Pendahuluan 6
Pendahuluan 6
Pendahuluan 6
I.
PENDAHULUAN
Salah satu alternatif pemanfaatan jagung yang telah mulai banyak diteliti dan
dikembangkan adalah pengolahan tepung jagung. Akan tetapi, tepung jagung
kurang menjadi pilihan untuk digunakan sebagai bahan baku makanan. Hal ini
antara lain disebabkan sifat fisikokimia jagung yang kurang menguntungkan
seperti retrogradasi yang tidak renyah dan tidak mengembang serta mudah
mengalami off flavor selama penyimpanan. Pembuatan tepung jagung nikstamal
sangat berguna karena tidak memerlukan proses pengolahan intensif dan dapat
disimpan waktu yang lama tanpa mempengaruhi kualitas. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dilakukan kajian tentang usaha untuk memperbaiki kualitas tepung
jagung melalui nikstamalisasi, kemudian juga akan dikaji aplikasi tepung jagung
nikstamal dalam pembuatan tortilla chips sebagai usaha untuk mengurangi waktu
proses pembuatan tortilla chips.
Sifat fisikokimia tepung sangat dipengaruhi oleh jenis jagung, sehingga perbedaan
jenis jagung akan berpengaruh pada sifat tepung yang dihasilkan (Moorty, 2002).
Seleksi jenis jagung perlu dilakukan untuk memperoleh sifat tepung jagung yang
sesuai dengan produk tortilla dan lebih jauh dapat mengungkap sifat fisikokimia
tepung jagung tersebut. Pemasakan dengan menggunakan larutan alkali pada
jagung menjadi salah satu alternatif terpenting untuk meningkatkan kualitas mutu
baik produk antara maupun produk akhir. Perendaman dalam larutan alkali
menyebabkan ion kalsium dapat terserap dan terjadi pelepasan perikarp jagung
sehingga pati lebih cepat tergelatinisasi, selain itu juga menyebabkan penambahan
kerenyahan
meningkatkan
ketersediaan niacin, kandungan kalsium dan daya cerna protein serta menurunkan
kandungan bakteri patogen (Sefa-Dedeh et al., 2004; Bharati and Vaidehi, 1989;
Vivas et al., 1987). Menurut Rooney and Suhendro (1999), proses nikstamalisasi
juga berfungsi untuk memperlambat proses retrogradasi. Mekanisme kerja proses
nikstamalisasi meliputi penyerapan dan pendistribusian air yang lebih cepat dan
memodifikasi lapisan luar biji jagung sehingga pecahan perikarp menjadi rapuh
dan melonggarkan jaringan dalam biji jagung (Rosentrater, 2005). Nikstamalisasi
Proses nikstamalisasi telah lama digunakan dalam pembuatan tortilla baik yang
berbentuk semi basah maupun kering (chips). Akan tetapi, proses pengolahan
tortilla chips dengan cara ini kurang praktis, karena memerlukan waktu penyiapan
yang relatif lama. Oleh karena itu, pembuatan tepung nikstamal instant diharapkan
dapat mengefisiensikan penggunaan waktu atau mengurangi waktu persiapan
bahan. Akan tetapi penelitian tentang pembuatan tortilla chips menggunakan
bahan baku tepung nikstamal instant banyak belum dilakukan. Dari penelitian ini
diharapkan bahwa tepung nikstamal instant dapat digunakan sebagai bahan baku
tortilla chips dengan kualitas minimal sama dengan tortilla chips yang diproses
dan nikstamal segar.
1.4 Hipotesis
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim dan termasuk ke dalam Divisi
Tracheophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas
Monocotyledonae, Ordo
Glumiflorae, Famili Graminae, Genus Zea, Spesies Zea mays. Tanaman jagung
relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah
liat dan pasir. Kondisi tanah yang dibutuhkan adalah subur, gembur dan kaya
humus. Jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (ketinggian
0 1300 m dpl), di daerah beriklim sedang dan daerah beriklim tropis basah.
Curah hujan optimal untuk pertumbuhan adalah 85 100 mm/bulan merata
sepanjang tahun.
Biji jagung secara botanis adalah sebuah biji Caryopsis, yaitu biji kering yang
mengandung sebuah benih tunggal yang menyatu dengan jaringan-jaringan dalam
buahnya. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar
85%, hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson, 1981).
Biji jagung terdiri atas empat bagian utama, yaitu : kulit luar (perikarp) (5 %),
lembaga (12 %), endosperma (82 %) dan tudung biji (tip cap) (1 %). Anatomi
struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1.
Kulit luar merupakan bagian yang banyak mengandung serat kasar atau
karbohidrat yang tidak larut (non pati), lilin dan beberapa mineral. Lembaga
banyak mengandung minyak. Kulit adalah bagian yang berfungsi
sebagai
pelindung endosperma dan bakal benih dari kerusakan fisik serta serangan
serangga, menahan air dan mengurangi proses penguapan air dari biji secara
berlebihan yang dapat mengurangi bobot biji selama penyimpanan, namun selama
penepungan bagian kulit perlu diminimalkan karena mengandung serat yang
tinggi.
Bagian tipcap adalah bagian tempat menempelnya biji pada tongkol jagung.
Bagian ini merupakan jalur makanan dan air untuk biji. Bagian lembaga (bakal
benih) adalah bagian dari biji yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian
ini mengandung vitamin dan mineral serta lemak yang dibutuhkan biji untuk
Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang berfungsi sebagai
cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron yang merupakan
pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron merupakan lapisan
yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Dalam endosperma terdapat
granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah
zein (Johnson, 1991 dalam Anggriawan, 2010). Endosperma jagung terdiri dari
dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperma) dan endosperma lunak
(floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan
tersusun rapat. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan
susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Watson, 2003).
Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%,
yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi
lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar
lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak
(33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Berdasarkan data tersebut dapat
ditentukan apakah produk yang akan diolah memerlukan biji jagung utuh, atau
yang kulit ari atau lembaganya dihilangkan (Suarni and Widowati, 2007).
% fraksi
Pati
Protein
Lemak
Gula
Air
Endosperma
83,3
86,4
9,4
0,8
0,6
0,3
Lembaga
Kulit ari
11,5
5,5
8,2
7,3
18,8
3,7
34,5
1,0
10,8
0,3
10,1
0,8
Ujung kulit
0,8
5,3
9,1
3,8
1,6
1,6
Biji total
100
71,5
10,3
4,8
2,0
1,4
Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji.
Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan
fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati jagung terdiri dari beberapa tempat seperti
endosperma (84,4 %), lembaga (8,2 %) dan tudung biji (5,3 %). Protein jagung
terdapat dalam lembaga (8,5%) dan endosperma (8,6 %). Asam lemak essensial
berupa asam linolenat, asam linoleat dan asam oleat berturut-turut adalah 59 %,
0,8 %, 27 % dari total kandungan lemak biji jagung (Suarni and Widowati, 2007).
Komposisi kimia biji jagung selengkapnya tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia jagung kering
Komponen
Jagung Kering
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Ca (mg)
P (mg)
Fe (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)
355
9.2
3.9
73.7
10
256
2.4
0.0
0.38
12
Kandungan pati yang tinggi (72 %) merupakan basis penggunaan biji jagung. Pati
biji jagung terdiri atas amilosa (27 %) dan amilopektin (83 %). Amilosa
merupakan
membentuk susunan
paralel satu sama lain saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi,
maka afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antar
molekul (Sihombing, 1993 dalam Apriyani, 2005).
10
11
Amilosa
Tidak bercabang
250 2500 unit
1000
Biru
Tidak stabil
Cepat
Amilopektin
Bercabang
15- 25 unit
10.000-100.000
Merah
Stabil
Lambat
12
Pengupasan
Aktivitas: Pelepasan kulit,
pemisahan jagung yang baik
dan yang rusak
Pengeringan
Pemipilan
Penyimpanan
Pengangkutan
Aktivitas: Pengeringan biji dan
pemindahan untuk proses
selanjutnya
Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari
pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan
13
warna
biji
akibat
Penundaan
pengeringan
paling
besar
kontribusinya
dalam
14
Faktor lingkungan
Kondisi iklim berdampak pada keberadaan jamur pada jagung segar yang baru
dipanen di wilayah berbeda. Tekanan fisiologis selama periode sebelum panen
dikarenakan osilasi drastis curah hujan dan kelembaban nisbi, menyebabkan
kondisi yg menguntungkan bagi produksi jamur.
2. Cara penanaman
Penanaman yg terlambat dengan pemanenan pada kondisi basah mengakibatkan
penyakit yg disebabkan oleh F. Verticilloides meningkat. Penanaman jagung yg
berulang dan tanaman sereal lain pada lahan yg sama atau berdekatan
menyebabkan infeksi fungi dengan meningkatkan inokulum fungi dan populasi
serangga yg menyerang jagung.
3. Karakteristik jagung
Jenis jagung dan sifat bulirnya seperti warna, tipe endosperma, komposisi kimia
dan tingkat pertumbuhan dapat mempengaruhi infeksi jamur dan produksi
15
fumonisin. Diperkirakan jenis jagung dengan tongkol tegak, kulit ari rapat,
perikarp yang tipis, dan kecenderungan biji membelah yang semakin tinggi
menyebabkan mudahnya infeksi fusarium. Varietas kulit ari yang rapat
memudahkan infeksi dikarenakan pengeringannya lambat.
4. Penanganan pasca panen
Penanganan dan pengolahan pasca panen (sortasi, pencucian, penyosohan,
penggilingan, fermentasi, pemasakan) mempengaruhi infeksi fungi dan produksi
fumonisin pada jagung. Kerusakan mekanis selama dan sesudah panen
menyebabkan masuknya spora fungi pada tongkol atau biji. Penghilangan toksin
secara lebih signifikan (86%) dapat dilakukan jika garam ditambahkan dalam air.
Sortasi dan pembuangan bulir yg kecil, pecah dan terkontaminasi secara visual
dapat mengurangi jumlah toksin. Merendam jagung dalam air juga dapat
mengurangi fumonisin namun fermentasi jagung tampaknya tidak dapat
mengurangi jumlah fumonisin. Melalui penggilingan basah terhadap jagung yang
terkontaminasi fumonisin, distribusi toksin pada fraksi berbeda sebab sangat
sedikit atau tidak ada fumonisin pada fraksi pati, namun terdeteksi pada serat,
kulit, dan fraksi air rendaman. Makanan berbasis jagung dari fraksi pati memiliki
jumlah fumonisin lebih sedikit dibandingkan fraksi lainnya. Pada penggilingan
kering, jumlah fumonisin lebih sedikit pada grits dan lebih banyak pada kulit,
dedak dan rajangannya. Jumlah fumonisin berkurang sebanding dengan kenaikan
tingkat pemurnian pada penggilingan jagung. Hal yang mempengaruhi untuk
mengurangi jumlah fumonisin pada jagung bergantung pada banyak faktor
termasuk kandungan air, tingkat kontaminasi dan distribusi toksin pada produk,
dan keberadaan bahan tambahan makanan.
16
17
Tahun
1
2
3
4
5
2006
2007
2008
2009
2010
Luas panen
(ha)
Produktivitas
(ton)
Produksi
(ton)
332.640
368.325
385.905
432.895
430.755
3,559
3,636
3,739
4,169
4.529
1,183 juta
1,339 juta
1,81 juta
2,07 juta
2,075 juta
18
1. Pakan
2. Kompos
DAUN
Kulit
kelobot
1. Pakan
2. Kompos
3. Industri
rokok
4. Kemasan
pangan
GRIT
TEPUNG
1. Pakan
2. Pangan
3. Puff corn
1. Pakan
2. Pangan
3. Bahan baku
industri
A
G
U
BUAH
JAGUNG
Jagung
pipilan
PATI
1. Pakan
2. Pangan
3. Bahan baku
Industri
4. Gula rendah
Kalori
5. Sirup
G
LEMBAGA
KULIT ARI
Tongkol
Rambut
BATANG
1. Rambut
2. Pulp
3. Kertas
4. Bahan Bakar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pakan
Kompos
Bahan bakar
Pulp
Arang
Tepung (untuk
bahan industri)
Pentosa (bahan
baku furfural)
Minyak
Bahan baku
industri
19
2.2 Nikstamalisasi
20
a.
Nikstamalisasi tradisional
Langkah pertama dalam proses nikstamalisasi tradisional yakni biji jagung kering
dimasak dalam larutan alkali pada titik didih. Lamanya waktu pemasakan dan
perendaman bervariasi sesuai dengan tradisi Lampung dan jenis makanan yang
disiapkan, dengan waktu memasak mulai dari beberapa menit sampai satu jam,
dan perendaman dari beberapa menit sampai sekitar satu hari. Selama dalam tahap
pemasakan dan perendaman, terjadi perubahan kimia pada butir jagung. Butir
jagung mengandung komponen dinding sel yang terdiri dari hemiselulosa dan
lignin yang sangat larut dalam larutan alkali, kernel melunak dan pericarps
menjadi longgar (Carmen, 2003).
Setelah pemasakan dalam larutan alkali keseluruhan biji jagung direndam dan
dicuci sedikitnya 2 kali untuk menghilangkan sisa perikarp dan sisa kalsium.
Menurut Sahai et al. (2006), ada banyak variabel yang mempengaruhi hasil
nikstamalisasi meliputi kekerasan biji jagung, konsentrasi kapur alkali [Ca(OH)2]
yang digunakan tergantung pada karakteristik fisik jagung untuk menghasilkan
produk yang diterima konsumen, waktu dan suhu pemasakan, waktu dan suhu
perendaman dalam air panas, derajat pemasakan, dan kadar air bahan. Jagung
pipil yang memiliki endosperm keras diketahui memerlukan pemasakan yang
lebih lama. Lama pemasakan jagung pipil yang keras tersebut lebih mudah
dikendalikan daripada jagung lunak. Biji-biji jagung yang telah dimasak dan
direndam dalam larutan alkali disebut Nikstamal. Nikstamal
dapat digunakan
segar atau dikeringkan. Nikstamal segar dapat dibuat menjadi adonan dan
21
b. Nikstamalisasi enzimatik
22
Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan zat padat yang berwarna putih dan
amorf. Kalsium hidroksida (quick lime) dihasilkan dari batu gamping yang
dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000 C 9000 C. Apabila kalsium
hidroksida disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas (Sukandarrumidi, 1999
dalam Widowati, 2006). Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium
oksida (CaO) dengan air.
Ca(OH)2.
Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran
larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksia (NaOH).
Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan
banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan
karbondioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium hidroksida
mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah menarik gas
asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur tohor
juga merupakan pengikat asam asam nabati
penambahan air kapur dalam biji jagung antara lain mempercepat pemasakan,
meningkatkan
kemampuan
pengikatan
air serta
menghambat
terjadinya
23
retrogradasi. Semua hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk
olahan dari tepung jagung yang dihasilkan (Fernandez et al., 2008).
Komoditas jagung tidak tahan lama jika disimpan dalam keadaan segar. Bentuk
yang bisa dipandang sebagai convenience ialah apabila bisa tahan lama dan
mudah dimanfaatkan, sehingga jagung harus diolah dulu dalam bentuk tepung
(masa). Tepung jagung nikstamal merupakan hasil olahan jagung berbentuk
bubuk, berwarna cerah, lembut, mudah larut dalam air dan termasuk produk
intemediet karena hanya memerlukan satu tahapan pengolahan lagi untuk menjadi
produk tortila. Kelebihan mengolah jagung menjadi tepung jagung nikstamal
dikarenakan lebih mudah untuk dikemas, proses pengolahan menjadi singkat,
tahan lama, mudah disimpan, diangkut dan didistribusikan ke tempat yang jauh
sekalipun, dan diharapkan bisa digunakan sebagai pengembangan bahan baku
pangan untuk meningkatkan nilai ekonomi (Suarni, 2009).
24
Menurut Rooney and Serna Saldivar (1987), proses pembuatan tepung jagung
nikstamal dengan cara nikstamalisasi melalui beberapa tahap yaitu pemasakan dan
perendaman, pencucian, penirisan, penggilingan, pengeringan, dan penghancuran.
Pemasakan dan perendaman memegang peranan penting karena dalam pemasakan
akan terjadi perubahan seperti pelunakan biji jagung dan pelepasan kulit luar
jagung. Dalam proses pemasakan dan perendaman juga akan terjadi proses
gelatinisasi pati jagung. Pemasakan dilakukan dengan menambahkan kapur dalam
jumlah tertentu. Proses pemasakan dapat berlangsung secara singkat namun dapat
memberikan tingkat kelunakan jagung yang dikehendaki dan juga hilangnya
perikarp jagung.
udara
pengering
550C.
Tahap
selanjutnya
adalah
penghancuran/
penggilingan tepung jagung nikstamal. Hasil dari pengecilan ukuran masih berupa
tepung yang ukurannya beragam, karena itu setelah digiling dilakukan
pengayakan dengan ayakan 60 mesh untuk memisahkan tepung jagung nikstamal
dari beras dan meniran jagung.
25
2.4 Tortilla
Tortilla merupakan salah satu pengolahan produk secara tradisional yang sangat
terkenal di Meksiko, Amerika Tengah dan bagian selatan Amerika. Teknologi
pengolahan tortilla cukup bervariasi dan tidak ada standar khusus untuk
menghasilkan tortilla yang memiliki kualitas yang baik. Beberapa macam proses
pengolahan tortilla disusun berdasarkan faktor geografis, varietas jagung, dan
sosial ekonomi. Hubungan diantara bermacam-macam produk jagung yang
dimasak dalam larutan alkali disajikan pada Gambar 6.
Adonan
Ekstruksi/
perataan
Penggorengan
Corn
chips
Perataan dan
pemotongan
Perataan dan
pemotongan
Perataan dan
pemotongan
Pemangganga
Pemangganga
Pemangganga
Penggorengan
Table
Tortilla
Penggorengan
Tortilla
chips
Taco
Shells
26
diperlukan bahan baku yang sesuai dan bermutu baik, proses yang benar serta
peralatan yang memadai.
1. Tortilla Chips
Tortilla chips adalah makanan ringan yang terbuat dari jagung nikstamal,
berbentuk pipih dengan tebal 2 mm kemudian digoreng. Bentuk tortilla chips
beraneka ragam seperti segitiga dan persegi panjang (Carranza, 2006). Cara
tradisional untuk memproses jagung menjadi tortilla chips meliputi tahapan proses
pemasakan jagung dengan larutan kapur (1 %), kemudian ditiriskan dan direndam
dalam air selama satu malam selanjutnya dicuci sebanyak 4 kali untuk
menghilangkan sisa alkali. Setelah pencucian, jagung (nikstamal) digiling hingga
memperoleh adonan yang cukup halus. Jagung yang telah halus dicetak menjadi
lembaran-lembaran tipis dengan ketebalan 0,02 cm lalu dipotong segitiga
ukuran 3 x 3 x 3 cm untuk memperoleh keseragaman bentuk serta nilai estetika.
Tahap selanjutnya adonan dikeringkan pada suhu 120oc selama 20 menit,
kemudian digoreng selama 10-30 detik dengan suhu minyak penggorengan antara
170-180oc.
2. Corn chips
Corn chips mudah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana yang terdapat
di rumahtangga. Jagung direbus dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan
larutan perebus selama semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan
digiling bersama bumbu sampai diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan
dicetak, kemudian digoreng dengan minyak goreng.
27
3. Table tortilla
Table tortilla dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana. Jagung direbus
dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan larutan perebus selama
semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan digiling dan diratakan
bersama bumbu sampai diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan dicetak,
kemudian dipanggang di dalam oven.
4. Taco shells
Taco shells terdiri dari tepung tortilla yang dibungkus atau dilipat. Isi dari Taco
adalah kacang refried, beras, daging, buncis, selada, salsa, daging, alpukat, keju,
dan krim asam, dengan ukuran yang bervariasi. Nama taco berasal dari
penampilannya yakni tortilla gandum yang digulung (Duggan, 2001).
28
Bahan baku yang digunakan adalah jagung pipil kering jenis Lampung dan
Madura yang didapat dari pasar Koga Bandar Lampung. Bahan-bahan kimia yang
digunakan adalah aquades, Ca(OH)2, asam asetat, larutan iod, hcl, naoh, asam
sulfat, aseton, methanol, glukosa anhidrat, enzim -amilase Thermamyl dan
amiloglukosidase (AMG) dari BPPT Sulusuban Lampung Tengah, amilosa murni
Amprotab, phenol merck AB. Stockholm, etanol absolut, air suling, tissue, label,
minyak goreng bimoli dan bahan-bahan kimia lainnya untuk analisis.
Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik 4 digit merck Ohaus, oven
merk Lingberg/Blue dan oven merk Philitsharrif, waterbath merk Polyscience, hot
plate merk VWR, buble D&N, HACH spektrofotometri DR 4000, mikroskop
29
(Cole
Parmer,Vernon
Hills,Illinois
6006),
mesin
penggiling
(grinder),
Penelitian terdiri dari dua tahap yang dilakukan secara terpisah. Pada tahap
pertama (penelitian tepung jagung nikstamal) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh lama perendaman dan jenis jagung dalam proses nikstamalisasi terhadap
sifat fisikokimia dan fungsional tepung jagung nikstamal yang baik. Penelitian
dilaksanakan secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis jagung
yang terdiri dari 2 taraf yakni jagung Lampung dan jagung Madura sedangkan
faktor kedua adalah lama perendaman jagung terdiri dari 4 taraf yakni 0 jam
(kontrol), 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Barlett
dan penambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan selanjutnya data
dianalisis dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%. Analisa
data untuk penampakan mikroskopik serta kelarutan dan swelling power disajikan
secara deskriptif.
30
Pada tahap kedua (penelitian tortilla chips dari tepung jagung nikstamal) bertujuan
untuk mengkaji aplikasi tepung jagung nikstamal untuk pembuatan tortilla chips.
Penelitian dilaksanakan dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan faktor tunggal dan empat ulangan. Perlakuan yaitu jenis bahan baku
tepung jagung nikstamal yang terdiri dari 6 taraf yaitu jagung Lampung lama
perendaman 8 jam, jagung Lampung lama perendaman 16 jam, jagung Lampung
lama perendaman 24 jam, jagung madura lama perendaman 8 jam, jagung madura
lama perendaman 16 jam, jagung madura lama perendaman 24 jam. Kesamaan
ragam data diuji dengan uji Barlett dan penambahan data diuji dengan uji Tuckey.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga
ragam galat dan selanjutnya data dianalisis dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf 1% dan 5%. Hasil terbaik dari uji organoleptik dianalisis uji proksimat
untuk mengetahui kandungan gizi tortilla chips yang dihasilkan.
Pembuatan tepung jagung nikstamal menurut Metode Rooney and Serna Saldivar
(1987) dengan modifikasi. Pertama-tama, bahan baku yang berupa jagung pipil
disortasi dari kotoran-kotoran terlebih dahulu kemudian ditimbang sebanyak 1 Kg
dan dicuci dengan air bersih sampai kotoran-kotorannya hilang. Setelah ditiriskan,
jagung dimasak ke dalam panci berisi 4 L air yang mengandung 10 g kalsium
hidroksida (Ca(OH)2 (1% dari jagung pipil) selama 30 menit pada suhu 90oc.
Selanjutnya, jagung direndam selama 8, 16 dan 24 jam menggunakan larutan
31
alkali sisa pemasakan hingga keseluruhan biji terendam. Jika belum seluruhnya
terendam, maka dapat ditambahkan air. Kemudian jagung dibilas dengan air
bersih yang bertujuan untuk menghilangkan sisa alkali (Ca(OH)2). Pembilasan
dilakukan sampai hilangnya aroma kapur/alkali dan warna air bilasan menjadi
jernih. Tahap selanjutnya, jagung ditiriskan dan digiling sampai hancur dengan
mesin penggiling (grinder). Jagung yang telah dinikstamalisasi dan digiling
kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 55oc selama 24 jam.
Tepung jagung yang telah dioven kemudian dihancurkan menggunakan grinder
sehingga dihasilkan tepung jagung nikstamal instan. Untuk kontrol (tanpa
perendaman/perendaman 0 jam), jagung pipil yang telah disortasi dan dicuci
kemudian digiling sampai hancur dengan mesin penggiling (grinder) sehingga
dihasilkan tepung jagung tanpa perendaman/perendaman 0 jam. Proses pembuatan
tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 7 sedangkan proses pembuatan tepung
jagung nikstamal dapat dilihat pada Gambar 8.
Jagung pipil
(Lampung dan Madura)
Penghancuran
Tepung jagung
32
4 L Air
Pemasakan
(T= 90oC selama 30 menit)
10 gram
Ca(OH)2
Air
Pencucian
Penirisan
Air, perikarp,
pecahan jagung,
dan kapur
Penggilingan
Penghancuran
Tepung jagung
nikstamal instant
33
a.
Penampakan mikroskopis
b. Kadar air
Pengukuran kadar air dalam penelitian ini menggunakan metode gravimetri
dengan menggunakan oven (penguapan). Cawan kosong dikeringkan dalam oven
selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian
ditimbang. Setelah itu, timbang sebanyak 3 g sampel (jagung pipilan, jagung
setelah perendaman, masa basah serta tepung nikstamal kering) masukkan dalam
cawan. Cawan beserta isinya diangkat dan ditempatkan didalam oven pada suhu
105oC selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan kedalam desikator selama 15
menit. Setelah dingin ditimbang kembali, dan dikeringkan kembali sampai
mendapat berat yang tetap.
34
c.
Kadar air =
Keterangan : a
(a - b )
100%
c
= Berat cawan + berat sampel
= Berat sampel
c. Penentuan amilosa
Pengukuran kadar amilosa berdasarkan metode Yuan (2007). Dilakukan secara
iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang
menghasilkan warna biru. Pertama-tama dilakukan pembuatan kurva standar
amilosa dengan menggunakan amilosa murni sebanyak 40 mg yang dimasukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml
NaOH 1M. Campuran dipanaskan dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit
kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan
aquades dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan aquades.
35
Ax B x C
D
x 100%
Keterangan :
A = Konsentrasi amilosa sampel yang diperoleh dari kurva standar
B = Faktor konversi
C = Nilai konstanta sampel (100)
D = Nilai konstanta - kadar air
d. Kadar pati
Penetapan kadar pati dilakukan dengan cara menghidrolisa pati dengan enzim amylase Thermamyl dan amiloglukosidase (AMG) menurut Nurdjanah (2005),
36
kemudian penentuan sampel hasil hidrolisa pati menggunakan metode fenol asam
sulfat (Dubois et al., 1956). Enzim -amylase Thermamyl dan amiloglukosidase
(AMG) didapatkan dari BPPT Sulusuban Lampung Tengah. Sebanyak 5 gram
tepung nikstamal instan dimasukkan kedalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan 200
ml aquades dan dipanaskan (90oC) sampai tergelatinisasi, diamkan selama 15
menit. Suhu diturunkan sampai berkisar 80oC kemudian ditambahkan 0,5 ml
enzim -amylase Thermamyl dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 80oC.
Selanjutnya sampel diturunkan suhunya sampai 55oC dan tambahkan 0,5 ml
amiloglukosidase (AMG) kemudian diamkan selama 30 menit pada suhu 55oC.
Suspensi disaring menggunakan kertas saring, kemudian lakukan pengenceran
filtrat. Sebelum penentuan kadar pati sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
dengan membuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat/ 100 ml air).
Dari larutan glukosa standar
tersebut
37
pati
(%)
A x B x C x 0,9
D
100%
Keterangan :
A = Glukosa yang diperoleh dari kurva standar
B = Volume sampel (ml)
C = Konsentrasi pengenceran larutan sampel
D = Berat sampel (mg)
38
X100%
Keterangan :
A = Volume awal (ml)
B = Volume akhir (ml)
C = Berat sampel (gram)
A -B
C
39
Pembuatan tortilla chips menurut Metode Rooney and Serna Saldivar (1987)
dengan
modifikasi.
Tepung
jagung
nikstamal
yang
dihasilkan
(tanpa
Adonan
Pencetakan
Tortilla chips
Air
secukupnya
(sampai kalis)
40
Pengamatan tortilla chips meliputi uji organoleptik terdiri dari empat parameter
uji yakni warna, rasa, kerenyahan serta penerimaan keseluruhan. Sebelum
dilakukan uji organoleptik, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan
yakni penentuan tortilla chips terbaik dari jagung nikstamal segar sebagai kontrol
tortilla chips berbahan baku tepung jagung nikstamal yang dilakukan secara
deskriptif menurut metode penelitian Widianti (2009). Selanjutnya analisa
proksimat terhadap tortilla chips terbaik dari penelitian ini meliputi kadar air,
kadar lemak, protein, total karbohidrat non pati, abu, daya serap minyak, dan
kandungan kalsium.
a.
Penilaian Organoleptik
penerimaan
keseluruhan
dengan
metode
hedonik
dengan
41
Kriteria
Skor
Penerimaan
Keseluruhan
5
4
3
2
1
Warna
5
4
3
Kerenyahan
5
4
3
2
1
Rasa
5
4
3
2
1
2
1
42
Tanggal :
Sampel
: Tortilla chips
Dihadapan Anda disajikan sampel R dan 6 sampel berkode. Anda diminta untuk
mengevaluasi sampel tersebut satu-persatu yaitu membandingkan antara sampel R
dengan 6 sampel berkode lainnya. Berikan penilaian anda dengan cara menuliskan
skor di bawah kode sampel pada tabel penilaian berikut. Kemudian tulislah
penilaian Anda pada masing-masing kode sampel seperti pada tabel di bawah ini.
Penilaian
212
510
380
250
323
199
Warna
Rasa
Kerenyahan
Penerimaan
keseluruhan
Skor :
Rasa :
Kerenyahan :
43
Warna :
5. Kuning sangat cerah daripada R
4. Tingkat kekuningan lebih cerah dari R
3. Tingkat kekuningan sama dengan warna kuning dari R
2. Tingkat kekuningan lebih tua dari warna kuning R
1. Kuning lebih kecoklatan dari warna R
Penerimaan Keseluruhan :
5. Amat sangat disukai daripada R
4. Sangat disukai daripada R
3. Sama disukai dengan R
2. Agak kurang disukai dari R
1. Kurang disukai dari R
Kadar air
44
(a - b )
100%
c
Kadar air =
Keterangan : a
2.
= Berat sampel
Kadar abu
(a - b )
100%
c
Kadar abu =
Keterangan : a
3.
= Berat sampel
Kadar lemak
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi sokhlet
(AOAC, 1990). Pertama-tama labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam
45
Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut yang turun
kembali ke dalam lemaknya berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam lemak
didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu yang berisi lemak
ekstraksi dipanaskan dalam oven 100oc untuk menguapkan sisa pelarut sehingga
mencapai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Berat residu
dalam labu destilasi ditimbang sehingga berat lemak diketahui. Kadar lemak
dapat dihitung dengan rumus:
Kadar lemak =
a-b x 100%
c
4.
Pengujian total karbohidrat non pati dilakukan dengan metode enzimatis (Noda
.,et al (1994)). Sampel ditimbang sebanyak 10 gram masukkan kedalam
Erlenmeyer, lalu ditambahkan 200 ml aquades dan dipanaskan (90oC) sampai
tergelatinisasi. Turunkan suhu sampai berkisar 80oC kemudian tambahkan 0,5 ml
enzim -amylase dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 80oC. Suspensi di
46
sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Pisahkan residu dengan
supernatan yang dihasilkan. Residu yang dihasilkan ditambahkan 200 ml aquades
dan dipanaskan pada sampai suhu 55oC, selanjutnya tambahkan 0,5 ml
amiloglukosidase kemudian diamkan selama 30 menit pada suhu 55oC. Suspensi
di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Pisahkan residu
dengan supernatan yang dihasilkan. Residu yang dihasilkan berturut turut dicuci
dengan air destilasi, methanol, aseton. Kemudian residu dikering anginkan lalu
ditimbang.
47
labu takar. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu
masukkan kedalam labu takar. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke
dalam labu takar. Jika akan menentukan kadar kalsium, tambahkan 5 ml larutan
lantanum klorida untuk setiap 100 ml larutan. Dinginkan dan encerkan isi labu
sampai tanda tera dengan air. Siapkan blanko dengan menggunakan sejumlah
pereaksi yang sama.
E.3. Kalibrasi Alat dan Penetapan Sampel :
Flame photometer diset sesuai dengan instruksi dalam manual alat. Larutan
standar logam dan blanko diukur. Larutan sampel diukur. Selama penetapan
sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan. Dibuat kurva
standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/emisi vs konsentrasi logam
dalam g/ml).
Perhitungan :
Penentuan konsentrasi logam dalam sampel dari kurva standar yang diperoleh :
Berat sampel (g)
=W
Volume ekstrak
=V
(a - b) x V
10 W
(a - b) x V
W
48
6.
Kadar protein
Kadar protein ditentukan dengan metode Gunning. Sampel yang telah dihaluskan
ditimbang sebanyak 0,5-1,0 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, serta
ditambahkan10 gram K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 10 ml H2SO4 pekat.
Kemudian dilakukan destruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam, mulamula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri
sampai cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Dibuat juga blangko seperti
perlakuan diatas. Setelah labu kjeldahl beserta cairannya menjadi dingin
kemudian ditambahkan 100 ml akuades, serta larutan naoh 45% sampai cairan
bersifat basis.
Labu kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Selanjutnya labu
kjeldahl dipanaskan sampai amonia menguap semua, distilat ditampung dalam
Erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,1 N yang sudah diberi indikator campuran
phenolphtalin blue dan merah 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah
volume distilat yang keluar tak bersifat basis. Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat
dititrasi dengan larutan basa standar ( larutan NaOH 0,1 N).
49
7.
Keterangan :
A = Volume awal (ml)
B = Volume akhir (ml)
C = Berat sampel (gram)
(%)
A -B
C