Pendekatan Dan Metodologi
Pendekatan Dan Metodologi
Pendekatan Dan Metodologi
Umum
Untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka
sebelumnya perlu dibuat suatu pendekatan teknis agar dapat dilaksanakan secara
sistematis dan praktis, sehingga tercapai sasaran effisiensi biaya ,mutu dan waktu
kerja. Maksud pendekatan teknis disini diantaranya adalah membuat pendekatan
rencana pelaksanaan pekerjaan, analisis kebutuhan personil dan tenaga ahli serta
analisis kebutuhan peralatan berikut fasilitas-fasilitas lainnya.
Adapun yang menjadi kendala pada saat ini adalah Melihat kondisi terminal
Parit Tiga yang ada saat ini, pemerintah Kabupaten Bangka Barat merasa sudah
saatnya untuk merevitalisasi dan melakukan modernisasi dengan melaksanakan
kegiatan berupa Study dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga. Mengingat keberadaan
terminal tersebut sangat vital dan penting bagi masyarakat dan pembangunan
Terminal Tipe C Parit Tiga di wilayah Kabupaten Bangka Barat, maka perlu segera
dilaksanakan
penyusunan
studi
tersebut
diatas
dalam
upaya
percepatan
pembahan
pacia
komponen
lainnya.
Tahap
awal
proses
merumuskan
beberapa
alternatif
pemecahan
masalah,
termasuk
standar
2
dengan
proses
proses
pelaksanaan.
pengawasan
dan
Setelah
evaluasi
proses
untuk
pelaksanaan,
melihat
apakah
perlu
tujuan
perencanaan yang telah dirumuskan pada tahap awal telah tercapai. Jika tidak,
mungkin perlu diubah rumusan tujuan dan sasaran yang ada yang secara otomatis
pasti mempengaruhi proses perencanaan berikutnya. Proses daur tersebut terus
berlangsung dan tidak pemah berhenti.
Berdasarkan uraian tugas yang terangkum dalam "Kerangka Acuan Tugas
(TOR), Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab Konsultan, diperlukan metode
pelaksanaan pekerjaan yang tepat dan efektif, agar dapat dicapai
analisis secara optimal.
suatu hasil
penunjang komputerisasi, agar dapat mendukung tujuan akhir studi yang akan
dicapai.
Tujuan yang hendak dicapai dengan pelaksaan pekerjaan Studi dan DED
Terminal Tipe C Parit Tiga ini adalah:
1. terlaksananya proyek pembangunan yang memenuhi persyaratan teknis
dengan perioda pelayanan yang sesuai dengan umur teknis, kapasitas
pelayanan yang sesuai dengan rencana;
2. terjaminnya kesinambungan pembangunan,
dimana
teknologi
yang
termasuk
upaya
pengurangan
kemiskinan,
mendorong
secara
langsung
(seperti:
retribusi
kebersihan,
terminal
contoh,
suatu
studi
kelayakan
untuk
suatu
usulan
untuk
pengembangan
sistem
yang
bertujuan
untuk
New
Millennium
Dictionary
of
English,
Preview
Edition).
3. Suatu studi persiapan yang dikerjakan sebelum pekerjaan yang nyata
dari suatu proyek untuk memastikan kemungkinan sukses proyek itu. Hal
ini adalah suatu analisa dari solusi alternatif yang mungkin bagi suatu
masalah dan suatu rekomendasi atas alternatif yang terbaik. Studi
kelayakan
dapat
memutuskan
apakah
suatu
pengolahan
pesanan
aspek hukum, sosial-ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis
dan
teknologi,
aspek
manajemen,
dan
aspek
keuangan.
Dengan
signifikan
terhadap
oleh
pusat,
maupun
maupun
penemuan
teknologi
baru
yang
berpengaruh
dukungan
dan
Kelayakan
kebijakan
terhadap
rencana
Kesimpulan
Faktor Determinan
r 5.2 Kerangka Pemikiran Pengerjaan
Tingkat Kelayakan Kebijakan
Analisis Kelayakan
okasi Terminal Tipe C Parit Tiga
Kriteria dan Indikator
Pengaruh
kebijakan
terhadap perencanaan terminal tipe c Pa
Faktor Determinan
Kebijakan daerah yang mempengaruhi perencanaan TerminalKelayakan
Tipe C ParitFaktor
Tiga
Determinan
Kebijakan pembangunan;
Kebijakan keruangan;
Analisis Kelayakan
Kelayakan Kebijakan
Tingkat Kelayakan Ekonomi
Kebijakan transportasi;
Kebijakan
Adaya kebijakan yang mendukung terkait perencanaan pengembangan Kawasan Terminal
Tipe Cskala
Parit kawasan,
Tiga
Kebijakan investasi; dan
Kriteria
jangkauan lokasi pelayanan dan supply &
Kebijakan lainya.
Analisis Kelayakan
Ekonomi
Kelayakan Sosial/SDM
Ketersediaan SDM yang mampu dalam melaksanakan kegiatan berkaitan dengan pengelolaan kawasan terminal tipe c; dan
Komposisi tenaga profesional.
Analisis Kelayakan
Infrastruktur
Analisis Kelayakan
Tingkat Kelayakan Kelembagaan
Kelayakan Fisik dan Lingkungan
Kriteria dan Indikator
Kelembagaan
Kelayakan
dukungan
sumberdaya
tanah,
Sumberdaya
Air,
Iklim,
Topografi,
Cuaca
dan
Sumberdaya
lainya.
Potensi
dan permasalahan terkait Kelembagaan
Kelayakan Internal
Analisis Kelayakan
Finansial
Analisis Kelayakan
Derajat atau Tingkat Kelayakan Faktor Determina
Faktor Determinan
Analisis Kelayakan
Kelayakan Spasial (Lokasi)
Derajat atau Tingkat Kelayakan Internal
Kelayakan
Fisik
Lingkungan
g yang layak untuk dikembangkan sebagai kawasan terminal tipe c, sesuai dengan
arahan Infrastruktur
RTRW Provinsi dan arahan
RTRdan
lainya.
Kelayakan dukungan ketersediaan jaringan jalan, pasar dan prasarana pada pusat-pusat kegiatan lainya.
Karakteristik Kawasan
Analisis Kelayakan
Potensi dan masalah fisik & lingkungan kawasan.
Kondisi Fisik dan Lingkungan;
Spasial (Lokasi)
Kondisi Infrastruktur;
Kelayakan Kelembagaan
Kondisi Spasial (lokasi); dan
Kelayakan Infrastruktur
Analisis
Kelayakan
Tingkat Kelayakan Spasial (Lokasi) Wilayah
dan prasarana
layaknya lembaga
yang mendukung
kawasan
terminal
tipe c Parit Tiga.
Kebutuhan
Finansial.
ayakan
dukungan
ketersediaan jaringan Terdapatnya
jalan, pasar dan
pada pusat-pusat
kegiatanpengembangan
lainya.
Infrastruktur
Pola penggunaan lahan, bentuk, struktur, pola, hirarki dan potensi &
Analisis Kelayakan
Kelayakan Finansial
Finansial
Kelayakan Finansial
Terdapatnya dukungan pembiayaan atau tersedianya sumber pembiayaan.
Terdapatnya dukungan pembiayaan atau tersedianya sumber pembiayaan.
analisis, artinya tidak hanya menjabarkan fakta pengaturan yang ada, tapi juga
menganalisis
lebih
lanjut
dan
mendalam
mengenai
kelayakan
kondisi
Wilayah,
Prasarana
dan
Sarana
(infrastruktur)
Wilayah,
Pembiayaan Pembangunan
Lingkup Wilayah.
C. Kajian Faktor Internal
Kajian faktor internal akan difokuskan pada analisis terhadap kondisi
dukungan perwujudan perencanaan Kawasan Terminal Tipe C Parit Tiga serta
analisis terhadap kondisi lokasi pengembangan, meliputi analisis posisi dan lokasi,
kesesuaian fisik dasar, dukungan ketenagakerjaan (sosial masyarakat), kesesuaian
finansial, serta penetapan jenis dan skala kegiatan pendukung yang akan
dikembangkan.
5.2.1 Pendekatan Umum
Agar dapat mendukung proses studi sehingga didapatkan suatu hasil yang
optimal, diusulkan perlu dibuat tata laksana prosedur yang baik, dan untuk
merealisasikan perlu disusun "Organisasi, Tata cara pelaksanaan pekerjaan dan
lokasi
pelaksanaan
pekerjaan"
pelaksana dan
ahli
dan
tenaga
pendukung
yang
memiliki
para
bidangnya masing-masing.
b. Tata Cara Pelaksanaan
Dengan menggunakan Pertimbangan sifat dan jenis studi, Tim Konsultan
dalam melaksanakan pekerjaan ini akan menerapkan "Sistem Analisis
Koordinatif"
dilakukan
studi. Sehingga setiap tenaga ahli akan melakukan koordinasi, baik yang
menyangkut
intern
maupun
ekstern
dalam
sistem
alir
koordinasi
kesimpulan
hasil akhir studi dari beberapa tenaga ahli agar tujuan dan sasaran studi
dapat tercapai dengan baik.
c. Komunikasi Intern dan Ekstern
Ketua Tim akan senantiasa melakukan komunikasi intern dan ekstern.
Tugas Ketua Tim berikutnya adalah mengkoordinasi mengenai operasional
pelaksanaan dan hasil pekerjaan dari beberapa tenaga ahli, disamping
itu
pemberi
kerja
Pedoman-pedoman lain
dari dinas dan departemen setempat akan diikuti dan bila memerlukan adanya
perubahan, harus didiskusikan atau dibahas bersama serta disetujui secara tertulis
oleh Pemberi Kerja.
5.3
Metode Pelaksanaan
Dalam usaha mendapatkan hasil pekerjaan analisis yang maksimal dengan
dan hasil
yang sebaikbaiknya
diperlukan metoda pelaksanaan pekerjaan yang mantap. Untuk itu Konsultan perlu
menggaris bawahi sarana penunjang yang harus terpenuhi, berupa
data
memulai
kegiatan
pekerjaan,
konsultan
akan
mengadakan
konsultasi lebih dahulu dengan pemberi kerja dan dinas terkait. Konsultan akan
berusaha untuk mendapatkan informasi umum mengenai kondisi eksisting terminal
tipe
c,
moda
transportasi
dan
data
pendukung
lainya,
sehingga
dapat
transportasi
merupakan
prosedur yang
memerlukan
metoda
dengan langkah yang beruntundan saling terkait. Untuk itu disusun suatu sistem
penelitian yang terangkai dengan metode yang tepat untuk mencapai hasil
perencanaan pengelolaan transportasi yang baik. Metode penelitian yang akan
diaplikasikan dalam studi penentuan lokasi terminal
penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan
fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual
dan akurat. Penelitian deskriptif meliputi penelitian studi kasus, studi dampak
atau studi tindak lanjut, penelitian survey, studi korelasi dan studi pengembangan.
Kegiatan pengumpulan data terbagi menjadi 2 (dua) jenis survey, yaitu survey
data primer dan survey data sekunder. Untuk melaksanakan kegiatan Study dan
DED Terminal Tipe C Parit Tiga perlu dipersiapkan metodologi pelaksanaan yang
mencakup antara lain :
1. Data primer:
Survai yang dilakukan di terminal eksisting sebagai acuan analisa
terminal yang akan dan ingin direncanakan, yang meliputi : waktu
10
tersebut antara lain: Tahap Persiapan, Tahap Pengumpul Data dan Tahap Analisis.
5.3.2 Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini
awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan. Hasil tahap persiapan ini
akan
sangat
mempengaruhi
proses
yang
dilakukan
dalam tahap-tahap
metoda
dan
analisis
yang
akan
digunakan
untuk
sejenis
nasional
maupun
internasional
standar-standar
Penumpang.
11
Mulai
Studi Literatur
Metodologi
Pengumpula Data
Keluaran (Output)
Rekomendasi Pengembangan Kebutuhan Fasilitas Terminal Tipe C Parit Tiga;
Gambar-gambar detailnya; dan
Rencana Anggaran dan Biaya.
Draft Laporan
Laporan
Gambar 5.3 : Bagan Alir Kegiatan Pekerjaan
12
maupun data primer yang diperoleh secara langsung dari survey dilapangan.
A. Persiapan Survei
Persiapan
survei
ini
dilakukan
untuk
merencanakan
secara detail
sesuai
dengan
metoda
survei
yang
digunakan; dan
3. Penyiapan sumber daya survei dan penyusunan jadwal pelaksanaan
survei.
Pengumpulan data lapangan yang berguna untuk pelaksanaan pekerjaan
Studi dan DED Terminal Tipe C Parit Tiga ini antara lain meliputi :
a. Survey Inventarisasi kondisi terminal eksisting;
b. Survey Trayek (Angkutan Umum, Angkutan Kota dan moda transportasi
lainya yab terdapat disekitar lokasi pekerjaan);
c. Survey kondisi jalan atau akses menuju ke lokasi terminal yang akan
direncanakan; dan
d. Survey dan inventarisasi pelayanan terminal lainya yang berada di
sekitar lokasi pekerjaan.
B. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk melihat kondisi riil di lapangan, untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan saat pelaksanaan survei
primer. Dari hasil survei pendahuluan dapat dilakukan analisis apakah rencana
survei primer seperti metoda survei, jumlah sampel, kuesioner, jumlah surveyor,
persiapan
transportasi
13
dengan
instansi
atau
unsur-unsur
terkait
di
daerah
upah,
harga
satuan
dan
peralatan.
Tim
dari
lapangan,
sedangkan
data
sekunder didapatkan
dari
14
sekunder
yang
dibutuhkan
untuk
menunjang pelaksanaan
Data
Data
Data
Data
Data
data
geografis,
topografi,
penggunaan
lahan,
geologi,
Tahap Analisis
sekolah,
perkotaan
olahraga,
belanja,
terdiri
dan
dari
bertamu
berbagai
aktivitas seperti
sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini
biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi
kebutuhannya,
manusia
perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas.
15
Sasaran
umum
perencanaan
transportasi
adalah
membuat interaksi
untuk
mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal
berikut ini:
1. Sistem kegiatan tata guna lahan
Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan,
pekerjaan, dan lain-lain) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang
panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan
tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung
badan pengelola yang berwenang untuk melaksanakan tata guna lahan
tersebut.
2. Sistem jaringan transportasi
Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan
prasarana yang ada : melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru,
dan lain-lain.
3. Sistem pergerakan lalu lintas
Hal yang dapat dilakukan anatar lain mengatur teknik dan manajemen
lalu lintas (jangka pendek),
(jangka
pendek
dan
menengah),
lebih
baik
panjang).
Hubungan
antara
ketiga
komponen
tersebut
terdapat
dalam Konsep
adalah
konsep
yang
menggabungkan
sistem pengaturan
menghubungkannya.
Aksesibilitas
merupakan
lokasi
tata
suatu
guna
ukuran
lahan
berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut
dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Mobilitas adalah suatu ukuran
kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari
kemampuannya membayar biaya transportasi (Tamin, 2000).
16
Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Apabila tata guna lahan saling
berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut
mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas
tersebut saling terpisah jauh dan hubungan
transportasinya
jelek
maka
aksesibilitas rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai
aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut
tersebar dalam ruang secara tidak merata. Setiap orang menginginkan
aksesibilitas yang baik dan ini digunakan dalam beberapa model penentuan
lokasi tata guna lahan di daerah perkotaan.
2. Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Bangkitan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang berasal dari suatu
zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu
tata
guna
lahan
atau
zona
(Tamin,
2000). Pergerakan
lalu
lintas
3. Sebaran pergerakan
Pola spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan sistem
jaringan transportasi.
17
Ketebalan garis menunjukkan jumlah arus kendaraan, gambar 5.2 ini dikenal
dengan gambar garis keinginan karena menunjukkan arah pergerakan arus
lalu lintas. Pola persebaran arus lalu lintas terjadi antara zona asal i (origin)
ke zona tujuan d (destination).
4. Bangkitan dan Sebaran Pergerakan;
Bangkitan
pergerakan
dibangkitkan
oleh
memperlihatkan
setiap
tata
guna
banyaknya
lahan,
lalu
lintas
sedangkan
yang
sebaran
18
Dimana :
Y
a = bilangan konstanta
n = banyaknya data
Untuk menguji signifikasi harga r dapat dilakukan dengan mencocokkan tabel
r - teoritis dengan taraf signifikan tertentu. Jika harga r > r teoritis maka
korelasi antara X dan Y adalah signifikan. Persamaan yang digunakan adalah:
6. Persimpangan (Intersection)
19
105
80
55
35
20
20
dimana :
Net B/C Ratio
Bt
Ct
= Umur ekonomis
= Tingkat bunga
Apabila Net B/C Ratio > 1, maka usaha angkutan dikatakan layak, jika Net
B/C Ratuio < 1, maka tidak layak.
5.4.2 Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah besaran kuantitatif yang menggambarkan kondisi
objektif dari
Prasarana/sarana transportasi;
Sistem operasi;
Pola dan intensitas pergerakan;
Pola dan distribusi aktifitas; dan
Organisasi dan kelembagaan.
Satu komponen akan terkait dengan komponen lainnya secara langsung.
Interaksi tersebut pada gilirannya akan menghsilkan kondisi tertentu dari system
secara keseluruhan. Di lain pihak, masing-masing komponen
kondisinya
secara
individual.
dapat
ditinjau
kinerja
yang
menggambarkan
kondisi
objektif
dari
sistem
kondisi
objektif
dari masing-
masing komponen.
Indikator
kinerja
dari
kondisi
sistem
transportasi
secara keseluruhan
system
transportasi
dari
masing-masing
masing-masing komponen.
21
Parameter
transportasi
indikator
kinerja
untuk
masing-masing
komponen sistem
kasus menjelaskan implikasi dan kondisi komponen lain, seperti komponen pola
dan
intensitas
Sistem Operasi
Organisasi dan
Kelembagaan
Indikator Kinerja
Kecepatan tempuh
Kecepatan pelayanan
Jam operasi
Panjang
Lebar
Tingkat kerusakan
Kapasitas
Jam operasi
Tarif
Kapasitas operasi
Kecepatan operasi
Jarak-tempuh
Waktu-tempuh
Volume
Frekuensi
Produksi industri
Produksi pertanian
Konsumsi
Jumlah populasi
Luas wilayah
Kerapatan wilayah
PDRB
Luas daerah industri
Luas daerah pertanian
Luas daerah permukiman
Jumlah peruahaan transportasi
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
pegawai
peraturan
lembaga terkait
perundangan
22
Kriteria klasifikasi fungsi jalan ini merupakan arahan fungsi jalan yang harus
dipenuhi
agar
jalan dapat
bekerja sesuai
diembannya.
jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien, jarak
antar. Jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek dari
500 m.
h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan peraturan tertentu
i.
lainnya.
m. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.
2. Jalan Kolektor Primer
a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor
primer luar kota.
b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan
arteri primer.
c. Kecepatan rencana dirancang paling rendah 40 km/jam.
d. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7 m.
e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien, jarak
antar jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek dari
400 m
23
f.
Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan
ini.
g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan peraturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar
i.
j.
jam sibuk.
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka,
arteri primer.
Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda
jalan
primer lainnya.
c. Kecepatan rencana jalan lokal primer dirancang paling rendah
20
km/jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 m.
f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada
system primer.
7. Jalan Arteri Sekunder
a. Jalan arteri sekunder menghubungkan :
Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
Antar kawasan sekunder kesatu.
Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Jalan arteri / kolektor dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Kecepatan rencana dirancang paling rendah 30 km/jam.
c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 m.
d. Lalu lintas cepat jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu
lintas lambat.
e. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri sekunder dibatasi secara
efisien,
jarak antar jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih pendek
f.
dari 250 m.
Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan
ini.
24
j.
barang/orang
dengan
lebar
dapat
dilalui
kendaraan
barang/orang
dengan
lebar
maksimal 2.500 mm
b. Ukuran panjang maksimal 12.000 mm.
c. Muatan sumbu terberat max. 8 ton.
5. Jalan Kelas IIIC
a. Jalan yang dapat dilalui kendaraan
barang/orang
dengan
lebar
Dimana :
h
= headway rata-rata
26
waktuT
2. Waktu Tunggu
Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan kendaraan dari selesai
menurunkan
penumpang
sampai
kendaraan
tersebut
melayani
merupakan
bagian
dari
sistem transportasi,
secara umum
akan
transportasi
datang.
Kapasitas
yang
ada
harus memperhitungkan
moda
dari segi manajemen lalu lintas di sekitar terminal. Untuk mengetahui kapasitas
suatu terminal
antrian
antrian
atau
baris-baris
penungguan.
Formasi
baris-baris
27
pelayanan
melebihi
kapasitas
Keputusan-
itu
akan
diperlukan
untuk
datang
dan
atau
berapa lama
menyelenggarakan pelayanan
itu.
waktu
Teori
yang
antrian
merencanakan
transportasi,
sebagai
dan
menganalisa
contoh
performansi
prasarana
jumlah
rata-rata
dalam sistem
rata-rata
ini
penting
laju
kedatangan
lebih
besar
dari
kapasitas fasilitas
pelayanan
terlalu sedikit
ekonomisnya
sistem
menganggur, sedangkan
maka
karena
disiplin
akan
mengakibatkan
tidak
fasilitas
pelayanan
sering
antrian
untuk analisis dan desain II-19 terminal adalah disiplin First InFirst
Out (FIFO) atau First come-First Served (FCFS) yaitu yang pertama
datang yang dilayani terlebih dahulu. Selain itu juga menurut jumlah
fasilitas pelayanan, model antrian dapat
antrian
satu
dibagi
menjadi
model
pelayanan.
29
Keterangan :
n
= = /
harus lebih kecil dari 1 ( < 1) jika tidak maka antrian akan semakin
panjang dengan bertambahnya waktu.
a. Model Multiple Server (S > 1)
Kemungkinan terdapat 0 (nol) di dalam sistem (P0)
30
Keterangan :
n
rata-rata di
sudah dilayani meninggalkan sistem. Tingkat pelayanan ratarata per pelayanan yang sibuk adalah , karena itu tingkat
pelayanan keseluruhan adalah n = n jika n S. Jika n S,
berarti semua pelayan sibuk sehingga n = S.
S
= jumlah antrian
lokasi
terminal
penumpang
berdasarkan
pasal Keputusan
dengan
memperhatikan rencana
bagian
dari rencana
terminal penumpang
tipe
A,
umum
tipe
kebutuhan
jaringan
dan
tipe
lokasi
transportasi
C,
simpul
jalan.
ditetapkan
yang
Lokasi
dengan
memperhatikan : Rencana umum tata ruang, Kepadatan lalu lintas dan kapasitas
jalan di sekitar terminal, Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar
moda, Kondisi topografi lokasi terminal; dan Kelestarian lingkungan. Penetapan
lokasi terminal penumpang tipe C harus memenuhi persyaratan :
a) Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan
trayek pedesaan.
b) Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi
kelas III A.
c) Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan.
d) Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.
Tabel 5.3 : Kebutuhan Lahan Terminal (m)
31
Pemanfaatan
A. Kendaraan
Ruang Parkir AKAP
AKDP
Angkot
Angdes
Kendaraan Pribadi
Ruang service
Pompa bensin
Sikulasi kendaraan
Bengkel
Ruang istirahat
Gudang
Pelataran parkiran cadangan
B. Pemakai jasa
Ruang tunggu
Sirkulasi manusia
Kamar mandi
Kios
Mushola
C. Operasional
Ruang administrasi
Ruang pengawas
Loket
Peron
Retribusi
Ruang informasi
Ruang PJK
Ruang perkantoran
D. Ruang Luar
Ruang tidak efektif
Luas total
Cadangan pengembangan
Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan desain
Tipe A
Tipe B
Tipe C
1120
540
800
900
600
500
500
3960
150
50
25
1980
540
800
900
500
500
2740
100
40
20
1370
900
200
1100
30
550
2625
1050
72
1575
72
2250
900
60
1350
60
480
192
40
288
40
78
23
3
4
6
12
45
150
59
23
3
4
6
10
30
100
39
16
2
3
6
8
15
-
6653
23494
23494
46988
47000
4890
17255
17255
34510
35000
1544
5463
5463
10926
11000
Keterangan :
FV
lapangan
32
(km/jam).
FVO
FVW
FFV SF
lebar bahu.
FFV RC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna jalan.
yang telah
Lebar
Efektif
Jalur Lalu
Tabel 5.5 :
Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVW)
34
3. Penyesuaian
Kecepatan
Arus
Bebas
Akibat
Hambatan
Samping
penyesuaian
untuk
kecepatan
Tabel 5.6 : Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
(FFV SF)
35
4. Penyesuaian
Kecepatan
Arus
Bebas
Akibat
Kelas
Fungsional Jalan
fungsional
Berdasarkan
bebas
atau
dasar
lokal)
tata
akibat
kelas
guna
lahan.
Tabel 5.7 :
Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan (FFV RC)
lalu
penumpang
lintas
(per
(smp)
arah
total)
dengan
diubah
menjadi satuan
menggunakan
ekivalensi
mobil
mobil
dinyatakan
dalam
satuan mobil
penumpang (smp).
= Kapasitas (smp/jam).
Co
FCw
kondisi
yang
ditentukan
sebelumnya
lintas dan factor lingkungan). Menurut MKJI 1997, nilai dari kapasitas
dasar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.9: Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (Co)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kapasitas
dasar
adalah sebagai
berikut :
1) Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas (FCw)
Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur
lalu lintas. Menurut MKJI 1997, nilai dari FCw dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 5.10 : Faktor Penyesuaian Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)
38
Lebar jalur lalu lintas pada 4/2 D dan 4/2 UD adalah lebar
perjalur.
Lebar jalur lalulintas pada 2/2 UD adalah total dua arah.
2) Faktor penyesuaian pemisah arah (FCsp)
Merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisah arah
(untuk jalan tak terbagi). Menurut MKJI 1997, nilai dari FCsp dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 5.11 : Faktor Penyesuaian Akibat Prosentase Arah (FCsp)
berikut :
39
Tabel 5.12 :
Faktor Penyesuaian Akibat Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FCsf)
Pada Jalan Perkotaan Dengan Kerb
40
c. Derajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) didefinisikan sebagai
rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam
penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan.
DS = Q/C
dimana :
Q = volume jalan dalam smp/jam
C = kapasitas jalan dalam smp/jam Jika nilai DS 0,75 maka jalan
tersebut masih layak, tetapi jika DS > 0,75 maka diperlukan
penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi kepadatan.
5.4.5 Kinerja Operasional Angkutan Umum
Indikator kinerja operasional angkutan umum berdasarkan (Dephub,1996)
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penumpang
Rata-rata jumlah penumpang per armada yang beroperasi per hari.
JPa = JPj/Jab..............................................................................................(2.5)
Dimana :
JPa
= jumlah penumpang/ armada/ hari
JPj
= Jumlah penumpang/ hari
Jab = jumlah armada yang beroperasi
2. Jarak Perjalanan Angkutan Perkotaan
Rata-rata jarak perjalan yang ditempuh tiap armada per hari.
Jp = Jr/hari x Pr.........................................................................................(2.6)
Dimana :
Jp
= Jarak perjalanan
Jr/hari
Pr
41
Volume bahan bakar (liter) yang dipergunakan untuk menempuh jarak 100
km.
Kbb = Jbb/100...........................................................................................(2.7)
Dimana :
Kbb
= 100 km perjalanan
indikator
kualitas
pelayanan
angkutan
umum
berdasarkan
(Dephub,1996):
1. Waktu Tunggu
Waktu tunggu adalah jumlah waktu rata-rata dan maksimum penumpang
menunggu angkutan umum. Dalam mengestimasi waktu tunggu diasumsikan
bahwa kedatangan angkutan umum bersifat acak dan tidak berdasarkan
jadwal yang jelas, sehingga rata-rata waktu tunggu diperlukan pengguna
angkutan umum diasumsikan sama dengan setengah headway.
Wt
= 0,5 x H.......(2.9)
Wt
= headway
42
2. Waktu Perjalanan
Jumlah waktu rata-rata yang diperlukan dalam perjalanan setiap hari dari/ke
tempat tujuan.
Wp = Wr Wb........................................................................................(2.10)
Dimana :
Wp
= waktu perjalanan
Wr
= waktu tiba
Wb
= waktu berangkat
3. Kecepatan
Kecepatan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh angkutan umum dalam
km/jam. Diperoleh dari pencatatan waktu saat kendaraan berangkat dan
kembali lagi ke tempat asal dari perjalanan.
V = Jp/Wp...............................................................................................(2.11)
Dengan:
V
Jp
= Jarak perjalanan
Wp
= waktu perjalanan
teknis
penyelenggaraan
angkutan
penumpang
umum
di
wilayah
perkotaan dalam trayek tetap dan teratur yang dikeluarkan oleh Departemen
Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang terlihat pada Tabel
berilut ini:
Tabel 5.14
Standar kinerja operasional berdasarkan Departemen Perhubungan
N
o
1
Aspek
Jumlah
penumpang
Parameter
Jumlah penumpang/angkutan/hari
Standar
(pnp/angk/hr)
43
N
o
Aspek
Jarak perjalanan
angkutan
Tingkat konsumsi
bahan bakar
Load Factor
Parameter
Standar
1.500-1.800
1.000-1.200
500-600
300-400
250-300
(km/hr)
250
250
250
250
250
(km/ltr)
2
3-3,6
5
7,5-9
7,5-9
70%
Tabel 5.15
Standar kualitas pelayanan berdasarkan Departemen Perhubungan
N
o
1
Waktu tunggu
Waktu perjalanan
Headway
Aspek
Kecepatan Angkutan
Parameter
Waktu penumpang menunggu angkutan
a. Rata-rata
b. Maksimum
Waktu perjalanan setiap hari dari/ke tempat
a. Rata-rata
b. Maksimum
Waktu antara kendaraan (menit)
a. Headway ideal
b. Headway puncak
Berdasarkan kelas jalan
a. Kelas II
b. Kelas III A
c. Kelas IIIB
d. Kelas III C
Berdasarkan jenis trayek
a. Cabang
b. Ranting
Standar
(menit)
5-10
10-20
(jam)
1,0-1,5
2,0-3,0
5-10
2-5
(km/jam)
30
20-40
20
10-20
20
10
44
5.5
tertentu
harus
dilakukan
untuk
memungkinkan
suatu
lalu
lintas
terminal
umum
umum
yang
terminal,Direktorat
dirumuskan
Jendral
Bina
oleh
badan
Marga
kerjasama
dan
Direktorat
adalah
mengambil
dan
prasarana
menurunkan
angkutan,tempat
penumpang
kendaraan
atau
barang
umum
,tempat
45
transportasi
terdapat suatu tempat asal dan adanya satu tujuan. Sebagai tempat asal dan tujuan
dalam suatu system transportasi terminal adalah titik dimana penumpang dan
barang masuk dan keluar dari sistem.Dalam bahasa yang sederhana terminal dapat
didefenisikan sebagai titik awal dan titik akhir dari suatu transportasi. Demikian
juga dengan proses
dengan ruang bangun kedaraan dan tempat bongkar muat dapat dioptimalkan,
sehingga diperoleh pelayanan yang lebih baik serta biaya operasi yang lebih murah.
Dalam hubungan ini secara lebih luas terminal dapat diartikan angkutan
penumpang atau barang , berawal dan berakhir atau dialihkan sebelum dan setelah
pergerakan kendaraan termasuk fasilitas- fasilitas perbaikan kendaraan dan
perlengkapannya. Dengan pengertian seperti uraiyan diatas tanpa memperhatikan
lokasi dan tipenya ,terminal merupakan esensial dari sistem transportasi.
Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki
posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan
pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk
terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka
ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal.
B. Fungsi Terminal
46
barang
atau
penumpang
yang
bergerak
tersebut
terjadi
adalah arus lalu lintas yang sibuk dan tidak teratur. Untuk lebih
mengefisienkan pelayanan suatu barang tersebut maka lalu lintas dengan
berbagai arah dan tujuan tersebut perlu dipusatkan pada suatu tempat
tertentu sehingga pelayanan dan kondisinya akan lebih mudah.
2. Tempat Pemrosesan Barang dan Penumpang
Sebagai
suatu
seharusnya
bentuk
pelayanan
jasa,
sistem
transportasi
dapat
haruslah
diberi
tiket
,dan
barang-barang
yang
sudah
sebelumnya.
Untuk
proses
ini
perlu
ruang
tunggu
bagi
mencapai
diangkut
efisien,adakalanya
penumpang
atau
barang
yang
tujuan melainkan
tersebut
mereka
peroleh
sebelum
mereka
meneruskan
perjalanan; dan
8. Tempat Perbaikan dan Pemeliharaan
Untuk suatu jaminan pelayanan yang baik terhadap pengguna jasa
angkutan kendaraan sebagai perangakat vital system transportasi harus
selalu dalam kondisi baik dan siap pakai sehingga tidak menimbulkan
masalah
dalam
perjalanan.
Untuk
ini
kendaraan-kendaraan
harus
untuk
memproses
barang,membungkus
untuk
diangkut;
Menyediakan kenyamanan penumpang;
Meniapkan dokumentasi perjalanan;
Menimbun muatan,menyiapkan rekening,memilih rute;
Menjualn tiket penumpang, memeriksa pesanan tempat;
Menyimpan kendaraan, memelihara dan menentukan
tugas
selanjutnya; dan
j. Mengumpulkan penumpang
berukuran
dan
barang
didalam
grup-grup
50
Penumpang,
adalah
prasarana
transportasi
jalan
untuk
tata-letak
dan
desain
rinci
dilakukan
pada
tahapan
Final
local routes);
Jumlah lintasan rute yang akan dilayani;
Kondisi dan karakteristik tata-guna tanah pada daerah sekitar terminal:
kondisi dan karakteristik prasarana jaringan jalan; dan
Kondisi dan karakteristik lalu-lintas pada jaringan jalan di sekitar lokasi
terminal
Lintasan rute angkutan umum perlu dipertimbangkan, hal ini akan terkait
dengan distribusi perge-rakan pengguna angkutan umum. Pola lintasan rute yang
baik diharapkan menghasilkan pelayanan yang baik, dalam arti menghubungkan
asal dan tujuan perjalanan pengguna angkutan umum dengan jarak yang sesingkat
mungkin, menjangkau semua wilayah secara merata sesuai dengan distribusi
permintaan angkutan umum, menghasilkan perjalanan dengan minimal tranfer.
Secara umum dike-nal beberapa bentuk pola trayek angkutan umum sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini. Ada empat pola rute angkutan umum, yaitu:
radial criss-croos, trunk line with feeders, grid, radial.
Sedangkan tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan lokasi terminal
adalah:
1. Identifikasikan tipe terminal yang akan dibangun;
2. Estimasikan kebutuhan luasan lahan yang diperlukan. Estimasi dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan prakiraan jumlah lintasan bis
yang akan dilayani. Selanjutnya diestimasikan secara lebih rinci jumlah bis
52
dan jumlah penumpang per hari yang akan diiayani. Dari data-data
tersebut dapat diestimasi luas lahan yang diperlukan untuk masingmasing komponen prasarana terminal;
3. Dari gambar peta jaringan lintasan
rute
eksisting,
identifikasikan
jaringan jalan;
Estimasikan secara kasar besarnya dan karakteristik lalu-lintas yang
akan dibangkitkan oleh terminal dimaksud. Lalu-lintas yang dimaksud
dapat berupa lalu-lintas bis ataupun lalu-lintas yang dihasilkan oleh
penumpang (untuk penumpang park & ride ataupun kiss & ride);
g. Identifikasikan sistem sirkulasi keluar-masuk bis dan kendaraan lain
dari dan ke jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
h. Lakukan traffic assignment dari volume lalu-lintas yang dibangkitkan
pada jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi. Cek kondisi dan
karakteristik lalu-lintas yang dihasilkan akibat adanya terminal
i.
Berikan
beberapa
solusi
yang
dimungkinkan
alternatif.
untuk
Tentukan
perencanaan
rinci,
yang
meliputi
perencanaan
tata-letak
dan
perencanaan
sistem
tata
letak
yang
baik
adalah
sistem
tata-letak
yang
sekitar;
Loading bay / bis bay / berth;
Unloading platform untuk penumpang turun dari bis;
Loading queue (tempat antrian untuk naik ke bis);
Platform untuk penumpang menunggu;
Platform untuk kiss and ride;
54
yang
akan
menggunakan pola pedestrian, pola 'park & ride' dan pola 'kiss &
ride';
f. Prediksi pola dan besaran arrival rate dari bis untuk masing-masing
lintasan rute; dan
g. Prediksi pola dan besaran arrival rate dari calon penumpang untuk
masing-masing tipe penumpang.
2. Identifikasi sistem/mekanisme operasional terminal
Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mendapatkan beberapa
alternatif dari sistem/mekanisme operasional terminal, meliputi : pola
interaksi antara lintasan bis, pola interaksi antara bis dan penumpang,
pola interaksi antara penumpang dan penumpang dan pola sirkulasi, baik
penumpang, pejalan kaki, bis dan kendaraan lainnya.
Adapun analisis yang dilakukan meliputi :
a. Tentukan banyaknya lajur bis yang diperlukan, baik untuk jalur akses
maupun jalur keluar;
55
b. Tentukan
c.
d.
e.
f.
g.
h.
terminal;
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan
Tentukan
banyaknya
platform/lajur
bis
yang
diperlukan
dalam
bis
sekaligus,
baik
untuk
manuver
maupun
bis
yang
di
depannya,
yang
sedang
menurunkan
penumpang; dan
c. Clearance untuk memutar, Clearance (ruang bebas) yang disediakan
untuk manuver bis dari lajur bis di terminal ke lajur bis untuk keluar
hendaknya dibuat dengan memperhatikan ukuran maksimum bis .
Maksudnya agar bis dapat berputar dengan mudah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 penetapan lokasi
terminal angkutan penumpang perlu mempertimbangkan :
1.
2.
3.
4.
5.
geograf dari Jerman. Lokasi terbaik menurut Von Thunen (1926) adalah lokasi yang
dapat menghasilkan keuntungan tertinggi/maksimal yang dapat diterima (Daldjoeni
1997, p. 35). Selanjutnya Weber (1909) menyatakan bahwa lokasi optimum adalah
lokasi yang terbaik secara ekonomis yaitu lokasi yang
(least cost location) dengan asumsi keuntungan maksimal dapat diperoleh (Moril,
1970. p. 87).
Namum dalam kenyataan tidak selalu lokasi terpilih merupakan lokasi cocok
secara ekonomis atau yang memberikan keuntungan yang maksimal (maximum
revenue locations). Ada faktor lain yang juga menjadi pertimbangan. Beberapa
macam faktor lain yang biasa dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi
kegiatan seperti; faktor keamanan, lingkungan/ekologi, kesediaan energi, sistim
politik dan sistim perpajakan dan lain sebagainya sesuai dengan jenis kegiatan yang
akan diusahakan. Inilah yang disebut oleh Harvey (dalam Daldjoeni, 1997 p. 88)
dengan
memuaskan dari pada lokasi yang hanya dilihat dari sudut pandang ekonomis
semata (profitability).
Jika kita terapkan dalam menentukan lokasi sebuah terminal, banyak hal
yang perlu dipertimbangkan baik kepentingan jangka pendek maupun jangka
panjang. Pertimbangan jangka pendek seperti nilai/harga lahan sering dijadikan
faktor
yang
Akibatnya
banyak
lokasi
terminal
tidak
berfungsi
sebagaimana
semestinya. Banyak contoh terminal yang telah dibangun dengan biaya yang besar
akan tetapi pemanfaatannya tidak maksimal hal ini dapat dilihat dari jumlah
penumpang yang turun naik serta kendaraan penumpang yang tak mau masuk
sehingga terkesan sepisepi. Terminal tidak lagi dapat diharapkan menjadi sebagai
generator pengembangan daerah sekitarnya. Bus yang masuk hanya sebatas
menyetor retribusi. Proses naik turun penumpang praktis lebih banyak dilakukan
58
59
Primer
Sekunde
r
LHR
(spm/jam)
Kelas
Teknis
Arteri
Kecepata
n
(spm/jam
)
80-100
Kolektor
II
60-80
III
60-80
Arteri
Keterangan
Tabel 5.17
Klasifikasi Fungsional dan Klasifikasi jalan Kota Tipe II
Fungsi
Primer
Arteri
Kolektor
>10.000
<10.000
I
I
II
Kecepata
n
(spm/jam
)
80-100
60-80
60-80
Sekunde
r
Arteri
>20.000
60
Kolektor
>20.000
>6.000
>8.000
II
II
III
50-60
50-60
30-40
>500
<500
III
IV
30-40
20-30
Lokal
LHR
(spm/jam)
Kelas
Teknis
Keterangan
60
Fungsi
LHR
(spm/jam)
Kelas
Teknis
Kecepata
n
(spm/jam
)
Keterangan
jalan.
Sumber : Direktorat Bina Jalan Kota, 1996
untuk
penentuan
lokasi
dan
letak
terminal
penumpang
sangat
sejalan
konsep
dengan
dekonsentrasi
yaitu
untuk
memecahkan
masalah
pusat
kota-kota
disekitarnya
baru
atau
dengan
tujuan
62
1997,
p.
159)
seperti
Harris
pelabuhan
udara,
kompleks
kemudian
berkembang
menjadi
pusat
pelayanan.
Model
kemudahan
pencapaian
oleh
calon
penumpang,
dan
kota
maupun
penduduk
daerah
hinterlandnya.
Untuk
63
berwujud
mengelompoknya
perumahan
penduduk,
maupun
pada
konsep
terminal,
maka
model
kedua
(Model
Central
Terminating) lebih menguntungkan dan disarankan untuk dikembangkan di kotakota baru (Sub Urban). Hal ini dikarenakan:
1.
2.
3.
4.
64
Nearside
Terminating)
karena
alasan
keterbatasan
lahan.
Dengan
terminal
angkutan
penupang
dan
barang
(Departemen
Penentuan lokasi
ini harus
65
lainnya; dan
3. mempunyai jalan akses masuk / atau keluar kendaraan dari terminal
sesuai dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas disekitar terminal.
66
terminal
ditentukan
berdasarkan
jumlah
arah
perjalanan,
frekuensi
perjalanan, dan waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang. Untuk itu
diperlukan sistem pengendalian sirkulasi dalam terminal yang dapat mengatur
sirkulasi lalu lintas dalam terminal. Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan
memisahkan jalur bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota.
1. Terminal Tipe A
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe A yaitu, jalur kedatangan, jalur
keberangkatan, dan ruang parkir untuk angkutan AKAP dan AKDP
terpisah pada saalah satu siisi terminal, sedangkan untuk angkutan
pedesaan dan angkutan perkotaan menjadi satu. Demikian pula untuk
parkir kendaraan pribadi dan taksi juga masih menjadi satu. Bangunan
utama berada di tengah-tengah terminal. Contoh bentuk penegendalian
sirkulasi dalam terminal Tipe A adalah sebagai berikut:
2. Terminal Tipe B
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe B yaitu, parkir untuk angkutan
pedesaan dan angkutan perkotaan sudah terpisah karena sudah tidak
ada lagi parkir untuk AKAP. Parkir kendaraan pribadi dan taksi masih
menjadi satu. Bangunan utama berada ditengah-tengah terminal.
67
3. Terminal Tipe C
Sistem pengendalian sirkulasi pada tipe ini, pola sirkulasi kendaraan
masih sangat sederhana karena hanya melayani angkutan perdesan
saja, dan untuk mengetahui dengan lebih jelasnya dapat dilihat
memalui gambar disamping ini
68
tempat
parkir
kendaraan
dapat
ditempatkan
dalam
satu
area.
Jalur
dimaksud adalah berupa fasilitas pengujian fisik kendaraan bermotor dan fasilitas
pengujian fisik dan kesehatan awak kendaraan.
Luasan, desain, dan jumlah fasilitas utama yang ditempatkan dalam satu
area sebagaimana dimaksud wajib mempertimbangkan:
a.
b.
c.
d.
e.
merupakan
fasilitas
yang
70
naik
kelancaran
penumpang
sirkulasi
penumpang;
2. Luas bangunan
dan
bus
ditentukan
parkir
dan
bus
dengan
menurut
harus
tidak
mengganggu
memperhatikan
kebutuhan
pada
keamanan
jam
puncak
zona
zona
zona
zona
71
single outlet ticketing online, ruang fasilitas kesehatan, ruang komersil (fasilitas
perdagangan
dan
pertokoan),
fasilitas
keamanan
(checking
point/metal
72
73
B. Diagram
Hubungan
Kedekatan
Aktivitas
(Activity
Relationship
Diagram)
Diagram hubungan kedekatan aktivitas (Activity Relationship Diagram) yaitu
suatu
diagram
yang
menggambarkan
penempatan
fasilitas-fasilitas
sistem
berdasarkan dari ARC (Activity Relationship Chart) dalam bentuk blok-blok diagram.
Tingkatan hubungan kedekatan antar fasilitas digambarkan sama seperti ARC.
Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 5.17
Diagram hubungan kedekatan aktivitas (Activity Relationship Diagram)
N
o
Aktifitas
Derajat Kedekatan
C
D
Areal
Pemberangkatan
6,8,14
2,11
13
4,12
1,3
6,13
11,12
Areal Kedatangan
4,14
6,11,12
5,13
Areal Lintas/Transit
3,14
6,13
1,12
Areal Penumpang
Menunggu
7,8,13
Kantor Pengawas
11,12
Kios/Toko
6,12,13
8,5,11
Loket
7,9,11,
12,13
Peron
12,13
6,7,8
10
Tempat Suci
11
5,13
6,12
11
WC Umum/
Kamar Mandi
10
1,6
3,5,13
2,7,8,12
4,9,14
12
Tempat Parkir
1,3,4,8,
10,11,14
13
Taman
3,5,7,9,1
3
1,2,4,6,7,
9,
10,11,12,
14
3,8
14
Pos Pemeriksaan
3,4
13,6
12
2,5,7,8,9
, 10,11
6,10,11,1
2
2,3,4,5.7,
8,13,1
3,7,9,10
4,5,7,8,
9,10
1,7,8,9,
10
2,5,7,8,9
, 10,11
2,4,9,14
9,10
1,2,3,4,
10,14
2,3,4,10,
11,14
1,2,3,4,5
,
10,11,14
1,2,3,4,7
, 8,9,14
75
Tabel 5.18
Kebutuhan Luasan Terminal berserta dengan Fasilitasnya
N
o
A
1
2
3
4
5
6
7
8
B
1
2
3
4
5
C
1
2
3
Jenis
Kebutuhan
Kendaraan
Ruang parkir
a. AKAP
b. AKADP
c. ANGKOT
d. ANGDES
e. Kendaraan pribadi
Ruang service
Pompa bensin
Sirkulasi kendaraan
Bengkel
Ruang istirahat
Gudang
Peralatan parkir cadangan
Pemakai Jasa
Ruang tunggu
Sirkulasi kendaraan
Kamar mandi/WC
Kios/Kantin
Mushola/masjid
Operasional
Ruang administrasi
Ruang pengawas
Loket
Karakteristik Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Satuan
1.120
540
800
900
600
500
500
3960
150
50
25
1980
540
800
900
500
500
2740
100
40
20
1370
900
200
1100
30
550
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
2625
1050
72
1575
72
2250
900
60
1350
60
480
192
40
288
40
m
m
m
m
m
78
23
3
59
23
3
39
16
2
m
m
m
76
N
o
4
5
6
7
8
D
1
2
3
4
Jenis
Kebutuhan
Peron
Retribusi
Ruang informasi
Ruang pertolongan
pertama
Ruang perkantoran
Ruang Luar (Tidak
efektif)
Luas total
Cadangan perkembangan
Kebutuhan lahan
Kebutuhan lahan untuk
desain
Karakteristik Terminal
Tipe A
Tipe B
Tipe C
4
4
3
6
6
6
12
10
8
45
30
15
Satuan
m
m
m
m
150
100
23494
23494
46988
4,7
17255
17255
34510
3,5
5463
5463
10926
1,1
m
m
m
ha
77
Pengoperasian
Terminal
penumpang
dilaksanakan
oleh
pemerintah
waktu
kedatangan
dan
keberangkatan
umum
setiap
kepada
kendaraan
terhadap
keabsahan,
masa
berlaku,
peruntukkan; dan
4) pemeriksaan manifes penumpang terhadap jumlah penumpang.
b. pemeriksaan fisik kendaraan bermotor umum, meliputi:
1) persyaratan teknis dan laik jalan;
2) fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor umum;
3) fasilitas penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, dan
wanita hamil; dan
identitas kendaraan, meliputi nama perusahaan, stiker dan/atau
papan trayek, dan jenis pelayanan.
78
Ketentuan
Tipe A
Fungsi
Terminal Melayani kendaraan
(KM 31 TH 1995) umum untuk
pasal 2
angkutan antar
kota antar propinsi
dan atau angkutan
lintas batas negara,
angkutan antar
kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan
Fasilitas Terminal
a. jalur
(KM 31 TH 1995)
pemberangkatan
pasal 3
dan kedatangan;
b. tempat parkir;
c. kantor terminal;
d. tempat tunggu;
e. menara
pengawas;
f. loket penjualan
karcis;
g. rambu-rambu
dan papan
informasi; dan
h. pelataran parkir
pengantar atau
taksi.
Lokasi Terminal
a. tingkat
(PP NO 79 TH
aksesibilitas
2013) pasal 67
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana
Tipologi Terminal
Tipe B
Melayani kendaraan
umum untuk
angkutan antar
kota dalam
propinsi, angkutan
kota dan angkutan
pedesaan
a. jalur
pemberangkatan
dan kedatangan;
b. tempat parkir;
c. kantor terminal;
d. tempat tunggu;
e. menara
pengawas;
f. loket penjualan
karcis;
g. rambu-rambu
dan papan
informasi; dan
h. pelataran parkir
pengantar atau
taksi.
a. tingkat
aksesibilitas
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana
Tipe C
Melayani angkutan
pedesaan
a. jalur
pemberangkatan
dan kedatangan;
b. kantor terminal;
c. tempat tunggu;
dan
d. rambu-rambu dan
papan informasi.
a. tingkat
aksesibilitas
pengguna jasa
angkutan;
b. kesesuaian lahan
dengan rencana
79
No
Ketentuan
Instansi Penetap
Lokasi Terminal
(PP NO 79 TH
2013) pasal 65
Penyelenggara
Terminal (PP NO
79 TH 2013)
Tipe A
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Menteri, untuk
Simpul Terminal
penumpang tipe A
Menteri
Tipologi Terminal
Tipe B
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Gubernur, untuk
Simpul Terminal
penumpang tipe B
Gubernur
Tipe C
tata ruang
wilayah nasional,
rencana tata
ruang wilayah
provinsi, rencana
tata ruang
wilayah
kabupaten/kota;
c. kesesuaian lahan
dengan rencana
pengembangan
dan/atau kinerja
jaringan jalan dan
jaringan trayek;
d. kesesuaian
dengan rencana
pengembangan
dan/atau pusat
kegiatan;
e. keserasian dan
keseimbangan
dengan kegiatan
lain;
f. permintaan
angkutan;
g. kelayakan teknis,
finansial, dan
ekonomi;
h. keamanan dan
keselamatan lalu
lintas dan
angkutan jalan;
dan
i. kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Bupati/Walikota,
untuk Simpul
Terminal
penumpang tipe C
Bupati/Walikota
80
Fasilitas parkir untuk umum adalah berupa gedung parkir atau lahan/kawasan
parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri. Fasilitas parkir
sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir atau
lahan/kawasan parkir yang disesuaikan untuk menunjang kegiatan pada bangunan
utama. Penentuan satuan ruang parkir (SRP) mengacu pada hal-hal berikut:
a. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang;
b. Ruang bebas kendaraan parkir; dan
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal
kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada posisi pintu kendaraan
dibuka, yang diukur dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan parkir di
sampingnya. Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan
untuk menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat.
Jarak bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan longitudinal 30 cm
c. Lebar bukaan pintu kendaraan
Berdasarkan ketentuan tersebut maka didapatkan ketentuan SRP untuk truk
seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 5.20
Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)
No
1
2
3
Jenis Kendaraan
a. Mobil penumpang untuk golongan I
b. Mobil penumpang untuk golongan II
c. Mobil penumpang untuk golongan III
Bus/Truk
Sepeda motor
Satuan Ruang
Parkir
(m)
2,30 x 5,0
2,50 x 5,0
3,00 x 5,0
3,40 x 12,5
0,75 x 2,0
B. Sarana Parkir
Sebelum mengenal lebih jauh klasifikasi sarana parkir ini, perlu diketahui
karakteristik karakteristik utama dari suatu tempat parkir yang menjadi landasan
untuk mengklasifisikasikan tersebut. Pada prisnsipnya ada tiga karakteristik utama
dari suatu sarana parkir antara lain:
1. Tempat yang disediakan untuk parkir, dari karakteristik ini parkir
dibedakan atas:
a. Parkir jalan, parkir jenis ini biasanya didesain sangat sederhana
sepanjang curb; dan
81
dimensi
kendaraan
masalah
yang
sangat
vital
dalam
suatu
perencanaan terminal adalah pemilihan pada parkir kendaraan. Dimensi dari sarana
sarana parkir sebagai fasilitas utama dari suatu terminal ,sangat ditentukan oleh
pemilihan pola parkir. Untuk sarana parkir dengan fungsi dan karakteristik yang
berbeda diperlukan tata pengaturan parkir kendaraan yang berbeda beda pula.
Seperti pool kendaran yang berfungsi untuk menyimpan kendaraan,pemilihan pool
parkir beriorenasi pada kapasitas tamping yang lebih besar untuk dimensi parkir
yang
lebih
/kedatangan
kecil,
selain
sedangkan
pool
parkir
pada
pelataran
kapasitas,
juga
perlu
dipertimbangkan
pemberangkatan
kelulusan
gerak
Sedangkan untuk kerugian yang dialami dari penggunan pola parkir ini antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Daya tamping kecil dan membutuhkan tempat yang luas; dan
2. Kendaraan yang keluar masuk harus berururtan.
Parkir menyudut, merupakan suatu bentuk penyusuan kendaraan sehingga
bagian memanjang kendaraan memebentuk sududt terhadap curb. Keuntungan
pemilihan pola parkir ini adalah:
1. Masing masing kendaraan bebas keluar masuk; dan
2. Areal parkir yang dibutuhkan lebih kecil sehingga membutuhkan daya
tampung yang lebih besar.
Kerugian untuk penggunaan atau pemilihan pola parkir ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Kendaraan yang parkir mengganggu kendaraan kendaraan lain; dan
2. Tingkat kecelakaan yang ditimbulkan lebih tinggi.
Dalam suatu fasilitas parkir,kendaraan harus disusun dalam berbagai
alternative dengan memperhatikan batasan-batasan minimum untuk pergerakan
kendaraan. Dalam merencanakan lay-out parkir, perencana harus bias mencoba
untuk mendapatkan kapasitas yag maksimum dari areal parkir yang tersedia. Tidak
bisa dipingkiri bahwa suatu kendaraan yang berdesakan penuh sesak pada suatu
tempat parkir sehingga terbatasnya pergerakan akan menyebabkan menurunnya
tingkat pemakaiyan dan efesiensi dari sarana parkir tersebut. Tempat parkir dan
garasi lain menyediakan ruang parkir, menyediakan gang-gang untuk mencapai
ruang parkir itu. Selain itu apabila tempat parkir atau garasi ini menarik ongkos
yang ditentukan berdasarkan waktu yang terpakai antara mengambil karcis parkir
pintu masuk dan member karcis itu kembali di pintu keluar harus disediakan ruang
untuk mengambil karcis dipintu masuk tadi dan membayar ongkos di pintu keluar.
Tempat-tempat ini
dan keluar kendaraan adalah berupa variasi yang acak sehingga mungkin akan
terjadi antrian atau waktu yang menunggu cukup lama.
Desain untuk ruang parkir dan gudang-gudang yang dibuat harus didasarkan
pada ukuran kendaraan desain. Pada umumnya ruang yang disediakan untuk
masing-masing adalah lebar 2,085 m dan panjang 5,94 m, lebar yang diperlukan
83
adalah berbeda-beda tergantung pada sudut kendaran yang di parkir terhadap gang
itu. Makin kecil sudut antara akses kendaraan yang di parkir dan gang, akan lebih
kecil ruang yang dibutuhkan untuk gerakan kendaraan dan akan lebih sempit pula
lebar gang yang dibutuhkan.
Gambar 5.20 pola parkir pararel yang menyudut
D. Karakteristik Parkir
Karakteristik Parkir menurut F.D. Hobbs (1995) mendefinisikan karakeristik
parkir dalam beberapa hal berikut:
1. Akumulasi parkir
Akumulasi parkir merupakan jumlah kendaraan yang diparkir di suatu
tempat perjalanan. Integrasi dari kurva akumulasi parkir selama periode
tertentu
Ac = Ei E x + x
84
Dengan :
Ac
= Akumulasi parkir
Ei
Ex
waktu
tertentu
dengan
demikian
didapat
kurva
akumulasi
karakteristik.
2. Volume parkir
Volume parkir merupakan jumlah kendaraan yang termasuk dalam beban
parkir (yaitu jumlah kendaraan per periode waktu tertentu biasanya per
hari). Waktu yang digunakan untuk parkir dihitung dalam menit atau jam
menyatakan lama parkir. Perhitungan volume parkir dapat digunakan
sebagai petunjuk apakah ruang parkir yang tersedia dapat memenuhi
kebutuhan parkir kendaraan atau tidak dan berdasarkan volume tersebut
dapat direncanakan besarnya ruang parkir yang diperlukan apabila
diperlukan pembangunan ruang baru.
Volume parkir dalam penelitian ini adalah jumlah kendaraan yang masuk
areal parkir selama jam-jam pengamatan (dianggap satu hari dan
mengunakan
fasilitas
parkir).
Volume
parkir
dihitung
dengan
Vp = Ei + x
Dengan :
85
Vp
Ei
Pp = (Vp : Rp)
Dengan :
Pp
Vp
Rp
4. Indeks Parkir
Indeks parkir adalah prosentase jumlah parkir yang terjadi dengan jumlah
ruang yang tersedia. Indeks parkir dirumuskan sebagai berikut :
Dengan :
Ip
Ac
Rp
5. Durasi parkir
Durasi adalah rata-rata lama waktu yang dihabiskan oleh pemarkir pada
ruang parkir. Berdasarkan hasil perhitungan durasi dapat diketahui ratarata
lama
penggunaan
ruang
parkir
oleh
pemarkir.
Durasi
ini
Dp = Ex En
86
Dengan:
Dp
Ex
En
Hi = Xi Xi +1
Dengan :
Hi
Xi
= Kendaraan i (menit)
JKi = DP / Hi
87
Dengan :
5.5.10
JKi
DP
Hi
Analisa Terminal
yang
terlibat
dalam
sistem
transportasi
tersebut.
diperlihatkan
urutan
kgiatan,urutan
alternatif
ataupun
waktu
yang
diperlukan dalam menjalani proses. Bagan Proses arus terminal yang sederhana
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
88
89
Gambar 2.22 Sketsa Bagan Alir Proses yang Terjadi Pada Suatu Terminal
Penumpang Umum
Sumber : Edward K. Morlok, 1985
merupakan
5.5.11
street (di luar jaringan jalan) dan on street (pada jaringan jalan). Sebagai ilustrasi
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.23 Lokasi Terminal Terhadap Jaringan Jalan
Jika ditinjau dari sistem kota, lokasi terminal dapat ditentukan dengan
pertimbangan dua model, yaitu model nearside terminating dan model central
terminating (Dephub, 1998:58). Model central terminating berlokasi di tengah kota,
dan biasanya merupakan terminal terpadu. Konsep ini merupakan konsep
lama
Kelemahan model ini adalah tidak adanya pemisahan antara arus lokal dan
regional, sehingga kemungkinan terjadi konflik dalam suatu lalu lintas lebih besar.
Pada model nearside terminating, sejumlah terminal dikembangkan di pinggir kota,
91
dan pergerakan di dalam kota dilayani oleh angkutan kota yang berasal dan
berakhir di terminal-terminal yang ada. Konsep ini merupakan salah satu usaha
untuk memisahkan lalu lintas regional dengan lalu lintas lokal, sehingga dapat
mengurangi permasalahan lalu lintas dalam kota. Model pengembangan terminal di
daerah
pinggiran
kota
tersebut
dapat
dilakukan
berdasarkan
beberapa
karena
memiliki
aksesibilitas
yang
tinggi.
Persaingan
rendah
didominasi oleh
kota; dan
4. Rural urban fringe, merupakan daerah yang relatif jauh dari pusat kota,
penggunaan lahan didominasi oleh pertanian.
Dengan demikian daerah pinggiran kota dapat didefinisikan sebagai daerah
yang langsung berbatasan dengan wilayah kota (built-up area), tidak
termasuk
dalam daerah terbangun total (fully developed), tetapi akan mengalami perubahan
di masa yang akan datang karena perkembangan kota (Soekani, 1991:9).
Pada
prinsipnya,
karena
pembangunan
terminal
dimaksudkan
untuk
semacam
ini
biasanya
terletak
pada
bagian
jalan
(on
street),
persimpangan, atau pintu masuk suatu tata guna lahan tertentu (misalnya
perumahan, perkantoran, industri, dan sebagainya). Besar kecilnya terminal
tersebut tergantung pada intensitas kegiatan pada tata guna lahan yang
bersangkutan. Kecenderungan ini akan mengurangi kinerja terminal, karena
dengan demikian jumlah penumpang berkurang karena terdapat tempat akumulasi
yang lebih potensial.
93
Lokasi
terminal
hendaknya
mencerminkan
kebutuhan
penggunanya.
lintas utama
memadai.
2. Di luar pusat kota (CBD), idealnya di daerah pinggiran.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu alasan pemilihan lokasi
di pinggiran kota adalah untuk mengurangi beban jaringan jalan dalam
kota dengan cara memisahkan arus regional dan lokal. Disamping itu,
lokasi tersebut juga memudahkan pencapaian dari luar kota bagi bus-bus
antarkota.
langsung.
kemudahan
Karena
itu
terhadap
lokasi
terminal
sedapat
mungkin
lokasi
tersebut
sehingga
dapat
memiliki
menjamin
umum
untuk
mencapai
tujuannya,
sehingga
perlu
dengan
hal tersebut, perlu diciptakan suatu sistem jaringan jalan yang dapat
menjamin kelancaran perjalanan antar terminal angkutan tersebut.
Kemudahan pergantian moda ditunjukkan oleh waktu tempuh yang
dibutuhkan dari suatu terminal ke terminal lain dalam suatu kota.
Disamping itu, jarak antarterminal tersebut juga akan mempengaruhi
waktu tunggu dalam terminal (waiting time). Waktu tunggu, yaitu waktu
yang dibutuhkan oleh penumpang untuk
lokasi
terminal
jika
ditinjau
berdasarkan
tinjauan
normatif
(berdasarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, 1981) akan didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
1. Terminal primer harus dapat menjamin ketepatan arus penumpang.
Dalam hal ini lokasi terminal harus dapat memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Sebagai tempat pemindahan yang menyangkut turun naiknya
penumpang:
b. Sebagai tempat pertukaran jenis angkutan: dan
c. Sebagai sarana pengendali, pengawas, dan
pengatur
arus
95
kota
dan
angkutan
pedesaan.
Berdasarkan
keputusan
Menteri
96
ruang yang memiliki peran penting bagi efisiensi kehidupan wilayah (Departemen
Perhubungan, 1998) maka secara keruangan terminal harus memenuhi dua syarat:
1. Syarat Aksesibilitas, yang dilihat dari
a. Ketersediaan jaringan jalan (jaringan jalan primer harus lebih banyak
dibanding jaringan jalan sekunder);
b. Ketersediaan moda transportasi (dilewati ankutan penumpang, baik
angkutan dalam kota maupun antarkota); dan
c. Cara pencapaian (langsung atau tidak langsung).
2. Kesesuaian lokasi yang dapat dilihat dari :
a. Menurut Departemen Perhubungan :
1) Terkait dengan sistem jaringan jalan primer dan terletak +100 m
dari arteri primer;
2) Terintegrasi dengan sistem angkutan primer;
3) Terkait dengan sistem fungsi primer dalam tata ruang kota;
4) Terletak di pinggir kota yang sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional;
5) Memiliki tingkat kebisingan
dan
polusi
udara
yang
tidak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sumber
Edwards, 1992:221
Matrajaya, 1996:12
Rasyidin, 1984:87
Departemen
Perhubungan, 1998
Teori
Terminal dapat berlokasi pada akhir trayek angkutan umum,
persimpangan trayek dan sepanjang trayek perjalanan
angkutan
Ditinjau dari posisi terhadap elemen transportasi jalan, lokasi
terminal dibedakan:
a. Of Street (di luar jaringan jalan); dan
b. On Street (pada jaringan jalan)
Ditinjau dari sistem kota, lokasi terminal dapat dibedakan
atas:
a. Central Terminating; dan
b. Nearside Terminating.
Lokasi terminal hendaknya dapat dicapai dengan mudah
oleh penumpang dan kendaraan umum
Kriteria lokasi terminal berdasarkan aspek tata ruang kota:
a. Mempunyai kemudahan terhadap rute lalu lintas
utama;
b. Di luar pusat kota;
c. Sesuai degan struktur kota dan sistem jaringan kota;
dan
d. Mempunyai kemudahan untuk bertukar moda
angkutan kota.
Kesesuaian lokasi terminal:
a. Terkait dengan sistem jaringan jalan primer dan
terletak 100 m dari arteri primer;
b. Terintegrasi dengan sistem angkutan primer;
c. Terkait dengan sistem fungsi primer tata ruang kota;
d. Terletak dipinggir kota yang sesuai dengan arah
geografis lokasi pemasaran regional;
e. Memiliki tingkat kebisingan dan polusi udara yang
tidak menggangu lingkungan sekitar; dan
f. Dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman
dan murah
99
No
5
Sumber
Hidayati, 1999
Sitopu, 1975:112
Teori
Ditinjau dari aspek tata ruang, kriteria lokasi Terminal tipe A
antar lain:
a. Terletak di pinggiran kota;
b. Dekat dengan terminal angkutan lain;
c. Dekat dengan terminal angkutan jalan raya lain;
d. Dengan dengan pusat aktivitas;
e. Kesesuaian dengan penggunaan lahan;
f. Ketersediaan lahan yang memadai;
g. Kemudahan memperoleh penumpang; dan
h. Kedekatan dengan fasilitas pendukung operasi
kendaraan.
Lokasi terminal bus antar kota harus memenuhi kriteria:
a. Lokasi terminal angkutan kota harus disesuaikan
dengan pola tata guna tanah;
b. Lokasi terminal angkutan antar kota disesuaikan
dengan pola pelayanan umum kota; dan
c. Lokasi termina angkutan kota harus memiliki
kemudahan yang tinggi untuk mencapai rute ke luar
kota.
arteri primer;
g. Terletak dipinggir kota yang sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional;
h. Memiliki tingkat kebisingan dan polusi udara yang tidak menggangu
i.
j.
k.
l.
m.
n.
lingkungan sekitar;
Dekat dengan terminal angkutan lain;
Dekat dengan terminal angkutan jalan raya lain;
Dengan dengan pusat aktivitas;
Kesesuaian dengan penggunaan lahan;
Ketersediaan lahan yang memadai; dan
Kedekatan dengan fasilitas pendukung operasi kendaraan.
Dari
kesimpulaan
di
atas,
dapat
ditarik
beberapa
variabel
yang
100
No
Variabel
Aksesibilitas
Lokasi
Struktur Ruang
Kota
Jenis
Data
a. Jarak antar
terminal;
b. Jarak terminal
dengan
jalurutama;
c. Jarak terminal
dengan pusat
aktivitas; dan
d. Struktur ruang
kota.
Lokasi
terminal
utama
dan
sub
terminal
a. Pengunaan lahan
di Kabupaten
Bangka Barat;
dan
b. Struktur ruang.
Kegunaan
Sumber
Mengetahui
karakteristik
aksesibilitas
terminal
a. Peta Jaringan
Jalan;
b. Peta Sistem
Transportasi;
c. Peta Penggunaan
Lahan;
d. Peta Struktur
Ruang.
Mengetahui
karakteristik lokasi
terminal
a. Peta Penggunaan
Lahan; dan
b. Peta Struktur
Ruang
a. Peta Penggunaan
Lahan; dan
b. Peta Struktur
Ruang.
Mengetahui posisi
terminal dilihat
dalam konteks
struktur ruang kota
101