Kata Pengantar
Kata Pengantar
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah Pengolahan Limbah Rumah
Sakit ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teknik
Pengolahan Limbah. Selain itu, makalah ini juga dapat menambah pengetahuan
mahasiswa atau pembaca mengenai teknik dan metode pengolahan limbah yang
berasal dari Rumah Sakit.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.Olehnya
itu, penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah banyak membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna.Karenanya, saran dan kritik yang membangun selalu penyusun harapkan
demi perbaikan-perbaikan selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT
A. LATAR BELAKANG
Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan
masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya
peningkatan kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter
yang juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium,
farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi
masyarakat, yaitu sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga
memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa
pencemaran dari suatu proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak
dikelola dengan baik.
Dalam pengolahan limbah Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah
organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun
berbahaya (B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen di
antaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain
mercuri (Hg).Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik yang berasal dari sisa
makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.Sisanya merupakan
limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber
pencemaran air yang sangat potensial.Hal ini disebabkan karena air limbah rumah
sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung senyawasenyawa kimia yang berbahaya serta mengandung mikroorganisme pathogen yang
dapat menyebabkan penyakit (Said, 2003).Pengelolaan limbah RS yang tidak baik
akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien
ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada
masyarakat pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis
karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas
dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang berada di lingkungan
RS dan sekitarnya, Pemerintah (Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa
peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan
kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah RS.
Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja
kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah
medis1.Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak
hanya pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara
keseluruhan. Namun, berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan
oleh Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas
Kesehatan Kabupaten dan Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari
1.476 rumah sakit yang ada, yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas
limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru
mencapai 52% 1.
Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan
pengelolaan limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat
dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat
baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran
pada lingkungan sekitar. Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit
maka disusun makalah ini yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah
Sakit, meliputi antara lain klasifikasi limbah rumah sakit, sumber-sumbernya, serta
metode-metode pengolahan limbah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain:
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari limbah rumah sakit.
2. Mengetahui cara pananganan limbah rumah sakit.
3. Mengetahui sumber-sumber limbah rumah sakit
4. Mengetahui cara pengelolaan limbah rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
5. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,
obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah
yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk
padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik itu fisik , kimia dan biologi.
8. Limbah Plastik
Adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit, dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang disposable yang terbuat dari plastic
dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan
sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini
bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng,
botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa
pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenisjenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti
halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan
lainlain.
B. PENGARUHNYA TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN
Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti:
Gangguan kenyamanan dan estetika
Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi
dan rasa dari bahan kimia organik.
Kerusakan harta benda
Dapat diseb abkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang
berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar
rumah sakit.
Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam
nutrien tertentu dan fosfor.
Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa
kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian
kedokteran gigi.
Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti,
namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.
Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan
menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan A :
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
Seluruh
jaringan
tubuh
manusia
(terinfeksi
maupun
tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan swab dan dreesing.
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam
lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
a.
Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang
mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi
sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali
atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum
diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap
panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan
uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).
2) Limbah dari unit lain :
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah
medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian
laboratorium.
Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.
Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh
(atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan
ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan
denganincinerator.
b.
Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut
hendaknya :
o Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
o Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan
dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah
ditentukan secara terpisah.
o Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes,
dan disediakan sarana pencuci.
o Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan
bebas dari infestasi serangga dan tikus.
Pengangkutan
Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahanbahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan
Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya
dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih
mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup
sederhana yakni :
1)
Pump Swap (pompa air kotor).
2)
Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3)
Bak Klorinasi
4)
Control room (ruang kontrol)
5)
Inlet
6)
Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7)
Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan
oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk
mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke
bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur
yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat
pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1)
Pump Swap (pompa air kotor)
2)
Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3)
Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4)
Chlorination Tank (bak klorinasi)
5)
Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6)
Control Room (ruang kontrol)
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan
septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa
anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab
itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk
memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan
jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai
berikut :
1)
Pump Swap (pompa air kotor)
2)
Septic Tank (inhaff tank)
3)
Anaerobic filter.
4)
Stabilization tank (bak stabilisasi)
5)
Chlorination tank (bak klorinasi)
6)
Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7)
Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic
Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
1) Volume septic tank
2)
Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4)
Jumlah chlorination tank
5)
Jumlah sludge drying bed
6)
Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah
sebagai berikut :
1.
Incinerasi
Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu
121 C)
Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
Microwave treatment
Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.
5.
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di
rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume
sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta
perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume
sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik
menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif
tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat
digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak
semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta
dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control
berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran
berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui
sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.
Proses Insinerator :
Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif
singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu.
Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double
chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau,
dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak
memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari
ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang
dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari
ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan
udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi
suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka
Ruang Bakar Dua
Bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum
terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar
sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop sehingga
optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau
menggunakan lift conveyor.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya
dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama
gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan
melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang
yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga
abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding
cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka
butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan
dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat,
dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya
air abu akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap
untuk dipompakan ke cerobong siklon kembali.
Keuntungan
Kerugian
Solusi
Instalasi sangat kompak Memerlukan temperatur diperlukan tenaga
tinggi
800
1.1000C,
diperlukan
energi
awal yang ahli.
(minyak/ listrik)
Kesiapan
teknologi)
SDM
(alih
Perlu pemeliharaan
rutin
monitoring dilakukan
monitoring oleh
Parameter
POHCs
Polychlorinated biphenil (PCBs)
Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs)
Polychlorinated dibenzo-p-dioksin
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator
adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk
incinerator.
Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator
No.
1
2
3
4
Parameter
Partikel
Sulfur dioksida (SO2)
Nitrogen dioksida (NO2
Hidrogen Fluorida (HF)
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
100
70
35
1
0,2
1
5
0,2
0,2
10%
Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau
dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai
(Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH),
sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V),
jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya).Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil
radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian
teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam
yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di
sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon
dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi
senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis
mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair.
Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri
patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986).
Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zatzat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan
karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif
harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu
ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan
dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses
oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan
senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya
sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%.
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat
mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang
telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup
ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak
negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa
pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan
memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke
pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada
masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit
dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah
rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit
sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah
yang dihasilkan (Wilson, 1986).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Limbah cair adalah cairan yang dianggap tidak lagi bermanfaat bagi pengguna
dan dibuang kembali ke lingkungan air.
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak
mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakit tersebut.
Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan
dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :
- Gangguan kenyamanan dan estetika
- Kerusakan harta benda
- Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
- Gangguan terhadap kesehatan manusia
- Gangguan genetik dan reproduksi
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Salah satunya adalah proses Reduksi Limbah.
Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume,
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke
lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak
memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta
mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah.
Berikutnya, setelah tindakan preventif diatas, maka dilanjutkan dengan tahap
pengolahan limbah cair Rumah Sakit dengan menggunakan teknik ozonisasi.
Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan
United States Environmental Protection Agency (U.S.EPA) tahun 1999.
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry,
toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu
dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon
yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan
membunuh bakteri patogen pada limbah cair.
B. SARAN
1. Sebaiknya rumah sakit mengelola limbahnya terutama limbah cair dengan
benar. Karena pengelolaan yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai
macam kerugian.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depkes RI 2009 , Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta
Kusminarno, K., 2004, Manajemen Limbah Rumah Sakit, Jakarta
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis
Rumah Sakit, Jakarta
Notoadmodjo, S., 2007, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
Paramita, N., 2007, Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x,
Semarang
Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan
RI.http://www.depkes.go.id
Shofyan, M., 2010, Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Serta Lingkungan, UPI
Suripto, A., 2002, Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit, Buletin
Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong
Zaenab, 2009, Teknologi Pengolahan Limbah Medis Cair, Makassar