Fullpapers Jpkse2933be0f2full

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Gambaran Pengurangan Risiko Bencana Berbasis

Komunitas di Daerah Terdampak Erupsi Gunung Kelud


Danang Arifin
Achmad Chusairi

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga


Abstract.
This Research aims to describe a community-based disaster risk reduction in areas affected
Kelud eruption. Community-based disaster risk reduction (PRBBK) described as an approach
that encourages grassroots communities to manage local disaster risk (Lassa et al, 2009). Participants in this research consisted of two participants who are active in the field of community-based disaster risk reduction. Both participants explained the stage, the actors involved,
contributing factors, and factors inhibiting PRBBK conducted by community care disaster area
(Jangkar Kelud). The results showed that the Jangkar Kelud began conducting disaster to the
public since 2008, by local practice and knowledge about disaster management. Jangkar Kelud
do not own activities, but with the help of Kappala, UNDP, CSR Sampoerna, community leaders,
villager, and the people. PRBBK activities in the ring Kelud was not separated of several inhibiting factors such as lack of funds, coordination, and public attitudes on Jangkar Kelud activities
that Assessed Vain
Key word: Community based disaster risk reduction; Community; Community based disaster
risk reduction in the areas affected Kelud eruption
Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengurangan risiko bencana berbasis
komunitas di daerah terdampak erupsi gunung Kelud. Pengurangan risiko bencana berbasis
komunitas(PRBBK) sendiri dijelaskan sebagai sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana lokal setempat (Lassa dkk, 2009). Partisipan
dalam penelitian ini terdiri dari 2 partisipan yang aktif di bidang pengurangan risiko bencana
berbasis komunitas. Kedua partisipan menjelaskan mengenai tahapan, aktor yang terlibat, faktor pendukung , dan faktor penghambat PRBBK yang dilakukan oleh komunitas peduli bencana
di daerah lingkar Kelud yaitu Jangkar Kelud. Hasil penelitian menunjukan bahwa Jangkar Kelud
mulai melakukan kegiatan kebencanaan ke masyarakat sejak tahun 2008, dengan melakukan
lokal latih mengenai pengetahuan dan manajemen bencana. Jangkar Kelud melakukan kegiatannya tidak sendiri melainkan dengan bantuan dari KAPPALA, UNDP, CSR Sampoerna,
tokoh masyarkat, perangkat desa, serta masyarakat sendiri. Kegiatan PRBBK di lingkar Kelud
pun tidak lepas dari beberapa faktor penghambat seperti masalah dana, koordinasi, serta sikap
masyarakat pada kegiatan Jangkar Kelud yang dinilai sia-sia.
Kata kunci: Pengurangan risiko bencana berbasis komunitas; Komunitas; Pengurangan risiko
bencana berbasis komunitas di daerah terdampak erupsi Kelud
Korespondensi:
Danang Arifin, e-mail: [email protected]
Achmad Chusairi, e-mail: [email protected]
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286

68

Danang Arifin, Achmad Chusairi

PENDAHULUAN
Indonesia sendiri merupakan negara
berkembang yang berada di wilayah benua Asia.
Namun disisi lain Indonesia merupakan negara
dengan risiko besar terdampak berbagai bencana
alam. Badan nasional penanggulangan bencana
dalam (Liud, 2012) menjelaskan bahwa secara
geografis Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia,
Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Beberapa penjelasan tersebut
menjelaskan bila Indonesia adalah negara yang
rawan terkena bencana alam. Bencana masih
menjadi ancaman yang nyata dimana sebanyak
1.525 kejadian bencana yang menyebabkan 566
jiwa tewas, 2,66 juta mengungsi, dan lebih dari
51 ribu rumah dan ratusan bangunan umum rusak (BNPB, dalam metrotvnews, 1/11/2014). Pada
awal tahun 2014 terjadi 2 kali erupsi gunung berapi yang dampaknya cukup besar yaitu Gunung
Sinabung di Sumatera Utara dan Gunung Kelud
di Jawa Timur. Kerugian dari dua erupsi gunung
berapi tersebut ditaksir mencapai 1,87 triliun rupiah yang meliputi kerusakan lahan pertanian,
kematian hewan ternak, serta kerugian lainnya
seperti kerusakan infrastruktur daerah terdampak
erupsi kedua gunung tersebut (Kerugian Erupsi
Sinabung dan Kelud Rp 1,87 Triliun, Menkokesra.
go.id, 4/4/2014)
Melihat dampak yang begitu besar penanganan bencana erupsi gunung Kelud terbilang
sukses. Pujian terkait penanganan pun datang
dari berbagai pihak termasuk pihak asing. Salah
satu pujian yang datang adalah dari Prof Tanaka
dari Jepang yang sangat terkejut dengan penanganan kelud yang terbilang sukses dalam waktu
dua minggu, padahal korban yang harus ditangani berjumlah 12.000 orang. Selain itu berdasarkan penjelasan pemerintah kabupaten Kediri
dalam web resminya penanganan gunung kelud
juga menjadi ajang promosi dan studi banding
oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Jawa Tengah yang ingin belajar dengan
pemerintahan kediri dalam penanganan dampak
erupsi gunung kelud (Kelud Ajang Promosi Dan
Study Banding kedirikab.go.id, 26/12/2014). Penanganan bencana erupsi gunung Kelud juga akan
dijadikan contoh ditempat lain mengenai penanganan evakuasi masyarakat menjelang erupsi
terjadi, dimana penanganan tersebut berhasil
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial
Vol. 04 No. 02, Agustus 2015

mengevakuasi 86.000 jiwa yang berada di sekitar


lereng gunung kelud (566 Orang Tewas Karena
Bencana Alam Selama 2014, news.metrotvnews.
com, 26/12/2014).
Melihat hasil penanganan erupsi Kelud tahun 2014, diperlukan kesiapsiagaan masyarakat
yang baik. Pembentuk kesiapsiagaan masyarakat salah satunya terdapat Pengurangan Risiko
Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di daerah
tersebut. PRBBK sendiri secara definitif dijelaskan oleh Pribadi (dalam Lassa dkk, 2009) sebagai
suatu proses pengelolaan risiko bencana yang
melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko
dalam mengkaji, menganalisa, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk
mengurangi kerentanan dan meningkatkan kemampuan. Selain itu Arbaquez & Murshed (dalam
Lassa, 2009) juga menjelaskan PRBBK sebagai
upaya pemberdayaan komunitas agar dapat mengelola risiko bencana dengan tingkat keterlibatan
pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam
kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri.
Beberapa teori menjelaskan mengenai pengertian
PRBBK secara lebih dalam, sampai pada tahapan
ini penulis kemudian ingin mengeksplorasi mengenai seperti apa gambaran pengurangan risiko
bencana berbasis komunitas (PRBBK) di daerah
rawan terdampak erupsi gunung Kelud. Penulis
berharap penelitian ini bisa menggambarkan secara nyata mengenai seperti apa gambaran PRBBK
di Indonesia dan di daerah terdampak erupsi Kelud khususnya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
(Moleong, 2004). Penulis menganggap tipe penelitian deskriptif adalah tipe penelitian yang paling
sesuai dengan topik yang dibahas karena dengan
memakai tipe penelitian deskriptif penulis beranggapan bila akan mendapat data yang jelas dan
lengkap mengenai garis besar pengurangan risiko
69

Gambaran Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas di Daerah Terdampak Erupsi Gunung Kelud

bencana berbasis komunitas dalam menghadapi


bencana erupsi gunung Kelud.
Unit analisis berkaitan dengan masalah
penentuan apa yang dimaksud dengan kasus
dalam penelitian ini, yaitu suatu masalah yang
membuat penulis tertarik melakukan penelitan
dan berusaha mencari lebih dalam suatu hal dalam
studi kasus tersebut (Yin, 2002). Adapun kriteria
subjek penelitian ini adalahkorban bencana erupsi gunung Kelud adalah individu, keluarga atau
kelompok masyarakat yang menderita baik secara
fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya erupsi gunung Kelud yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Selain
itu kriteria subyek dalam penelitian ini juga diharapkan memiliki pengetahuan mengenai penanganan bencana yang dilakukan masyrakat, baik
sebelum maupun sesudah bencana erupsi gunung
Kelud terjadi. Setelah pemilahan subyek akhirnya
penulis mengambil subyek atau narasumber yaitu
koordinator umum komunitas tanggap bencana
yang adal di wilayah setting penelitian yaitu Jangkar Kelud.
Teknik penggalian data yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan wawancara
serta penggalian dokumen terkait tujuan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan
pada penelitian ini adalah analisis tematikdengan
melakukan coding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah di verbatim. Penggunaan teknik
analisis data pada penelitian ini menggunakan
analisis tematik karena analisis tematik memiliki beberapa tujuan yang dapat saling tumpang
tindih (Boyatzis, 1998). Untuk meningkatkan
kredibilitas penelitian, penulis juga melakukan
triangulasi data. Dalam penelitian ini, metode triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data
yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan orang yang berada dalam lingkungan
subjek untuk mengetahui bagaimana keseharian
dari subjek yang bersangkutan dan mengetahui
pula mengenai penanggulangan risiko bencana
berbasis komunitas di daerah rawan terdampak
erupsi gunung Kelud. Sehingga dari situ penulis
bisa memperoleh data yang jauh dari faking good
maupun bias.

HASIL DAN BAHASAN


Lokasi penelitian adalah di kecamatan Kas70

embon, kabupaten Malang dengan melibatkan


dua orang narasumber. Berdasarkan data yang
diperoleh, penulis menemukan beberapa temuan
menarik terkait pelaksanaan pengurangan risiko
bencana berbasis komunitas di daerah terdampak erupsi Kelud. Hal pertama yang akan dibahas
adalah mengenai tahapan PRBBK di daerah seting penelitian. Berdasarkan hasil yang diperoleh
dalam penelitian ini menunjukan bila PRBBK di
daerah terdampak erupsi Kelud muncul sejak tahun 2008. Terdapat komunitas tanggap bencana
yaitu Jangkar Kelud yang muncul akibat kesadaran masyarakat yang merasa butuh penanganan bencana yang lebih baik dari tahun-tahun
sebelumnya. Jangkar Kelud muncul juga akibat
dorongan dari Komunitas Pecinta Alam Pemerhati Lingkungan Indonesia (KAPPALA), dimana
komunitas tersebut ikut membantu mendorong
masyarakat untuk melakukan perubahan terutama di bidang kebencanaan ke arah yang lebih
baik. Jangkar Kelud bersama KAPPALA kemudian
melakukan serangkaian lokal latih kebencanaan
di desa-desa yang rawan terdampak erupsi Kelud.
Lokal latih tersebut terdiri dari pelatihan manajemen bencana dan penanganan kondisi darurat
yang dilakukan terus menerus sampai pada saat
data ini diambil.
Selain KAPPALA aktor yang ikut berpengaruh adalah CSR Sampoerna yang memberikan
bantuan EWS (Emergency Warning System) atau
sistem peringatan dini berupa radio komunitas
dan radio HT beserta repeater-nya. Kemudian
bantuan datang dari UNDP dengan kegiatannya
yang mengajak masyarakat semakin siap dalam
menghadapi bencana seperti dengan training di
beberapa tempat. Selanjutnya yang terpenting
adalah masyarakat sendiri beserta perangkat desa
yang menunjukan sikap ikut mendukung kegiatan terkait penanganan tersebut seperti membantu dalam proses pendataan pengungsi dan
sebagainya.
Adapun faktor penghambat dalam PRBBK
di daerah seting penelitian yaitu permasalahan
dana yang minim. Pemerintah yang kurang mengapresiasi kegiatan kebencanaan masyarakat
tersebut berdampak kurangnya dana bantuan untuk menyokong kegiatan tersebut. Selain itu beberapa persiapan yang kurang pasca bencana juga
menjadi kekurangan dalam pelaksanaan PRBBK
didaerah tersebut.
Faktor lain juga ditemukan oleh penulis
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial
Vol. 04 No. 02, Agustus 2015

Danang Arifin, Achmad Chusairi

terkait perubahan sikap dan perilaku masyarakat


terhadap bencana. Salah satu penelitian dari Sears,
Freedman, dan Peplau (1985) mengenai konformitas yang dijelaskan sebagai perilaku tertentu yang
dilakukan, dikarenakan orang lain atau kelompoknya melakukan suatu perilaku atau tindakan
yang sama. maka individu juga melakukannya walaupun individu tersebut menyukai atau tidak menyukai apa yang terjadi. Konformitas sendiri tidak
hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan
yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga berarti
dipengaruhi oleh bagaimana mereka bertindak.
Individu bertindak atau berpikir secara berbeda
dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan
jika kita sendiri (Myers, 2012). Hal tersebut tercemin dari pernyataan subyek yang menjelaskan
mengenai masyarakat yang dulunya tidak peduli
dengan kegiatan Jangkar Kelud akhirnya mereka
ikut secara aktif, bahkan dengan inisiatif mereka
mengupayakan agar dilakukan lokal latih di desanya.
Sherif dan Asch dalam Myers (2012)
menjelaskan salah satu yang menjadi acuan dalam
konformitas adalah pengaruh informasional yang
dijelaskan untuk mendapatkan informasi penting
yang diperlukan, keinginan diri kita sendiri untuk
menjadi benar. Pengaruh Informasional mendorong seseorang untuk secara diam-diam menerima
pengaruh orang lain, karena hal tersebut didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung
pada orang lain sebagai sumber informasi tentang
berbagai aspek dunia sosial. Seperti yang dijelaskan oleh subyek dimana masyarakat juga bergantung pada informasi yang diberikan Jangkar Kelud
terkait aktivitas terkini gunung Kelud.
Melihat
gambaran
PRBBK
yang
dideskripsikan diatas penulis menemukan halhal yang cukup menarik bila dihubungkan
dengan pedoman PRBBK yang disusun oleh Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perkotaan (2012). Temuan-temuan terkait pelaksanaan adalah mengenai pelaksanaan
pemantauan dimana berdasarkan pedoman
teknis PRBBK PNPM (2015) menjelaskan bahwa
pemantauan PRBBK dilaksanakan oleh pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya, namun pada pelaksanaan PRBBK di daerah
setting penelitian pemantauan hanya sampai pada
kecamatan. Mengingat berdasarkan data yang
diperoleh pemerintah Kabupaten seperti lepas
tangan dalam pelaksanaan PRBBK tersebut.
Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial
Vol. 04 No. 02, Agustus 2015

Selain itu berdasarkan pedoman teknis PNPM


(2012) dijelaskan pula mengenai alokasi dana sebesar 500 desa sebagai dana pengembangan desa
siaga bencana namun pada nyatanya di daerah
setting penelitian didapatkan data bila komunitas
peduli bencana kurang mendapat suport dana dari
pemerintah. PNPM juga menjelaskan mengenai
pendampingan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam pelaksanaan lokal latih (PNPM, 2012), dimana disitu pemerintah hendaknya memberikan dukungan fasilitator namun nyatanya kegiatan tersebut dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat
dengan bantuan lembaga lain non pemerintahan.

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, penulis bisa menyimpulkan beberapa poin
utama terkait fokus penelitian ini seperti tahapan
PRBBK dimulai sejak 2008 yang di laksanakan
oleh komunitas peduli bencana Jangkar Kelud
yang bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga lain. Kemudian Aktor yang terlibat dalam
berjalannya PRBBK di daerah seting penelitian
antara lain Jangkar Kelud, KAPPALA, UNDP, CSR
Sampoerna, serta masyarakat termasuk perangkat
desa dan tokoh masyarakat
Faktor pendukung utama berjalannya
PRBBK adalah keadaan masyarakat yang sudah
paham mengenai pengetahuan dan majemen bencana, serta bantuan dari beberapa aktor diatas.
Kemudian faktor penghambat utama berjalannya
PRBBK adalah permasalahan dana serta kurangnya apresiasi atau dukungan pemerintah. Selain
itu perencanaan pasca bencana yang kurang juga
menjadi perhatian. Penulis juga menemukan salah
satu faktor yang menyebabkan perubahan sikap
dan perilaku masyarakat dalam menghadapi bencana yaitu konformitas masyarakat.
Dari penelitian ini penulis beranggapan
perlu perbaikan sistem di beberapa bidang seperti sistem penanggulangan bencana yang ada di
pengungsian, dimana berdasarkan keterangan
subyek terdapat kasus yang cukup krusial yaitu
pengungsi yang sudah pulang ke rumah dihimbau
kembali ke pengungsian karena kunjungan pejabat. Tata laksana sesuai sistem yang sudah ada
dan lebih meningkatkan kinerja komunitas peduli
Jangkar Kelud sesuai dengan sistem yang ada. Kemudian mengenai bantuan dana dari pemerin71

Gambaran Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas di Daerah Terdampak Erupsi Gunung Kelud

tah yang minim di daerah setting penelitian juga


bisa dijadikan pembelajaran. Akan lebih baik bila
pemerintah bekerja sama dengan komunitas tanggap bencana dan masyarakat untuk memperbaiki
sistem penanganan bencana di Indonesia.
Pengenalan atau penyampaian pengetahuan dan manajemen bencana ke masyarakat juga
bisa dilakukan sejak awal agar kejadian dimana
masyarakat memandang sebelah mata kegiatan
lokal latih kebencanaan bisa berubah menjadi
lebih baik. Kemudian mengenai peran serta tokoh
masyarakat dan perangkat desa juga vital dalam
penanganan bencana di daerah setting penelitian, sehingga hal ini bisa dijadikan acuan untuk

penanganan bencana di daerah lain di Indonesia.


Saran untuk penelitian lanjutan mengenai PRBBK
perlu dilakukan di daerah lain agar lebih mengatahui tentang aspek kearifan lokal yang ternyata ikut
berpengaruh dalam berkembangnya PRBBK.
Selain itu diharapkan ada persiapan yang
lebih baik dalam perencanaan pasca bencana,
karena berdasarkan hasil penelitian yang ada ada
beberapa kekurangan Jangkar Kelud terutama
pada penanganan pasca bencana. Saran terakhir
adalah mengenai penelitian lebih dalam terkait
konformitas dalam komunitas tanggap bencana,
agar bisa dijadikan acuan berkembangnya budaya
sadar akan bencana di masyarakat luas.

PUSTAKA ACUAN
BNPB Rancang Rencana Sisten Induk Komunikasi Bencana. (2014). http //www.metronews.com diak

ses pada 26 desember 2014 dari http:// news.metrotvnews.com/read/2014/11/01/312946/bnpb-

rancang-rencana-sisten-induk-komunikasi-bencana
Boyatzis E. R. (1998). Tranforming Qualitive Information: Thematic Analysis and code Development.

Sage: London
Kelud Ajang Promosi Dan Study Banding. (2014). http//www.kedirikab.go.id diakses pada 26 desember

2014 dari http://www.kedirikab.go.id/index.php?option=com_ content&view=article&d=1666

%3Akelud-ajang-promosi-dan-study banding&catid =17%3 Apariwisata& Itemid=857&lang=en
Yin K, Robert. (2002). Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Kerugian Erupsi Sinabung dan Kelud Rp 1,87 Triliun (2014). http//www.menkokesra.go .id. Diakses

pada tanggal 04 April 2014 dari http://www.menkokesra.go.id/content/ kerugian-

erupsi-sinabung-dan-kelud-rp-187-triliun
Liud. I.Y. (2012) Resiliensi Pada Penyintas Erupsi Gunung Merapi Dari Latar Belakang Budaya

Jawa Usia Dewasa Madya Akhir. Diakses pada tanggal 2 April 2014 dari http://www.

lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-20319957.pdf
Lassa, dkk (2009). Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. Jakarta: PT. Gramedia Widyasa

rana Indonesia.
Moleong, Lexy. J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Myers, David. G. (2012). Psikologi Sosial (Social Psychology) Jilid 1 Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba

Humanika.
PNPM.(2012). Pedoman Teknis Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRB-BK). Jakarta:

Direktorat Jenderal Cipta Karya- Kementrian Pekerjaan Umum
Sears, David. O., Freedman, Jonathan, L., dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kelima.

Jakarta: Erlangga.
566 Orang Tewas Karena Bencana Alam Selama 2014 (2014). http//www.metronews.com diakses pada

26 desember 2014 dari http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/31/ 339149/566-orang-

tewas-karena-bencana-alam-selama-2014

72

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial


Vol. 04 No. 02, Agustus 2015

Anda mungkin juga menyukai