Laporan Kasus Dki

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Disusun Oleh:

Hanum Indri Okthaviyani


406148107

Dokter Pembimbing:

Dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RS HUSADA JAKARTA
1

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. DS
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 42 tahun
Alamat
: Taman Sari, Jakarta
Pekerjaan
: Kuli bangunan
Status Pernikahan : Menikah
B. ANAMNESIA
Autoanamnesa pada tanggal 20 Juli 2016, pukul 11.30 WIB
Keluhan Utama
: gatal pada ibu jari tangan kiri sejak 2 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan
: nyeri, lecet dan kering
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli kulit RS Husada dengan keluhan gatal pada ibu jari
tangan kiri sejak 2 minggu yang lalu. Pada awalnya keluhan gatal ini disertai dengan
lenting-lenting dan kemerahan pada daerah tersebut. Kemudian, pasien mengaruk
lenting tersebut sehingga menjadi nyeri, lecet dan kering. Pasien juga sering
menggosok ibu jari kiri tersebut dengan menggunakan sikat gigi saat pasien merasa
gatal.
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan sejak 2 minggu yang lalu. Pekerjaan yang
paling sering pasien lakukan adalah mengaduk semen dengan menggunakan tangan
kiri karena pasien kidal. Pasien mengalu beberapa temannya mengalami keluhan
serupa. Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan sarung tangan saat bekerja.
Pasien mengaku tidak terdapat kelainan pada bagian tubuh lain selain ibu jari kiri.
Pasien tidak pernah menderita kelainan kulit yang sama sebelumnya dan belum
pernah berobat untuk keluhannya saat ini. Pasien tidak mengkonsumsi obat yang baru
diminum sebelum munculnya lesi. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Tidak ada
anggota keluarga yang mengeluhkan kelainan kulit tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya
- Riwayat asma
: disangkal
- Riwayat hipertensi
: disangkal
- Riwayat diabetes
: disangkal
- Riwayat alergi makanan
: disangkal
- Riwayat alergi obat
: disangkal
2

Riwayat alergi lainnya

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


C.

D.

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum
:
Kesadaran
:
Suhu
:
Nadi
:
Tekanan darah
:
Pernafasan
:
Berat Badan
:

Baik
Compos mentis
Normal
88 kali/menit
120/70 mmHg
18 kali/menit
74kg

STATUS DERMATOLOGIKUS
Regio
:
Distribusi
:
Efloresensi primer
:
Warna
:
Ukuran
:
Jumlah
:
Efloresensi sekunder
:
Konfigurasi
:

Ibu jari tangan kiri


Lokal
Makula
Eritematosa
Lentikular-numular
Soliter
Erosi, ekskoriasi, fisura, skuama
-

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakakukan.

F.

RESUME
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke poli kulit
RS Husada pada tanggal 20 Juli 2016 dengan keluhan keluhan gatal pada ibu jari
tangan kiri sejak 2 bulan yang lalu. Pada awalnya keluhan gatal ini disertai dengan
lenting-lenting dan kemerahan pada daerah tersebut. Kemudian, pasien mengaruk
lenting tersebut sehingga menjadi nyeri, lecet dan kering. Pasien juga sering
menggosok ibu jari kiri tersebut dengan menggunakan sikat gigi saat pasien merasa
gatal.
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan sejak 2 minggu yang lalu. Pekerjaan
yang paling sering pasien lakukan adalah mengaduk semen dengan menggunakan
tangan kiri karena pasien kidal. Keluhan serupa juga dialami beberapa teman kerja
pasien. Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan sarung tangan saat bekerja.
Pada saat pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil

dalam batas normal.

Pemeriksaan status dermatologikus pasien didapatkan lesi pada regio ibu jari tangan
kiri, efloresensi primer makula dengan warna eritematosa, berukuran lentikularnumular, jumlah soliter dan efloresensi sekunder berupa erosi, ekskoriasi, fisura,
skuama.
4

G.

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
Dermatitis Kontak Iritan
Diagnosis Banding :
Dermatitis Kontak Alergi

H.

PENATALAKSANAAN
A. Nonmedikamentosa
Hindari pajanan iritan
Menggunakan sarung tangan saat terpajan iritan
Hindari penggunaan sabun mandi yang bersifat antiseptik
Jangan menggaruk atau menyikat daerah lesi
Jaga kebersihan luka
B. Medikamentosa
Topikal
- Gentamisin salep 0,1%
2 kali sehari
- Betamethasone dipropionat salep 0,05%
2 kali sehari
Sistemik
- Cetirizine 10 mg
1 kali sehari

I. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
Ad Kosmetikam

: Ad bonam
: Ad bonam
: Dubia
: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS KONTAK IRITAN

I.

PENDAHULUAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada

kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen
berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang
peranan penting pada penyakit ini.1
Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu
mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana
dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari
stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit
tanpa memproduksi antibodi spesifik.2
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena
penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan
serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan
dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya
terpajan oleh bahan iritan tersebut.3
6

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya
faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.4 Pencegahan bahan-bahan
iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan.5

II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat.
Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk
diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang
berobat dengan kelainan ringan.6
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa
249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin,
15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk
semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama,
bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika,
menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari
penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.1,7
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden
melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang
yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras
yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan
pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki
yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.8
III. ETIOLOGI
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1
Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan
sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa
mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat
kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
7

ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan
dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor
mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu
dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan
pada bahn iritan.1

Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan
radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.
Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan
ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk
setiap bahan iritan.1 Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin
mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan
sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.1
b. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin
dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja
basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis
kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.1,8
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia
dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada
kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data
pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang
kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak
kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda. 1 Reaksi terhadap
beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon
inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi
perkutaneus.10
d. Suku
8

Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi


berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satusatunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada
kulit putih.1
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.1,10
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan
dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh
bahan iritan.11

IV. PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak
iritan, yaitu:1,6
1.
2.
3.
4.

Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan


Jejas pada membran sel
Denaturasi keratin epidermis
Efek sitotoksik langsung

Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan
fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal
bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin
inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada
proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi
sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan
inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip

10

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan
kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit
menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis
factor- (TNF- ). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh
kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,
yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II
dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.1
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.12
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak
dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi
yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.6

V. GAMBARAN KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala
akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. 6 Berdasarkan penyebab tersebut
dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas
kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.1,7 Pada beberapa individu,
gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya
manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum
perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat
11

membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.1,6 Secara klasik, pembentukan


dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada
pajanan ulang hal ini dikenal sebagai decrescendo phenomenon. Pada beberapa
kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai
luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan
gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.9

Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut


industri. Dikutip dari kepustakaan [7]

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga
8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,6,7 Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan
dermatitis kontak iritan akut.1 Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh
serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya
berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.6
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah
(seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih
sering terkena pada tangan.1,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari,
minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor
yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus
berlangsung.1,6
12

Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen


Dikutip dari kepustakaan [7]

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan
kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian
dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari
(pulpitis).7 DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh
(contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).6
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari
tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan
basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi
DKI kumulatif.1,6,7

Gambar 4 : Reaksi Iritan. Dikutip dari


kepustakaan [2]
5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)
13

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas
atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau
lebih lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan
vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.1,2
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara
histologi.1,2 Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau
rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk
dengan jumlah surfaktan yang tinggi.1 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar
stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).6
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,
rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di
daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling
sering menyebabkan penyakit ini.1,2,6

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis dan pengamatan
gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat
serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA.
Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan
diagnosis DKI.6
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:13
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI
lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida

14

(biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24
-

jam setelah pajanan.


Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI
kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu

bahan iritan yang merusak kulit.


Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.

B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 13-14
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
C. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam
kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada
spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika
terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya
merupakan hasil dari efek berbagai iritans.4
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak
dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan
harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena
tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif
palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.
Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam
berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat
didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis,
dengan dermatitis kontak yang rekuren.3
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.3
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur
superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari
lesi.3
4. Pemeriksaan IgE

15

Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat


atopi.3
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen
oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah
yang terkena pajanan.8 Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang
telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.6
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. 6 Oleh
karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti
penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan
iritan dengan bahan lain.1,4,5,6
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis
kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Kortikosteroid
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena
efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat
menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum.7
2. Antibiotik dan antihistamin
Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder
oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit,
mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari
dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan
16

menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk


mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan
antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus
yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Terdapat percobaan klinis secara acak
mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis kontak iritan, dan secara klinis
antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis. 5
3. Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna.
Menggunakan emolien ketika kulit masih lembab dapat meningkatkan efek emolien.
Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif
karena dapat menghidrasi kulit lebih baik.5
IX. PROGNOSIS
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,6

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p.396-401.
2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In:
Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2006.p.5-8
3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2003.p.19-21
4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit. British:
Crurchill Livingstone.2002.p.30-1
5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis.
In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5
6. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah
S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2008.p.130-33.
7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill; 2005.
8. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers Meeting the
Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2016 Agustus 2]:[5 screens]. Available
from : URL:http://ssl-international.com

18

Anda mungkin juga menyukai