Pendekatan Dan Metodologi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 101

BAB V

PENDEKATAN DAN METODOLOGI


5.1

Umum
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka

sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara
sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran effisiensi biaya ,mutu dan waktu
kerja. Maksud pendekatan teknis disini diantaranya adalah membuat pendekatan
rencana pelaksanaan pekerjaan, analisis kebutuhan personil dan tenaga ahli serta
analisis kebutuhan peralatan berikut fasilitas-fasilitas lainnya.
Adapun yang menjadi kendala pada saat ini adalah Melihat kondisi terminal
Parit Tiga yang ada saat ini, pemerintah Kabupaten Bangka Barat merasa sudah
saatnya untuk merevitalisasi dan melakukan modernisasi dengan melaksanakan
kegiatan berupa Study dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga. Mengingat keberadaan
terminal tersebut sangat vital dan penting bagi masyarakat dan pembangunan
Terminal Tipe C Parit Tiga di wilayah Kabupaten Bangka Barat, maka perlu segera
dilaksanakan

penyusunan

studi

tersebut

diatas

dalam

upaya

percepatan

pembangunan terminal tersebut. Program penanganan permasalahan tersebut


haruslah merupakan suatu rencana yang bersifat menyeluruh dalam kerangka
perencanaan pembangunan terminal tipe c, yang didasarkan pada analisis
kelayakan teknis, ekonomi dan lingkungan, serta pengembangan wilayah yang
bersesuaian dengan sistem jaringan jalan di wilayah tersebut.
Konsultan harus melakukan semua analisis teknik, sosial-ekonomi, dan
lingkungan serta pekerjaan lain yang diperlukan sehubungan dengan studi ini.
Rekomendasi studi ini adalah untuk suatu rencana penanganan/pembangunan yang
disertai dengan strategi pelaksanaan dan konsep desain yang paling sesuai dari
segi teknis, ekonomi dan lingkungan. Pekerjaan Studi dan DED Terminal Tipe C Parit
Tiga ini adalah merupakan bagian dari proses perencanaan, dimana proses ini dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 5.1 Proses Perencanaan

Proses perencanaan adalah merupakan suatu proses yang tidak pernah


berhenti (cycle). Gambar di atas memperlihatkan beberapa komponen penting yang
saling berhubungan dalam perencanaan transportasi, yang biasa dikenal dengan
proses perencanaan. Tampak bahwa proses perencanaan sebenarnya merupakan
proses berdaur dan tidak pernah herhenti. Perubahan dalam suatu komponen pasti
mengakibatkan

pembahan

pacia

komponen

lainnya.

Tahap

awal

proses

perencanaan adalah perumusan atau kristalisasi sasaran, tujuan dan target,


termasuk mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang ada.
Proses selanjutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat kondisi yang
ada dan hal ini sangat diperlukan untuk mengembangkan metode kuantitatif yang
akan dipilih yang tentu harus sesuai dengan sistem yang ada. Proses peramalan
sangat

dibutuhkan untuk melihat perkiraan situasi pada masa mendatang dan

merumuskan

beberapa

alternatif

pemecahan

masalah,

termasuk

standar
2

perencanaan yang diteruskan dengan proses pemilihan alternatif terbaik untuk


diperlukan suatu metode atau teknik penilaian yang cocok dalam proses pemilihan
alternatif terbaik tersebut.
Setelah alternatif terbaik didapatkan, dilakukan proses perancangan yang
diteruskan
dilakukan

dengan
proses

proses

pelaksanaan.

pengawasan

dan

Setelah

evaluasi

proses

untuk

pelaksanaan,

melihat

apakah

perlu
tujuan

perencanaan yang telah dirumuskan pada tahap awal telah tercapai. Jika tidak,
mungkin perlu diubah rumusan tujuan dan sasaran yang ada yang secara otomatis
pasti mempengaruhi proses perencanaan berikutnya. Proses daur tersebut terus
berlangsung dan tidak pemah berhenti.
Berdasarkan uraian tugas yang terangkum dalam "Kerangka Acuan Tugas
(TOR), Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab Konsultan, diperlukan metode
pelaksanaan pekerjaan yang tepat dan efektif, agar dapat dicapai
analisis secara optimal.

suatu hasil

Untuk itu diperlukan beberapa data/laporan dan sarana

penunjang komputerisasi, agar dapat mendukung tujuan akhir studi yang akan
dicapai.
Tujuan yang hendak dicapai dengan pelaksaan pekerjaan Studi dan DED
Terminal Tipe C Parit Tiga ini adalah:
1. terlaksananya proyek pembangunan yang memenuhi persyaratan teknis
dengan perioda pelayanan yang sesuai dengan umur teknis, kapasitas
pelayanan yang sesuai dengan rencana;
2. terjaminnya kesinambungan pembangunan,

dimana

teknologi

yang

diterapkan mempertimbangkan: kandungan lokal, kemampuan keuangan dan


kelembagaan pengelola dan kemampuan sumber daya manusia yang
tersedia;
3. proyek yang akan dibangun dapat memeberikan dampak yang baik terhadap
lingkungan sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik
untuk jangka pendek maupun jangka panjang;
4. proyek yang dibangun dapat meningkatkan kondisi atau kualitas kehidupan
masyarakat

termasuk

upaya

pengurangan

kemiskinan,

mendorong

pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan pelayanan umum; dan


5. masyarakat mampu membiayai operasi dan pemeliharaan sistem yang
dibangun

secara

langsung

(seperti:

retribusi

kebersihan,

terminal

penumpang, dst) maupun tidak langsung (pajak yang dipungut dari


masyarakat digunakan untuk membangun prasarana jalan, drainase, dan
sebagainya).
Secara umum metodologi pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukan dalam
pelaksanaan pekerjaan Studi dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga ini, dibagi
menjadi 2 jenis pekerjaan yaitu:
1. Pekerjaan Study Kelayakan Lokasi terminal; dan
2. Detail Enginering Design (DED)
Maka untuk memenuhi tuntutan pekerjaan Studi dan DED Terminal Tipe C
Parit Tiga ini, maka disusun metodologi pekerjaan yang terdiri dari beberapa macam
metodologi. Metodologi pelaksanaan kegiatan meliputi setidaknya kajian aspek
sosial, ekonomi, teknis, dan lingkungan dari studi kelayakan lokasi terminal tipe c.
Aspek sosial ekonomi terkait dengan kependudukan dan pengembangan kawasan
serta yang terkena dampak proyek, sedangkan aspek teknis terkait pada kajian
pada lokasi perencanaan. Feasibility Study (studi kelayakan) didefinisikan sebagai :
1. penentuan kemungkinan yang tentang pekerjaan yang diusulkan atau
pengembangan yang akan memenuhi sasaran yang sudah ditentukan.
Sebagai

contoh,

suatu

studi

kelayakan

untuk

suatu

usulan

untuk

perencanaan terminal seharusnya:


a. menaksir kebutuhan lahan untuk perencanaan terminal tipe c
b.
c.
d.
e.
2. bagian

sesuai dengan ketentuan yang berlaku;


menaksir tingkat penyerapan untuk proyek;
mendiskusikan undang-undang dan pertimbangan lain;
peramalan arus kas; dan
meramalkan pengembalian investasi bila diproduksi (Business
Dictionary).
dari siklus

pengembangan

sistem

yang

bertujuan

untuk

menentukan apakah masuk akal untuk mengembangkan beberapa sistem.


Model studi kelayakan yang populer adalah "TELOS", mewakili Teknis,
Ekonomi, Kebijakan (Legall), Operasional, dan Jadwal (Schedule).
a. Kelayakan Teknis: apa teknologi yang ada untuk menerapkan
sistem yang diusulkan? Apakah itu suatu argumen praktis?;
b. Kelayakan Ekonomi: apakah sistem hemat biaya? Apakah manfaat
lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan?;

c. Kelayakan Kebijakan: adakah konflik antara ketentuan hukum dan


sistem yang diusulkan, contoh: Tindakan Perlindungan Data?;
d. Kelayakan Operasional: apakah praktek pekerjaan yang sekarang
dan ada prosedur cukup untuk mendukung sistem yang baru?; dan
e. Kelayakan Jadwal: dapatkah sistem dikembangkan pada waktunya?
(Webster's

New

Millennium

Dictionary

of

English,

Preview

Edition).
3. Suatu studi persiapan yang dikerjakan sebelum pekerjaan yang nyata
dari suatu proyek untuk memastikan kemungkinan sukses proyek itu. Hal
ini adalah suatu analisa dari solusi alternatif yang mungkin bagi suatu
masalah dan suatu rekomendasi atas alternatif yang terbaik. Studi
kelayakan

dapat

memutuskan

apakah

suatu

pengolahan

pesanan

dilaksanakan oleh suatu sistem baru lebih efisien dibanding yang


sebelumnya.
5.2

Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan


Secara umum aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi:

aspek hukum, sosial-ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis

dan

teknologi,

aspek

manajemen,

dan

aspek

keuangan.

Dengan

mempertimbangkan ruang lingkup wilayah kajian dan kedalaman materi, maka


metodologi pengerjaan yang digunakan merupakan metode penyusunan studi
kelayakan (feasibility study). Secara garis besar, tahapan penyusunan studi
kelayakan meliputi:
1. Kajian faktor determinan, yang terdiri dari:
a. Kebijakan
daerah
yang
berpengaruh

signifikan

terhadap

pengembangan kawasan terminal tipe c Parit Tiga; dan


b. Tinjauan rona eksisting wilayah kajian.
2. Kajian faktor internal (identifikasi karakteristik kawasan ditinjau dari
aspek daya dukung fisik lingkungan);
3. Analisis kelayakan kawasan berdasarkan indikator kelayakan (kebijakan,
spatial dan fisik alam, ekonomi, sosial, infrastruktur, kelembagaan dan
finansial);
4. Mengidentifikasi tingkat kelayakan pengembangan Kawasan terminal tipe
c Parit Tiga; dan
5. Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi bagi penyusunan DED terminal tipe
c Parit Tiga.
A. Kajian Kelayakan Kebijakan
5

Merupakan kajian terhadap dukungan dan kelayakan kebijakan dan arahan


yang pernah ada dan berpengaruh atau terkait secara langsung dengan Kawasan
terminal tipe c Parit Tiga. Termasuk dalam kebijakan yang ditelaah antara lain:
1. Kebijakan penataan ruang, seperti RTRWN, RTRW pulau, RTRW Propinsi,
RTRW Kabupaten dan RTR terkait lainya;
2. Kebijakan perwilayahan propinsi dan regional; dan
3. Kebijakan rencana pembangunan daerah, seperti RPJMD, RPJPD, Renstra
SKPD sektoral terkait.
Kajian dilakukan dengan menggunakan metodologi deskriptif analisis, artinya
tidak hanya menjabarkan fakta pengaturan yang ada, tapi juga menganalisis lebih
lanjut dan mendalam mengenai kekurangan dan kelebihan dari kebijakan-kebijakan
tersebut. Analisis Kelayakan/Dukungan kebijaksanan, yang meliputi :
a. Analisis peraturan dan rujukan baru yang berpengaruh terhadap
pengembangan Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga;
b. Analisis kebijaksanaan baru baik yang dikeluarkan

oleh

pusat,

propinsi/kabupaten (seperti RTRWP, RTRWK, Propeda Propinsi dan


Kabupaten, dll) serta kebijaksanaan sektoral yang berpengaruh terhadap
pengembangan Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga;
c. Analisis perubahan-perubahan dinamis akibat kebijaksanaan

maupun

pertumbuhan ekonomi, yang berpengaruh terhadap pengembangan


Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga;
d. Analisis paradigma baru pembangunan, karena adanya dampak dari
globalisasi

maupun

penemuan

teknologi

baru

yang

berpengaruh

terhadap perubahan kebijakan pengembangan Kawasan Terminal Tipe C


Parit Tiga;
Output dari kajian dukungan kebijakan diharapkan didapat keluaran antara
lain berupa:
1. Derajat

dukungan

dan

Kelayakan

kebijakan

terhadap

rencana

pengembangan Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga;


2. Pengaruh Kebijakan daerah dan sektoral terhadap pengembangan
Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga; dan
3. Pengaruh kebijakan daerah dan sektoral terhadap Kawasan Terminal Tipe
C Parit Tiga yang akan dikembangkan.

Kesimpulan

Faktor Determinan
r 5.2 Kerangka Pemikiran Pengerjaan
Tingkat Kelayakan Kebijakan
Analisis Kelayakan
okasi Terminal Tipe C Parit Tiga
Kriteria dan Indikator
Pengaruh
kebijakan
terhadap perencanaan terminal tipe c Pa
Faktor Determinan
Kebijakan daerah yang mempengaruhi perencanaan TerminalKelayakan
Tipe C ParitFaktor
Tiga
Determinan
Kebijakan pembangunan;
Kebijakan keruangan;
Analisis Kelayakan
Kelayakan Kebijakan
Tingkat Kelayakan Ekonomi
Kebijakan transportasi;
Kebijakan
Adaya kebijakan yang mendukung terkait perencanaan pengembangan Kawasan Terminal
Tipe Cskala
Parit kawasan,
Tiga
Kebijakan investasi; dan
Kriteria
jangkauan lokasi pelayanan dan supply &
Kebijakan lainya.

Analisis Kelayakan
Ekonomi

Tingkat Kelayakan Sosial (SDM)


Potensi dan masalah SDM dalam perencanan kawasan terminal tip
Kelayakan Ekonomi (Transportasi)
Analisis Kelayakan
Struktur ekonomi terkait kegiatan yang berhubungan dengan transportasi;
Sosial (SDM)
Kondisi Regional/Wilayah
Laju pertumbuhan PDRB; dan
Tingkat Kelayakan Fisik dan Lingkungan Wilayah
Ekonomi wilayah (khusunya sektor transportasi);
Berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan perekonomian baru.
Analisis
Kelayakan
Sosial
wilayah;
Potensi dan masalah fisik & lingkungan kawasan.
Studi Literatur
Infrastruktur
Fisik dan Lingkungan
at dan ketentuan yang berlaku
terkaitwilayah;
pengembangan Terminal Tipe C
Fisik dan lingkungan wilayah
Kelembagaan; dan
Finansial (pembiayaan Pembangunan).

Tingkat Kelayakan Spasial (Lokasi) Wilayah


Analisis Kelayakan
Pola
penggunaan
lahan,
bentuk, struktur, pola ruang, hirarki dan potens
Spasial (Lokasi)

Kelayakan Sosial/SDM
Ketersediaan SDM yang mampu dalam melaksanakan kegiatan berkaitan dengan pengelolaan kawasan terminal tipe c; dan
Komposisi tenaga profesional.

Analisis Kelayakan
Infrastruktur

Tingkat Kelayakan Infrastruktur Wilayah


Potensi dan permasalahan infrastruktur wilayah

n Lokasi Kawasan Parit Tiga sebagai lokasi Terminal Tipe C

Analisis Kelayakan
Tingkat Kelayakan Kelembagaan
Kelayakan Fisik dan Lingkungan
Kriteria dan Indikator
Kelembagaan
Kelayakan
dukungan
sumberdaya
tanah,
Sumberdaya
Air,
Iklim,
Topografi,
Cuaca
dan
Sumberdaya
lainya.
Potensi
dan permasalahan terkait Kelembagaan
Kelayakan Internal
Analisis Kelayakan
Finansial

Tingkat Kelayakan Finansial

Kelayakan Fisik dan Lingkungan


Potensi dan Masalah Finansial, sumberpendanaan
yakan dukungan sumberdaya tanah, Sumberdaya Air, Iklim, Topografi, Cuaca dan Sumberdaya lainya.
Kelayakan Spasial (Lokasi)
Memiliki struktur dan pola ruang yang layak untuk dikembangkan sebagai kawasan terminal tipe c, sesuai dengan arahan RTRW Provinsi dan arahan RTR lainya.
Faktor Internal

Analisis Kelayakan
Derajat atau Tingkat Kelayakan Faktor Determina
Faktor Determinan

Analisis Kelayakan
Kelayakan Spasial (Lokasi)
Derajat atau Tingkat Kelayakan Internal
Kelayakan
Fisik
Lingkungan
g yang layak untuk dikembangkan sebagai kawasan terminal tipe c, sesuai dengan
arahan Infrastruktur
RTRW Provinsi dan arahan
RTRdan
lainya.
Kelayakan dukungan ketersediaan jaringan jalan, pasar dan prasarana pada pusat-pusat kegiatan lainya.

Tingkat Kelayakan Fisik dan Lingkungan Wilaya

Karakteristik Kawasan
Analisis Kelayakan
Potensi dan masalah fisik & lingkungan kawasan.
Kondisi Fisik dan Lingkungan;
Spasial (Lokasi)
Kondisi Infrastruktur;
Kelayakan Kelembagaan
Kondisi Spasial (lokasi); dan
Kelayakan Infrastruktur
Analisis
Kelayakan
Tingkat Kelayakan Spasial (Lokasi) Wilayah
dan prasarana
layaknya lembaga
yang mendukung
kawasan
terminal
tipe c Parit Tiga.
Kebutuhan
Finansial.
ayakan
dukungan
ketersediaan jaringan Terdapatnya
jalan, pasar dan
pada pusat-pusat
kegiatanpengembangan
lainya.

Infrastruktur
Pola penggunaan lahan, bentuk, struktur, pola, hirarki dan potensi &

Analisis Kelayakan

Kelayakan Finansial
Finansial
Kelayakan Finansial
Terdapatnya dukungan pembiayaan atau tersedianya sumber pembiayaan.
Terdapatnya dukungan pembiayaan atau tersedianya sumber pembiayaan.

Tingkat Kelayakan Infrastruktur Wilayah


Potensi dan permasalahan infrastruktur wilayah

Tingkat Kelayakan Finansial


Potensi dan Masalah Finansial, sumberpendanaan

B. Kajian Lingkungan Eksternal


Merupakan kajian terhadap kondisi Regional/Wilayah/Hinterland di luar
Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga yang berpengaruh atau terkait secara langsung
dengan kawasan.

Kajian dilakukan dengan menggunakan metodologi deskriptif

analisis, artinya tidak hanya menjabarkan fakta pengaturan yang ada, tapi juga
menganalisis

lebih

lanjut

dan

mendalam

mengenai

kelayakan

kondisi

regional/wilayah dan wilayah disekitar lokasi kawasan terminal tersebut. Kajiannya


mencakup aspek-aspek Ekonomi Wilayah, Fisik dan Spasial Wilayah, Sosial dan
Kependudukan

Wilayah,

Prasarana

dan

Sarana

Kelembagaan Lingkup Wilayah dan Kajian Finansial/

(infrastruktur)

Wilayah,

Pembiayaan Pembangunan

Lingkup Wilayah.
C. Kajian Faktor Internal
Kajian faktor internal akan difokuskan pada analisis terhadap kondisi
dukungan perwujudan perencanaan Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga serta
analisis terhadap kondisi lokasi pengembangan, meliputi analisis posisi dan lokasi,
kesesuaian fisik dasar, dukungan ketenagakerjaan (sosial masyarakat), kesesuaian
finansial, serta penetapan jenis dan skala kegiatan pendukung yang akan
dikembangkan.
5.2.1 Pendekatan Umum
Agar dapat mendukung proses studi sehingga didapatkan suatu hasil yang
optimal, diusulkan perlu dibuat tata laksana prosedur yang baik, dan untuk
merealisasikan perlu disusun "Organisasi, Tata cara pelaksanaan pekerjaan dan
lokasi

pelaksanaan

pekerjaan"

yaitu antara Konsultan sebagai

pelaksana dan

Satuan Kerja dalam hal ini sebagai pemberi kerja.


a. Organisasi
Tim Konsultan
tenaga

ahli

yang akan melaksanakan pekerjaan ini

dan

tenaga

pendukung

yang

memiliki

para

telah berpengalaman pada

bidangnya masing-masing.
b. Tata Cara Pelaksanaan
Dengan menggunakan Pertimbangan sifat dan jenis studi, Tim Konsultan
dalam melaksanakan pekerjaan ini akan menerapkan "Sistem Analisis
Koordinatif"

artinya dalam menentukan alternatif setiap hasil studi akan


8

dilakukan

pembahasan secara bertingkat berdasarkan tahapan-tahapan

studi. Sehingga setiap tenaga ahli akan melakukan koordinasi, baik yang
menyangkut

intern

maupun

ekstern

dalam

sistem

pelaksanaan yang telah direncanakan. Ketua Tim,

alir

koordinasi

akan selalu melakukan

fungsi koordinasi tersebut baik intern maupun ekstern, sehingga sistem


koordinasi akan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Disamping
itu, Ketua Tim berkewajiban melakukan koordinasi dalam hal

kesimpulan

hasil akhir studi dari beberapa tenaga ahli agar tujuan dan sasaran studi
dapat tercapai dengan baik.
c. Komunikasi Intern dan Ekstern
Ketua Tim akan senantiasa melakukan komunikasi intern dan ekstern.
Tugas Ketua Tim berikutnya adalah mengkoordinasi mengenai operasional
pelaksanaan dan hasil pekerjaan dari beberapa tenaga ahli, disamping
itu

juga melakukan hubungan dengan dengan pihak

pemberi

kerja

maupun dengan instansi pemerintah lain yang terkait.


5.2.2 Pendekatan Teknis
Selain dengan menggunakan pendekatan umum dilakukan pula pendekatan
secara teknis yaitu pendekatan Standard dan Peraturan Teknis Standard dan
peraturan teknis yang dipergunakan tim Konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan
studi ini pada dasarnya adalah menggunakan standard yang dikeluarkan oleh
Bidang Bina Perhubungan Darat-Dinas Perhubungan Provinsi. dimana didalam
penerapannya disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Pedoman-pedoman lain

dari dinas dan departemen setempat akan diikuti dan bila memerlukan adanya
perubahan, harus didiskusikan atau dibahas bersama serta disetujui secara tertulis
oleh Pemberi Kerja.
5.3

Metode Pelaksanaan
Dalam usaha mendapatkan hasil pekerjaan analisis yang maksimal dengan

biaya pelaksanaan yang seringan mungkin,

dan hasil

yang sebaikbaiknya

diperlukan metoda pelaksanaan pekerjaan yang mantap. Untuk itu Konsultan perlu
menggaris bawahi sarana penunjang yang harus terpenuhi, berupa

data

penunjang dan sarana komputerisasi sehingga memperoleh hasil yang akurat


dan cepat dengan resiko kesalahan yang relatif kecil.
9

5.3.1 Persiapan Pekerjaan dan Pengumpulan Data


A. Persiapan
Pekerjaan persiapan mencakup pembuatan program kerja serta mobilisasi
dan demobilisasi. Program kerja konsultan harus diuraikan secara rinci perihal
rencana kerja, waktu pelaksanaan tiap tiap pekerjaan, tenaga ahli yang terlibat,
cara/prosedur pelaksanaan pekerjaan dan alat yang akan digunakan.
Sebelum

memulai

kegiatan

pekerjaan,

konsultan

akan

mengadakan

konsultasi lebih dahulu dengan pemberi kerja dan dinas terkait. Konsultan akan
berusaha untuk mendapatkan informasi umum mengenai kondisi eksisting terminal
tipe

c,

moda

transportasi

dan

data

pendukung

lainya,

sehingga

dapat

mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan survai.


B. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data, analisis dan evaluasi hasil bagi suatu studi
perencanaan

transportasi

merupakan

prosedur yang

memerlukan

metoda

dengan langkah yang beruntundan saling terkait. Untuk itu disusun suatu sistem
penelitian yang terangkai dengan metode yang tepat untuk mencapai hasil
perencanaan pengelolaan transportasi yang baik. Metode penelitian yang akan
diaplikasikan dalam studi penentuan lokasi terminal

adalah berupa metode

penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan
fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual
dan akurat. Penelitian deskriptif meliputi penelitian studi kasus, studi dampak
atau studi tindak lanjut, penelitian survey, studi korelasi dan studi pengembangan.
Kegiatan pengumpulan data terbagi menjadi 2 (dua) jenis survey, yaitu survey
data primer dan survey data sekunder. Untuk melaksanakan kegiatan Study dan
DED Terminal Tipe C Parit Tiga perlu dipersiapkan metodologi pelaksanaan yang
mencakup antara lain :
1. Data primer:
Survai yang dilakukan di terminal eksisting sebagai acuan analisa
terminal yang akan dan ingin direncanakan, yang meliputi : waktu

10

pelayanan, jumlah kedatangan, jumlah bus keluar, kondisi fasilitas


terminal eksisting,dan daya tampung terminal.
2. Data Sekunder :
a. Denah lokasi, dan denah situasi terminal;
b. Desain terminal secara keseluruhan dan data bahan diskusi studi
kelayakan rencana terminal;
c. Trayek kendaraan angkutan penumpang umum dalam kota wilayah
Kabupaten Bangka Barat; dan
d. Arus angkutan dan penumpang yang terlayani di terminal.
Dalam pengerjaan Study dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga ini, konsultan
membagi

pendekatan menjadi beberapa tahapan pekerjaan. Beberapa tahapan

tersebut antara lain: Tahap Persiapan, Tahap Pengumpul Data dan Tahap Analisis.
5.3.2 Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini

dilakukan beberapa kegiatan sebagai langkah

awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini
akan

sangat

mempengaruhi

proses

yang

dilakukan

dalam tahap-tahap

selanjutnya. Secara umum terdapat 2 (dua) kegiatan utama di dalam tahap


persiapan ini, yakni:
1. Pemantapan metodologi, maksud dari kegiatan ini adalah:
a. Merencanakan secara lebih detail tahap-tahap pelaksanaan kegiatan
berikutnya, untuk mengefisienkan penggunaan waktu dan sumber
daya.
b. Menetapkan

metoda

dan

analisis

yang

akan

digunakan

untuk

mengidentifikasi kebutuhan teknis terminal tipe c.


2. Studi literatur, yang berguna untuk : Menelaah sejumlah metoda pelaksanaan
studi

sejenis

nasional

yang pernah dilakukan dan Menelaah

maupun

internasional

standar-standar

mengenai Perencanaan Teknis Terminal

Penumpang.

11

Mulai

Studi Literatur

Metodologi

Laporan Pendahuluan Masukan dari instansi terkait

Pengumpula Data

Survei Data Primer


rvei Data Sekunder
Topografi lokasi terminal tipe c;
ngan Jalan
Kompilasi
DataTanah;
Survei
ial Ekonomi
Harga Satuan;
nierja Angkutan Umum;
Kondisi eksisting terminal yang sudah ada disekitar lokasi pe
akteristik lalu lintas;
Kinerja angkutan umum;
akteristik sarana prasarana pendukung terminal; dan
a pendukung lainya.
Analisa Jumlah
Data armada;
Jumlah penumpang;
Waktu keberangkatan dan kedatangan;
Trayek angkutan umum; dan
Analisa Kelayakan
Data Tipe
pendukung lainya.
Lokasi
Terminal
Masukan dari
C
instansi terkait

Keluaran (Output)
Rekomendasi Pengembangan Kebutuhan Fasilitas Terminal Tipe C Parit Tiga;
Gambar-gambar detailnya; dan
Rencana Anggaran dan Biaya.

Draft Laporan

Pemaparan hasil Studi dan Diskusi

Laporan
Gambar 5.3 : Bagan Alir Kegiatan Pekerjaan

12

5.3.3 Tahap Pengumpulan Data


Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, baik data sekunder (data
yang sudah tersedia)

yang akan dikumpulkan dari

beberapa instansi terkait

maupun data primer yang diperoleh secara langsung dari survey dilapangan.
A. Persiapan Survei
Persiapan

survei

ini

dilakukan

untuk

merencanakan

secara detail

pelaksanaan survey yang berkaitan dengan:


1. Pemilihan metoda survei;
2. Penyiapan formulir survei

sesuai

dengan

metoda

survei

yang

digunakan; dan
3. Penyiapan sumber daya survei dan penyusunan jadwal pelaksanaan
survei.
Pengumpulan data lapangan yang berguna untuk pelaksanaan pekerjaan
Studi dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga ini antara lain meliputi :
a. Survey Inventarisasi kondisi terminal eksisting;
b. Survey Trayek (Angkutan Umum, Angkutan Kota dan moda transportasi
lainya yab terdapat disekitar lokasi pekerjaan);
c. Survey kondisi jalan atau akses menuju ke lokasi terminal yang akan
direncanakan; dan
d. Survey dan inventarisasi pelayanan terminal lainya yang berada di
sekitar lokasi pekerjaan.
B. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk melihat kondisi riil di lapangan, untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan saat pelaksanaan survei
primer. Dari hasil survei pendahuluan dapat dilakukan analisis apakah rencana
survei primer seperti metoda survei, jumlah sampel, kuesioner, jumlah surveyor,
persiapan

transportasi

dan akomodasi surveyor sudah sesuai dan dapat

dilaksanakan dilapangan, serta menyesuaikannya bila diperlukan.


Survei pendahuluan merupakan lanjutan dari hasil persiapan desain yang
sudah disetujui sebagai panduan pelaksanaan survai di lapangan yang meliputi
kegiatan;

13

1. Studi literatur, Pada tahapan ini Tim harus mengumpulkan data


pendukung perencanaan baik data sekunder maupun data lainnya yang
diperlukan;
2. Koordinasi dengan instansi terkait. Tim melaksanakan koordinasi dengan
konfirmasi

dengan

instansi

atau

unsur-unsur

terkait

di

daerah

sehubungan dengan dilaksanakannya kegiatan survei pendahuluan;


3. Pengamatan secara visual di lokasi pekerjaan atau area lokasi
perencanaan terminal tipe c Parit Tiga;
4. Diskusi perencanaan di lapangan. Tim bersama-sama melaksanakan
survei dan mendiskusikannya dan membuat usul perencanaan di
lapangan bagian demi bagian sesuai dengan bidang keahliannya masingmasing; dan
5. Survei pendahuluan

upah,

harga

satuan

dan

peralatan.

Tim

melaksanakan pengumpulan data upah, harga satuan dan lahan, dan


data peralatan yang akan digunakan.
C. Pengumpulan Data
Ada dua macam data yang diperlukan untuk keperluan pekerjaan Study
dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga ini yaitu data primer dan data sekunder.
1. Pengumpulan Data Primer
Data primer didapatkan dengan melakukan pengukuran dan pencatatan
langsung

dari

lapangan,

sedangkan

data

sekunder didapatkan

dari

instansi-instansi terkait. Data-data diperlukan terutama untuk keperluan


pemodelan transportasi. Adapun jenis data dan survey yang dibutuhkan
dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
a. Survey Kinerja Angkutan Umum, dilakukan untuk mengetahui kondisi
kinerja angkutan umum meliputi:
1) Waktu pelayanan;
2) Jumlah kedatangan bus;
3) Kondisi fasilitas eksisting terminal yang sudah ada;
4) Kondisi area parkir kendaraan;
5) Prediksi sirkulasi angkutan atau kendaraan di lokasi perencanaan:
6) Prediksi sirkulasi orang di lokasi perencanaan.
b. Survey
kondisi
eksisting
sarana
jalan,
dilakukan
untuk
mengumpulkan informasi tentang kondisi jaringan jalan di wilayah
studi; dan

14

c. Survey Kondisi Topografi dan geologis tanah di lokasi rencana terminal


akan dibangun. Survey dilakukan dengan metoda sondir dan boring.
Sedangkan untuk pemetaan lokasi dilakukan dengan menggunakan
metoda pengukuran tanah.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data-data

sekunder

yang

dibutuhkan

untuk

menunjang pelaksanaan

survey ini dilakukan dengan mendatangi instansiinstansi terkait. Adapun


data-data yang diperlukan guna menunjang pekerjaan Study dan DED
Terminal Tipe C Parit Tiga ini antara lain sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Data
Data
Data
Data
Data
data

jaringan trayek angkutan umum;


karakteristik lalu lintas;
tarif angkutan umum;
sistem angkutan umum;
profil lokasi rencana pembangunan terminal, antara lain meliputi:
kondisi

geografis,

topografi,

penggunaan

lahan,

geologi,

klimatologi, hidrologi, kependudukan dan perekonomian;


f. Data rencana pengembangan jaringan jalan dan wilayah; dan
g. Data-data penunjang lainnya.
5.4

Tahap Analisis

5.4.1 Sistem Tata Guna Lahan Transportasi


Sistem transportasi
bekerja,

sekolah,

perkotaan

olahraga,

belanja,

terdiri
dan

dari

bertamu

berbagai

aktivitas seperti

yang berlangsung di atas

sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini
biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi

kebutuhannya,

manusia

melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan


sistem jaringan transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang.
Pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai
macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat mereka bekerja,
antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah, antara pabrik
dan lokasi

bahan mentah serta pasar. Hampir semua interaksi memerlukan

perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas.

15

Sasaran

umum

perencanaan

transportasi

adalah

membuat interaksi

menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi

untuk

mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal
berikut ini:
1. Sistem kegiatan tata guna lahan
Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan,
pekerjaan, dan lain-lain) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang
panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan
tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung
badan pengelola yang berwenang untuk melaksanakan tata guna lahan
tersebut.
2. Sistem jaringan transportasi
Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan
prasarana yang ada : melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru,
dan lain-lain.
3. Sistem pergerakan lalu lintas
Hal yang dapat dilakukan anatar lain mengatur teknik dan manajemen
lalu lintas (jangka pendek),
(jangka

pendek

dan

fasilitas angkutan umum yang

menengah),

lebih

baik

atau pembangunan jalan (jangka

panjang).
Hubungan

antara

ketiga

komponen

tersebut

terdapat

dalam Konsep

Perencanaan Transportasi, yaitu Aksesibilitas, Bangkitan perjalanan, Sebaran


pergerakan, Pemilihan moda, Pemilihan rute dan Arus lalu lintas pada jaringan jalan.
1. Aksesibilitas dan mobilitas
Aksesibilitas

adalah

konsep

yang

menggabungkan

sistem pengaturan

tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi


yang

menghubungkannya.

Aksesibilitas

kenyamanan atau kemudahan mengenai cara

merupakan
lokasi

tata

suatu
guna

ukuran
lahan

berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut
dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Mobilitas adalah suatu ukuran
kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari
kemampuannya membayar biaya transportasi (Tamin, 2000).
16

Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Apabila tata guna lahan saling
berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut
mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas
tersebut saling terpisah jauh dan hubungan

transportasinya

jelek

maka

aksesibilitas rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai
aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut
tersebar dalam ruang secara tidak merata. Setiap orang menginginkan
aksesibilitas yang baik dan ini digunakan dalam beberapa model penentuan
lokasi tata guna lahan di daerah perkotaan.
2. Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Bangkitan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang berasal dari suatu
zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu
tata

guna

lahan

atau

zona

(Tamin,

2000). Pergerakan

lalu

lintas

merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan bangkitan lalu


lintas. Bangkitan lalu lintas mencakup:
1) Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi; dan
2) Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi.

Gambar 5.4 : Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

3. Sebaran pergerakan
Pola spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan sistem
jaringan transportasi.

17

Gambar 5.5 : Pola Pergerakan Kendaraan

Ketebalan garis menunjukkan jumlah arus kendaraan, gambar 5.2 ini dikenal
dengan gambar garis keinginan karena menunjukkan arah pergerakan arus
lalu lintas. Pola persebaran arus lalu lintas terjadi antara zona asal i (origin)
ke zona tujuan d (destination).
4. Bangkitan dan Sebaran Pergerakan;
Bangkitan

pergerakan

dibangkitkan

oleh

memperlihatkan

setiap

tata

guna

banyaknya
lahan,

lalu

lintas

sedangkan

yang

sebaran

pergerakan menunjukkan kemana dan dari mana lalu lintas tersebut.


Bangkitan pergerakan menghasilkan pergerakan lalu lintas yang masuk dan
keluar dari suatu zona.

Gambar 5.6 : Bangkitan Pergerakan

Sebaran pergerakan menghasilkan jumlah arus lalu lintas yang bergerak


dari suatu zona ke zona lainnya.

18

Gambar 5.7 : Sebaran Pergerakan Antar Dua Buah Zona

5. Metode Prakiraan untuk Proyeksi Tingkat Kedatangan Kendaraan


Metode perkiraan dibutuhkan untuk melakukan perancangan fasilitas-fasilitas
terminal yang kemungkinan dibutuhkan di masa yang akan datang. Metode
prakiraan yang bisa digunakan adalah analisa regresi. Suatu garis regresi
dapat dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut persamaan
regresi. Untuk garis linear persamaannya adalah sebagai berikut:

Dimana :
Y

= kriterium (dependent variable)

= predikator (independent variable)

a = bilangan konstanta

b = bilangan koefisien prediktor

n = banyaknya data
Untuk menguji signifikasi harga r dapat dilakukan dengan mencocokkan tabel
r - teoritis dengan taraf signifikan tertentu. Jika harga r > r teoritis maka
korelasi antara X dan Y adalah signifikan. Persamaan yang digunakan adalah:

6. Persimpangan (Intersection)

19

Persimpangan (Intersection) merupakan bagian terpenting dari jalan di


kawasan perkotaan. Hal ini dikarenakan efisiensi, keamanan, kecepatan,
biaya operasi dan kapasitas lalu lintas yang terjadi bergantung pada
perencanaan persimpangan. Setiap persimpangan mencakup pergerakan lalu
lintas yang menerus dan saling memotong pada satu atau lebih kaki
persimpangan. Selain dari pada itu di persimpangan ada pula yang diijinkan
U turn (berputar). Pergerakan lalu lintas ini di kendalikan dengan berbagai
cara, tergantung pada jenis persimpangan.
7. Jarak pandang pada persimpangan
Merupakan jarak pandang yang diperlukan oleh pengemudi agar dapat
bergerak secara aman pada waktu memasuki persimpangan jalan dengan
kecepatan tertentu. Sesuai dengan kecepatan rencana dan kondisi jalan yang
bersangkutan maupun jenis control lalu lintasnya, maka jarak pandang pada
persimpangan sebaiknya lebih besar dari tabel berikut :
Tabel 5.1 Jarak Pandang pada Persimpangan
Kecepatan
Rencana
(km/jam)
60
50
40
30
20

Jarak pandang minimum (m)


Signal Control
Stop Control
170
130
100
70
40

105
80
55
35
20

Sumber : Standar Perencanaan Geometri untuk Jalan Perkotaan

8. Persimpangan Sebidang dengan Lampu (Signalised Intersection)


Persimpangan ini adalah pertemuan atau perpotongan pada satu bidang
antara dua atau lebih jalur jalan raya dengan lalu lintas masing-masing dan
pada titik-titik persimpangan dilengkapi dengan lampu sebagai rambu-rambu
lalu lintas.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net B/C Ratio dapat dihitung dengan rumus :

20

dimana :
Net B/C Ratio

= Net Benefit Cost Ratio

Bt

= Manfaat kotor pada tahun t

Ct

= Biaya kotor pada tahun t

= Umur ekonomis

= Tingkat bunga

Apabila Net B/C Ratio > 1, maka usaha angkutan dikatakan layak, jika Net
B/C Ratuio < 1, maka tidak layak.
5.4.2 Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah besaran kuantitatif yang menggambarkan kondisi
objektif dari

sistem yang ditinjau dari

suatu aspek tertentu. Suatu sistem

transportasi pada dasarnya dapat dipilah menjadi beberapa komponen berikut :


a)
b)
c)
d)
e)

Prasarana/sarana transportasi;
Sistem operasi;
Pola dan intensitas pergerakan;
Pola dan distribusi aktifitas; dan
Organisasi dan kelembagaan.
Satu komponen akan terkait dengan komponen lainnya secara langsung.

Interaksi tersebut pada gilirannya akan menghsilkan kondisi tertentu dari system
secara keseluruhan. Di lain pihak, masing-masing komponen
kondisinya

secara

individual.

Dengan pendekatan ini

dapat

ditinjau

kita dapat merumuskan

indikator kinerja ditinjau dari dua tinjauan, yaitu:


1. Indikator

kinerja

yang

menggambarkan

kondisi

objektif

dari

sistem

transportasi secara keseluruhan; dan


2. Indikator kinerja yang menggambarkan

kondisi

objektif

dari masing-

masing komponen.
Indikator

kinerja

dari

kondisi

sistem

transportasi

secara keseluruhan

pada dasarnya menggambarkan interaksi yang terjadi antar komponen sistem


secara efektif dan efisien. Sedangkan indikator kinerja
komponen

system

transportasi

dari

masing-masing

pada dasarnya harus dapat menggambarkan

masing-masing komponen.

21

Parameter
transportasi

indikator

kinerja

untuk

masing-masing

cenderung menjelaskan dirinya sendiri.

komponen sistem

Meskipun untuk beberapa

kasus menjelaskan implikasi dan kondisi komponen lain, seperti komponen pola
dan

intensitas

pergerakan pada dasarnya

menunjukkan kondisi sebagai dari

implikasi antara komponen aktifitas dan komponen lainnya, seperti komponen


prasarana/sarana transportasi dan kelembagaan.
Tabel 5.2 :
Parameter Indikator Kinerja Komponen Sistem Transportasi
Komponen
Sistem Transportasi
Prasarana dan Sarana

Sistem Operasi

Pola dan Intensitas


Pergerakan

Pola dan Distribusi


Aktifitas

Organisasi dan
Kelembagaan

Indikator Kinerja
Kecepatan tempuh
Kecepatan pelayanan
Jam operasi
Panjang
Lebar
Tingkat kerusakan
Kapasitas
Jam operasi
Tarif
Kapasitas operasi
Kecepatan operasi
Jarak-tempuh
Waktu-tempuh
Volume
Frekuensi
Produksi industri
Produksi pertanian
Konsumsi
Jumlah populasi
Luas wilayah
Kerapatan wilayah
PDRB
Luas daerah industri
Luas daerah pertanian
Luas daerah permukiman
Jumlah peruahaan transportasi
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah

pegawai
peraturan
lembaga terkait
perundangan

Sumber : Morlok, 1978

5.4.3 Klasifikasi Fungsi Jalan

22

Kriteria klasifikasi fungsi jalan ini merupakan arahan fungsi jalan yang harus
dipenuhi

agar

jalan dapat

bekerja sesuai

dengan fungsi yang

diembannya.

Adapun kriteria klasifikasi fungsi tersebut di antaranya :


1. Jalan Arteri Primer
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer
luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Kecepatan rencana jalan arteri primer dirancang paling rendah 60
km/jam.
d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 m.
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional,
untuk itu lalu lintas tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik dan
f.

lalu lintas lokal.


Kendaraan barang berat dan kendaraan umum bus diizinkan melalui

jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien, jarak
antar. Jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek dari
500 m.
h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan peraturan tertentu
i.

yang sesuai dengan lalu lintasnya.


Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata, dan besarnya lalu lintas harian rata-rata pada

umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.


j. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.
k. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka,
l.

lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain.


Jalur khusus seharusnya disediakan untuk sepeda dan kendaraan lambat

lainnya.
m. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.
2. Jalan Kolektor Primer
a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor
primer luar kota.
b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan
arteri primer.
c. Kecepatan rencana dirancang paling rendah 40 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.
e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien, jarak
antar jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek dari
400 m
23

f.

Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan

ini.
g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan peraturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar
i.

dari volume lalu lintas rata-rata.


Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan tidak diizinkan pada

j.

jam sibuk.
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka,

lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain.


k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata umumnya lebih rendah dari jalan
l.

arteri primer.
Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda

dan kendaraan lainnya.


6. Jalan Lokal Primer
a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar
kota.
b. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau

jalan

primer lainnya.
c. Kecepatan rencana jalan lokal primer dirancang paling rendah

20

km/jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 m.
f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada
system primer.
7. Jalan Arteri Sekunder
a. Jalan arteri sekunder menghubungkan :
Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
Antar kawasan sekunder kesatu.
Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Jalan arteri / kolektor dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Kecepatan rencana dirancang paling rendah 30 km/jam.
c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 m.
d. Lalu lintas cepat jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas lambat.
e. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri sekunder dibatasi secara

efisien,

jarak antar jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek
f.

dari 250 m.
Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan
ini.

24

g. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan peraturan


tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar
i.

dari volume lalu lintas rata-rata.


Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan

j.

seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk.


Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka,

lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain.


k. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda
l.

dan kendaraan lainnya.


Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak
selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

8. Jalan Kolektor Sekunder


a. Jalan arteri sekunder menghubungkan :
Antar kawasan sekunder kedua.
Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
b. Kecepatan rencana dirancang paling rendah 10 km/jam.
c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 5 m.
d. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi
jalan ini di daerah pemukiman.
e. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah
dibandingkan dengan fungsi jalan yang lain.
Selain itu, klasifikasi jalan menurut kelasnya dalam Peraturan Pemerintah
No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan dibedakan sebagai
berikut :
1. Jalan Kelas I
a. Jalan yang dapat dilalui kendaraan barang/orang dengan lebar maksimal
2.500 mm
b. Ukuran panjang maksimal 18.000 mm.
c. Muatan sumbu berat > 10 ton.
2. Jalan Kelas II
a. Jalan yang dapat dilalui kendaraan barang/orang dengan lebar maksimal
2.500 mm.
b. Ukuran panjang maksimal 18.000 mm.
c. Muatan sumbu terberat max. 10 ton.
3. Jalan Kelas IIIA
a. Jalan yang dapat dilalui kendaraan

barang/orang

dengan

lebar

maksimal 2.500 mm.


b. Ukuran panjang maksimal 18.000 mm.
c. Muatan sumbu terberat max. 8 ton.
25

4. Jalan Kelas IIIB


a. Jalan yang

dapat

dilalui

kendaraan

barang/orang

dengan

lebar

maksimal 2.500 mm
b. Ukuran panjang maksimal 12.000 mm.
c. Muatan sumbu terberat max. 8 ton.
5. Jalan Kelas IIIC
a. Jalan yang dapat dilalui kendaraan

barang/orang

dengan

lebar

maksimal 2.100 mm.


b. Ukuran panjang maksimal 9.000 mm.
c. Muatan sumbu terberat max. 8 ton.
5.4.4 Terminal
A. Ukuran Kinerja Terminal
Adapun yang menjadi indikator/ukuran dalam kinerja terminal adalah sebagai
berikut:
1. Headway
Menurut Morlok (1991), headway dalam hal ini dapat didefinisikan
sebagai interval waktu antara saat dimana bagian depan suatu kendaraan
melalui suatu titik sampai saat bagian depan kendaraan berikutnya
melalui titik yang sama. Karena adanya suatu perbedaan headway pada
masing-masing kendaraan/pasangan kendaraan yang beriringan, maka
muncullah suatu konsep mengenai headway rata-rata. Headway rata-rata
dapat dinyatakan sebagai waktu antara sepasang kendaraan yang
berurutan, dapat diukur pada suatu periode waktu pada suatu lokasi
tertentu. Oleh karena itu headway rata-rata sama dengan kebalikan dari
volume.

Dimana :
h

= headway rata-rata
26

= volume kendaraan yang melalui suatu titik

= interval waktu pengamatan

= jumlah kendaraan yang melalui titik tertentu dalam interval

waktuT
2. Waktu Tunggu
Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan kendaraan dari selesai
menurunkan

penumpang

sampai

kendaraan

tersebut

melayani

penumpang naik di landasan keberangkatan (Morlok, 1991). Dalam


mengestimasi waktu tunggu diasumsikan bahwa kedatangan angkutan
umum bersifat acak dan tidak berdasarkan jadwal yang jelas, sehingga
rata-rata waktu tunggu yang dialami oleh pengguna terminal adalah sama
dengan setengah dari headway. Waktu tunggu rata-rata yang terbentuk
pada tingkat fleet tertentu dihitung dengan rumus 2.4 :

9. Fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam terminal


Penjelasan tentang fasilitas yang terdapat di dalam terminal telah
dibahas dalam sub bab sebelumnya.
B. Kapasitas Terminal
Terminal

merupakan

bagian

dari

sistem transportasi,

secara umum

terminal penumpang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.


Efektifitas terminal baik dalam hal kenyamanan pelayanan ataupun kecepatan
pergerakan penumpang sangat menentukan kapasitas sebuah terminal.
Perencanaan kapasitas terminal harus disesuaikan dengan perkembangan
yang

akan

transportasi

datang.

Kapasitas

yang

ada

harus memperhitungkan

moda

yang akan digunakan penumpang, fasilitas yang ada serta tinjauan

dari segi manajemen lalu lintas di sekitar terminal. Untuk mengetahui kapasitas
suatu terminal

dapat dilakukan dengan beberapa cara,

salah satunya adalah

dengan menggunakan teori antrian.


a. Teori Antrian
Teori

antrian adalah teori yang menyangkut studi matematis dari

antrian

antrian

atau

baris-baris

penungguan.

Formasi

baris-baris
27

penungguan ini tentu saja merupakan suatu fenomena biasa yang


terjadi
yang

apabila kebutuhan akan suatu


tersedia

pelayanan

melebihi

untuk menyelenggarakan pelayanan itu.

kapasitas
Keputusan-

keputusan yang berkenaan dengan jumlah kapasitas ini harus dapat


ditentukan, walaupun sebenarnya tidak mungkin dapat dibuat suatu
prediksi yang II-18 tepat mengenai kapan unit-unit yang membutuhkan
pelayanan

itu

akan

diperlukan

untuk

datang

dan

atau

berapa lama

menyelenggarakan pelayanan

itu.

waktu
Teori

yang
antrian

sendiri tidak langsung memecahkan persoalan ini. Walaupun begitu,


teori ini menyumbangkan informasi penting yang diperlukan untuk
membuat keputusan seperti itu dengan cara memprediksi beberapa
karakteristik dari baris penungguan, seperti misalnya waktu penungguan
rata-rata.
Formulasi teori antrian memberikan berbagai informasi yang berguna
untuk

merencanakan

transportasi,

sebagai

dan

menganalisa

contoh

performansi

prasarana

jumlah rata-rata dari satuan kendaraan

yang berada di dalam antrian dan

jumlah

rata-rata

dalam sistem

(antrian dan pelayanan) untuk menentukan cukup tidaknya area tempat


menunggu bagi konsumen. Distribusi dari waktu menunggu dan waktu
tunggu

rata-rata

ini

penting

untuk memperkirakan cukup tidaknya

sistem pelayanan terhadap kendaraan. Untuk menilai prestasi dari suatu


antrian, karakteristik yang harus diperhitungkan dalam antrian adalah :
1) Sumber input.
2) Antrian.
3) Disiplin antrian adalah yang menentukan urutan dimana satuan lalu
lintas yang akan dilayani. Disiplin antrian terdiri dari dua jenis yaitu
FIFO (First In First Out) dimana yang pertama datang akan dilayani
lebih dulu dan LIFO (Last In First Out) dimana yang terakhir datang
dilayani lebih dulu.
4) Mekanisme pelayanan
Untuk syarat terjadinya proses antrian adalah jika dan hanya
jika

laju

kedatangan

lebih

besar

dari

kapasitas fasilitas

pelayanan yang dimiliki. Akan tetapi permasalahan-permasalahan


akan timbul apabila dilayani oleh fasilitas pelayanan, dan apabila
28

pelayanan

terlalu sedikit

ekonomisnya

sistem

menganggur, sedangkan

maka

karena
disiplin

akan

mengakibatkan

tidak

fasilitas

pelayanan

sering

antrian

yang biasa digunakan

untuk analisis dan desain II-19 terminal adalah disiplin First InFirst
Out (FIFO) atau First come-First Served (FCFS) yaitu yang pertama
datang yang dilayani terlebih dahulu. Selain itu juga menurut jumlah
fasilitas pelayanan, model antrian dapat
antrian

satu

dibagi

menjadi

model

fasilitas pelayanan dan model antrian banyak

pelayanan.

Gambar 5.8 : Model Antrian Satu Fasilitas Pelayanan

Gambar 5.9 : Model Antrian Banyak Fasilitas Pelayanan

b. Model Single Server (S = 1)


Kemungkinan terdapatnya tepat n unit dalam sistem antrian
(Pn)

Jumlah rata-rata kendaraan di dalam sistem (n)

Panjang antrian rata-rata (q)

29

Waktu menunggu rata-rata yang digunakan di dalam sistem (d)

Waktu menunggu rata-rata di dalam sistem antrian (w)

Keterangan :
n

= tingkat kedatangan rata-rata ( kendaraan per waktu ) ;

= tingkat pelayanan rata-rata ( kendaraan per waktu) ;

= = /

harus lebih kecil dari 1 ( < 1) jika tidak maka antrian akan semakin
panjang dengan bertambahnya waktu.
a. Model Multiple Server (S > 1)
Kemungkinan terdapat 0 (nol) di dalam sistem (P0)

Panjang antrian rata-rata (q)

Jumlah rata-rata kendaraan di dalam sistem (n)

Waktu menunggu rata-rata di dalam sistem (w)

Waktu menunggu rata-rata yang digunakan di dalam sistem (d)

30

Keterangan :
n

= tingkat kedatangan rata-rata (kendaraan per waktu) jika ada n


unit dalam sistem ; n =

= tingkat pelayanan rata-rata ( kendaraan per waktu) jika ada n


unit dalam sistem ; tingkat pelayanan rata-rata untuk seluruh
sistem antrian adalah tingkat

rata-rata di

mana unit yang

sudah dilayani meninggalkan sistem. Tingkat pelayanan ratarata per pelayanan yang sibuk adalah , karena itu tingkat
pelayanan keseluruhan adalah n = n jika n S. Jika n S,
berarti semua pelayan sibuk sehingga n = S.
S

= jumlah antrian

= S ; harus lebih kecil dari 1 ( < 1) jika tidak maka


antrian akan semakin panjang dengan bertambahnya waktu.

C. Estimasi Kebutuhan Lahan Terminal Dengan Berbagai Tipe


Penentuan

lokasi

terminal

penumpang

berdasarkan

pasal Keputusan

Menteri Perhubungan No. 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan


dilakukan
merupakan

dengan

memperhatikan rencana

bagian

dari rencana

terminal penumpang

tipe

A,

umum

tipe

kebutuhan

jaringan
dan

tipe

lokasi

transportasi
C,

simpul
jalan.

ditetapkan

yang
Lokasi

dengan

memperhatikan : Rencana umum tata ruang, Kepadatan lalu lintas dan kapasitas
jalan di sekitar terminal, Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar
moda, Kondisi topografi lokasi terminal; dan Kelestarian lingkungan. Penetapan
lokasi terminal penumpang tipe C harus memenuhi persyaratan :
a) Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan
trayek pedesaan.
b) Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi
kelas III A.
c) Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan.
d) Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.
Tabel 5.3 : Kebutuhan Lahan Terminal (m)

31

Pemanfaatan
A. Kendaraan
Ruang Parkir AKAP
AKDP
Angkot
Angdes
Kendaraan Pribadi
Ruang service
Pompa bensin
Sikulasi kendaraan
Bengkel
Ruang istirahat
Gudang
Pelataran parkiran cadangan
B. Pemakai jasa
Ruang tunggu
Sirkulasi manusia
Kamar mandi
Kios
Mushola
C. Operasional
Ruang administrasi
Ruang pengawas
Loket
Peron
Retribusi
Ruang informasi
Ruang PJK
Ruang perkantoran
D. Ruang Luar
Ruang tidak efektif
Luas total
Cadangan pengembangan
Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan desain

Tipe A

Tipe B

Tipe C

1120
540
800
900
600
500
500
3960
150
50
25
1980

540
800
900
500
500
2740
100
40
20
1370

900
200
1100
30
550

2625
1050
72
1575
72

2250
900
60
1350
60

480
192
40
288
40

78
23
3
4
6
12
45
150

59
23
3
4
6
10
30
100

39
16
2
3
6
8
15
-

6653
23494
23494
46988
47000

4890
17255
17255
34510
35000

1544
5463
5463
10926
11000

D. Analisis Kecepatan Arus Bebas Jalan Akses


Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 persamaan
untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai
berikut :

Keterangan :
FV

= Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi

lapangan
32

(km/jam).
FVO

= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan


alinyemen yang diamati.

FVW

= Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam).

FFV SF

= Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan

lebar bahu.
FFV RC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna jalan.

1. Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan


Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan adalah kecepatan arus
bebas suatu segmen jalan untuk suatu kondisi ideal

yang telah

ditentukan sebelumnya. Berdasarkan Manual


Tabel 5.4 : Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVO)

2. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat

Lebar

Efektif

Jalur Lalu

Lintas Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar efektif jalur


33

lalu lintas adalah penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar


akibat lebar jalur, berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997.
Nilai dari faktor ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5 :
Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVW)

34

3. Penyesuaian

Kecepatan

Arus

Bebas

Akibat

Hambatan

Samping

Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping adalah


faktor

penyesuaian

untuk

kecepatan

arus bebas dasar akibat

hambatan samping dan lebar bahu jalan. Berdasarkan Manual Kapasitas


Jalan Indonesia 1997, nilai dari faktor ini dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel 5.6 : Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
(FFV SF)

FFV6,SF = 1 0,8 ( 1 - FFV 4,SF )


Dimana : FFV 6,SF = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk 6 lajur
FFV 4,SF = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk 4 lajur

35

4. Penyesuaian

Kecepatan

Arus

Bebas

Akibat

Kelas

Fungsional Jalan

Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan adalah


faktor

penyesuaian untuk kecepatan arus

fungsional
Berdasarkan

jalan II-29 (arteri, kolektor

bebas

atau

dasar

lokal)

tata

akibat

kelas

guna

lahan.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, nilai dari faktor ini

dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 5.7 :
Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan (FFV RC)

E. Kapasitas Jalan Akses


Dalam perhitungan kapasitas jalan ada beberapa variable yang digunakan
yaitu:
a. Arus Dan Komposisi Lalu Lintas
Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas dengan
menyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai
arus

lalu

penumpang

lintas

(per

(smp)

arah

total)

dengan

diubah

menjadi satuan

menggunakan

ekivalensi

mobil
mobil

penumpang (emp) sebagai berikut :


36

Tabel 5.8 : emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

b. Kapasitas Lalu Lintas


Kapasitas lalu lintas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui
suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada
kondisi tertentu. Untuk jalan 2 lajur 2 arah, kapasitas ditentukan untuk
arus 2 arah (kombinasi 2 arah) tetapi untuk jalan dengan banyak
lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Kapasitas

dinyatakan

dalam

satuan mobil

penumpang (smp).

Menurut MKJI 1997, kapasitas lalu lintas dapatdicari dengan rumus


sebagai berikut :
C = Co *FCw * FCsp * FCsf * FCcs
Dimana :
C

= Kapasitas (smp/jam).

Co

= Kapasitas dasar (smp/jam).


37

FCw

= Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas.

FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah.


FCsf

= Faktor penyesuaian hambatan samping.

FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.


Sedang kapasitas dasar adalah kapasitas suatu segmen jalan untuk
suatu

kondisi

yang

ditentukan

sebelumnya

(geometri, pola lalu

lintas dan factor lingkungan). Menurut MKJI 1997, nilai dari kapasitas
dasar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.9: Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (Co)

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

kapasitas

dasar

adalah sebagai

berikut :
1) Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas (FCw)
Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur
lalu lintas. Menurut MKJI 1997, nilai dari FCw dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.10 : Faktor Penyesuaian Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)

38

Lebar jalur lalu lintas pada 4/2 D dan 4/2 UD adalah lebar

perjalur.
Lebar jalur lalulintas pada 2/2 UD adalah total dua arah.
2) Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)
Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisah arah
(untuk jalan tak terbagi). Menurut MKJI 1997, nilai dari FCsp dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.11 : Faktor Penyesuaian Akibat Prosentase Arah (FCsp)

3) Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf)


Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan
samping. Menurut MKJI 1997, nilai dari FCsf dapat

dilihat pada tabel

berikut :

39

Tabel 5.12 :
Faktor Penyesuaian Akibat Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FCsf)
Pada Jalan Perkotaan Dengan Kerb

4) Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs)


Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota.
Menurut MKJI 1997, nilai dari FCw dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.13 :
Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCcs) pada Jalan Perkotaan

40

c. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) didefinisikan sebagai
rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan.
DS = Q/C
dimana :
Q = volume jalan dalam smp/jam
C = kapasitas jalan dalam smp/jam Jika nilai DS 0,75 maka jalan
tersebut masih layak, tetapi jika DS > 0,75 maka diperlukan
penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi kepadatan.
5.4.5 Kinerja Operasional Angkutan Umum
Indikator kinerja operasional angkutan umum berdasarkan (Dephub,1996)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penumpang
Rata-rata jumlah penumpang per armada yang beroperasi per hari.
JPa = JPj/Jab..............................................................................................(2.5)
Dimana :
JPa
= jumlah penumpang/ armada/ hari
JPj
= Jumlah penumpang/ hari
Jab = jumlah armada yang beroperasi
2. Jarak Perjalanan Angkutan Perkotaan
Rata-rata jarak perjalan yang ditempuh tiap armada per hari.
Jp = Jr/hari x Pr.........................................................................................(2.6)
Dimana :
Jp

= Jarak perjalanan

Jr/hari

= jumlah rata-rata rit/ armada/ hari

Pr

= panjang rute (km)

3. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar

41

Volume bahan bakar (liter) yang dipergunakan untuk menempuh jarak 100
km.
Kbb = Jbb/100...........................................................................................(2.7)
Dimana :
Kbb

= konsumsi bahan bakar

Jbb = jumlah bahan bakar (liter/hari)


100

= 100 km perjalanan

10.Faktor Muatan (Load Factor)


Ratio jumlah penumpang yang diangkut dengan daya tampung atau
kapasitas kendaraan pada tiap segmen jalan sebagai load factor yang
mewakili satu lintas jalan. Faktor ini dapat menjadi petunjuk untuk
mengetahui apakah jumlah armada ada masih kurang, mencukupi, atau
melebihi kebutuhan.
LF = p/k x 100%........................................................................................(2.8)
Dengan :
LF = load factor
p

= jumlah penumpang yang diangkut pada tiap segmen jalan

= daya tampung kendaraan yang diijinkan

A. Kualitas Pelayanan Angkutan Umum


Adapun

indikator

kualitas

pelayanan

angkutan

umum

berdasarkan

(Dephub,1996):
1. Waktu Tunggu
Waktu tunggu adalah jumlah waktu rata-rata dan maksimum penumpang
menunggu angkutan umum. Dalam mengestimasi waktu tunggu diasumsikan
bahwa kedatangan angkutan umum bersifat acak dan tidak berdasarkan
jadwal yang jelas, sehingga rata-rata waktu tunggu diperlukan pengguna
angkutan umum diasumsikan sama dengan setengah headway.
Wt

= 0,5 x H.......(2.9)

Wt

= waktu tunggu (menit)

= headway

42

2. Waktu Perjalanan
Jumlah waktu rata-rata yang diperlukan dalam perjalanan setiap hari dari/ke
tempat tujuan.
Wp = Wr Wb........................................................................................(2.10)
Dimana :
Wp

= waktu perjalanan

Wr

= waktu tiba

Wb

= waktu berangkat

3. Kecepatan
Kecepatan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh angkutan umum dalam
km/jam. Diperoleh dari pencatatan waktu saat kendaraan berangkat dan
kembali lagi ke tempat asal dari perjalanan.
V = Jp/Wp...............................................................................................(2.11)
Dengan:
V

= kecepatan rata-rata angkutan (km/jam)

Jp

= Jarak perjalanan

Wp

= waktu perjalanan

B. Standar Kinerja Angkutan Umum


Parameter yang menentukan kinerja sistem angkutan umum mengacu pada
pedoman

teknis

penyelenggaraan

angkutan

penumpang

umum

di

wilayah

perkotaan dalam trayek tetap dan teratur yang dikeluarkan oleh Departemen
Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang terlihat pada Tabel
berilut ini:
Tabel 5.14
Standar kinerja operasional berdasarkan Departemen Perhubungan
N
o
1

Aspek
Jumlah
penumpang

Parameter
Jumlah penumpang/angkutan/hari

Standar
(pnp/angk/hr)

43

N
o

Aspek

Jarak perjalanan
angkutan

Tingkat konsumsi
bahan bakar

Load Factor

Parameter

Standar

a. Bus besar lantai ganda, 85 tempat


duduk, 35 berdiri;
b. Bus besar lantai tunggal, 49 tempat
duduk, 30 berdiri;
c.Bus sedang, 20 tempat duduk, 10
berdiri;
d. Bus kecil, 14 tempat duduk; dan
e. Mobil penumpang umum, 11 tempat
duduk
Rata-rata jarak tertempuh (km/hr)

1.500-1.800

a. Bus besar lantai ganda


b. Bus besar lantai tunggal
c. Bus sedang
d. Bus kecil
e. Mobil penumpang umum
Penggunaan bahan bakar (km/hr)
a. Bus besar lantai ganda
b. Bus besar lantai tunggal
c. Bus sedang
d. Bus kecil
e. Mobil penumpang umum
Perbandingan kapasitas terjual dan
kapasitas tersedia untuk satu perjalanan

1.000-1.200
500-600
300-400
250-300
(km/hr)
250
250
250
250
250
(km/ltr)
2
3-3,6
5
7,5-9
7,5-9
70%

Sumber : Departemen Perhubungan, 1996

Tabel 5.15
Standar kualitas pelayanan berdasarkan Departemen Perhubungan
N
o
1

Waktu tunggu

Waktu perjalanan

Headway

Aspek

Kecepatan Angkutan

Parameter
Waktu penumpang menunggu angkutan
a. Rata-rata
b. Maksimum
Waktu perjalanan setiap hari dari/ke tempat
a. Rata-rata
b. Maksimum
Waktu antara kendaraan (menit)
a. Headway ideal
b. Headway puncak
Berdasarkan kelas jalan
a. Kelas II
b. Kelas III A
c. Kelas IIIB
d. Kelas III C
Berdasarkan jenis trayek
a. Cabang
b. Ranting

Standar
(menit)
5-10
10-20
(jam)
1,0-1,5
2,0-3,0
5-10

2-5
(km/jam)
30
20-40
20
10-20
20
10

Sumber : Departemen Perhubungan, 1996

44

5.5

Landasan Teori Pekerjaan

5.5.1 Pengertian dan Fungsi Terminal


A. Pengertian Terminal
Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu urutan
kegiatan

tertentu

harus

dilakukan

untuk

memungkinkan

suatu

lalu

lintas

(kendaraan, barang, dan sebagainya) diproses penuh sehingga dapat meneruskan


perjalanan. Terminal adalah suatau fasilitas yang sangat kompleks, banyak kegiatan
tertentu yang dilakukan disana, terkadang secara bersamaan secara paralel sering
terjadi kemacetan yang cukup mengganggu. Terminal adalah titik pertemuan antara
penumpang dan

barang yang memasuki serta meninggalkan suatu sistem

transportasi. Terminal bukan saja merupakan komponen fungsional utama dari


sistem transportasi tetapi juga merupakan prasarana yang merupakan biaya yang
besar dan titik kemacetan yang terjadi (Morlok E.K, 1995).
Direktur Jendral Perhubungan Darat (1995) menyatakan bahwa terminal
angkutan umum merupakan titik simpul dalam sistem jaringan transportasi jalan
tempat terjadinya putus arus yang merupakan prasarana angkutan yang berfungsi
pokok sebagai pelayanan umum, berupa tempat kendaraan umum menaikkan
danmenurunkan penumpang dan atau barang , bongkar muat barang, sebagai
tempat berpindahnya penumpang baik intra maupun antar moda transportasi yang
terjadi sebagai akibat adanya arus pergerakan manusia dan barang serta adanya
tuntutan efisiensi transportasi.
Pengertian
pembinaan

terminal

umum

umum

yang

terminal,Direktorat

dirumuskan
Jendral

Bina

oleh

badan

Marga

kerjasama

dan

Direktorat

Perhubungan Darat adalah sebagai berikut :


1. Terminal

adalah

mengambil

dan

prasarana
menurunkan

angkutan,tempat
penumpang

kendaraan

atau

barang

umum
,tempat

perpindahan penumpang atau barang dari moda transport lainnya,yang


terjadi akibat tuntutan efisiensi transportasi;
2. Terminal adalah tempat pengendalian ,pengawasan,dan pengaturan
sistem perizinan arus angkutan penumpang dan barang;

45

3. Terminal adalah prasarana angkutan yang merupakan bagian dari


system transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang;
dan
4. Terminal adalah unsur tataruang yang mempunyai peranan penting bagi
efesiensi kehidupan suatu wilayah atau kota.
Secara umum terminal merupakan salah satu komponen dari sistem
transportasi tersebut. Sesuai pengertian diatas ,maka akan tercermin bahwa fungsi
terminal dapat berupa keadaan yang sederhana sampai yang rumit dibandingkan
dengan fungsi fungsi komponen transportasi lainnya. Terminal mempunyai fungsi
yang penting

dalam pengelolaan jalan raya,maka dengan sedirinya diperlukan

sesuatu perencanaan dan penataan yang matap.


Seperti yang diuraikan terlebih dahulu, bahwa dalam sistem

transportasi

terdapat suatu tempat asal dan adanya satu tujuan. Sebagai tempat asal dan tujuan
dalam suatu system transportasi terminal adalah titik dimana penumpang dan
barang masuk dan keluar dari sistem.Dalam bahasa yang sederhana terminal dapat
didefenisikan sebagai titik awal dan titik akhir dari suatu transportasi. Demikian
juga dengan proses

bongkar muat barang dilaksanakan pada tempat tertentu

dengan ruang bangun kedaraan dan tempat bongkar muat dapat dioptimalkan,
sehingga diperoleh pelayanan yang lebih baik serta biaya operasi yang lebih murah.
Dalam hubungan ini secara lebih luas terminal dapat diartikan angkutan
penumpang atau barang , berawal dan berakhir atau dialihkan sebelum dan setelah
pergerakan kendaraan termasuk fasilitas- fasilitas perbaikan kendaraan dan
perlengkapannya. Dengan pengertian seperti uraiyan diatas tanpa memperhatikan
lokasi dan tipenya ,terminal merupakan esensial dari sistem transportasi.
Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki
posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan
pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk
terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka
ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal.

B. Fungsi Terminal
46

Setelah memahami pengertian terminal,sebelum sampai pada analisa


terminal maka sangat perlu memahami fungsi suatu terminal. Dengan memahami
fungsi terminal diharapkan pemahaman akan terminal akan lebih mendalam
sehingga

mempermudah analisanya. Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral

Perhubungan Darat Nomor 31 Tahun 1993 tentang terminal transportasi jalan,


terminal berfungsi sebagai berikut :
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan yang satu ke
moda atau kendaraan yang lain, tempat tersedianya fasilitas-fasilitas dan
informasi (pelataran parkir, ruang tunggu, papan informasi, toilet, toko,
loket, dll) serta fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi atau kendaraan
penumpang;
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, antara lain adalah dari segi perencanaan
dan manajemen lalu lintas dan menghindari kemacetan, sebagai sumber
pemungutan restribusi dan sebagai pengendali arus kendaraan;
3. Fungsi terminal bagi operator / pengusaha jasa angkutan adalah untuk
pengaturan pelayanan operasi bus, menyediakan fasilitas istirahat dan
informasi awak bus dan fasilitas pangkalan.
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, definisi terminal transportasi antara lain
merupakan:
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai
pelayanan umum;
2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu
lintas;
3. Prasarana angkutan yang merupakan

bagian dari sistem transportasi

untuk melancarkan arus penumpang dan barang; dan


4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi
kehidupan kota.
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995. Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau
dari 3 unsur, yang mana diantaranya adalah:
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau
kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir
kendaraan pribadi;
47

2. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan


manajemen lalu lintas untuk menata lalulintas dan angkutan serta
menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai
pengendali kendaraan umum; dan
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus,
penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai
fasilitas pangkalan.
Fungsi terminal untuk menyediakan sarana masuk dan keluar bagi objekobjek yang digerakkan, penumpang atau barang,menuju atau meninggalkan sistem.
Fungsi terminal seperti deskripsi diatas merupakan gambarasn dari fungsi terminal
secara keseluruhan pada semua model system transportasi. Karena tulisan ini
merupakan studi kasus untuk system transportasi jalan raya maka fungsi utama
terminal tersebut akan dirinci dalam batasan transpotasi darat. Kehadiran terminal
dalam transportasi darat umumnya diperlukan untuk memenuhi beberapa fungsi
berikut ini.
1. Tempat Pemusatan Lalu lintas
Lalu lintas penumpang atau barang yang bergerak dari suatu tempat asal
ke

tempat tujuan yang bervriasi ,sebagian penumpang atau barang

mungkin akan diangkat kedaerah lain. Jika untuk melayani setiap


mobilitas

barang

atau

penumpang

yang

bergerak

tersebut

mengakibatkan suatu pergerakan lalulintas maka yang akan

terjadi

adalah arus lalu lintas yang sibuk dan tidak teratur. Untuk lebih
mengefisienkan pelayanan suatu barang tersebut maka lalu lintas dengan
berbagai arah dan tujuan tersebut perlu dipusatkan pada suatu tempat
tertentu sehingga pelayanan dan kondisinya akan lebih mudah.
2. Tempat Pemrosesan Barang dan Penumpang
Sebagai

suatu

seharusnya

bentuk

pelayanan

jasa,

sistem

transportasi

dapat

memberikan kepuasan terhadap pemakainya. Penumpang

yang melakukan perjalanan haruslah merasa aman,nyaman dan tenang.


Begitu juga dengan pengiriman barang-barang yang diangkut hendaklah
sampai ditempat tujuan dengan aman dan utuh. Dengan maksud ini
penumpang

haruslah

diberi

tiket

,dan

barang-barang

yang

sudah

diperiksa haruslah diberi labelsehingga penumpang da barang yang akan


48

diangkut jelas identitasnya serta asal tujuannya. Pemrosesan ini dilakukan


diterminal;
3. Tempat Pengelompokan Dan Pemisahan Barang Dan Penumpang
Diantara sejumlah barang da penumpang dengan variasi tujuan dan
jenisnya,bkemungkinan ditemukan penumpang-penumpang dan barang
dengan tujuan dan bentuk komoditas yang sama. Untuk mempermudah
pelayanan dengan jasa ini mereka perlu dikelompokkan dengan bentuk
dan komoditas yang sama;
4. Tempat Bongkar Muat
Sebelum atau meninggalkan system transportasi, penumpang atau
barang

yang diangkut haruslah dipindahkan/dibongkar dari system

sebelumnya.

Untuk

proses

ini

perlu

ruang

tunggu

bagi

penumpang,tempat pembongkaran dan penumpukan barang;


5. Tempat Penyimpanan
Penumpang atau barang yang memanfaatkan suatu sistem transportasi
yang tidak segera mendapatkan pelayanan,hal ini bias disebabkan oleh
ketrbatasan alat angkut ataupun karena adanya berbagai proses yang
akan dilayani ,(misalnya pengelompokan pemberian tiket,pemberian label
dan lain sebagainya). Dalam selang waktu tersebut harus ditempatkan
dalam ruang yang nyaman dan barang yang akan diangkut dapat
disimpan dengan aman.
6. Peralihan Lalu Lintas
Untuk

mencapai

diangkut

efisien,adakalanya

penumpang

atau

barang

yang

oleh sistem transportasi tidak langsung dibawa ke tempat

tujuan melainkan

penumpang atau barang tersebut harus dialihkan

(ditransfer) ke system angkutan lainnya,baik dengan moda yang sama


maupun yang berbeda;

7. Tempat Tersedianya Berbagai tempat Jasa Pelayanan


Terutama untuk satu perjalanan yang panang dan melelahkan, baik bagi
yang pemakai jasa angkutan maupun orang-orang yang mengoperasikan
jasa angkutan tersebut, membutuhkan bebagai jasa pelayanan berupa
49

akomodasi (makan,minum),sanitasi, tempat ibadah dan sebagainya.


Kebutuhan

tersebut

mereka

peroleh

sebelum

mereka

meneruskan

perjalanan; dan
8. Tempat Perbaikan dan Pemeliharaan
Untuk suatu jaminan pelayanan yang baik terhadap pengguna jasa
angkutan kendaraan sebagai perangakat vital system transportasi harus
selalu dalam kondisi baik dan siap pakai sehingga tidak menimbulkan
masalah

dalam

perjalanan.

Untuk

ini

kendaraan-kendaraan

harus

senantiasa di periksa serta diperbaiki bila ada kerusakan. Menurut Edward


K Morlok,1984 fungsi-fungsi terminal transportasi adalah:
a. Memuat penumpang atau barang keatas kendaraan transport serta
membongkar /menurunkannya;
b. Memindahkan dari suatu kendaraan ke kendaraan lain;
c. Menampung pemumpang atau barang dari waktu tiba sampai waktu
berangkat;
d. Kemungkinan
e.
f.
g.
h.
i.

untuk

memproses

barang,membungkus

untuk

diangkut;
Menyediakan kenyamanan penumpang;
Meniapkan dokumentasi perjalanan;
Menimbun muatan,menyiapkan rekening,memilih rute;
Menjualn tiket penumpang, memeriksa pesanan tempat;
Menyimpan kendaraan, memelihara dan menentukan

tugas

selanjutnya; dan
j. Mengumpulkan penumpang
berukuran

dan

barang

didalam

grup-grup

ekonomis untuk diangkut dan menurunkan mereka

sesudah tiba di tempat tujuan.

5.5.2 Klasifikasi Terminal


Dalam rancangan Peraturan Pemerintah Pedoman Teknis Pembangunan dan
Penyelenggaraan Terminal Angkutan Penumpang dan Barang Nomor 43 Tahun
1993, terminal menurut jenis angkutan diklasifikasikan menjadi :
1. Terminal Penumpang, yaitu tempat melayani pergantian moda angkutan
penumpang ditambah barang bawaan untuk perjalanan antar kota dan
dalam kota; dan

50

2. Terminal barang, yaitu tempat bergantinya moda angkutan bagi barang


pada jenis terminal tertentu, sekaligus sebagai terminal barang dan
terminal penumpang.
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat Nomor 31
Tahun 1993, mengklasifikasikan terminal menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1. Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP), dan atau angkutan lalu lintas batas
antar Negara, Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Antar Kota
(Angkot), dan Angkutan Pedesaan (Ades);
2. Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Kota (Angkot), dan
atau Angkutan Pedesaan (Ades); dan
3. Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk
Angutan Pedesaan (Ades).
Berdasarkan, Juknis LLAJ, 1995, Terminal dibedakan berdasarkan jenis
angkutan, yang mana diantaranya menjadi:
1. Terminal

Penumpang,

adalah

prasarana

transportasi

jalan

untuk

keperluan menaikkan dan menurunkan penumpang, perpindahan intra


dan/atau antar moda transportasi serta pengaturan kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum; dan
2. Terminal Barang, adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau
antar moda transportasi.
5.5.3 Penentuan Lokasi Terminal
Secara umum, tahapan dasar dari suatu perencanaan terminal terdiri dari
dua, yaitu Penentuan lokasi terminal dan Perencanaan tata-letak dan desain
komponen terminal. Penentuan lokasi terminal biasanya dilakukan pada tahapan
studi kelayakan, keluaran yang dihasilkan meliputi: lokasi terpilih, preliminary
design, tingkat kelayakan dan studi analisis dampak lalu lintas. Sedangkan
perencanaan

tata-letak

dan

desain

rinci

dilakukan

pada

tahapan

Final

Engineering Design, output yang dihasilkan meliputi gambar perencanaan,


spesifikasi, bill & quantity dan estimasi biaya.
51

A. Penentuan Lokasi Terminal


Studi penentuan lokasi terminal merupakan tahapan yang cukup penting
dalam perencanaan terminal, karena terminal yang baik adalah terminal yang
secara sistem jaringan mampu berperan dalam melancarkan pergerakan sistem
transportasi secara keseluruhan. Dengan demikian, maka letak terminal sangatlah
berperan, terutama dalam kaitannya dengan peran yang disandang oleh terminal
bersangkutan dalam sistem jaringan rute ataupun keberadaan terminal tersebut
dalam sistem prasarana jaringan jalan. Dalam penentuan lokasi terminal, aspekaspek yang perlu mendapat perhatian adalah :
1. Tipe terminal yang akan dibangun;
2. Komponen pergerakan yang akan dilayani (loading, unloading, transfer,
kiss & ride, park & ride dll);
3. Tipe lintasan rute yang akan dilayani (trunk routes, collector routes atau
4.
5.
6.
7.

local routes);
Jumlah lintasan rute yang akan dilayani;
Kondisi dan karakteristik tata-guna tanah pada daerah sekitar terminal:
kondisi dan karakteristik prasarana jaringan jalan; dan
Kondisi dan karakteristik lalu-lintas pada jaringan jalan di sekitar lokasi
terminal

Lintasan rute angkutan umum perlu dipertimbangkan, hal ini akan terkait
dengan distribusi perge-rakan pengguna angkutan umum. Pola lintasan rute yang
baik diharapkan menghasilkan pelayanan yang baik, dalam arti menghubungkan
asal dan tujuan perjalanan pengguna angkutan umum dengan jarak yang sesingkat
mungkin, menjangkau semua wilayah secara merata sesuai dengan distribusi
permintaan angkutan umum, menghasilkan perjalanan dengan minimal tranfer.
Secara umum dike-nal beberapa bentuk pola trayek angkutan umum sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini. Ada empat pola rute angkutan umum, yaitu:
radial criss-croos, trunk line with feeders, grid, radial.
Sedangkan tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan lokasi terminal
adalah:
1. Identifikasikan tipe terminal yang akan dibangun;
2. Estimasikan kebutuhan luasan lahan yang diperlukan. Estimasi dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan prakiraan jumlah lintasan bis
yang akan dilayani. Selanjutnya diestimasikan secara lebih rinci jumlah bis
52

dan jumlah penumpang per hari yang akan diiayani. Dari data-data
tersebut dapat diestimasi luas lahan yang diperlukan untuk masingmasing komponen prasarana terminal;
3. Dari gambar peta jaringan lintasan

rute

eksisting,

identifikasikan

beberapa alternatif lokasi terminal didasarkan jumlah dan jenis lintasan


yang mungkin dilayani dan luasan lahan yang dibutuhkan. Indikasi iokasi
terminal dapat ditentukan berdasarkan simpul-simpul jaringan yang
mungkin terbeniuk dari peta jaringan lintasan rute;
4. Selanjutnya untuk masing-masing alternatif lokasi terminal, lakukan halhal berikut ini:
a. Identifikasikan kondisi dan karakteristik tata-guna tanah dari lokasi
dimaksud;
b. Cek luasan lahan yang mungkin tersedia;
c. Estimasikan luas dan harga lahan yang dapat dibebaskan;
d. Identifikasi karakteristik dan kondisi jaringan jalan yang ada di sekitar
lokasi terminal;
e. Identifikasikan karakteristik dan kondisi lalu-lintas yang ada pada
f.

jaringan jalan;
Estimasikan secara kasar besarnya dan karakteristik lalu-lintas yang
akan dibangkitkan oleh terminal dimaksud. Lalu-lintas yang dimaksud
dapat berupa lalu-lintas bis ataupun lalu-lintas yang dihasilkan oleh

penumpang (untuk penumpang park & ride ataupun kiss & ride);
g. Identifikasikan sistem sirkulasi keluar-masuk bis dan kendaraan lain
dari dan ke jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
h. Lakukan traffic assignment dari volume lalu-lintas yang dibangkitkan
pada jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi. Cek kondisi dan
karakteristik lalu-lintas yang dihasilkan akibat adanya terminal
i.

terhadap jaringan jalan sekitar; dan


Identifikasikan titik-titik mana dalam jaringan jalan sekitar yang
diperkirakan rawan terhadap kemacetan ataupun gangguan lalulintas.

Berikan

beberapa

solusi

yang

mengantisipasi permasalahan yang ada.


5. Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua

dimungkinkan
alternatif.

untuk

Tentukan

alternatif terbaik berdasarkan kriteria tertentu.


B. Perencanaan Tata-letak dan desain komponen prasarana terminal
Jika lokasi terminal telah ditentukan pada tahap sebelumnya, ataupun telah
ditentukan karena alasan lainnya, maka pada lokasi dimaksud perlu dilakukan
53

perencanaan

rinci,

yang

meliputi

perencanaan

tata-letak

dan

perencanaan

komponen-komponen prasarana. Hal terpenting dari kedua aspek di atas adalah


perencanaan tata letak, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan
efektifitas sistem terminal secara keseluruhan.
Suatu

sistem

tata

letak

yang

baik

adalah

sistem

tata-letak

yang

menghasilkan situasi terminal di mana:


1. Interaksi antara satu lintasan bis dengan lintasan bis lainnya dapat
dilakukan dengan baik, sehingga penumpang yang ingin melakukan
transfer dapat dengan mudah melakukan;
2. Interaksi antara lalu lintas bis yang keluar / masuk terminal dengan lalu
lintas yang ada di daerah sekitarnya dapat dilakukan dengan baik ,
sehingga tidak menyebabkan gangguan yang signifikan bagi kelancaran
lalu lintas ataupun kelancaran lalu lintas bis itu sendiri;
3. Interaksi antara penumpang dengan bis dapat dilakukan dengan mudah ,
sehingga penumpang yang datang ke terminal dengan moda apapun
(berjalan kaki , kiss n ride, atau park n ride ) dapat dengan mudah
mencari lintasan bis yang diinginkan dan penumpang yang baru turun dari
bis dapat dengan mudah keluar dan melanjutkan perjalanannya dengan
moda lain;
4. Sirkulasi bis dapat dilakukan secara efektif dan efisien tanpa harus
menyebabkan bis mengalami tundaan yang berlebihan;
5. Sirkulasi pejalan kaki (pedestrian) dapat dilakukan secara efektif dan
efisien tanpa harus menyebabkan pejalan kaki berputar putar; dan
6. Sirkulasi kendaraan pribadi atau kendaraan lain non bis yang keluar /
masuk terminal dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, sehingga tidak
menyebabkan tundaan ataupun gangguan pada lalu lintas lainnya.
Untuk menghasilkan sistem tata letak yang baik, maka komponen prasarana
terminal yang harus mendapat perhatian utama adalah:
a. Jalur masuk dan keluar untuk bis;
b. Ramp untuk bis keluar dari atau masuk ke terminal dari jaringan jalan
c.
d.
e.
f.
g.

sekitar;
Loading bay / bis bay / berth;
Unloading platform untuk penumpang turun dari bis;
Loading queue (tempat antrian untuk naik ke bis);
Platform untuk penumpang menunggu;
Platform untuk kiss and ride;
54

h. Areal parkir untuk kendaraan pengantar/penjemput atau kendaraan milik


penumpang;
i. Jalur masuk dan keluar bagi kendaraan non bis; dan
j. Fasilitas pelengkap lainnya, yaitu areal khusus untuk penyimpanan bis
atau perawatan bis, kios tempat penjualan tiket, papan informasi dan
ruang kontrol.
Tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan tata letak dan desain
fasilitas prasarana terminal adalah:
1. Identifikasi karakteristik dan pola pergerakan
Tujuan dari tahapan ini adalah mengidentifikasikan besaran dasar dan
karakteristik dari pergerakanpergerakan yang akan diantisipasi dalam
terminal, meliputi pergerakan bis, penumpang dan kendaraan non bis.
Adapun analisis yang dilakukan meliputi :
a. terminal klasifikasi dan fungsi terminal yang akan di bangun;
b. identifikasi komponen pergerakan yang akan diantisipasi;
c. prediksi dan estimasi banyaknya lintasan rute yang akan dilayani;
d. prediksi dan estimasi banyaknya penumpang yang akan dilayani
untuk masing masing lintasan rute , baik besaran rata rata
maupun untuk kondisi puncak (peak hour);
e. Prediksi dan estimasi banyaknya penumpang

yang

akan

menggunakan pola pedestrian, pola 'park & ride' dan pola 'kiss &
ride';
f. Prediksi pola dan besaran arrival rate dari bis untuk masing-masing
lintasan rute; dan
g. Prediksi pola dan besaran arrival rate dari calon penumpang untuk
masing-masing tipe penumpang.
2. Identifikasi sistem/mekanisme operasional terminal
Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mendapatkan beberapa
alternatif dari sistem/mekanisme operasional terminal, meliputi : pola
interaksi antara lintasan bis, pola interaksi antara bis dan penumpang,
pola interaksi antara penumpang dan penumpang dan pola sirkulasi, baik
penumpang, pejalan kaki, bis dan kendaraan lainnya.
Adapun analisis yang dilakukan meliputi :
a. Tentukan banyaknya lajur bis yang diperlukan, baik untuk jalur akses
maupun jalur keluar;

55

b. Tentukan
c.
d.
e.
f.
g.
h.

terminal;
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan

banyaknya

platform/lajur

bis

yang

diperlukan

dalam

banyak bis bay yang diperlukan;


pola penempatan lintasan bis dalam platform/Iajur bis;
pola dan sistem sirkulasi bis;
pola dan sitem sirkulasi pedestrian;
pola dan sistem sirkulasi kendaraan non-bis; dan
pola penempatan/tata-letak masing-masing komponen

prasarana terminal berdasarkan pola dan sistem sirkulasi yang


dicanangkan di atas.
3. Evaluasi alternatif sistem operasi terminal yang terbaik
Dari semua alternatif sistem operasional terminal yang telah dihasilkan
pada tahap sebelumnya, dilakukan evaluasi dalam usaha mendapatkan
alternatif yang terbaik. Kriteria utama yang diterapkan dalam menentukan
alternatif terbaik adalah efisiensi dan efektifitas pergerakan di dalam
terminal dan pergerakan dari dan ke terminal. Dalam evaluasi ini aspekaspek yang dianalisis meliputi:
a. Estimasi panjang antrian bis dan tundaan yang terbentuk pada
masing-masing lajur/paltform;
b. Estimasi panjang antrian dan waktu tunggu rata-rata yang dirasakan
penumpang pada masing-masing platform;
c. Estimasi panjang antrian dan tundaan rata-rata yang dirasakan
kendaraan non-bis di daerah park & ride dan kiss&ride;
d. Estimasi waktu total transfer rata-rata yang dirasakan penumpang
yang melakukan transfer; dan
e. Estimasi Biaya.
Adapun metoda analisis yang digunakan adalah:
a. teori antrian; dan
b. model Simulasi.
4. Tentukan dimensi rinci masingmasing komponen
Dari alternatif sistem operasional terminal yang terbaik, selanjutnya
dilakukan perhitungan dan analisis untuk menentukan besaran/dimensi
rinci dari masingmasing komponen prasarana terminal. Hasil yang
diperoleh dari tahapan ini adalah desain rinci dari seluruh komponen
prasarana terminal.
Dalam penentuan dimensi rinci dari masingmasing komponen prasarana
terminal ini masukan dasar yang digunakan dalam analisis adalah :
56

a. Pola, besaran kuantitatif dan karakteristik pergerakan dari masing


masing entities (penumpang, bis , dan kendaraan non bis);
b. Standar desain yang berlaku; dan
c. Standar geometrik yang berlaku.
5. Dimensi dasar komponen prasarana terminal
Dimensi dasar komponenkomponen prasarana di terminal bis sangat
dipengaruhi oleh besarnya bis yang akan dilayani, kemudahan manuver,
jumlah bis dan jumlah penumpang. Secara umum, dimensi dasar dari
komponenkomponen prasarana terminal bis adalah :
a. Lebar Lajur Masuk / Keluar untuk Bis Lajur dengan lebar 3.5 m dapat
digunakan untuk bis dengan lebar 2.8 m;
b. Lebar Lajur Bis dalam terminal, Dimensi dasar untuk lajur bis dalam
terminal hendaknya dua kali lajur bis biasa, atau cukup untuk
menampung

bis

sekaligus,

baik

untuk

manuver

maupun

penyimpanan bis sementara. Untuk lajur bis yang terletak di daerah


unloading platform, lebar lajur bis dibuat untuk cukup menampung
dua bis, agar bis yang sudah kosong dapat segera pergi, tanpa harus
menunggu

bis

yang

di

depannya,

yang

sedang

menurunkan

penumpang; dan
c. Clearance untuk memutar, Clearance (ruang bebas) yang disediakan
untuk manuver bis dari lajur bis di terminal ke lajur bis untuk keluar
hendaknya dibuat dengan memperhatikan ukuran maksimum bis .
Maksudnya agar bis dapat berputar dengan mudah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 penetapan lokasi
terminal angkutan penumpang perlu mempertimbangkan :
1.
2.
3.
4.
5.

Rencana umum tata ruang;


Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan disekitar terminal;
Keterpaduan moda transportasi baik udara maupun antar moda;
Kondisi topografi terminal; dan
Kelestarian lingkungan.

5.5.4 Persyaratan Lokasi Terminal


Syarat Penentuan Lokasi Terminal, Prinsip dasar dalam penentuan lokasi
adalah menempatkan sesuatu kegiatan sesuai dengan fungsinya dan perananya
sehingga kegiatan yang ditempatkan tersebut dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya (optimum location). Hal ini telah dikemukakan oleh Von Thunen seorang
57

geograf dari Jerman. Lokasi terbaik menurut Von Thunen (1926) adalah lokasi yang
dapat menghasilkan keuntungan tertinggi/maksimal yang dapat diterima (Daldjoeni
1997, p. 35). Selanjutnya Weber (1909) menyatakan bahwa lokasi optimum adalah
lokasi yang terbaik secara ekonomis yaitu lokasi yang

biayanya paling minimal

(least cost location) dengan asumsi keuntungan maksimal dapat diperoleh (Moril,
1970. p. 87).
Namum dalam kenyataan tidak selalu lokasi terpilih merupakan lokasi cocok
secara ekonomis atau yang memberikan keuntungan yang maksimal (maximum
revenue locations). Ada faktor lain yang juga menjadi pertimbangan. Beberapa
macam faktor lain yang biasa dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi
kegiatan seperti; faktor keamanan, lingkungan/ekologi, kesediaan energi, sistim
politik dan sistim perpajakan dan lain sebagainya sesuai dengan jenis kegiatan yang
akan diusahakan. Inilah yang disebut oleh Harvey (dalam Daldjoeni, 1997 p. 88)
dengan

the statisficer concept, yaitu siap menerima lokasi yang lebih

memuaskan dari pada lokasi yang hanya dilihat dari sudut pandang ekonomis
semata (profitability).
Jika kita terapkan dalam menentukan lokasi sebuah terminal, banyak hal
yang perlu dipertimbangkan baik kepentingan jangka pendek maupun jangka
panjang. Pertimbangan jangka pendek seperti nilai/harga lahan sering dijadikan
faktor

yang mempengaruhi pengambil keputusan sehingga kadang-kadang

mengorbankan kepentingan jangka panjang. Akibatnya lokasi terminal

yang

diusulkan terletak tidak sesuai dengan prasyaratan lokasi sebuah terminal.


Demikian juga halnya ketersediaan lahan kosong yang luas disuatu tempat
juga tidak selalu tepat untuk lokasi terminal apabila lokasi tersebut tidak berada
pada akses yang tinggi dengan lintas kendaraan, karena salah satu fungsi utama
terminal adalah tempat pergantian antar moda, maka disana akan terjadi akumulasi
manusia.

Akibatnya

banyak

lokasi

terminal

tidak

berfungsi

sebagaimana

semestinya. Banyak contoh terminal yang telah dibangun dengan biaya yang besar
akan tetapi pemanfaatannya tidak maksimal hal ini dapat dilihat dari jumlah
penumpang yang turun naik serta kendaraan penumpang yang tak mau masuk
sehingga terkesan sepisepi. Terminal tidak lagi dapat diharapkan menjadi sebagai
generator pengembangan daerah sekitarnya. Bus yang masuk hanya sebatas
menyetor retribusi. Proses naik turun penumpang praktis lebih banyak dilakukan
58

diluar terminal, terutama pada lokasi-lokasi yang strategis sehingga tumbuh


menjadi terminal bayangan.
Sesuai dengan pendapat

Warpani (1990) penentuan lokasi terminal juga

harus mempertimbangkan lintas kendaraan. Karena pada hakekatnya terminal


merupakan pertemuan berbagai lintasan kendaran dari berbagai wilayah dan
berbagai moda angkutan. Disamping itu untuk mendekatkan konsumen dengan
tempat perbelanjaan, maka lokasi terminal sering digabung atau didekatkan dengan
pusat perdagangan. Dengan demikian jumlah perjalanan dapat dikurangi dengan
adanya pemusatan kegiatan (travel is reduced by nucleating activities) (Daldjoeni,
1997, p. 99).
Berdasarkan area pelayananya, maka disarankan terminal tipe A mempunyai
akses ke jalan arteri , terminal tipe B mempunyai akses jalan arteri dan kolektor dan
terminal tipe C mempunyai akses ke jalan kolektor atau lokal (Manajemen Jalan
Raya, 2005).
A. Persyaratan lokasi terminal tipe A adalah sebagai berikut :
1. Terletak di Ibu kota propinsi, kotamadya / kabupaten dalam jaringan
trayek bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), Antar Kota Dalam Propinsi
(AKDP) dan Angkutan Lintas Batas Negara;
2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III
A;
3. Jarak antar dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya 20 km
di pulau Jawa, 30 km di pulau Sumatra, dan 50 km di pulau lainnya;
4. Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 5 Ha untuk terminal di pulau
Jawa dan Sumatra dan 3 Ha di pulau lainnya; dan
5. Mempunyai jalan akses ke dan dari terminal sekurang-kurangnya
berjarak 100 meter di pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya.
B. Persyaratan lokasi terminal tipe B adalah sebagai berikut :
1. Terletak di kotamadya / kabupaten dalam jaringan trayek angkutan
kota dalam propinsi;
2. Terletak di jalan arteri atau kolektor dan kelas jalan sekurangkurangnya kelas III B;
3. Jalan antar dua terminal penumpang tipe B / dengan terminal tipe A
sekurang- kurangnya 15 km di pulau Jawa, 30 km di pulau lainnya;
4. Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di pulau
Jawa dan Sumatra dan 2 Ha di pulau lainnya; dan

59

5. Mempunyai jalan akses masuk / jalan keluar ke dan dari terminal


sekurang- kurangnya berjarak 50 meter di pulau Jawa dan 30 meter di
pulau lainnya.
C. Persyaratan lokasi terminal tipe C adalah sebagai berikut :
1. Terletak di dalam wilayah kabupaten dalam jaringan trayek angkutan
pedesaan;
2. Terletak di jalan kolektor atau lokal paling tinggi kelas III A;
3. Tersedia yang sesuai dengan permintaan angkutan; dan
4. Mempunyai jalan akses masuk / keluar kendaraan dari terminal sesuai
dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas disekitar terminal.
Berikut ini disajikan tabel klasifikasi fungsional dan teknis jalan kota :
Tabel 5.16
Klasifikasi Fungsional dan Klasifikasi jalan Kota Tipe I
Fungsi

Primer

Sekunde
r

LHR
(spm/jam)

Kelas
Teknis

Arteri

Kecepata
n
(spm/jam
)
80-100

Kolektor

II

60-80

III

60-80

Arteri

Keterangan

Standar tertinggi antar


wilayah/kota.
Standar tertinggi antar
wilayah atau dalam
dalam metropolitan
Idem untuk kelas II

Sumber : Direktorat Bina Jalan Kota, 1996

Tabel 5.17
Klasifikasi Fungsional dan Klasifikasi jalan Kota Tipe II
Fungsi

Primer

Arteri
Kolektor

>10.000
<10.000

I
I
II

Kecepata
n
(spm/jam
)
80-100
60-80
60-80

Sekunde
r

Arteri

>20.000

60

Kolektor

>20.000
>6.000
>8.000

II
II
III

50-60
50-60
30-40

>500
<500

III
IV

30-40
20-30

Lokal

LHR
(spm/jam)

Kelas
Teknis

Keterangan

Standar tertinggi 4 lajur


Idem untuk kelas I
Standar tertinggi 2
Lajur antar/dalam
kota/distrik
Idem untuk kelas I
Idem untuk kelas II
Idem untuk kelas II
Standar sedang 2 lajur antar
distrik antar distrik
Idem utuk kelas III
Standar rendah untuk I
lajur, akses kepemilikan
tanah disisi

60

Fungsi

LHR
(spm/jam)

Kelas
Teknis

Kecepata
n
(spm/jam
)

Keterangan

jalan.
Sumber : Direktorat Bina Jalan Kota, 1996

Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan


jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Terminal tipe A 50 -100 kendaraan/jam;
2. Terminal tipe B 25 50 kendaraan /jam; dan
3. Terminal tipe C 25 kendaraan/jam.
Luas terminal penumpang Untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas
berbeda, tergantung wilayah dan tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal:
1. Untuk terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatra seluas 5 Ha, dan di
pulau lainnya seluas 3 Ha;
2. Untuk terminal penumpang tipe B di pulau Jawa dan Sumatra seluas 3
Ha, dan dipulau lainnya seluas 2 Ha; dan
3. Untuk terminal tipe C tergantung kebutuhan.
Sedangkan

untuk

penentuan

lokasi

dan

letak

terminal

penumpang

diantaranya dilaksanakan oleh:


1. Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, untuk Terminal penumpang Tipe A;
2. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur
Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B; dan
3. Bupati Kepala Daerah/Walikota daerah Tingkat II setelah mendapat
persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk terminal
penumpang tipe C.
Fungsi terminal sangatlah signifikan karena pada terminal terjadi interaksi
antar lintasan rute dan pada terminal pula terjadi interaksi antar penumpang dan
lintasan rute. Karenanya efektifitas dan efisiensi sistem transportasi dalam suatu
jaringan lintasan sangat dipengaruhi oleh performasi dari terminalterminalnya.
Lokasi terminal sangat ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum di suatu
kota. Ada dua model yang diacu dalam menentukan lokasi terminal (Departemen
Perhubungan, 1993 p. 94), antara lain yaitu :
61

1. Model Nearside Terminating


Model ini mengembangkan sejumlah terminal di tepi kota. Angkutan antar
kota berakhir di terminal-terminal tepi kota, sedangkan pergerakan didalam
kota dilayani dengan angkutan kota yang berasal dan berakhir di terminalterminal yang ada. Model ini lebih cocok pada kota-kota yang lama di
manaketerbatasan ketersedian lahan ditengah kota. Permasalahan yang
muncul adalah letak terminal akan jauh dari pusat kota dan menyebabkan
waktu tempuh yang cukup lama untuk menempuh dari terminal keterminal
lain.
Model nearside terminating
ini

sangat

sejalan

konsep

dengan

dekonsentrasi

planologis (Ilhami, 1990, p.


54-55),

yaitu

untuk

memecahkan

masalah

perkotaan terutama kota-kota


besar dengan meningkatkan
fasilitas perkotaan dan juga
mengembangkan

pusat

pertumbuhan baru dibagian


pinggir kota, apakah dalam bentuk
pembangunan

kota-kota

disekitarnya

baru

atau

pengembangan daerah desa di


pinggiran kota menjadi daerah
perkotaan

dengan

tujuan

Gambar 5.14 Konsep Near Side Terminating

untuk mendekosentrasikan perkembangan.


Hal yang tak kalah penting dari tujuan dekonsentrasi planologis adalah
untuk membentuk titik-titik pertumbuhan baru disekitar kota dengan
harapan titik pertumbuhan ini dapat menjadi generator perkembangan
serta sekaligus mengimbangi daya tarik kota/pusat kota sehingga dapat

62

mengurangi / mengatasi beban pusat kota (tingginya pertumbuhan dan


kegiatan penduduk serta keterbatasan lahan di pusat kota).
Salah satu pendekatan yang dipakai adalah dengan mendistribusikan
beberapa fungsi kegiatan kota ke titik-ttik pertumbuhan dipinggir kota
yang diinginkan dengan harapan fungsi kota yang didistribusikan ini
dapat menjadi agen pertumbuhan (fisik, ekonomi maupun sosial) untuk
daerah sekitarnya. Beberapa jenis kegiatan kota yang dapat menjadi
generator/titik pertumbuhan menurut
(Daldjoeni,

1997,

p.

159)

seperti

Harris

dan Ullman 1945

pelabuhan

udara,

kompleks

perindutrian, pelabuhan laut, stasiun kereta api, kampus universitas


yang

kemudian

berkembang

menjadi

pusat

pelayanan.

Model

pengembangan kota seperti di atas termasuk kedalam kota model inti


banyak atau ganda (multiple nuclei) seperti teori Harris dan Ullman.
2. Model Central Terminating
Model central terminating, yaitu mengembangkan satu terminal terpadu
di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan di kota tersebut.
Model ini lebih menguntungkan dari pada model pertama karena akan
memberikan aksesibilitas yang baik seperti; dekat dengan berbagai
aktifitas,

kemudahan

pencapaian

oleh

calon

penumpang,

dan

mengurangi transfer. Model ini disarankan untuk dikembangkan pada


kota-kota baru yang banyak berkembang akhir-akhir ini, terutama di kotakota besar.
Model di atas secara prinsipnya sama dengan prinsip pemusatan
kegiatan (aglomerasi); yaitu pengelompokan berbagai kegiatan dan
penduduk dititik-titik simpul (kota). Kota tidak saja sebagai pusat
administratif tetapi juga sebagai pusat pelayanan berbagai kebutuhan
penduduk

kota

maupun

penduduk

daerah

hinterlandnya.

Untuk

memberikan pelayanan yang optimal tersebut, diusakan pengembangan


fasilitas pelayanan kota

pada titik titik simpul kota atau pusat kota.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan pemusatan kegiatan


tersebut, baik itu secara ekonomis, geografis maupun secara psikologis
(Daldjoeni, 1997, p. 99).

63

Gambar 5.15 Konsep Central Terminating

Pada prinsipnya aglomerasi dapat berfungsi mengurangi jarak total yang


semestinya ditempuh, sehingga hal itu termasuk keuntungan secara
geografis, juga menguntungkan dalam arti ekonomis karena dengan
mengeluarkan usaha sedikit saja dapat diperoleh hasil yang banyak.
Aglomerasi itu sendiri merupakan faktor lokasi yang amat penting, baik
yang

berwujud

mengelompoknya

perumahan

penduduk,

maupun

mengelompoknya pertokoan di shoping centre, mengelompoknya indutri


dikawasan industri atau bermacam-macam kegiatan mengelompok pada
pusat kota, sama-sama memanfaatkan dalam usaha meningkatkan
efisiensi. Orang di samping memenuhi tujuan utama dari kerpergiannya,
sekaligus ia diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan lainnya
tampa harus mengulangi perjalanannya dari rumah ketujuan tambahan
itu. Dengan demikian jumlah perjalanan dapat dikurangi dengan adanya
aglomerasi atau pemusatan kegiatan (travel is reduced by nucleating
activities) (Daldjoeni, 1997, p. 99).
Mengacu

pada

konsep

terminal,

maka

model

kedua

(Model

Central

Terminating) lebih menguntungkan dan disarankan untuk dikembangkan di kotakota baru (Sub Urban). Hal ini dikarenakan:
1.
2.
3.
4.

Aksesibilitas yang lebih baik;


Dekat dengan pusat aktivitas/kegiatan;
Mengurangi transfer/perpindahan moda; dan
Kemudahan pencapaian oleh penumpang.

64

Di kota-kota di Indonesia pada umumnya lebih memilih model yang pertama


(Model

Nearside

Terminating)

karena

alasan

keterbatasan

lahan.

Dengan

permasalahan yang muncul pada model 1 adalah dengan berkembangnya wilayah


kota akan menyebabkan letak terminal berada pada tepi kota yang berada jauh dari
pusat kota. Mengutip teori lokasi oleh Von Thunnen atau Weber, bahwa pemilihan
lokasi adalah dengan mengambil langkah-langkah untuk meminimalisai biaya
sehingga lokasi terminal tersebut memiliki angka banding manfaat dan biaya besar.
Untuk lebih jelasnya perbedaan jumlah perjalanan antara kegiatan yang
terpencar dengan kegiatan yang terpusat dapat dilihat Gambar berikut:

Berdasarkan ketentuan normatif seperti Peraturan Pemerintan Nomor 43


Tahun 1993 yang ditindaklanjuti dengan Pedoman teknis pembangunan dan
penyelenggaraan

terminal

angkutan

penupang

dan

barang

(Departemen

Perhubungan, 1993) menjelaskan faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam


memilih lokasi terminal penumpang dan barang diataranya adalah:
1. Aksessibilitas, yaitu tingkat kemudahan untuk pencapaian yang dapat
dinyatakan dengan jarak fisik, waktu tempuh atau biaya angkutan;
2. Rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).

Penentuan lokasi

ini harus

mempedomani struktur tata ruang wilayah/kota;


3. Lalulintas, terminal merupakan sumber pembangkit angkutan, dengan
demikian merupakan pembangkit lalulintas. Penentuan lokasi terminal

65

harus tidak boleh menimbulkan persoalan lalulintas, tetapi justru harus


dapat mengurangi persoalan lalulintas; dan
4. Ongkos konsumen, penetuan lokasi terminal perlu memperhatikan
ongkos angkutan konsumen, dalam arti mempertimbangkan besarnya
ongkos yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mencapai tempat
tujuan tertentu dengan menggunakan kendaraan umum secara cepat,
aman dan murah.
Kriteria Penentuan Lokasi Terminal atau Pemilihan lokasi terminal penumpang
harus memperhatikan syarat-syarat umum maupun khusus, dimana keduanya telah
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 tentang
Terminal Transportasi Jalan. Secara umum penetapan lokasi terminal penumpang
baik tipe A, B, ataupun C harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Rencana umun tata ruang;


Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
Kondisi topografi lokasi terminal; dan
Kelestarian lingkungan.

5.5.5 Akses Terminal


Suryadharma, Hendra dan Susanto B., (1999), mengatakan jarak terminal
terhadap jalan disekitarnya pada dasarnya ditentukan oleh intensitas arus pada
terminal dan ruas jalan tersebut. Berdasarkan area pelayanannya, maka disarankan
terminal tipe A mempunyai akses kejalan arteri, terminal tipe B mempunyai akses
jalan arteri dan kolektor dan terminal tipe C mempunyai jalan akses kejalan
kolektor atau lokal. Adapun persyaratan-persyaratan tentang lokasi terminal
menurut tipe-nya :
1. mempunyai jalan akses / ke dan dari terminal sekurang-kurangnya
berjarak 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya;
2. mempunyai jalan akses masuk / atau jalan keluar kendaraan dari
terminal

sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau

lainnya; dan
3. mempunyai jalan akses masuk / atau keluar kendaraan dari terminal
sesuai dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas disekitar terminal.
66

Abubakar I, dkk (1995) menjelaskan bahwa sistem sirkulasi kendaraan di


dalam

terminal

ditentukan

berdasarkan

jumlah

arah

perjalanan,

frekuensi

perjalanan, dan waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang. Untuk itu
diperlukan sistem pengendalian sirkulasi dalam terminal yang dapat mengatur
sirkulasi lalu lintas dalam terminal. Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan
memisahkan jalur bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota.
1. Terminal Tipe A
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe A yaitu, jalur kedatangan, jalur
keberangkatan, dan ruang parkir untuk angkutan AKAP dan AKDP
terpisah pada saalah satu siisi terminal, sedangkan untuk angkutan
pedesaan dan angkutan perkotaan menjadi satu. Demikian pula untuk
parkir kendaraan pribadi dan taksi juga masih menjadi satu. Bangunan
utama berada di tengah-tengah terminal. Contoh bentuk penegendalian
sirkulasi dalam terminal Tipe A adalah sebagai berikut:

Gambar 5.16 Gagasan Pengendalian Sirkulasi Dalam Terminal Tipe A

2. Terminal Tipe B
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe B yaitu, parkir untuk angkutan
pedesaan dan angkutan perkotaan sudah terpisah karena sudah tidak
ada lagi parkir untuk AKAP. Parkir kendaraan pribadi dan taksi masih
menjadi satu. Bangunan utama berada ditengah-tengah terminal.
67

Contoh bentuk pengendalian sirkulasi dalam terrminal tipe B adalah


sebagai berikut.
Gambar 5.16 Gagasan Pengendalian Sirkulasi Dalam Terminal Tipe B

3. Terminal Tipe C
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe ini, pola sirkulasi kendaraan
masih sangat sederhana karena hanya melayani angkutan perdesan
saja, dan untuk mengetahui dengan lebih jelasnya dapat dilihat
memalui gambar disamping ini

68

Gambar 5.18 Gagasan Pengendalian Sirkulasi Dalam Terminal Tipe C

5.5.6 Fasilitas Terminal


Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor 132 tahun
2015 tentang Penyelengaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan, menyebutkan
bahwa setiap penyelenggara terminal penumpang wajib menyediakan fasilitas
terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas
terminal penumpang sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1. fasilitas utama, diantaranya meliputi:
1) jalur keberangkatan kendaraan;
2) jalur kedatangan kendaraan;
3) ruang tunggu penumpang, pengantar, dan/atau penjemput;
4) tempat naik turun penumpang;
5) tempat parkir kendaraan;
6) fasilitas pengelolaan lingkungan hidup (waste management);
7) perlengkapan jalan;
8) fasilitas penggunaan teknologi;
9) media informasi;
10) kantor penyelenggara Terminal; dan
11) loket penjualan tiket.
12) penanganan pengemudi;
13) pelayanan pengguna terminal dari perusahaan bus (customer service);
14) fasilitas pengawasan keselamatan;
15) jalur kedatangan penumpang;
16) ruang tunggu keberangkatan (boarding);
17) ruang pembelian tiket;
18) ruang pembelian tiket untuk bersama;
19) outlet pembelian tiket secara online (single outlet ticketing online);
20) pusat informasi (Information Center);
21) papan perambuan dalam terminal (Signage);
22) papan pengumuman;
23) layanan bagasi (Lost and Found);
24) ruang penitipan barang (lockers);
25) tempat berkumpul darurat (Assembly Point); dan
26) jalur evakuasi bencana dalam terminal.
Fasilitas utama sebagaimana dimaksud yang berupa jalur keberangkatan,
jalur kedatangan, lajur pejalan kaki, tempat berkumpul darurat (Assembly Point),
dan

tempat

parkir

kendaraan

dapat

ditempatkan

dalam

satu

area.

Jalur

keberangkatan sebagaimana dimaksud disesuaikan dengan jumlah kendaraan,


perusahaan, dan waktu pemberangkatan dengan tetap mengutamakan aspek
pelayanan dan keselamatan. Fasilitas pengawasan keselamatan sebagaimana
69

dimaksud adalah berupa fasilitas pengujian fisik kendaraan bermotor dan fasilitas
pengujian fisik dan kesehatan awak kendaraan.
Luasan, desain, dan jumlah fasilitas utama yang ditempatkan dalam satu
area sebagaimana dimaksud wajib mempertimbangkan:
a.
b.
c.
d.
e.

kebutuhan pelayanan angkutan orang;


karakteristik pelayanan;
pengaturan waktu tunggu kendaraan;
pengaturan pola parkir; dan
dimensi kendaraan.

2. fasilitas penunjang, diantaranya meliputi:


Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud

merupakan

fasilitas

yang

disediakan di terminal sebagai penunjang kegiatan pokok terminal. Fasilitas


penunjang sebagaimana dimaksud dapat berupa:
1) fasilitas penyandang cacat dan ibu hamil atau menyusui;
2) fasilitas keamanan (checking point/metal detector/CCTV);
3) fasilitas pelayanan keamanan;
4) fasilitas istirahat awak kendaraan;
5) fasilitas ramp check;
6) fasilitas pengendapan kendaraan;
7) fasilitas bengkel yang diperuntukkan bagi operasional bus;
8) fasilitas kesehatan;
9) fasilitas peribadatan;
10) tempat transit penumpang (hall);
11) alat pemadam kebakaran; dan/atau
12) fasilitas umum, antara lain meliputi:
a. toilet;
b. rumah makan;
c. fasilitas park and ride;
d. tempat istirahat awak kendaraan;
e. fasilitas pereduksi pencemaran udara dan kebisingan;
f. fasilitas pemantau kualitas udara dan gas buang;
g. fasilitas kebersihan, perawatan terminal, dan janitor;
h. fasilitas perbaikan ringan kendaraan umum;
i. fasilitas perdagangan, pertokoan, kantin pengemudi;
j. area merokok;
k. fasilitas restoran;
l. fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM);
m. fasilitas pengantar barang (trolley dan tenaga angkut);
n. fasilitas telekomunikasi dan area dengan jaringan internet;
o. fasilitas penginapan;
p. fasilitas keamanan;
q. ruang anak anak;
r. media pengaduan layanan; dan/atau
s. fasilitas umum lainnya sesuai kebutuhan.

70

Jumlah dan jenis fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud disesuaikan


dengan tipe dan klasifikasi terminal. Dalam penyediaan fasilitas bagi penumpang
penyandang cacat dan ibu hamil atau menyusui sebagaimana dimaksud luasan dan
jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan. Fasilitas sebagaimana dimaksud wajib
dilengkapi dengan rambu dan/atau petunjuk. Ketentuan lebih lanjut mengenai luas,
desain, dan jumlah fasilitas utama.
Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal
harus juga memperhatikan:
1. Turun

naik

kelancaran

penumpang
sirkulasi

penumpang;
2. Luas bangunan

dan

bus

ditentukan

parkir

dan

bus

dengan

menurut

harus

tidak

mengganggu

memperhatikan

kebutuhan

pada

keamanan

jam

puncak

berdasarkan kegiatan; dan


3. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan
yang nyaman dan akrab.
Zona Pelayanan Terminal, Terminal penumpang terbagi atas 4 (empat) zona
pelayanan yang meliputi:
1.
2.
3.
4.

zona
zona
zona
zona

penumpang sudah bertiket atau zona I;


penumpang belum bertiket atau zona II;
perpindahan; dan
pengendapan.

Zona penumpang sudah bertiket atau zona I sebagaimana dimaksud dalam


merupakan tempat steril yang khusus disediakan bagi penumpang bertiket yang
telah siap memasuki kendaraan. Zona penumpang sudah bertiket atau zona I
sebagaimana dimaksud meliputi:
1. ruang tunggu, dapat berupa ruang tunggu eksekutif (lounge) dan/atau
ruang tunggu non eksekutif (non lounge); dan
2. ruang dalam yang ada di terminal setelah calon penumpang melewati
tempat pemeriksaan tiket (boarding).
Zona penumpang belum bertiket atau zona II sebagaimana dimaksud
merupakan tempat dimana calon penumpang, pengantar, dan orang umum
mendapatkan pelayanan sebelum masuk ke dalam zona sudah bertiket atau zona I.
Zona penumpang belum bertiket atau zona II sebagaimana dimaksud meliputi:

71

single outlet ticketing online, ruang fasilitas kesehatan, ruang komersil (fasilitas
perdagangan

dan

pertokoan),

fasilitas

keamanan

(checking

point/metal

detector/CCTV), tempat transit penumpang (hall), ruang anak anak, jalur


kedatangan penumpang, ruang tunggu, ruang pembelian tiket untuk bersama,
pelayanan pengguna terminal dari perusahaan bus (customer service), pusat
informasi (Information Center), fasilitas penyandang cacat/lansia, toilet, ruang ibu
hamil atau menyusui, ruang ibadah, fasilitas kesehatan, papan perambuan dalam
terminal (Signage), layanan bagasi (Lost and Found), fasilitas pengelolaan
lingkungan hidup (waste management), fasilitas telekomunikasi dan area dengan
jaringan internet, ruang penitipan barang (lockers), tempat parkir, halaman
terminal, area merokok dan/atau fasilitas kebersihan.
Zona perpindahan sebagaimana dimaksud merupakan tempat perpindahan
penumpang dari berbagai jenis pelayanan angkutan penumpang umum. Dalam
zona perpindahan sebagaimana dimaksud bagi angkutan penumpang umum
setelah menurunkan penumpang dilarang untuk mengetem. Zona pengendapan
sebagaimana dimaksud dalam merupakan tempat untuk istirahat awak kendaraan,
pengendapan kendaraan, ramp cek, bengkel yang diperuntukkan bagi operasional
bus.
A. Peta Hubungan Kedekatan Aktivitas Antar Fasilitas Utama dan
Fasilitas Pendukung
ARC (Activity Relationship Chart) adalah suatu peta yang menggambarkan
hubungan kedekatan terhadap aktivitas antar fasilitas-fasilitas utama maupun
pendukungnya. Hubungan kedekatan antar antar fasilitas-fasilitas tersebut dibagi
dalam 6 (enam) tingkatan, yaitu :
1. Absolut/mutlak, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas sistem
yang mutlak berdekatan, dilambangkan dengan huruf A;
2. Penting sekali, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas dalam
suatu sistem yang penting sekali berdekatan tetapi tidak mutlak,
dilambangkan dengan huruf B;
3. Penting, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas dalam suatu
sistem yang penting untuk berdekatan tetapi tidak penting sekali,
dilambangkan dengan huruf C;

72

4. Biasa, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas sistem yang tidak


penting untuk berdekatan, dilambangkan dengan huruf D;
5. Tidak dipentingkan, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas
sistem yang tidak dipentingkan untuk berdekatan, dilambangkan dengan
huruf E; dan
6. Tidak ada hubungan, yaitu hubungan kedekatan antar fasilitas-fasilitas
sistem yang tidak ada hubungan kedekatan sehingga tidak perlu
berdekatan, dilambangkan dengan huruf F, selanjutnya dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 5.18 Diagram hubungan kedekatan aktivitas (ARC)


Sumber: Departemen Perhubungan (1996)

73

B. Diagram

Hubungan

Kedekatan

Aktivitas

(Activity

Relationship

Diagram)
Diagram hubungan kedekatan aktivitas (Activity Relationship Diagram) yaitu
suatu

diagram

yang

menggambarkan

penempatan

fasilitas-fasilitas

sistem

berdasarkan dari ARC (Activity Relationship Chart) dalam bentuk blok-blok diagram.
Tingkatan hubungan kedekatan antar fasilitas digambarkan sama seperti ARC.
Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.17
Diagram hubungan kedekatan aktivitas (Activity Relationship Diagram)
N
o

Aktifitas

Derajat Kedekatan
C
D

Areal
Pemberangkatan

6,8,14

2,11

13

4,12

Areal Bus Menunggu

1,3

6,13

11,12

Areal Kedatangan

4,14

6,11,12

5,13

Areal Lintas/Transit

3,14

6,13

1,12

Areal Penumpang
Menunggu

7,8,13

Kantor Pengawas

11,12

Kios/Toko

6,12,13

8,5,11

Loket

7,9,11,
12,13

Peron

12,13

6,7,8

10

Tempat Suci

11

5,13

6,12

11

WC Umum/
Kamar Mandi

10

1,6

3,5,13

2,7,8,12

4,9,14

12

Tempat Parkir

1,3,4,8,
10,11,14

13

Taman

3,5,7,9,1
3
1,2,4,6,7,
9,
10,11,12,
14

3,8

14

Pos Pemeriksaan

3,4

13,6

12

2,5,7,8,9
, 10,11

6,10,11,1
2
2,3,4,5.7,
8,13,1

3,7,9,10
4,5,7,8,
9,10
1,7,8,9,
10
2,5,7,8,9
, 10,11

2,4,9,14

9,10

1,2,3,4,
10,14
2,3,4,10,
11,14
1,2,3,4,5
,
10,11,14
1,2,3,4,7
, 8,9,14

Sumber : Departemen Perhubungan (1996)

Sedangkan dalam bentuk bagan Diagram Hubungan Kedekatan Aktivitas.


(Activity Relationship Diagram /ARD) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
74

Gambar 5.19 : Activity Relationship Diagram


Sumber: Departemen Perhubungan(1996)

5.5.7 Kriteria Perencanaan Terminal


Jalan masuk dan keluar kendaraan (Sirkulasi lalu lintas) harus lancar, dan
dapat bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang
kendaraan umum harus terpisah dengan keluar masuk kendaraan. Kendaraan di
dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem
sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan:
1. Jumlah arah perjalanan;
2. Frekuensi perjalanan; dan
3. Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang.
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus/kendaraan
dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota. Kegiatan perencanaan terminal
diantaranya juga harus meliputi beberapa ketentuan, yang mana diantaranya
meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan;


penataan fasilitas penumpang;
penataan fasilitas penunjang terminal;
penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan;
penyusunan jadwal perjalanan berdasarkn kartu pengawasan;
pengaturan jadwal petugas di terminal; dan
evaluasi sistem pengoperasian terminal.

5.5.8 Kriteria Pembangunan Terminal

75

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan


Lalu Lintas Jalan, untuk masing-masing tipe terminal memiliki luas berbeda,
tergantung wilayah dan tipenya, dengan ketentuan ukuran minimal :
1. Terminal tipe A di pulau Jawa dan Sumatera seluas 5 Ha, dan di pulau
lainnya seluas 3 Ha;
2. Terminal tipe B di pulau jawa dan Sumatera seluas 3 Ha, dan di pulau
lainnya seluaas 2 Ha; dan
3. Terminal tipe C tergantung kebutuhan.
Kebutuhan luas terminal penumpang berdasarkan tipe dan fungsinya secara
rinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 5.18
Kebutuhan Luasan Terminal berserta dengan Fasilitasnya
N
o
A
1

2
3
4
5
6
7
8
B
1
2
3
4
5
C
1
2
3

Jenis
Kebutuhan
Kendaraan
Ruang parkir
a. AKAP
b. AKADP
c. ANGKOT
d. ANGDES
e. Kendaraan pribadi
Ruang service
Pompa bensin
Sirkulasi kendaraan
Bengkel
Ruang istirahat
Gudang
Peralatan parkir cadangan
Pemakai Jasa
Ruang tunggu
Sirkulasi kendaraan
Kamar mandi/WC
Kios/Kantin
Mushola/masjid
Operasional
Ruang administrasi
Ruang pengawas
Loket

Karakteristik Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C

Satuan

1.120
540
800
900
600
500
500
3960
150
50
25
1980

540
800
900
500
500
2740
100
40
20
1370

900
200
1100
30
550

m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m

2625
1050
72
1575
72

2250
900
60
1350
60

480
192
40
288
40

m
m
m
m
m

78
23
3

59
23
3

39
16
2

m
m
m

76

N
o
4
5
6
7
8
D
1
2
3
4

Jenis
Kebutuhan
Peron
Retribusi
Ruang informasi
Ruang pertolongan
pertama
Ruang perkantoran
Ruang Luar (Tidak
efektif)
Luas total
Cadangan perkembangan
Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan untuk
desain

Karakteristik Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C
4
4
3
6
6
6
12
10
8
45
30
15

Satuan
m
m
m
m

150

100

23494
23494
46988
4,7

17255
17255
34510
3,5

5463
5463
10926
1,1

m
m
m
ha

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1994

Pembangunan terminal serahusnya dilengkapi dengan beberapa kajian, yang


mana diantranya meliputi:
1. Rancang bangun terminal;
2. Analisis dampak lalu lintas; dan
3. Analisis mengenai dampak lingkungan
Dalam rancang bangun terminal penumpang harus juga memperhatikan
beberapa persyaratan, yang mana diantranya meliputi::
1. Fasilitas penumpang yang disyaratkan;
2. Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi
peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan
sebagainya;
3. Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam
terminal; dan
4. Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antar kota antar propinsi,
angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan
pedesaan. Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah
pengawasan terminal.
Pembangunan Terminal penumpang merupakan tanggung jawab Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah. Pembangunan Terminal penumpang sebagaimana
dimaksud dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

77

Pengoperasian

Terminal

penumpang

dilaksanakan

oleh

pemerintah

kabupaten/ kota atau pemerintah. Pengoperasian Terminal sebagaimana dimaksud


antara lain meliputi kegiatan:
1. Perencanaan, Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud antara lain
meliputi rencana sebagai berikut:
a. penataan fasilitas utama dan fasilitas penunjang Terminal;
b. pengaturan lalu lintas di dalam dan di sekitar Terminal;
c. pengaturan kedatangan dan keberangkatan kendaraan bermotor
umum;
d. pengaturan petugas di Terminal; dan
e. pengaturan parkir kendaraan.
2. Pelaksanaan, Kegiatan pelaksanaan sebagaimana dimaksud antara laain
meliputi kegiatan:
a. pelaksanaan rencana yang sudah dijabarkan pada poin diatas;
b. pendataan kinerja Terminal, meliputi:
1) pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan
berangkat;
2) pencatatan

waktu

kedatangan

dan

keberangkatan

kendaraan bermotor umum;


3) pencatatan jumlah pelanggaran; dan
4) pencatatan faktor muat (load factor);
c. pemungutan jasa pelayanan Terminal penumpang;
d. pemberitahuan waktu keberangkatan kendaraan

umum

setiap

kepada

penumpang dan informasi lainnya; dan


e. pengaturan arus lalu lintas di daerah lingkungan kerja Terminal.
3. Pengawasan
operasional,
Kegiatan
pengawasan
operasional
sebagaimana dimaksud meliputi:
a. pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi kendaraan, meliputi:
1) kartu pengawasan terhadap keabsahan, masa berlaku, kesesuaian
jam perjalanan dan asal tujuan perjalanan;
2) dokumen perizinan kendaraan yang digantikan jika kendaraan
cadangan;
3) buku uji

kendaraan

terhadap

keabsahan,

masa

berlaku,

peruntukkan; dan
4) pemeriksaan manifes penumpang terhadap jumlah penumpang.
b. pemeriksaan fisik kendaraan bermotor umum, meliputi:
1) persyaratan teknis dan laik jalan;
2) fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor umum;
3) fasilitas penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, dan
wanita hamil; dan
identitas kendaraan, meliputi nama perusahaan, stiker dan/atau
papan trayek, dan jenis pelayanan.
78

c. pemeriksaan awak kendaraan bermotor umum, meliputi:


1) pemeriksaan tanda pengenal dan seragam;
2) pemeriksaan kondisi kesehatan dan fisik; dan
3) jam kerja pengemudi.
d. pengawasan ketertiban Terminal, meliputi:
1) pemanfaatan fasilitas utama Terminal;
2) pemanfaatan fasilitas penunjang Terminal;
3) ketertiban dan kebersihan fasilitas umum; dan
4) keamanan di dalam Terminal.
Secara tabelaris tipologi terminal dapat disarikan berdasarkan ketentuan
yang berlaku menjadi sebagai berikut:
Tabel 5.19
Tipologi Terminal berdasarkan Ketentuan yang Berlaku
No
1

Ketentuan

Tipe A
Fungsi
Terminal Melayani kendaraan
(KM 31 TH 1995) umum untuk
pasal 2
angkutan antar
kota antar propinsi
dan atau angkutan
lintas batas negara,
angkutan antar
kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan
Fasilitas Terminal
a. jalur
(KM 31 TH 1995)
pemberangkatan
pasal 3
dan kedatangan;
b. tempat parkir;
c. kantor terminal;
d. tempat tunggu;
e. menara
pengawas;
f. loket penjualan
karcis;
g. rambu-rambu
dan papan
informasi; dan
h. pelataran parkir
pengantar atau
taksi.
Lokasi Terminal
a. tingkat
(PP NO 79 TH
aksesibilitas
2013) pasal 67
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana

Tipologi Terminal
Tipe B
Melayani kendaraan
umum untuk
angkutan antar
kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan

a. jalur
pemberangkatan
dan kedatangan;
b. tempat parkir;
c. kantor terminal;
d. tempat tunggu;
e. menara
pengawas;
f. loket penjualan
karcis;
g. rambu-rambu
dan papan
informasi; dan
h. pelataran parkir
pengantar atau
taksi.
a. tingkat
aksesibilitas
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana

Tipe C
Melayani angkutan
pedesaan

a. jalur
pemberangkatan
dan kedatangan;
b. kantor terminal;
c. tempat tunggu;
dan
d. rambu-rambu dan
papan informasi.

a. tingkat
aksesibilitas
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana

79

No

Ketentuan

Instansi Penetap
Lokasi Terminal
(PP NO 79 TH
2013) pasal 65
Penyelenggara
Terminal (PP NO
79 TH 2013)

Tipe A
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Menteri, untuk
Simpul Terminal
penumpang tipe A
Menteri

Tipologi Terminal
Tipe B
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Gubernur, untuk
Simpul Terminal
penumpang tipe B
Gubernur

Tipe C
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Bupati/Walikota,
untuk Simpul
Terminal
penumpang tipe C
Bupati/Walikota

Sumber : Hasil Ringkasan Tim Penyusun, Tahun 2016

5.5.9 Parkir Kendaraan di Terminal


A. Fasilitas Parkir

80

Fasilitas parkir untuk umum adalah berupa gedung parkir atau lahan/kawasan
parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri. Fasilitas parkir
sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir atau
lahan/kawasan parkir yang disesuaikan untuk menunjang kegiatan pada bangunan
utama. Penentuan satuan ruang parkir (SRP) mengacu pada hal-hal berikut:
a. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang;
b. Ruang bebas kendaraan parkir; dan
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal
kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada posisi pintu kendaraan
dibuka, yang diukur dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan parkir di
sampingnya. Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan
untuk menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat.
Jarak bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan longitudinal 30 cm
c. Lebar bukaan pintu kendaraan
Berdasarkan ketentuan tersebut maka didapatkan ketentuan SRP untuk truk
seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 5.20
Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)
No
1
2
3

Jenis Kendaraan
a. Mobil penumpang untuk golongan I
b. Mobil penumpang untuk golongan II
c. Mobil penumpang untuk golongan III
Bus/Truk
Sepeda motor

Satuan Ruang
Parkir
(m)
2,30 x 5,0
2,50 x 5,0
3,00 x 5,0
3,40 x 12,5
0,75 x 2,0

Sumber: Direktorat Jendral Perhubungan Darat ,1993. Rancangan


Pedoman Teknis Pembangunan dan Penyelenggaraan Angkutan
Penumpang dan Barang , Jakarta

B. Sarana Parkir
Sebelum mengenal lebih jauh klasifikasi sarana parkir ini, perlu diketahui
karakteristik karakteristik utama dari suatu tempat parkir yang menjadi landasan
untuk mengklasifisikasikan tersebut. Pada prisnsipnya ada tiga karakteristik utama
dari suatu sarana parkir antara lain:
1. Tempat yang disediakan untuk parkir, dari karakteristik ini parkir
dibedakan atas:
a. Parkir jalan, parkir jenis ini biasanya didesain sangat sederhana
sepanjang curb; dan
81

b. Parkir di luar jalan ,seperti terminal, lapangan parkir, gebang parkir


dan lain lain.
2. Petugas yang memarkir kendaraan, dibedakan atas :
a. Parkir sendiri sendiri oleh pengemudi; dan
b. Parkir oleh petugas khusus.
3. Konstruksi sarana parkir yang membedakan sarana parkir atas :
a. Sarana parkir berlantai tunggal; dan
b. Sarana parkir berlantai banyak.
Sedangkan berdasarkan fungsinya, sarana parkir diterminal antara lain
dibedakan atas :
1. Pool kendaraan yang berfungsi untuk menyimpan kendaraan , pemilihan
pool parkir beriorentasi pada fasilitas tamping yang lebih besar; dan
2. Sarana pemberangkatan / keberangkatan.
C. Dimensi dan Pola Parkir
Selain

dimensi

kendaraan

masalah

yang

sangat

vital

dalam

suatu

perencanaan terminal adalah pemilihan pada parkir kendaraan. Dimensi dari sarana
sarana parkir sebagai fasilitas utama dari suatu terminal ,sangat ditentukan oleh
pemilihan pola parkir. Untuk sarana parkir dengan fungsi dan karakteristik yang
berbeda diperlukan tata pengaturan parkir kendaraan yang berbeda beda pula.
Seperti pool kendaran yang berfungsi untuk menyimpan kendaraan,pemilihan pool
parkir beriorenasi pada kapasitas tamping yang lebih besar untuk dimensi parkir
yang

lebih

/kedatangan

kecil,
selain

sedangkan

pool

parkir

pada

pelataran

kapasitas,

juga

perlu

dipertimbangkan

pemberangkatan
kelulusan

gerak

kendaraan yang memasuki/meninggalkan tempat parkir tersebut.


Pola parkir kendaraan akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas ruang
parkir menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat pola parkir dibagi menjadi dua
yaitu pola parkir pararel dan pola parkir menyudut (Direktorat Jendral Perhubungan
Darat, 1993). Pola parkir pararel, adalah tata penyususnan kendaraan dalam suatu
garis pararel terhadap curb sehingga bimper belakang suatu kendaraan bertemu
dengan bumper muka kendaraan belakangnya. Keuntungan dari peminlihan parkir
pararel antara lain :
1.
2.
3.
4.

Kendaraan yang diparkir tidak mempengaruhi kendaraan yang lain;


Tidak memerlukan tempat memutar;
Pergerakan kendaraan lebih mudah dan lebih cepat; dan
Tingkat kecelakaan yang di timbulkan lebih rendah.
82

Sedangkan untuk kerugian yang dialami dari penggunan pola parkir ini antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Daya tamping kecil dan membutuhkan tempat yang luas; dan
2. Kendaraan yang keluar masuk harus berururtan.
Parkir menyudut, merupakan suatu bentuk penyusuan kendaraan sehingga
bagian memanjang kendaraan memebentuk sududt terhadap curb. Keuntungan
pemilihan pola parkir ini adalah:
1. Masing masing kendaraan bebas keluar masuk; dan
2. Areal parkir yang dibutuhkan lebih kecil sehingga membutuhkan daya
tampung yang lebih besar.
Kerugian untuk penggunaan atau pemilihan pola parkir ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Kendaraan yang parkir mengganggu kendaraan kendaraan lain; dan
2. Tingkat kecelakaan yang ditimbulkan lebih tinggi.
Dalam suatu fasilitas parkir,kendaraan harus disusun dalam berbagai
alternative dengan memperhatikan batasan-batasan minimum untuk pergerakan
kendaraan. Dalam merencanakan lay-out parkir, perencana harus bias mencoba
untuk mendapatkan kapasitas yag maksimum dari areal parkir yang tersedia. Tidak
bisa dipingkiri bahwa suatu kendaraan yang berdesakan penuh sesak pada suatu
tempat parkir sehingga terbatasnya pergerakan akan menyebabkan menurunnya
tingkat pemakaiyan dan efesiensi dari sarana parkir tersebut. Tempat parkir dan
garasi lain menyediakan ruang parkir, menyediakan gang-gang untuk mencapai
ruang parkir itu. Selain itu apabila tempat parkir atau garasi ini menarik ongkos
yang ditentukan berdasarkan waktu yang terpakai antara mengambil karcis parkir
pintu masuk dan member karcis itu kembali di pintu keluar harus disediakan ruang
untuk mengambil karcis dipintu masuk tadi dan membayar ongkos di pintu keluar.
Tempat-tempat ini

harus di desain dengan teliti oleh karena tingkat kedatangan

dan keluar kendaraan adalah berupa variasi yang acak sehingga mungkin akan
terjadi antrian atau waktu yang menunggu cukup lama.
Desain untuk ruang parkir dan gudang-gudang yang dibuat harus didasarkan
pada ukuran kendaraan desain. Pada umumnya ruang yang disediakan untuk
masing-masing adalah lebar 2,085 m dan panjang 5,94 m, lebar yang diperlukan
83

adalah berbeda-beda tergantung pada sudut kendaran yang di parkir terhadap gang
itu. Makin kecil sudut antara akses kendaraan yang di parkir dan gang, akan lebih
kecil ruang yang dibutuhkan untuk gerakan kendaraan dan akan lebih sempit pula
lebar gang yang dibutuhkan.
Gambar 5.20 pola parkir pararel yang menyudut

D. Karakteristik Parkir
Karakteristik Parkir menurut F.D. Hobbs (1995) mendefinisikan karakeristik
parkir dalam beberapa hal berikut:

1. Akumulasi parkir
Akumulasi parkir merupakan jumlah kendaraan yang diparkir di suatu
tempat perjalanan. Integrasi dari kurva akumulasi parkir selama periode
tertentu

menunjukkan beban parkir (jumlah kendaraan parkir) dalam

satuan jam kendaraan (vehicle hours) per periode tertentu. Sehingga


dapat dikatakan bahwa akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan yang
diparkir disuatu area pada waktu tertentu. Persamaan untuk menghitung
akumulasi parkir yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ac = Ei E x + x

84

Dengan :
Ac

= Akumulasi parkir

Ei

= Jumlah kendaraan yang masuk ke lokasi parkir (truk)

Ex

= Jumlah kendaraan yang keluar ke lokasi parkir (truk)

= Jumlah kendaraan yang sudah ada (truk)

Data-data yang diperhitungkan dalam perhitungan akumulasi parkir


adalah data banyaknya kendaraan yang diparkir pada periode waktu
tertentu dan kendaraan yang meninggalkan ruang parkir dalam periode
yang sama Kendaraan yang menginap tersebut dianggap sebagai beban
parkir dan harus dihitung (x) dan jika tidak ada kendaraan yang parkir
sebelum survey dilakukan maka x diangap 0. Perbandingan akumulasi
rata-rata menunjukkan efisiensi fasilitas yang terpakai. Berdasarkan hasil
yang diperoleh dibuat grafik yang menunjukkan persentase kendaraan
dalam

waktu

tertentu

dengan

demikian

didapat

kurva

akumulasi

karakteristik.
2. Volume parkir
Volume parkir merupakan jumlah kendaraan yang termasuk dalam beban
parkir (yaitu jumlah kendaraan per periode waktu tertentu biasanya per
hari). Waktu yang digunakan untuk parkir dihitung dalam menit atau jam
menyatakan lama parkir. Perhitungan volume parkir dapat digunakan
sebagai petunjuk apakah ruang parkir yang tersedia dapat memenuhi
kebutuhan parkir kendaraan atau tidak dan berdasarkan volume tersebut
dapat direncanakan besarnya ruang parkir yang diperlukan apabila
diperlukan pembangunan ruang baru.
Volume parkir dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan yang masuk
areal parkir selama jam-jam pengamatan (dianggap satu hari dan
mengunakan

fasilitas

parkir).

Volume

parkir

dihitung

dengan

menjumlahkan kendaraan yang menggunakan areal parkir pada jam


pengamatan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya
volume yang terjadi adalah sebagai berikut :

Vp = Ei + x
Dengan :
85

Vp

= Volume parkir (truk)

Ei

= Jumlah kendaraan yang masuk ke lokasi parkir (truk)

Berdasarkan perhitungan volume parkir maka dapat diketahui jumlah truk


yang menggunakan fasilitas parkir.
3. Pergantian parkir (parking turnover)
Pergantian parkir menunjukkan tingkat penggunaan ruang parkir dan
diperoleh dengan membagi volume parkir dengan jumlah ruang parkir
untuk periode waktu tertentu. Pergantian parkir dirumuskan sebagai
berikut :

Pp = (Vp : Rp)
Dengan :
Pp

= Pergantian parkir (truk/hari/SRP)

Vp

= Volume parkir (truk/hari)

Rp

= Ruang parkir (SRP)

4. Indeks Parkir
Indeks parkir adalah prosentase jumlah parkir yang terjadi dengan jumlah
ruang yang tersedia. Indeks parkir dirumuskan sebagai berikut :

Ip = (Ac : Rp) x 100 %

Dengan :
Ip

= Indeks parkir (%)

Ac

= Akumulasi parkir (truk)

Rp

= Ruang parkir (SRP)

5. Durasi parkir
Durasi adalah rata-rata lama waktu yang dihabiskan oleh pemarkir pada
ruang parkir. Berdasarkan hasil perhitungan durasi dapat diketahui ratarata

lama

penggunaan

ruang

parkir

oleh

pemarkir.

Durasi

ini

mengindikasikan apakah diperlukan suatu pembatasan waktu parkir


(dilihat dari rata-rata durasi parkirnya). Persamaan untuk menghitung
besarnya durasi parkir adalah:

Dp = Ex En
86

Dengan:
Dp

= Durasi parkir (menit)

Ex

= Waktu saat kendaraan keluar dari ruang parkir (menit).

En

= Waktu saat kendaraan masuk ke ruang parkir (menit)

Berdasarkan karakteristik parkir yang terjadi maka dapat diketahui tingkat


kepadatan parkir yang terjadi di kawasan parkir tersebut sehingga apabila
terjadi ketidakteraturan dalam parkir, dapat diketahui penyebabnya dan
diadakan pemecahan yang menyangkut beberapa karakteristik parkir
yang terjadi.
6. Headway
Headway adalah selisih waktu antara kendaraan satu dengan kendaraan
yang berikutnya, headway ada dua yaitu :
a. headway masuk yaitu menghitung selisih waktu kedatangan
antara kendaraan satu dengan yang berikutnya; DAN
b. headway keluar merupakan selisih waktu keberangkatan
kendaraan antara truk yang satu dengan truk belakangnya di pintu
keluar.

Hi = Xi Xi +1
Dengan :
Hi

= Headway kendaraan i (menit)

Xi

= Kendaraan i (menit)

Xi+1 = Kendaraan setelah i ( menit)


Kebutuhan Ruang Parkir Kendaraan

Jumlah ruang yang harus disediakan

untuk kendaraan parkir sangat dipengaruhi oleh karakteristik kendaraan dan


pengoperasiannya. Karakteristik yang sangat berpengaruh adalah durasi parkir dan
headway kendaraan. Untuk mendapatkan jumlah kebutuhan ruang parkir kendaraan
dapat dihitung dengan perbandingan antara durasi parkir dan headway yang telah
didapatkan melalui perhitungan karakteristik parkir dengan satuan ruang parkir.
Persamaan untuk menghitung luas kebutuhan ruang parkir kendaraan dengan
pendekatan durasi parkir dan headway dapat dirumuskan sebagai berikut :

JKi = DP / Hi
87

Dengan :

5.5.10

JKi

= Jumlah kendaraan moda i

DP

= Durasi parkir (menit)

Hi

= Headway kendaraan i (menit)

Analisa Terminal

Untuk dapat memahami karakteristik terminal perlu terlebih dahulu diuraikan


atau dianalisa aspek kegiatan yang terjadi di terminal. Pada dasarnya, untuk
menganalisa terminal,terminal dapat dianggap sebagai alat untuk memproses
perangkat-perangkat

yang

terlibat

dalam

sistem

transportasi

tersebut.

Pemerosesan tersebut memerlukan peralatan fisik, buruh dan perlengkapan serta


aturan-aturan prosedur untuk mengatur operasi dan untuk menjamin bahwa semua
fungsi dilakukan dengan cara yang sesuai dengan urutan yang benar dan yang
perlu diingat, juga diperlukan juga waktu

bagi perangkat-perangkat sistem

transportasi tersebut menjalani pemrosesan.


Aspek diatas berpengaruh besar terhadap biaya operasi terminal disamping
biaya lainnya. Jadi dapat disimpulkan, sengan penganalisaan terminal dapat
diperoleh gambaran mengenai :
1. Peralatan dan petugas yang dibutuhkan dalam terminal;
2. Waktu pemrosesan di terminal; dan
3. Analisa terminal
Untuk menganalisa dalam terminal dapat digunakan bagan proses arus. Dari
bagan proses ini dapat dilihat aktivitas-aktivitas dimana kendaraa-kendaraan atau
satuan lalu lintas lain mengalami pemrosesan melalui sarana yang ada. Disini juga
dapat

diperlihatkan

urutan

kgiatan,urutan

alternatif

ataupun

waktu

yang

diperlukan dalam menjalani proses. Bagan Proses arus terminal yang sederhana
dapat dilihat pada gambar berikut ini:

88

Gambar 5.21 Bagan Proses Arus yang Sederhana

Penggunaan bagan proses arus ini,dengan mempertimbangkan aspek-aspek


diatas tetap dapat dianalisa desain terminal yang berbeda ,beban lalu lintas yang
berbeda maupun proses-proses yang berbeda. Untuk analisa terminal digunakan
bagan proses yang lebih terinci seperti pada gambar berikut ini:

89

Gambar 2.22 Sketsa Bagan Alir Proses yang Terjadi Pada Suatu Terminal
Penumpang Umum
Sumber : Edward K. Morlok, 1985

Dari analisa terminal,palin tidak sasaran konsep kita dapat mempergunakan


representasi terminal untuk menganalisa karakteristik operasinya. Selain untuk
menerangkan karakteristik terminal tersebut,bagan proses arus juga

merupakan

alat yang sangat membantu untuk evaluasi alternative-alternatif desain dari


terminal.

5.5.11

Faktor-Faktor Penentu Lokasi Terminal

A. Lokasi Terminal Ditinjau dari Aspek Tata Ruang


Sebagai salah satu elemen dalam sistem transportasi, keberadaan terminal
tidak lepas dari pola jaringan jalan dan sistem pergerakan yang ada dalam suatu
kota. Lokasi terminal sangat ditentukan oleh konsep pelayanan angkutan umum
dalam suatu kota. Dalam hal ini, terminal dapat berlokasi pada akhir trayek
angkutan umum, pada persimpangan trayek, atau sepanjang trayek perjalanan
angkutan (Edwards, 1992:221).
Karena kegiatan yang berlangsung dalam terminal cukup kompleks dan
menyangkut pergerakan kendaraan dan penumpang di dalam maupun di luar
terminal, maka lokasi terminal harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan gangguan lalu lintas. Selain itu, perlu disediakan ruang yang cukup
untuk sirkulasi kendaraan dan penumpang tersebut. Ditinjau dari posisi terhadap
elemen transportasi jalan, lokasi terminal dapat dibedakan menjadi terminal of
90

street (di luar jaringan jalan) dan on street (pada jaringan jalan). Sebagai ilustrasi
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.23 Lokasi Terminal Terhadap Jaringan Jalan

Jika ditinjau dari sistem kota, lokasi terminal dapat ditentukan dengan
pertimbangan dua model, yaitu model nearside terminating dan model central
terminating (Dephub, 1998:58). Model central terminating berlokasi di tengah kota,
dan biasanya merupakan terminal terpadu. Konsep ini merupakan konsep

lama

namun memiliki beberapa keuntungan diantaranya :


1. Letaknya relatif dekat dengan pusat aktivitas, sehingga potensial sebagai
pembangkit dan penarik perjalanan;
2. Mengurangi transfer, karena distribusi perjalanan ke seluruh bagian kota
dapat dilakukan langsung dari terminal tersebut;
3. Mudah dicapai oleh penumpang.
Gambar 2.24 Model Lokasi Pengembangan Terminal

Kelemahan model ini adalah tidak adanya pemisahan antara arus lokal dan
regional, sehingga kemungkinan terjadi konflik dalam suatu lalu lintas lebih besar.
Pada model nearside terminating, sejumlah terminal dikembangkan di pinggir kota,
91

dan pergerakan di dalam kota dilayani oleh angkutan kota yang berasal dan
berakhir di terminal-terminal yang ada. Konsep ini merupakan salah satu usaha
untuk memisahkan lalu lintas regional dengan lalu lintas lokal, sehingga dapat
mengurangi permasalahan lalu lintas dalam kota. Model pengembangan terminal di
daerah

pinggiran

kota

tersebut

dapat

dilakukan

berdasarkan

beberapa

pertimbangan, antara lain:


1. Di pinggir kota masih tersedia lahan yang cukup luas.
Tersedianya lahan yang cukup luas ini akan memberikan peluang yang
lebih besar bagi usaha pengembangan terminal.
2. Aktivitas di pinggiran kota tidak terlalu padat.
Dengan tingkat aktivitas yang rendah, diharapkan pembangunan maupun
pengembangan terminal tidak akan terlalu banyak menggusur tempat
tinggal/tempat aktivitas penduduk.
3. Menghindari tumpang tindih perjalanan.
Dengan lokasi di pinggiran kota, berarti arus regional tidak perlu masuk ke
dalam kota karena perjalanan ke dalam kota akan dilayani oleh angkutan
kota dari terminal tersebut ke seluruh bagian kota. Dengan demikian,
akan

mengurangi overlapping perjalanan dengan tujuan yang sama

sehingga mengurangi beban jaringan jalan kota.


Yang dimaksud dengan pinggiran kota tersebut merupakan suatu daerah
yang nisbi (relatif), tergantung dari lingkup pendefinisiannya. Disamping itu, daerah
tersebut akan bergeser menjauhi pusat kota sesuai dengan perkembangan
kotanya. Klasifikasi tingkat kekotaan suatu wilayah dapat dibedakan menjadi
(Bintarto, 1983 hal ):
1. City atau pusat kota;
2. Suburban, yaitu area yang dekat dengan pusat kota dengan luas
mencakup daerah penglaju;
3. Suburban fringe, yaitu suatu area yang melingkari suburban dan
merupakan daerah peralihan antara desa dengan kota;
4. Urban fringe, yaitu area batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip
kota;
5. Rural urban fringe, yaitu area yang terletak antara kota dan desa yang
ditandai dengan penggunaan tanah campuran; dan
6. Rural atau daerah pedesaan.
92

Pengelompokan klasifikasi tingkat kekotaan dapat dijabarkan antara lain


sebagai berikut:
1. Central Bussiness District atau pusat kota, yang merupakan bagian
wilayah kota sebagai lokasi optimal untuk berbagai aktivitas, khususnya
ekonomi,

karena

memiliki

aksesibilitas

yang

tinggi.

Persaingan

penggunaan lahan yang tinggi, sehingga harga lahan tinggi;


2. Transition, merupakan perluasan dari pusat kota sehingga kepadatan dan
harga lahan masih tinggi, mendekati kepadatan dan harga tanah di pusat
kota;
3. Suburban, merupakan daerah terbangun namun memiliki area terbuka
yang

cukup besar, intensitas penggunaan lahan dan harga lahan lebih

rendah

dibanding puat kota atau daerah transisi. Penggunaan lahan

didominasi oleh

perumahan,dan letaknya tidak terlalu jauh dari pusat

kota; dan
4. Rural urban fringe, merupakan daerah yang relatif jauh dari pusat kota,
penggunaan lahan didominasi oleh pertanian.
Dengan demikian daerah pinggiran kota dapat didefinisikan sebagai daerah
yang langsung berbatasan dengan wilayah kota (built-up area), tidak

termasuk

dalam daerah terbangun total (fully developed), tetapi akan mengalami perubahan
di masa yang akan datang karena perkembangan kota (Soekani, 1991:9).
Pada

prinsipnya,

karena

pembangunan

terminal

dimaksudkan

untuk

menyediakan tempat konsentrasi penumpang dan kendaraan, maka lokasi terminal


hendaknya dapat dicapai dengan mudah oleh penumpang maupun kendaraan
umum. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan yang terjadi saat
ini, yaitu tumbuhnya terminal-terminal bayangan (Matrajaya, 1996:12), yang
biasanya terdapat pada lokasi yang dekat dengan pusat aktivitas penduduk.
Terminal

semacam

ini

biasanya

terletak

pada

bagian

jalan

(on

street),

persimpangan, atau pintu masuk suatu tata guna lahan tertentu (misalnya
perumahan, perkantoran, industri, dan sebagainya). Besar kecilnya terminal
tersebut tergantung pada intensitas kegiatan pada tata guna lahan yang
bersangkutan. Kecenderungan ini akan mengurangi kinerja terminal, karena
dengan demikian jumlah penumpang berkurang karena terdapat tempat akumulasi
yang lebih potensial.
93

Lokasi

terminal

hendaknya

mencerminkan

kebutuhan

penggunanya.

Beberapa pendapat telah dikemukakan berkaitan dengan penentuan kriteria lokasi


terminal berdasarkan aspek tata ruang kota, di antaranya (Rasyidin, 1984:87),
yakni:
1. Mempunyai kemudahan terhadap rute lalu lintas utama.
Jika lokasi terminal bersifat of street, kemudahan terhadap rute lalu lintas
utama akan mendukung kemudahan pencapaian dari dan ke terminal.
Dengan

demikian, perlu dipikirkan akses yang memadai dari rute lalu

lintas utama

menuju terminal, baik dengan penyediaan jaringan jalan

yang baik maupun

dengan penyediaan sarana angkutan umum yang

memadai.
2. Di luar pusat kota (CBD), idealnya di daerah pinggiran.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu alasan pemilihan lokasi
di pinggiran kota adalah untuk mengurangi beban jaringan jalan dalam
kota dengan cara memisahkan arus regional dan lokal. Disamping itu,
lokasi tersebut juga memudahkan pencapaian dari luar kota bagi bus-bus
antarkota.

Selanjutnya dengan lokasi di pinggiran tersebut diharapkan

dapat merangsang pertumbuhan wilayah di sekitar terminal sebagai salah


satu usaha untuk pemerataan pembangunan.
3. Sesuai dengan struktur kota dan sistem jaringan kota.
Lokasi terminal harus memperhatikan ketersediaan lahan, kemudahan
pencapaian terhadap pusat-pusat aktivitas kota, dan disesuaikan dengan
sistem jaringan jalan dalam kota. Departemen perhubungan menyatakan
bahwa lokasi

terminal hendaknya terletak pada titik kritis perpindahan

moda angkutan, yang

pada umumnya berupa perpotongan jalan

(simpang jalan arteri atau perpotongan dua kelas jalan).


4. Mempunyai kemudahan untuk bertukar moda angkutan kota.
Terminal memiliki keterkaitan dengan terminal angkutan lain seperti
stasiun,

bandara, dan pelabuhan, baik secara langsung maupun tidak

langsung.
kemudahan

Karena

itu

terhadap

lokasi

terminal

sedapat

mungkin

lokasi

tersebut

sehingga

dapat

memiliki
menjamin

kemudahan perpindahan moda angkutan bagi penumpang. Penumpang


94

dari terminal angkutan lain mungkin akan membutuhkan kendaraan atau


angkutan

umum

untuk

mencapai

tujuannya,

sehingga

memanfaatkan jasa terminal angkutan jalan raya. Sehubungan

perlu
dengan

hal tersebut, perlu diciptakan suatu sistem jaringan jalan yang dapat
menjamin kelancaran perjalanan antar terminal angkutan tersebut.
Kemudahan pergantian moda ditunjukkan oleh waktu tempuh yang
dibutuhkan dari suatu terminal ke terminal lain dalam suatu kota.
Disamping itu, jarak antarterminal tersebut juga akan mempengaruhi
waktu tunggu dalam terminal (waiting time). Waktu tunggu, yaitu waktu
yang dibutuhkan oleh penumpang untuk

memperoleh angkutan unit

tertentu di suatu tempat (Edwards, 1992:204-208). Di dalam kegiatan


yang berlangsung di suatu terminal adalah waktu tidak produktif yang
berusaha dihindari oleh penumpang maupun kendaraan, suatu trayek,
jadwal kendaraan tidak teratur atau tundaan perjalanan kendaraan
(keterlambatan kendaraan).
B. Kriteria Lokasi Terminal dari Tinjauan Normatif
Kriteria

lokasi

terminal

jika

ditinjau

berdasarkan

tinjauan

normatif

(berdasarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, 1981) akan didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
1. Terminal primer harus dapat menjamin ketepatan arus penumpang.
Dalam hal ini lokasi terminal harus dapat memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Sebagai tempat pemindahan yang menyangkut turun naiknya
penumpang:
b. Sebagai tempat pertukaran jenis angkutan: dan
c. Sebagai sarana pengendali, pengawas, dan

pengatur

arus

kendaraan umum yang baik.


2. Dari segi tata ruang kota, maka hendaknya lokasi terminal sesuai dengan
tata ruang kota;
3. Lokasi terminal penumpang primer hendaknya tidak sampai mengganggu
lingkungan hidup yang berada di sekitarnya;
4. Lokasi terminal hendaknya dapat menjamin penggunaan dan operasi
kegiatan terminal yang efisien dan efektif; dan
5. Lokasi terminal hendaknya tidak mengakibatkan timbulnya gangguan
pada kelancaran arus kendaraan maupun keamanan lalu lintas kota.

95

Memperhatikan seluruh pertimbangan di atas, maka dapat ditentukan kriteria


lokasi terminal bus antarkota sebagai berikut:
1. Terkait pada sistem jaringan jalan primer (arteri) dan mempunyai jarak
sekitar 100 meter;
2. Terletak pada lokasi yang merupakan bagian integral dengan sistem
angkutan antarkota lainnya;
3. Terletak pada lokasi yang dapat dicapai secara langsung dengan cepat,
aman, dan murah oleh pemakai jasa angkutan antarkota;
4. Terletak pada lokasi sedemikian rupa sehingga tingkat kebisingan dan
polusi udara tidak mengganggu lingkungan; dan
5. Lokasi terminal harus memiliki ketersediaan lahan seluas 5 ha.
Sementara terminal penumpang Tipe A sebagaimana tercantum pada
Undang-undang No. 14 tahun 1992 Pasal 41(a) tentang lalu lintas dan angkutan
jalan, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota antarpropinsi,
dan/atau angkutan lalu lintas batas negara, angkutan antarkota dalam propinsi,
angkutan

kota

dan

angkutan

pedesaan.

Berdasarkan

keputusan

Menteri

Perhubungan No. 31 tahun 1995 Pasal 9, dijelaskan bahwa penentuan lokasi


terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi
simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi.
Sementara dalam Pasal 10 dijelaskan lebih lanjut bahwa lokasi terminal, baik
Tipe A, Tipe B, maupun Tipe C ditetapkan dengan memperhatikan:
a.
b.
c.
d.
e.

Rencana Umum Tata Ruang;


Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antarmoda;
Kondisi topografi lokasi terminal; dan
Kelestarian lingkungan.

Sedangkan khusus untuk terminal Tipe A, selain memperhatikan ketentuan


pada Pasal 10 di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. Dalam
ketentuan yang sama pada Pasal 15 (1), pembangunan terminal penumpang harus
dilengkapi dengan : Rancang bangun terminal, Analisis dampak lalu lintas dan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Mengacu pada peran terminal, yaitu sebagai bagian dari sistem angkutan
jalan raya dalam melancarkan arus angkutan penumpang dan menjadi unsur tata

96

ruang yang memiliki peran penting bagi efisiensi kehidupan wilayah (Departemen
Perhubungan, 1998) maka secara keruangan terminal harus memenuhi dua syarat:
1. Syarat Aksesibilitas, yang dilihat dari
a. Ketersediaan jaringan jalan (jaringan jalan primer harus lebih banyak
dibanding jaringan jalan sekunder);
b. Ketersediaan moda transportasi (dilewati ankutan penumpang, baik
angkutan dalam kota maupun antarkota); dan
c. Cara pencapaian (langsung atau tidak langsung).
2. Kesesuaian lokasi yang dapat dilihat dari :
a. Menurut Departemen Perhubungan :
1) Terkait dengan sistem jaringan jalan primer dan terletak +100 m
dari arteri primer;
2) Terintegrasi dengan sistem angkutan primer;
3) Terkait dengan sistem fungsi primer dalam tata ruang kota;
4) Terletak di pinggir kota yang sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional;
5) Memiliki tingkat kebisingan

dan

polusi

udara

yang

tidak

mengganggu lingkungan sekitar; dan


6) Dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman, dan murah.
b. Potensi lokasi terminal, dalam hal ini adalah :
1) Jauh dari bencana atau bahaya alam;
2) Sesuai dengan penggunaan lahan; dan
3) Terkait dengan kawasan potensial pembangkit lalu lintas.
C. Kriteria Lokasi Terminal dari Tinjauan Praktis
Kriteria lokasi terminal penumpang berdasarkan persyaratan lokasi adalah
sebagai berikut :
1. Lokasi terminal harus terkait dengan jaringan jalan arteri;
2. Lokasi terminal harus dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman,
dan murah oleh pemakai jasa angkutan regional;
3. Lokasi terminal harus memiliki ketersediaan lahan;
4. Lokasi terminal harus menghindari daerah yang telah diperuntukkan bagi
kendaraan industri;
5. Lokasi terminal harus berada di luar daerah konservasi yang telah
ditetapkan;
6. Lokasi terminal harus terkait dengan jaringan jalan utama dalam kota
(dalam hal ini adalah jaringan jalan arteri sekunder); dan
7. Lokasi terminal harus berada pada daerah yang memiliki ketersediaan
jaringan jalan.
Sedangkan bila ditinjau dari aspek tata ruang, kriteria lokasi terminal Tipe A,
antara lain :
97

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Terletak pada pinggiran kota;


Dekat dengan terminal angkutan lain;
Dekat dengan terminal angkutan jalan raya lain (terminal angkutan kota);
Dekat dengan pusat aktivitas;
Kesesuaian dengan penggunaan lahan;
Ketersediaan lahan yang memadai;
Kemudahan memperoleh penumpang; dan
Kedekatan dengan fasilitas pendukung operasi kendaraan (seperti pompa
bensin dan bengkel).

Pendapat lain menyatakan bahwa lokasi terminal harus memiliki kesesuaian


dengan struktur wilayah dan lalu lintas di sekitarnya (Abubakar, 1997:94). Selain itu
Claire (1973:72) mengemukakan bahwa lokasi terminal harus memperhatikan halhal berikut:
1. Penyedian akses yang memadai menuju terminal;
2. Penyediaan lahan yang memadai, serta lokasi terbaik dalam hubungan
sistem transportasi dan pola umum suatu kota atau wilayah; dan
3. Perencanaan hubungan yang baik antara terminal dengan wilayah
sekitarnya.
Sedangkan menurut Husein Ahmad, lokasi terminal bus antarkota harus
memenuhi kriteria lokasi sebagai berikut (Ahmad, 1985:56-62):
1. Kriteria fisik mencakup kemiringan dan daya dukung lahan, dalam hal ini
lokasi terminal harus terletak pada daerah dengan kemiringan tanah 08%; dan
2. Berdasarkan prasyarat lokasi, terminal harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Lokasi terminal harus terkait pada sistem jaringan jalan arteri kota;
b. Lokasi terminal harus berada di luar kawasan pusat kota;
c. Lokasi terminal hendaknya menghindari daerah yang telah
diperuntukan bagi kegiatan industri; dan
d. Lokasi terminal berada pada daerah di luar daerah konservasi yang
telah ditentukan.
Dalam studi yang dilakukan Tahan Timbul Sitompul, menyimpulkan lokasi
terminal bus antarkota harus memenuhi kriteria (Sitopu,1975:112) :
1. Lokasi terminal angkutan antarkota harus disesuaikan dengan pola
tataguna tanah dimana lokasi terminal akan ditempatkan ;
2. Lokasi terminal angkutan antarkota harus disesuaikan dengan pola
pelayanan umum kota; dan
98

3. Lokasi terminal angkuatan kota harus memiliki kemudahan yang tinggi


untuk mencapai rute ke luar kota.
Sedangkan menurut Etty Yulia terminal bus antarkota semestinya berada
pada kawasan di pinggiran kota (Julia,1981:78).
D. Kesimpulan Kajian Teoritis Mengenai Pengaruh Lokasi Terhadap
Perkembangan Terminal
Berdasarkan kajian literatur diatas dapat diperoleh beberapa pengaruh lokasi
terhadap perkembangan aktivitas terminal, yaitu seperti yang tertera pada tabel di
bawah ini:
Tabel 5.25
Kesimpulan Kajian Teoritis Mengenai Pengaruh Lokasi
Terhadap Perkembangan Terminal
No
1

Sumber
Edwards, 1992:221

Matrajaya, 1996:12

Rasyidin, 1984:87

Departemen
Perhubungan, 1998

Teori
Terminal dapat berlokasi pada akhir trayek angkutan umum,
persimpangan trayek dan sepanjang trayek perjalanan
angkutan
Ditinjau dari posisi terhadap elemen transportasi jalan, lokasi
terminal dibedakan:
a. Of Street (di luar jaringan jalan); dan
b. On Street (pada jaringan jalan)
Ditinjau dari sistem kota, lokasi terminal dapat dibedakan
atas:
a. Central Terminating; dan
b. Nearside Terminating.
Lokasi terminal hendaknya dapat dicapai dengan mudah
oleh penumpang dan kendaraan umum
Kriteria lokasi terminal berdasarkan aspek tata ruang kota:
a. Mempunyai kemudahan terhadap rute lalu lintas
utama;
b. Di luar pusat kota;
c. Sesuai degan struktur kota dan sistem jaringan kota;
dan
d. Mempunyai kemudahan untuk bertukar moda
angkutan kota.
Kesesuaian lokasi terminal:
a. Terkait dengan sistem jaringan jalan primer dan
terletak 100 m dari arteri primer;
b. Terintegrasi dengan sistem angkutan primer;
c. Terkait dengan sistem fungsi primer tata ruang kota;
d. Terletak dipinggir kota yang sesuai dengan arah
geografis lokasi pemasaran regional;
e. Memiliki tingkat kebisingan dan polusi udara yang
tidak menggangu lingkungan sekitar; dan
f. Dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman
dan murah

99

No
5

Sumber
Hidayati, 1999

Sitopu, 1975:112

Teori
Ditinjau dari aspek tata ruang, kriteria lokasi Terminal tipe A
antar lain:
a. Terletak di pinggiran kota;
b. Dekat dengan terminal angkutan lain;
c. Dekat dengan terminal angkutan jalan raya lain;
d. Dengan dengan pusat aktivitas;
e. Kesesuaian dengan penggunaan lahan;
f. Ketersediaan lahan yang memadai;
g. Kemudahan memperoleh penumpang; dan
h. Kedekatan dengan fasilitas pendukung operasi
kendaraan.
Lokasi terminal bus antar kota harus memenuhi kriteria:
a. Lokasi terminal angkutan kota harus disesuaikan
dengan pola tata guna tanah;
b. Lokasi terminal angkutan antar kota disesuaikan
dengan pola pelayanan umum kota; dan
c. Lokasi termina angkutan kota harus memiliki
kemudahan yang tinggi untuk mencapai rute ke luar
kota.

Sumber : Hasil Kajian Tim Penyusun

Berdasarkan sintesis mengenai kajian teoritis lokasi terminal di atas, maka


dapat disimpulkan kriteria lokasi terminal sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mudah dicapai oleh penumpang dan kendaraan umum;


Mempunyai kemudahan terhadap rute lalu lintas utama;
Di luar pusat kota;
Sesuai degan struktur kota dan sistem jaringan kota;
Mempunyai kemudahan untuk bertukar moda angkutan kota;
Terkait dengan sistem jaringan jalan primer dan terletak 100 m dari

arteri primer;
g. Terletak dipinggir kota yang sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional;
h. Memiliki tingkat kebisingan dan polusi udara yang tidak menggangu
i.
j.
k.
l.
m.
n.

lingkungan sekitar;
Dekat dengan terminal angkutan lain;
Dekat dengan terminal angkutan jalan raya lain;
Dengan dengan pusat aktivitas;
Kesesuaian dengan penggunaan lahan;
Ketersediaan lahan yang memadai; dan
Kedekatan dengan fasilitas pendukung operasi kendaraan.

Dari

kesimpulaan

di

atas,

dapat

ditarik

beberapa

variabel

yang

mempengaruhi perkembangan aktivitas terminal ditinjau dari lokasi terminal, yaitu:


Tabel 2.26
Variabel Pengaruh Lokasi Terhadap Perkembangan Terminal

100

No

Variabel

Aksesibilitas

Lokasi

Struktur Ruang
Kota

Jenis
Data
a. Jarak antar
terminal;
b. Jarak terminal
dengan
jalurutama;
c. Jarak terminal
dengan pusat
aktivitas; dan
d. Struktur ruang
kota.
Lokasi
terminal
utama
dan
sub
terminal
a. Pengunaan lahan
di Kabupaten
Bangka Barat;
dan
b. Struktur ruang.

Kegunaan

Sumber

Mengetahui
karakteristik
aksesibilitas
terminal

a. Peta Jaringan
Jalan;
b. Peta Sistem
Transportasi;
c. Peta Penggunaan
Lahan;
d. Peta Struktur
Ruang.

Mengetahui
karakteristik lokasi
terminal

a. Peta Penggunaan
Lahan; dan
b. Peta Struktur
Ruang
a. Peta Penggunaan
Lahan; dan
b. Peta Struktur
Ruang.

Mengetahui posisi
terminal dilihat
dalam konteks
struktur ruang kota

Sumber : Hasil Kajian Tim Penyusun

101

Anda mungkin juga menyukai