Bab 2 & 3 Studi Banjir Subang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI


2.1 GAMBARAN UMUM
Secara umum lokasi studi berada di daerah Subang, salah satu kabupaten di
kawasan utara Provinsi Jawa Barat, meliputi wilayah seluas 205.176.95 Ha atau
6,34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak diantara 10754 Bujur
Timur dan 6 11 sampai dengan 6 49 Lintang Selatan.
Batas Batas wilayah administatif kabupaten Subang adalah :
-

Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
Karawang
Sebelah Timur
Indramayu

: Laut Jawa
: Kabupaten Bandung Barat
: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
: Kabupaten Sumedang dan Kabupaten

PETA ADMINISTRATIF KABUPATEN SUBANG

2.2 KONDISI SOSIAL KEPENDUDUKAN


2.2.1 Kependudukan
Penduduk kecamatan Pamanukan pada Tahun 2012 sebanyak 57.392 orang ,
terdiri dari laki-laki sebanyak 29.081 orang dan perempuan sebanyak 28.311
orang. Perkembangan penduduk kecamatan pemanukan pada tahun 2012
mencapai 1.11% yang meliputi variabel kelahiran 420, kematian 301,
pindah/datang 142 dan pindah keluar 117 orang. Selanjutnya apabila dilihat dari
kelompok umur, penduduk kecamatan Pamanukan dapat digambarkan sebagai
berikut:
-

Kelompok 0 - 6 (Usia pra sekolah)


Kelompok 7 - 15 (usia SD dan SLTP)
Kelompok 60 (usia produkritf)
Kwlompok 61 - (usia Lanjut)

:6.536 orang (11,95%)


: 10.849 orang (19,83%)
: 34.756 orang (63,52%)
: 2.570 orang (4,70 %)

Kemudian dilihat dari mata pencahariannya, penduduk kecamatan


Pamanukan terbagi menjadi petani 26.660 orang (48%), pedagang 11,108

orang (20 %), buruh 9,997 orang (18%), Peagawai negeri 1.110 orang (0,2%),
jasa 6,110 orang (11%) dan lainya 5,554 orang (0,1 %). Adapun apabila
dilihat dari tingkat pendidikannya, penduduk kecamatan Pamanukan dapat
dibagi menjadi penduduk yangh belum sekolah 6,675 orang (11%), belum
tamat SD 7.220 orang (13 %), tamat SD 7.320 orang (13 %), SLTP 16.662
orang (30 %), SLTA 12.219 orang (22%), perguruan tinggi 2.777 orang (5%)
2.2.2 Kondisi Ekonomi
Pembinaan keuangan desa diarahkan pada upaya peningkatan
pendayagunaan potensi keuangan dewasa terutama yang bersumber dari
APBDes. Keberadaan APBD di kecamatan Pamanukan pada tahun 2012
sebagai berikut

TABEL KEADAAN APBD DESA DI KECAMATAN PAMANUKAN

Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka mengalami kenaikan,


namun demikian apabila dilihat dari sisi penerimaan, sumber penerimaan
bagi APBdes masih tertumpu pada hal-hal konvensional, yakni pungutan yang
didasarkan pada pemilikan lahan sawah, pungutan atas pemilikan lahan
sawah tersebut memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat.
2.3 Kondisi Topograf
Berdasarkan keadaan topografinya, wilayah studi berada pada ketinggian
antara 0 50 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng landai
antara 0 2 persen . Mengingat sangat landainya topografi wilayah studi,
maka tidak mengherankan pada waktu waktu tertentu sering terjadi banjir,
untuk lebih jelasnya mengenai kondisi topografi wilayah strudi dapat dilihat
pada gambar 2.3 dan 2.4

2.4 Kondisi Geologi


2.4.1 Geologi Regional

a. Geomorfologi
Lokasi daerah studi merupakan daerah dataran rendah/ pedataran pantai
utara Subang, dimana secara umum morfologi topografi pantai utara Jawa
Barat merupakan suatu daerah dataran dengan lebar dataran yang
bervariasi. Secara rinci endapan yang terdapat di pantai utara Jawa Barat.
- Endapan Kipas Aluvial
Endapan ini umumnya terbentuk dari hasil vulkanik terdiri dari lempung,
pasir campur kerikil, daya dukung tinggi, nilai keterusan terhadap air kecil
sampai sedang .
-

Endapan Limbah Banjir

Endapan ini umumnya disusun oleh lempung, lanau,kadang-kadang pasir


halus, agak plastik sampai plastik, keras dalam keadaan kering, lunak dalanm
keadaan basah, daya dukung terhadap pantai rendah sampai sedang,
keterusan terhadap seumber air kecil. Di atas endapan ini umumnya
dimanfaatkan masyarakat sebagai daerah pertanian.
-

Endapan Sungai

Endapan ini disusun oleh pasir sampai kerikil, lepas daya dukung terhadap
pondasi sedang sampai besar, permeabilitas besar, dapat bertindak sebagai
akuifer, diatas endapan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
daerah permukiman , hal ini bisa dimaklumi karena kumudahan untuk
memperoleh air.
-

Endapan Rawa dan Bakau

Endapan ini disusun oleh lempung, lanau, lempung organik, pasiran,


plastisitas sedang, sifat rekah kerutnya tinggi, daya dukung terhadap pondasi
sangat kecil, nilai keterusan terhadap air sangat kecil. Diatas lahan ini banyak
dipergunakan penduduk sebagai lahan tambak.
b. Litologi
Daerah pesisir Jawa Barat bagian utara dan sekitarnya urutan stratigrafinya
dari tua ke muda (P3G, 1992), adalah sebagai berikut :
Endapan Delta (Qad), satuan ini terdiri dari lanau dan lempung, berwarna
coklat kehitaman, mengandung sedikit moluska , ostrakoda, foraminifera
plankton dan benthos. Tebal satuan ini lebih kurang 125 meter, satun ini
merupakan daerah tempat budi daya /tambak bandeng, udang dan sebagian
hutan bakau. Derah penyebarannya meliputi daerah muara sungai.
Endapan Pantai (Qac), satuan ini terdiri dari lanau dan lempung pasir,
banyak mengandung pecahan moluska berwarna abu-abu kehitaman.
Ketebalan satuan ini lebih kurang 130 m. Satuan ini berbatasan dengan
tanggul tanggul pantai dengan penyebaran di pantai bagian tengah dan

timur, merupakan daerah pesawahan dan tambak garam. Satuan ini berumur
Holosen.
Endapan pematang Pantai (Qbr) Terdiri dari pasir kasar hingga halus dan
lempung, banyak mengandung cangkang moluska, penyebaran satuan ini
membentuk pematang-pematang yang tersebar didaerah pantai dengan
bentuk yang sejajar satu sama lain, di daerah daerah antara lain SadariSungai Buntu, di sekitar Pondok Bali dan disekitar Genteng terus ke pantai
timur Delta Cipunegara, beberapa ada yang memancar dari satu titik (apek),
tinggi pematang ada yang mencapai 5 meter. Ketebalan satuan ini berkisar
25 50 meter. Pematang pantai ini merupakan daerah permukiman dan
lokasi jalan jalur/ jalan raya. Satuan ini berumur Holosen.
Endapan Dataran Banjir (Qaf), terdiri dari lempung pasiran, lempung
humusan dan lempung lanauan, berwarna abu-abu kecoklatan sampai
kehitaman, satuan ini menutup satuan yang lebih tua ditandai dengan
adanya bidang erosi. Tebal satuan ini lebih kurang 120 meter, berumur
holosen melampar luas sampai ke Cirebon dan Arjawinangun . Endapan Rawa
( Qac), terdiri dari pasir halus, cangkang kerang moluska dan koral kemudian
juga mengandung sisa tumbuhan, endapan permukaan ini terdapat di sekitar
pesisir pantai mulai dari Sungai Buntu sampai Eretan dengan ketebalan 5
hingga 10 meter, berumur holosen/kuarter.
c. Stratigraf.
Berdasarkan peta geologi Jawa dan Madura yang diterbitkan oleh Direktorat
Geologi Bandung tahun 1963, maka stratigrafi daerah lokasi studi tersusun
oleh endapan Aluvioum yang berumur holosen dan endapam fasies gunung
api yang berumur plistosen.
2.4.2 Struktur Geologi
Dilokasi daerah studi dan sekitarnya tidak dijumpai adanya strukutur geologi
regional, baik struktur patahan maupun lipatan, sehingga kondisi tanahnya
relatif stabil.
2.4.3 Kegempaan
Berdasarkan peta zona kegempaan untuk pekerjaan desain bangunan air
yang diterbitkan oleh DPMA atau Balitbang Air, Lokasi daerah studi terletak
pada zona kegempaan dengan koefisien zona 1,56 jika rencana bangunan
pengendali banjirdiletakan pada batuan dasar dengan anggapan periode
ulang 20 tahun, maka percepatan gempa perencanaan adalah sebesar
88,698 gal, koefisien gempa adalah 0,090. Jika rencana bangunan pengendali
banjir diletakan pada aluvium dengan anggapan periode ulang 20 tahun,
maka percepatan gempa perencanaan adalah sebesar 147,296 gal, dengan
koefisien kegempaan adalah sebesar 0,150.
2.5. Kondisi Hidroklimatologi

2.5.1 Klimatologi
Seperti wilayah Indonesia lainnya, iklim di pesisir Jawa barat bagian utara
dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim, yaitu musim
timur dan musim barat. Informasi iklim dan cuaca pada setiap wilayah pesisir
pantai utara Jawa Barat masih terbatas, namun hasil studi diwilayah pantai
utara, angin umumnya berasal dari barat laut (29,35 %), timur laut (22,01 %)
dan Utara (18,32 %), (Pemerintah Kabupaten Indramayu, 1996). Kecepatan
angin umumnya (41,35 %) bertiup dengan kisaran 3-5 m/det, sedangkan
(0,62%) kecepatan angin sangat lemah yaitu < 1 m/det yang dapat
diklasifikasikam pada kondisi teduh, musim barat terjadi pada bulan
Desember sampai bulan Februari. Bulan Juni sampai bulan Agustus
merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya (30 40%) bertiup
dari arah timur laut dengan kecepatan 3 6 m/det.
Musim kemarau terjadi pada bulan Mei September, sedangkan musim hujan
pada bulan Oktober - April. Intensitas curah hujan tahunan berbeda untuk
setiap kawasan, ada kecenderungan makin tinggi ke arah selatan. Besarnya
curah hujan tahunan antara 1000 1500 mm/tahun. Temperatur rata-rata
bulanan di daerah studi berkisar antara 27,1C 30,9C, sedangkan
kelembaban udara berkisar antara 69% - 95% dan sinar matahari berkisar
antara 29 % - 71 %, sedangkan kecepatan angin bertiup adalah 56 Km/hari
110 Km/hari.
2.5.2 Data Curah Hujan
Hasil survey pendahuluan yang telah dilaksanakan didapat data curah hujan
selama 10 tahun, disepanjang DAS Cigadung terdapat 3 stasiun hujan ,
diantaranya :
-

Stasiun hujan Pamanukan


Stasiun Hujan Pusakanagara
Stasiun Hujan Tambakdahan

Data curah hujan pada masing masing stasiun akan ditampilkan pada tabel
dibawah..

Tabel data curah hujan

2.6 Investigasi awal Banjir Pamanukan


2.6.1 Kondisi Banjir Yang Terjadi
Banjir di Kecamatan Pamanukan terjadi Pada setiap tahun, berdasarkan hasil
survey lapangan, banjir terjadi di beberapa desa, seperti Desa Mulyasari, Desa
pamanukan Hilir dan Desa Lengkong Jaya. Ketinggian banjir bervariasi antara

0,2 m 0,8 m, dengan lama genangan 3 7 hari. Banjir menggenangi


pemukiman dan pesawahan sehingga mengakibatkan kerugian materi yang
cukup besar. Pada bulan Januari tahun 2013, Banjir menggenangi ribuan hektar
sawah, sehingga banyak sekali petani yang mengalami gagal panen, ini
berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi wilayah dan mata pencaharian
masyarakat di wilayah kecamatan Pamanukan, dimana APBD Kecamatan
Pamanukan paling besar didapat dari pungutan kepemilikan lahan sawah, akibat
banjir yang terjadi akan berpengaruh terhadap kemampuan petani untuk
membayar pungutan tersebut. Selain itu menurut data, mata pencaharian
masyarakat di Kecamatan Pamanukan dominan bermatapencaharian sebagai
petani yaitu sebesar 48%, sehingga akibat banjir yangn terjadi akan menurunkan
pendapatan per kapita dari masyarakat di kecamatan Pamanukan.
2.6.3 Penyebab Terjadinya Banjir
Banjir di Kecamatan Pamanukan disebabkan oleh meluapnya dua saluran
pembuang, yaitu SP Cigadung dan SP Cisema, yang merupakan saluran
pembuang yang berasal dari daerah irigasi yang ada disekitarnya. Selain
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, meluapnya SP Cigadung dan SP
Cisema disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Berkurangnya kapasitas sungai akibat sedimentasi


Pemanfaatan sempadan sungai menjadi permukiman
Tidak optimalnya fungsi bangunan air
Bangunan melintas sungai
Perilaku masyarakat
Permasalahan sampah

2.7 Tinjauan Kebijakan (RTRW Kabupaten Subang)


Kebijkan penataan ruang wilayah Kabupaten Subang, merupakan upaya
perwujudan tata kelola ruang di wilayah setempat. Kebijakan tersebut dijabarkan
sebagai berikut :
-

Pengembangan sistem dan sarana prasarana agribisbnis


Pemantapan kawasan peruntukkan pariwisata pegunungan serta
pengembangan potensi pariwisata wilayah tengah dan pesisir
Pengembangan kawasan peruntukkan industri pengolahan berwawasan
lingkungan
Pemantapan kawasan pertanian beririgasi teknis
Pengembangan pusat pertumbuhan permukiman perkotaan
Peningkatan layanan sarana prasarana wilayah
Pemantapan fungsi kawasan lindung
Pengoptimalan potensi lahan budi daya dan sumber daya alam
Peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara.

Masing-masing kebijakan selanjutnya akan dijabarkan kedalam strategi penataan


ruang yang merupakan arahan strategis pelaksanaan kebijakan sebagaimana
dimaksud.
2.7.1 Rencana Sistem Perkotaan

Rencana Sistem Perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan


kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang
menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki
pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah
kabupaten.
Pengembangan sistem perkotaan di Kabupaten Subang, dengan mengacu pada
RTRWN dan RTRW Provinsi Jawa Barat, menetapkan kawasan perkotaan
Pamanukan, Kawasan perkotaan Subang, Kawasan Perkotaan Jalancagak,
kawasan perkotaan Ciasem, kawasan perkotaan pagaden, kawasan perkotaan
Kalijati dan kawasan perkotaan Pusakanagara sebagai Pusat Kegiatan Lokal
(PKL), sedangkan untuk PKN dan PKW tidak ditetapkan, karena tidak berada
diwilayah Kabupaten Subang. Kemudian untuk pusat-pusat lainnya, seperti Pusat
Pelayanan Kawasan (PPK) ditentukan oleh Kabupaten.
Dengan mempertimbangkan hasil identifikasi simpul-simpul perkotaan serta
berdasarkan pertimbangan kriteria tersebut diatas, maka sistem pusat kegiatan
di Kabupaten Subang dapat dirumuskan sebagai berikut :

TABEL SISTEM DAN FUNGSI PERKOTAAN DIWILAYAH KABUPATEN SUBANG

2.7.2 Rencana Sistem Pengendalian Banjir


Salah satu sumber daya air di Kabupaten Subang adalah sumber air yang
diperoleh dari alat pengendali banjir yang dikembangkan. Dalam pengembangan
sistem pengendali banjir ini maka akan dikembangkan pula sarana
penunjangnya, berupa waduk, sumur resapan, embung dan lainnya yang pada
dasarnya dapat menampung air dan pada akhirnya dapat digunakan sebagai
sumber air baku di kabupaten Subang.
Sistem pengendalian banjir yang dikembangkan di Kabupaten Subang adalah
sebagai berikut :
1. Penyediaan Embung di kecamatan Pamanukan, Kecamatan Pusakanagara
dan Kecamatan Legonkulon
2. Pemanfaatan Waduk Sadawarna yang berada di kecamatan Cibogo
3. Pembuatan sumur resapan yang berlokasi di Kecamatan Subang,
Kecamatan Cijambe, kecamatan Jalancagak dan kecamatan Sagalaherang
4. Pengembangan biopori yang terdapat di kecamatan Subang, kecamatan
Jalancagak, Kecamatan Kalijati, Kecamatan Dawuan, dan kecamatan
Cibogo
5. Pengembangan tanggul meliputi: kecamatan Pusakanagara, Kecamatan
Pamanukan dan kecamatan Legonkulon
6. Normalisasi sungai Cipunagara yang berada di kawasan kecamatan
Pamanukan

2.7.3 Rencana Jaringan Persampahan


Perkiraan jumlah sarana pengangkutan sampah dilakukan berdasarkan perkiraan
produksi sampah perkapita, untuk kota-kota yang berstatus kota kecamatan atau
kota kota dengan populasi di bawah 100.000 jiwa, yaitu sekitar 2,5 liter per
orang per hari. Sedangkan untuk non perumahan / non domestik sebesar 15 %
sampah domestik. Untuk kawasan pelayanan dengan kepadatan penduduk >
200 jiwa/Ha diperlukan pola pelayanan konvensional dan semi konvensional.
Pelayanan konvensional dilakukan dengan gerobak dari setiap bak sampah
menuju ke TPA menggunakan truk-truk sampah, sedangkan semi konvensional,
sampah dari gerobak dibawa ke depo-depo container yang selanjutnya dibawa
ke TPA oleh truk container. Untuk kawasan kepadatan < 200 jiwa/Ha, diperlukan
pola pelayanan yang lebih modern dengan menggunkan mini containerdan truk
compactor yang mengambil sampah dari mini container menuju TPA.
Adapun pola penanganannya didasarkan pada sumber timbulan sampah, Yaitu :
a. Permukiman Biasa
Lingkungan permukiman yang memiliki penghasilan menengah kebawah,
berupa kawasan teratur denagn lahan/luas bangunan kecil dan terpencar.
Pola penanganan secara individu tak langsung dan swakelola.
b. Permukiman Teratur
Lingkungan permukiman yang memiliki penghasilan menengah keatas,
yaitu terletak pada kawasan dengan luas / lahan bangunan terbatas
berada pada komplek-komplek perumahan. Pola penanganannya secara
individu langsung dan secara komunal tidak langsung
c. Pasar
Lingkungan tempat perdagangan harian, biasanya pagi sampai sore dan
termasuk dalam radius 200 meter. Pada malam hari tidak ada penghuni
yang menetap, sebagian besar sampah yang dihasilkan berupa sampah
organik, pola penanganannya secara langsung
d. Kawasan Komersial dan Kantor
Lingkungan pada umumnya terletak dinpinggir jalan besar/raya yang
terletak pada kawasan teratur, pola penanganannya secara komunal
langsung
e. Tempat umum (jalan, taman, parit)
Pengumpulan sampah dengan penyapuan pada suatu area tertentu (
100 M) Kemudian dikumpulkan dengan gerobak untuk dibawa ke TPS
terdekat.
2.7.4 Rencana Jaringan Drainase
Pengembangan Sistem drainase di kabupaten Subang, yaitu dengan tetap
memanfaatkan sistem drainase yang ada, serta memanfaatkan aliran sungai
beserta anak-anak sungainya dan keramasan atau pembuangan alamiah yang
berfungsi sebagai badan air penampungan dari limpasan air hujan sebagai
jaringan pembuangan akhir. Adapun rencana pengembangan sistem drainase di
kabupaten Subang yaitu :

a. Pengembangan sistem pematusan pada jalan arteri dan kolektor primer


pada pusat kegiatan.
b. Perbaikan teknis prasarana drainase
c. Pembangunan saluran drainase
d. Pembuatan saluran drainase tersendiri pada setiap kawasan fungsional
e. Mengoptimalakan daya resap air kedalam tanah dengan penghijauan
f. Pembuatan sumur resapan pada kawasan-kawasan tertentu
g. Koordinasi pengelolaan saluran drainase, khususnya pada saluran
drainase permanen pada kawasan perkotaan
2.7.5 Rencana Jaringan Jalur dan Ruang Evakuasi
Rencana pengembangan sistem jalur dan ruang evakuasi kabupaten Subang
adalah dengan penetapan jalur dan ruang evakuasi bencana, baik itu bencana
alam maupun bencana geologi
Untuk mengantisipasi terjadinya bencana tersebut, maka ditetapkan jalur dan
ruang evakuasi dengan maksud sebagai tempat teraman dari jangkauan
bencana, adapun jalur dan ruang evakuasi yang dimaksud adalah :
A. Penetapan Jalur dan ruang evakuasi bencana alam meliputi :
1. Jalur evakuasi bencana alama meliputi :
Jalur jalan arteri dan kolektor di wilayah kabupaten
Jalur jalan lokal di setiap kecamatan dan
Jalur jalan lingkungan disetiap desa
2.Ruang evakuasi bencana alam meliputi
a. Sekolah
b. Kantor Kecamatan
c. Puskesmas
d.Gedung Olah Raga
e. Terminal

B. Ruang Evakuasi bencana banjir Rob meliputi


a. Jalur jalan lokal
b. jalur jalan linghkungan disetiap desa
2.7.6 kawasan sempadan sungai
Untuk melindungi dan melestarikan fungsi sungai sebagai sumber daya alam ,
maka berdasarkan keputusan presiden R I nomor 32 tahun 1990 tentang
pengelolaan kawasan lindung ditetapkan bahwa kawasan sempadan sungai
adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

Kriteria Sempadan Sungai adalah :


-

Sekurang-kurangnya 5 m disebelah luar sepanjang kaki tanggul diluar


kawasan perkotaan dan 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di
dalam kawasan perkotaan
Sekurang-kurangya 50 m dikanan kiri sungai besar dan 25 m di kanan kiri
sungai kecil yang tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan
Sekurang-kurangnya 50 m dari tepi sungai - sungai yang terpengaruh oleh
pasang surut air laut dan berfungsi sebagai jalur hijau

Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari


kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi
fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Bagi kawasan
perkotaan perlu dilakukan perubahan persepsi masyarakat yang selama ini
menjadikan sungai merupakan daerah belakang rumah, sehingga sungai sampai
saat ini masih di anggap identik dengan tempat sampah, harus menjadikan
sungai sebagai beranda depan dari rumah sehingga akan selalu dapat diawasi.
Kawasan Sempadan sungai di kabupaten Subang seluas 5.302 Ha, mencakup
daerah :
Kecamatan Sagalaherang, kecamatan Jalancagak, kecamatan Cisalak,kecamatan
Tanjung siang, kecamatan Cijambe, kecamatan Subang, kecamatan Pabuaran,
kecamatan Cibogo, kecamatan Cipeundeuy, kecamatan Kalijati, kecamatan
Purwadadi, kecamatan Cikaum, kecamatan Pagaden, kecamatan Cipunagara,
kecamatan Binong, kecamatan Compreng, kecamatan Patokbesi, kecamatan
Ciasem, kecamatan Blanakan, kecamatan pamanukan, kecamtan Legonkulon
dan kecamatan Pusakanagara.
Kualitas ruang yang diharapkan adalah kawasan yang mampu menampung
luapan air sungai, melindungi ekosistem sungai dan melindungi sungai dari
ganguan kegiatan yang ada disekitarnya.
2.7.7 kawasan ruang terbuka hijau perkotaan

2.7.8 Kawasan Banjir


Kawasan rawan banjir di Kabupaten Subang terdapat pada kawasan-kawasan
yang bercirikan daerah berlereng landai, pertemuan dua sungai besar , banyak
terdapat meander sungai, adanya perubahan kelerengan yang tiba-tiba dan
daerah hilir sungai yang berhulu pada kawasan berhutan gundul.
Banjir di kabupaten Subang sebagian besar disebabkan oleh curah hujan tinggi
yang mengaliri sungai-sungai yang ada di kabupaten Subang serta letak
kawasan tertentu pada posisi cekungan.

Kawasan rawan banjir di kabupaten Subang diperkirakan seluas kurang lebih


1.035 Ha, meliputi:
1. Kecamatan Pamanukan, meliputi :
Desa Pamanukan Kota, desa Mulyasari, Desa Pamanukan Sebrang, Desa
Lengkong Jaya, Desa Pamanukan Hilir dan Desa Batangsari.
2. Kecamatan Legonkulon, meliputi :
Desa Tegalurung, Desa Anggasari, Desa Mayangan, Desa Bobos dan Desa
Pangarengan.
3. Kecamatan Pusakanagara, Meliputi :
Desa Rancadaka, Desa Patimban dan Desa Pusakanagara.
4. Kecamatan Blanakan, meliputi :
Desa Tanjung tiga, Desa Blanakan, Desa Langensari dan Desa Muara
5. Kecamatan Patok beusi, meliputi :
Desa RancaAsih dan Desa Rancabango
6. Kecamatan Ciasem, Meliputi :
Desa Ciasem Tengah, Desa Ciasem Hilir, Desa Dukuh, Desa Mandalawangi,
Desa Jatibaru dan Desa Ciasem Baru.

2.7.9 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi (RTRW Kabupaten Subang)

BAB III
SURVEY DAN ANALISIS

3.1 Pengukuran dan Pemetaan Topograf


Survey pengukuran dan pemetaan topgrafi bertujuan untuk memperoleh
gambaran kondisi topografi dilokasi pekerjaan dan daerah sekitarnya beserta
dengan obyek-obyek dan bangunan-bangunan penting didalamnya, dalam
bentuk situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan.
Hasil survey ini akan menjadi data dasar yang sangat diperlukan dalam kegiatan
studi pengendalian Banjir di Kecamatan Pamanukan.
Pengukuran geometris sungai secara garis besar terdiri dari :
-

Pengukuran
Pengukuran
Pengukuran
Pengukuran
Pengukuran

Patok Kayu, Bench Mark dan Control Point.


poligon
Sipat Dasar (Waterpass)
profil melintang, memanjang dan situasi
Azimuth Matahari

3.3.1 Pemasanngan patok Kayu, Bench Mark (BM) dan Control Point
(CP)
Salah satu kegiatan survey topografi adalah pengukuran pengikatan untuk
mendapatkan titik-titik referensi posisi horizontal dan vertikal.
Sebagai titk pengikatan dalam pengukuran topografi dibuat Bench Mark (BM)
dibantu dengan Control Point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili
kawasan secara merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama,
yaitu untuk menyimpan data koordinat (X,Y) dan ketinggian /elevasi (Z).
3.3.2 Pengukuran Poligon
Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan, yaitu
jarak dan sudut jurusan.
Pada pelaksanaan pekerjaan, pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan
pita ukur 100 m, tingkat ketelitian hasil penguuran jarak dengan menggunalan
pita ukur, sangat bergantung kepada :
-

Cara pengukuran itu sendiri


Keadaan permukaan tanah.

Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran jarak, juga dilakukan pengukuran


jarak optis hasil pembacaan rambu ukur sebagai koreksi
Sudut jurusan sisi-sisi poligon yaitu besarnya bacaan lingkaran horiziontal alat
ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan
ditentukan berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing
titik poligon.
3.3.3 Pengukuran Sipat Datar
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar
pada titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu

pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi
dilakukan dengan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse
net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM . Penentuan
posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran
beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi.

Gambar . Pengukuran Sipat Datar

Spesifikasi teknis pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut :


-

Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi


Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
Setiap pindah slag, rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka.
Pengukuran dilakukan dengan doubel stand pergi pulang, pembacaan
rambu lengkap, benang atas, benang tengah dan benang bawah.
Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2
mm
Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut :

T = (8D) mm
(D = jarak antar 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan Km)
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan
menggunakan spreadsheet sebagaimana kerangka horizontalnya. Dari hasil
pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok
terhadap bench mark acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya
akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut
(Lowest Low Water Level LLWL), yang dihitung sebagai titik ketinggian nol (+
0,00).
3.3.4 Pengamatan Azimut Matahari
Disamping untuk mengetahui arah/azimuth awal, pengamatan matahari
dilakukan untuk tujuan sebagai berikut :
-

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada


sudut sudut terukur dalam jaringan poligon
Untuk menentukan arah/azimuth titik-titik kontrol/poligon yang tidak
terlihat satu dengan lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.

3.3.5 Pengamatan Azimuth Astronomis


Pengukuran situsi dilakukan untuk mengambil datan rinci lapangan, baik obyek
alam maupun bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Obyekobyek yang diukur kemudian dihitung harga koordinatnya (x,y,z). Untuk
selanjutnya garis kontur untuk masing-masing ketinggian dapat ditentukan
dengan cara interpolasi.
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang
dipasang dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran didalam
daerah survey. Bila perlu jalur polygon dapat ditarik lagi dari kerangka utama
dan cabang untuk mengisi detail planimetris berikut spot height yang cukup,
sehingga diperoleh penggambaran kontur yang lebih menghasilan informasi
ketinggian yang memadai.
3.3.6 Analisis Data Pengukuran Topograf
Jenis hitungan dalam pengukuran ini terdiri dari ;
-

Hitungnan Azimuth Matahari


Hitungan Poligon (Koordinat)
Hitungan Waterpass (elevasi)
Hitungan Situasi (titik detail)

Perhitungan pendahuluan poligon dan sipat datar dilakukan di lapangan secara


konvensional dan perhitungan definitif dilakukan di kantor. Perhitungan
pendahuluan tersebut dilakukan dilapangan dengan maksud apabila terjadi
kesalahan pengukuran bisa langsung diatasi dan diukur kembali.

3.3.6.1 Hitungan Azimuth Matahari


Proses hitungan azimuth pengamatan matahari sebagai berikut :
-

Azimuth pengamatan matahari dihitung dengan metode tinggi matahari.


Hitungan pengamatan matahari dilakukan secara konvensional dengan
menggunakan formulir hitungan matahari dan deklinasi didapatkan dari
tabel deklinasi matahari tahun terakhir.
tempat pengamatan berdasarkan interpolasi dari peta rupa bumi skala
1:25.000.

3.3.6.2 Hitungan Poligon (koordinat)


Pelaksanaan perhitungan poligon pendahuluan dilaksanakan dilapangan , supaya
bila terjadi kesalahan pengukuran bisa langsung diperbaiki dan perhitungan
definitif dengan menggunakan komputer dilakukan dikantor.
Dengan batasan ketelitian liniear untuk poligon utama 1/5000
Hasil perhitungan poligon dimuat dalam laporan Pengukuran Topografi.
3.3.6.3 Hitungan Sipat Datar

Perhitungan pendahuluan untuk memperoleh unsur beda tinggi pada jalur-jalur


yang menghubungkan titik-titik simpul dilaksanakan dilapangan, sehingga bila
terjadi kesalahan pengukuran bisa diulang kembali dan perhitungan definitif
dilakukan dikantor.
3.3.6.4 Hitungan Titik Detail
Perhitungan titik detail menggunakan metode Tachimetri. Sebagaimana telah
diterangkan di atas pada pengukuran tachimetri unsur yang didapat dari
pengukuran situasi detail yaitu :
-

Tinggi alat ukur terhadap patok diukur (TA)


Tinggi patok diukur (Tp)
Pembacaan sudut horizontal
Penbacaan sudut vertikal (h) atau sudut zenith (Z)
Pembacaan benang lengkap (BA,BT,BB)

3.3.7 Penggambaran
Pernggambaran terdiri dari :
-

Penggambaran Peta Geometris Sungai


Penggambaran Peta Situasi Lokasi Rencana Bangunan-Bangunan Air
Penggambaran situasi sungai terdiri dari:
- Gambar Situasi sungai skala 1 : 2.000
- Gambar potongan memanjang skala mendatar 1 :2.000 dan skala
vertikal 1 : 1.00
- Gambar potongan melintang skala horizontal dan vertikal 1 : 200

3.4 Penyelidikan Geologi dan Mekanika Tanah

3.4.1 Hasil Eksplorasi Geologi Teknik

Anda mungkin juga menyukai