09-Anggarang Barang Modal
09-Anggarang Barang Modal
09-Anggarang Barang Modal
Pengembalian (payback)
Rata-rata pendapatan investasi per tahun (average annual return invesment method)
Tingkat pendapatan intern (internal rate of return)*
Nilai tunai netto net present value)**
Index profitabilitas (index of profitability)
Diskonto pengembalian (discounted payback)
Catatan :
* RR = Tingkat hasil intern; dipakai juga tingkat pendapatan intern dan tingkat pengembalian
intern.
** NPV = Nilai sekarang netto; dipakai nilai tunai netto.
Tahap 3.
Memperkirakan pola arus kas dari investasi yang diusulkan, setiap arus pengeluaran modal
atau yang dikenal dengan capital expenditure mempunyai dua macam arus kas (cash flow),
yaitu ;
1. Arus kas masuk (Cash in flow)
Merupakan sumber penerimaan secara tunai yang didapat dari hasil investasi, dalam hal
ini semua penerimaan uang dan penerimaan lain yang mempunyai nilai uang tertentu.
a. Yang termasuk dalam penerimaan uang adalah penerimaan uang dari penjualan, pembayaran
piutang dagang dan sebagainya.
b. Yang termasuk penerimaan lain yang mengandung nilai uang adalah seperti penerimaan
melalui tambahan hutang dari pihak ketiga seperti bank, lembaga keuangan lainnya
(perusahaan anjak piutang), tambahan modal pribadi dari pemilik investasi, penjualan aset
(aktiva tetap) dan sebagainya.
NCF yakni arus kas masuk bersih yang dihasilkan dari operasi aktiva tetap/proyek yang
berasal dari penjualan dikurangi seluruh biaya tunai. Formulanya adalah sebagai berikut :
NCF = [ S O D] [1 t] + D - NWC
Keterangan :
NCF =
S =
O=
D=
t =
NWC =
Data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan arus kas masuk adalah :
Sales
Operating cost per cash
xxx
xxx
EBDIT
Depresiation
xxx
xxx
EBIT
Interest
xxx
xxx
EBT
Tax
xxx
xxx
EAT
xxx
Keterangan :
EDBIT
EBIT
EBT
EAT
:
:
:
:
Tahap 4.
Melakukan perhitungan arus kas masuk (cash in flow), yang disingkat CF dalam penulisan
formula dibawah ini. Dalam hal ini tersedia dua metode yang mendukungnya, yaitu ;
a. Pendekatan Bottom Up (Bottom Up Approach)
Rumusnya :
CF = EAT + Depreciation + Interest (1 - Tax)
b. Pendekatan Top Down (Top Down Approach)
Rumusnya :
CF = EBIT (1 - Tax) + Depreciation
atau
CF = EBDIT (1 - Tax) + (Tax x Depreciation)
Contoh :
Diketahui data sebagai berikut :
Sales
Operating cost
EBDIT
Depreciation
EBIT
Interest
EBT
Tax (50%)
EAT
2500
1500
1000
100
900
100
800
400
400
(-)
(-)
(-)
(-)
10.000.000
=
Investasi rata-rata
= 40 %
50.000.000 : 2
Pendekatan yang tidak memperhatikan nilai waktu dari uang (time value of money) melalui
Payback Period method. Metoda yang mengukur pengembalian suatu investasi, akan
menentukan berapa lama suatu proyek dapat mengembalikan pokoknya. Jika arus uang kas
berjalan konstan , maka dapat mengembalikan sesuai dengan schedule yang telah ditetapkan
namun diharapkan semakin cepat semakin baik:
Kriteria penilaian yang digunakan adalah kriteria investasi yang dimulai berdasarkan arus kas
kumulatif yang akan diterimanya sehingga sampai dengan investasi semula.
Rumusnya :
Capital outlays
Payback period (PP) =
Net cash proceds
atau
Investasi (I)
Perioda pengembalian =
Arus uang kas tahunan hasil operasi (C)
I
P =
C
Arus uang kas hasil operasi adalah sama dengan pendapatan bersih sesudah pajak ditambah
penyusutan. Proyek dengan masa pengembalian paling singkat, atau dengan kata lain proyek
yang paling cepat pulang modal, tentu saja paling disukai.
Kelebihannya :
- Menggunakan arus kas sebagai dasar perhitungannya.
- Mudah dihitung dan dimengerti
- Lebih rasional dari pada main kira-kira saja
Keburukannya antara lain:
- Tidak memperhatikan nilai waktu uang (untuk undiscounted payback)
- Sering tergantung subyektivitas pemilik perusahaan.
- Mengabaikan arus kas setelah sulit melakukan periode penutupan yang wajar, dan
- Tidak memperhatikan profitabilitas sesudah pulang modal
Contoh :
Suatu perusahaan mempertimbangkan pembelian mesin seharga Rp. 50.000.000 dengan
umur guna maupun umur ekonomis ditaksir 10 tahun. Depresiasi dengan garis lurus akan
diterapkan dengan asumsi tidak ada nilai residu, artinya mesin itu tak akan laku dijual
sebagai besi tua. Pendapatan setahun diharapkan berjumlah Rp. 10.000.000 sebelum
penyusutan dan pajak. Andaikata tarif pajak adalah 40% maka periode pembeliannya
dihitung sebagai berikut :
I
P =
C
Pendapatan sebelum penyusutan dan pajak
Kurang; Penyusutan Rp. 50.000.000 : 10 th.
Pendapatan sebelum pajak
Rp. 10.000.000
5.000.000
5.000.000
2.000.000
3.000.000
5.000.000
8.000.000
50.000.000
Perioda pengembalian =
= 6,25 tahun
8
[ NCF x DF ]
n
ln
INV.
Kelebihan utama pada NPV adalah ; 1). Bahwa NPV selalu dapat dihitung (lain halnya
seperti IRR), 2). Bahwa NPV memperhatikan nilai waktu uang, dan 3). Bahwa NPV
memperlihatkan pendapatan selama masa hidup proyek itu.
Contoh 1 : Jika menggunakan tabel yang ditentukan:
Pengeluaran pokok sebuah proyek adalah sebesar Rp. 40,000,000,-, diperkirakan akan ada
arus uang kas hasil operasi sebesar Rp. 10,000,000,- setiap tahun selama 10 tahun. Andaikata
tingkat pendapatan minimum adalah 16 %, maka NPV dihitung sebagai berikut :
Dari tabel 3.2, nilai tunai Rp. 1.000 yang tiap-tiap tahun diterima selama 10 tahun, dengan
tingkat pendapatan minimum 16%, adalah 4,833. Maka arus uang kas yang didiskontokan
dengan tingkat pendapatan minimum tersebut, adalah ;
4,833 x Rp. 10.000.000 = Rp. 48.330.000
Maka nilai tunai netto (net present value) adalah :
NPV = arus uang kas yang didiskontokan dengan tingkat pendapatan minimum
investasi pokok
= Rp. 48.330.000 - Rp. 40.000.000 = Rp. 8.330.000
Karena NPV ternyata positif, maka proyek itu menguntungkan dan karena itu dapat diterima.
Contoh 2.
Misalkan pembelian mesin drilling, dimana NPV-nya adalah plus Rp. 1,056yang diperoleh
dari formula adalah seperti perhitungan pada tabel berikut :
t=0
At
NPV1
atau
(1 + r)
IRR = i pd NPV
[ NPV2 NPV1]
positif
Keterangan :
IR1
: discount rate 1
IR2
: discount rate 2
NPV1
: net percent value 1
NPV2
: net percent value 2
r
: discount rate
Persyaratan :
- NPV jika IRR < r maka usulan investasi akan ditolak
- Jika IRR > r maka usulan investasi akan diterima
NPV2 NPV1
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh kasus yang sederhana dilihat dari faktor
anuitas IRR :
Kasus 1.
Jika arus uang kas adalah konvesional (arus uang kas setiap tahun dari proyek itu tetap
sama), maka IRR bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Investasi pokok
Faktor anuitas IRR =
Arus uang kas tahunan
Faktor anuitas yang diperoleh dikonversikan menjadi IRR, dengan jalan mencari faktor
anuitas tersebut di dalam tabel, di mana diperlihatkan nilai tunai (present value = PV) Rp.
1.000 yang diterima setiap tahun dalam masa sekian tahun (tabel 3.2). Mencari anuitas IRR
di dalam tabel cukup dilakukan pada baris yang menunjukkan berapa tahun proyek
diperkirakan akan mempunyai masa hidup. Carilah pada baris tersebut, sampai diketemukan
anuitas IRR (atau angka yang paling mendekati). Besarnya tingkat bunga yang tercantum di
atas kolom adalah tingkat IRR untuk proyek tersebut.
Contoh :
Suatu proyek yang sedang dipertimbangkan, membutuhkan investasi pokok sebesar Rp.
54.000.000 dan diperkirakan mendatangkan arus uang kas dari hasil operasi senilai Rp.
15.000.000 per tahun untuk jangka waktu selama 7 tahun.
IRR dihitung sebagai berikut :
Investasi pokok
Faktor anuitas =
54.000.000
=
= 3,6
15.000.000
Untuk mengkonversikan faktor anuitas menjadi IRR, dipakai tabel 3.2 Karena hidup proyek
7 tahun, maka pada baris yang menunjukka angka 7 tahun itu dicari nilai yang mendekati
nilai 3,6. Pada baris itu diketemukan faktor anuitas sebesar 3,605, dibawah kolom 20 %.
Maka IRR proyek tersebut adalah 20%.
Kasus 2.
Apabila arus uang kas hasil operasi setiap tahunnya tidak sama, maka perhitungan untuk
mencari IRR menjadi lebih rumit, dan meliputi prosedur coba-coba. Yang dipakai adalah
tabel 3.1 dengan nilai tunai Rp. 1.000, dan bukan tabel 3.2, karen arus uang kasnya berubah
dari tahun ke tahun, dan karena itu nilai tunai dari arus uang kas untuk masing-masing tahun
harus dihitung sendiri-sendiri.
Contoh :
Umpamakan ada pengeluaran pokok sebesar Rp. 32.318.000 dan arus uang kas hasil operasi
adalah seperti berikut :
Tahun
Arus uang kas
Hasil operasi
1
Rp. 8.000.000
2
Rp. 8.000.000
3
Rp.10.000.000
4
Rp.16.000.000
Tujuannya adalah mencari tingkat diskonto yang akan menyebabkan nilai tunai arus uang kas
hasil operasi sama besarnya dengan pengeluaran pokok.
Jika kita mulai dengan 12 %, maka hasil-hasilnya adalah :
Tahun
1
2
3
4
Tingkat diskonto 12 %
= Nilai tunai
PV Rp. 1.000 (Tabel 3.1)
0.893
Rp. 7.144.000
0,797
6.376.000
0,712
7.120.000
0,636
10.176.000
30.816.000
Nilai tunai seluruhnya adalah Rp. 30.816.000, tetapi karena angka ini tidak sama dengan
pengeluaran pokok sebanyak Rp. 32.318.000, maka 12 % itu bukanlah IRR yang dicari.
Semakin rendah tingkat diskonto yang dipakai, semakin tinggi nilai tunainya; karena itu di
dalam usaha kita mencari IRR yang tepat, kita akan memakai IRR yang lebih rendah, untuk
mendapatkan nilai tunai yang lebih tinggi.
Dengan IRR 10 %, hasilnya adalah :
Tahun
1
2
3
4
Tingkat diskonto 10 %
= Nilai tunai
PV Rp. 1.000 (Tabel 3.1)
0.909
Rp. 7.272.000
0,826
6.608.000
0,751
7.510.000
0,683
10.928.000
32.318.000
Jadi IRR yang dicari adalah 10%, karena pada tingkat diskonto 10 % itu arus uang kas hasil
operasi adalah sama dengan pengeluaran pokok.
Kadang-kadang IRR berada di antara dua nilai di dalam tabel (umpakan IRR yang dicari tadi
berada di antara 10 dan 12 persen). Dalam hal yang demikian itu perlu digunakan suatu tabel
nilai tunai yang lebih terperinci, atau perlu dipakai metoda taksiran yang berdasarkan
interpolasi, untuk mendapatkan nilai IRR yang dicari.
5.INDEX PROFITABILITAS (INDEX OF PROFITABILITY).
IP, Yaitu indeks profitabilitas atau disebut juga indeks dayalaba, diperoleh dengan
mengambil nilai tunai arus uang kas hasil operasi dan membagi angka tersebut dengan
pengeluaran pokok dengan kata lain menghitung perbandingan antara nilai sekarang
penerimaan kas bersih dimasa datang dengan nilai sekarang investasi. Jika sesuatu proyek
ingin dianggap menarik, maka IP proyek itu harus lebih besar daripada angka 1.
10
n
[ NCF x DF ]
i = 1
n
ln
Rumusnya
PI =
INV
Persyaratan :
- Jika PI < 1 maka usulan investasi tersebut tidak layak
- Jika PI > 1 maka usulan investasi tersebut layak.
Kelebihannya :
- Menggunakan arus kas sebagai dasar perhitungan
- Memperhatikan nilai waktu dari uang
- Konsistensi dengan tujuan perusahaan, yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang
saham.
Kelemahannya :
Dapat memberikan panduan dan pilihan yang salah pada proyek-proyek yang mutually
exclucive yang memiliki unsur ekonomis dan skala investasi yang berbeda.
Contoh:
Dari informasi seperti contoh pada NPV dimana; Pengeluaran pokok sebuah proyek
adalah sebesar Rp. 40,000,000,-, diperkirakan akan ada arus uang kas hasil operasi sebesar
Rp. 10,000,000,- setiap tahun selama 10 tahun. Andaikata tingkat pendapatan minimum
adalah 16 %, maka NPV dihitung sebagai berikut :
Dari tabel 3.2, nilai tunai Rp. 1.000 yang tiap-tiap tahun diterima selama 10 tahun, dengan
tingkat pendapatan minimum 16%, adalah 4,833. Maka arus uang kas yang didiskontokan
dengan tingkat pendapatan minimum tersebut, adalah ;
PV arus uang kas (4,833 x Rp. 10.000.000)
Pengeluaran pokok
Rp. 48.330.000
Rp. 40.000.000
= 1.208
6.DISKONTO PENGEMBALIAN (DISCOUTED PAYBACK).
Metoda diskonto pengembalian memperlihatkan lagi metoda pengembalian dengan
mempertimbangkan nilai waktu uang. Arus uang kas hasil operasi setiap tahunnya
didiskontokan dengan tingkat pendapatan yang dikehendaki sebelum masa pengembalian itu
dihitung.
Contoh :
Umpama ada sebuah proyek seharga Rp. 20.000.000 yang diperkirakan akan memberi hasil
Rp. 7.000.000 setahun selama 10 tahun, dan tingkat pengembalian yang dikehendaki
perusahaan adalah 14 %. Masa diskonto pengembalian dihitung sebagai berikut :
Tahun
1
2
3
4
7.000.000
7.000.000
7.000.000
6.339.530*
Nilai Tunai
Rp. 1 pada 14%
(Tabel 3.1)
0.909
0,826
0,751
0,683
Nilai tunai
Masa Diskonto
Pengembalian
(Tahun)
Rp. 6.139.000
1.00
5.383.000
1.00
4.725.000
1.00
3.753.000
0,91
20.000.000
3,91
11
12
Dengan demikian penyusutan tahun pertama dihitung mulai dengan 4/10, tahun ke dua 3/10
tahun ketiga 2/10 dan tahun keempat 1/10. pembilang / penyebut dikalikan dengan nilai
perolehan nilai residu.
Nilai
Perolehan
1
2
3
4
72.000
72.000
72.000
72.000
72.000
36.000
18.000
9.000
Tarif
Depr
Penyusutan
per Tahun
50 %
50 %
50 %
50 %
36.000
18.000
9.000
4,500
Nilai Buku
Akhir tahun
36.000
18.000
9.000
4,500
13
14
4. Saldo awal dari harga perolehan (acquision cost) masing-masing aktiva di awal tahun
anggaran
5. Penambahan dari aktiva tetap (fixed asset addition)
6. Pengurangan dari aktiva tetap (fixed asset reduction)
7. Saldo akjir dari harga perolehan untuk masing-masing aktiva di akhir periode anggaran
8. Saldo awal akumulasi penyusutan per masing-masing aktiva di awal tahun anggaran.
9. Penyusutan selama periode anggaran
10. Pengurangan penyusutan akibat pengurangan aktiva
11. Saldo akhir dari akumulasi penyusutan
12. Pembebanan biaya penyusutan ke fungsi/bagian, misalnya ke biaya overhead, biaya
pemasaran, atau biaya adm/umum.
Format ini bisa juga disebut format semua dalam satu (all-in-one form), yaitu format yang
terdiri banyak kolom, untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti gambar format dari kolomkolom berikut ini :
No.
Aktiva Tetap
Metode
Nilai Perolehan
Akumulasi Penyusutan
Umur
Ekono Saldo Penam Pengu Saldo Saldo Penyu Pengu Saldo
mis
awal bahan rangan akhir awal sutan rangan akhir
4
5+6+7
10
11
Pembebanan
Over
Biaya
head pemasaran
12
13
14
15
9+10+11
Keterangan :
Kolom pertama untuk nomor urut aktiva tetap yang dimiliki perusahaan,
Kolom ke dua untuk keterangan aktiva tetap
Kolom ke tiga umur ekonomis dari amsing-masing aktiva.
Empat kolom berikutnya adalah untuk nilai perolehan aktiva, dimana masing-masing
menunjukkan:
Saldo awal tahun
Penambahan
Pengurangan, dan
Saldo akhir
15
Empat kolom setelah itu adalah untuk nilai akumulasi penyusutan, dimana masing-masing
menunjukkan:
Saldo awal akumulasi penyusutan pada awal tahun anggaran
Penyusutan pada tahun berjalan (tahun anggaran)
Pengurangan penyusutan kalau ada pengurangan aktiva pada tahun ybs, dan
Saldo akhir dari akumulasi penyusutan
Kolom berikutnya adalah untuk pencatatan biaya penyusutan dari masing-masing fungsi, seperti
biaya produksi (overhead), biaya pemasaran, biaya adm/umum dsb.nya.
Apapun format yang digunakan, anggaran aktiva tetap yang info dimuat di dalamnya harus
correspond dengan anggaran lain, karena anggaran aktiva tetap merupakan sub-sistem dari
seluruh sistem anggaran.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh dari beberapa metode dibuat dalam satu soal
seperti berikut dibawah ini :
KASUS .1.
PT. EKOWATI merencanakan untuk membeli mesin baru untuk melengkapi pabriknya.
Ada dua macam penawaran mesin yang diinginkan, adapun data kedua mesin tersebut
adalah :
Keterangan
Mesin A
Mesin B
Harga perolehan
Nilai sisa
Umur mesin
Metode penyusutan
Rp. 63.000.000
0
4 tahun
Straight line
Rp. 60.000.000
Rp. 1.500.000
4 tahun
Sum of year digit
method
40 %
15 %
Tax
Discount rate
Pendapatan bruto (EBT)
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
40 %
15 %
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
7.200.000
7.800.000
8.400.000
9.000.000
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
6.600.000
7.500.000
8.100.000
8.700.000
Pertanyaan :
2. Menghitung net cash in flow per tahun dari masing-masing mesin tersebut.
3. Menghitung nilai ekonomis dari setiap mesin berdasarkan pada :
a. Metode NPV
b. Payback Period
Berikan saran dan jelaskan pada PT EKOWATI sebaiknya mesin mana yang dibeli
berdasarkan nilai ekonomisnya dari perhitungan di atas.
Penyelesaiannya :
Rp. 63.000.000
Depresi mesin A =
= Rp. 15.750.000,4
16
Depresi mesin B :
Tahun 1 = 4/10
Tahun 2 = 3/10
Tahun 3 = 2/10
Tahun 4 = 1/10
NFC untuk mesin A
Keterangan
EBT
Tax 40 %
EAT
Depresiasi
x
x
x
x
=
=
=
=
Rp. 23.400.000
Rp. 17.500.000
Rp. 11.700.000
Rp. 5.850.000
Tahun 1
Rp. 7.200.000
Rp. 2.880.000
Rp. 4.320.000
Rp15.750.000
Tahun 2
Rp. 7.800.000
Rp. 3.120.000
Rp. 4.680.000
Rp15.750.000
Tahun 3
Rp. 8.400.000
Rp. 3.360.000
Rp. 5.040.000
Rp15.750.000
Tahun 4
Rp. 9.000.000
Rp. 3.600.000
Rp. 5.400.000
Rp.15.750.000
NFC
Rp20.070.000
Rp20.430.000 Rp20.790.000
Rp.21.150.000
Tahun 1
Rp. 6.600.000
Rp. 2.640.000
Rp. 3.960.000
Rp23.400.000
Tahun 2
Rp. 7.500.000
Rp. 3.000.000
Rp. 4.500.000
Rp17.550.000
Tahun 3
Rp. 8.100.000
Rp. 3.240.000
Rp. 4.860.000
Rp11.700.000
Tahun 4
Rp. 8.700.000
Rp. 3.480.000
Rp. 5.220.000
Rp. 5.850.000
NFC
Rp27.360.000
Rp22.050.000 Rp16.560.000
Rp.11.070.000
1. a. Metode NPV
Mesin A
Mesin B
Tahun
1
2
3
4
Nilai sisa
CF (Rp.)
DF (%)
PV of CV(Rp)
CF (Rp.)
20.070.000
20.430.000
20.790.000
21.150.000
0.8696
0.7561
0.6575
0.5717
17.452.872
15.447.123
13.669.425
12.091.455
-
27.360.000
22.050.000
16.560.000
11.070.000
1.500.000
PV of CV(Rp)
23.792.250
16.672.005
10.888.200
6.328.000
857.550
Jumlah
Investasi awal
58.660.875
63.000.000
58.538.730
60.000.000
NPV
-4.339.125
-1.461.270
1.710.000
b. Pay Back Period A = 3 tahun + (
x 12 bulan
= 3 tahun 29 hari
21.150.000
10.590.000
Pay back Period B = 2 tahun + (
Kesimpulannya : dari kedua investasi tersebut di atas tidak layak dilakukan, jadi keduanya
tidak usah dipilih/dibeli. Alasannya : NPV keduanya <0 (negatif)
17
KASUS .2.
PT. EKATRESNAWIJAYA merencanakan untuk membeli mesin baru untuk melengkapi
pabriknya. Ada dua macam penawaran mesin yang diinginkan, adapun data kedua mesin tersebut
adalah :
Keterangan
Mesin A
Mesin B
Harga perolehan
Nilai sisa
Umur mesin
Metode penyusutan
Rp. 68.000.000
0
4 tahun
Straight line
Rp. 63.000.000
Rp. 1.500.000
4 tahun
Sum of year digit
method
40 %
15 %
Tax
Discount rate
Pendapatan bruto (EBT)
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
40 %
15 %
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
7.400.000
8.000.000
8.600.000
9.200.000
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
6.800.000
7.700.000
8.300.000
9.000.000
Pertanyaan :
1. Menghitung net cash in flow per tahun dari masing-masing mesin tersebut.
2. Menghitung nilai ekonomis dari setiap mesin berdasarkan pada :
a. Metode NPV
b. Metode IRR
Berikan saran dan jelaskan pada PT EKATRESNAWIJAYA sebaiknya mesin mana yang
dibeli berdasarkan nilai ekonomisnya dari perhitungan di atas.