Paper thimble
Eksikator
Gelas ukur
Corong gelas
F. PROSEDUR
1. Kadar Air : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
2. Kadar Protein : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
3. Serat Kasar : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
4. Kadar Abu : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
5. Lemak : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992
G. DATA PENGAMATAN
a. Data Hasil Pengujian
H. PEMBAHASAN
1. Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan
atau thermogravitimetri. Dalam metode ini, sampel ditimbang dalam cawan
porselen (yang sudah diketahui bobot konstannya) sebanyak 1-2 gram,
kemudian sampel dalam cawan tersebut dimasukan kedalam oven dengan suhu
105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel tersebut didiamkan dalam 15 menit
dalam eksikator kemudian ditimbang kembali hingga mencapai bobot konstan.
Hasil pengujian dan perhitungan, kadar air bungkil kedelai adalah
15,52%. Berdasarkan persyaratan mutu bungkil kedelai dari SNI 01-4227-1996
kadar air untuk bungkil kedelai mutu I dan II adalah maksimal 12%, jika hasil
pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-4227-1996
tersebut maka sampel bungkil kedelai tersebut tidak memenuhi persyaratan baik
untuk bungkil kedelai mutu I maupun mutu II.
Hal ini dapat disebabkan karena metode pengujian kadar air yang
dipergunakan adalah metode pengeringan atau thermogravitimetri, dalam
metode ini memiliki kelemahan yaitu :
1. bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut menguap bersama
uap air misalnya alcohol, asam asetat, minyak atsiri dll.
2. dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau
zat menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau
karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.
3. sampel yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat
sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk menghindari hal-hal diatas maka sebaiknya dilakukan pengujian
kadar air dengan pemanasan menggunakan suhu rendah dan tekanan vakum,
dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih merupakan kadar air yang
sebenarnya.
2. Kadar Protein
Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode semi
mikro kjeldahl. Dalam pengujian protein dengan metode ini, protein yang
ditentukan berdasarkan pada jumlah N sehingga hasil dari penentuan protein
dengan metode semi mikro kjeldahl ini merupakan protein kasar (Crude
Protein), hal ini dikarenakan senyawa N lain selain protein seperti urea, asam
nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin ikut
terhitung.
Tahapan pengujian protein dengan menggunakan metode semi mikro
kjeldahl adalah tahapan dekstruksi, destilasi, dan terakhir titrasi. Dari hasil
pengujian dan perhitungan, maka kadar protein kasar dalam sampel bungkil
kedelai adalah 34,11%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan
persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, maka hasil
pengujian tidak memenuhi persyaratan baik untuk bungkil kedelai mutu I
maupun bungkil kedelai mutu II.
3. Serat Kasar
Pengujian serat kasar dilakukan dengan ekstraksi sampel menggunakan
asam dan basa encer sehingga dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di
dalam sampel dari bahan lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka serat kasar dalam sampel
bungkil kedelai adalah 3,32%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan
persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang
menyatakan bahwa serat kasar dalam bungkil dengan mutu I adalah 6,5% dan
mutu II adalah 9%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi
persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.
4. Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan
cara pengabuan.
Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode langsung atau metode
kering, yaitu dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi,
yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sebelum proses pengabuan
dilakukan terlebih dahulu sampel diarangkan diatas Bunsen, hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses pengabuan didalam tanur.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar abu dalam sampel
bungkil kedelai adalah 7,27%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan
persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang
menyatakan bahwa kadar abu dalam bungkil dengan mutu I adalah 7% dan mutu
II adalah 8%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi
persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu II.
5. Lemak
Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan
bagian terbesar dari kelompok lipida. Pengujian kadar lemak dalam sampel
dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut non polar
setelah sampel dihidrolisa terlebih dahulu dalam suasana asam untuk
membebaskan lemak yang terikat.
Hasil analisa dari metode ini disebut sebagai lemak kasar (crude fat), hal
ini dikarenakan pengujian lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.
Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar lemak dalam sampel
bungkil kedelai adalah 3,19%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan
persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang
menyatakan bahwa kadar lemak dalam bungkil dengan mutu I adalah 3,5% dan
mutu II adalah 5%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi
persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.
I. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian mutu untuk sampel bungkil kedelai maka dapat
diketahui bahwa sampel mengandung kadar air sebanyak 15,52%; protein
34,11%; serat kasar 3,32%; kadar abu 7,27%; dan kedar lemak 3,19%.
Hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI
01-4227-1996, maka hasilnya untuk kadar air dan kadar protein tidak memenuhi
persyaratan mutu baik mutu I maupun mutu II.
Serat kasar dan kadar lemak sampel dari hasil pengujian memenuhi
persyaratan mutu I dari SNI 01-4227-1996. Sedangkan untuk kadar abu dari
sampel memnuhi persyaratan mutu II dari SNI 01-4227-1996.
J. DAFTAR PUSTAKA
Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.
Yogyakarta : Liberty.
Winarno,F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Modul PJJ. Pengujian Mutu. VEDCA Cianjur