Pendahuluan 6

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 49

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Lampung merupakan penghasil jagung terbesar ketiga di Indonesia setelah Jawa


Timur dan Jawa Tengah. Laju pertumbuhan ini naik hampir 4 kali lipat dari laju
produksi tahun 2002 yaitu rata-rata 6% pertahun (Sarasuta, 2002). Pertumbuhan
produksi jagung di Lampung mencapai 23,51% per tahun sejak tahun 2007
sampai tahun 2009 (Anonim, 2010). Jagung berperan penting dalam
perkembangan industri pangan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan
produk-produk berbasis karbohidrat diharapkan industri jagung semakin
berkembang, namun proporsi penggunaan jagung sebagai bahan industri pangan
cenderung menurun tetapi meningkat sebakai pakan. Pemanfaatan jagung sebagai
bahan baku industri pangan akan memberikan nilai positif bagi komoditas jagung.

Salah satu alternatif pemanfaatan jagung yang telah mulai banyak diteliti dan
dikembangkan adalah pengolahan tepung jagung. Akan tetapi, tepung jagung
kurang menjadi pilihan untuk digunakan sebagai bahan baku makanan. Hal ini
antara lain disebabkan sifat fisikokimia jagung yang kurang menguntungkan
seperti retrogradasi yang tidak renyah dan tidak mengembang serta mudah
mengalami off flavor selama penyimpanan. Pembuatan tepung jagung nikstamal
sangat berguna karena tidak memerlukan proses pengolahan intensif dan dapat

disimpan waktu yang lama tanpa mempengaruhi kualitas. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dilakukan kajian tentang usaha untuk memperbaiki kualitas tepung
jagung melalui nikstamalisasi, kemudian juga akan dikaji aplikasi tepung jagung
nikstamal dalam pembuatan tortilla chips sebagai usaha untuk mengurangi waktu
proses pembuatan tortilla chips.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh lama perendaman dan jenis jagung dalam proses


nikstamalisasi terhadap sifat fisikokimia tepung jagung nikstamal.
2. Mengkaji apakah aplikasi tepung jagung nikstamal dapat digunakan untuk
pembuatan tortilla chips dengan kualitas yang minimal sama dengan tortilla
chips dari nikstamal segar.

1.3 Kerangka Pemikiran

Sifat fisikokimia tepung sangat dipengaruhi oleh jenis jagung, sehingga perbedaan
jenis jagung akan berpengaruh pada sifat tepung yang dihasilkan (Moorty, 2002).
Seleksi jenis jagung perlu dilakukan untuk memperoleh sifat tepung jagung yang
sesuai dengan produk tortilla dan lebih jauh dapat mengungkap sifat fisikokimia
tepung jagung tersebut. Pemasakan dengan menggunakan larutan alkali pada
jagung menjadi salah satu alternatif terpenting untuk meningkatkan kualitas mutu
baik produk antara maupun produk akhir. Perendaman dalam larutan alkali
menyebabkan ion kalsium dapat terserap dan terjadi pelepasan perikarp jagung
sehingga pati lebih cepat tergelatinisasi, selain itu juga menyebabkan penambahan

kandungan kalsium dalam jagung (Fernandez et al., 2008). Lama pemasakan


jagung dengan penambahan konsentrasi alkali Ca(OH)2 sebesar 1% akan
mempengaruhi solubilitas endosperm sehingga dapat meningkatkan viskositas
granula pati dan viskositas tersebut akan menurun pada suhu 90oc, apabila
konsentrasi alkali Ca(OH)2 lebih besar akan menyebabkan rasa pahit (Martinez et
al., 2001). Proses nikstamalisasi akan memudahkan penetrasi air dan panas
kedalam biji jagung serta mengeluarkan sebagian lembaga dan menghancurkan
perikarp/kulit ari (kulit tipis terbuat dari bahan selulosa yang menyelimuti biji
jagung) dari biji jagung sehingga dapat memperbaiki rasa, meningkatkan derajat
gelatinisasi granula pati, mengontrol aktivitas mikroba serta memperbaiki nilai
gizi (Rooney and Serna Saldivar, 1987).

Proses nikstamalisasi merupakan proses pemasakan butiran jagung dalam larutan


alkali yang diikuti dengan perendaman dalam air yang digunakan untuk perebusan
selama beberapa jam, pencucian kemudian dilanjutkan dengan penggilingan
sehingga membentuk adonan masa yang kalis (Mendez-Montealvo et al., 2006).
Keuntungan dalam pengolahan jagung melalui proses nikstamalisasi antara lain
yaitu meningkatkan

kerenyahan

produk yang dihasilkan,

meningkatkan

ketersediaan niacin, kandungan kalsium dan daya cerna protein serta menurunkan
kandungan bakteri patogen (Sefa-Dedeh et al., 2004; Bharati and Vaidehi, 1989;
Vivas et al., 1987). Menurut Rooney and Suhendro (1999), proses nikstamalisasi
juga berfungsi untuk memperlambat proses retrogradasi. Mekanisme kerja proses
nikstamalisasi meliputi penyerapan dan pendistribusian air yang lebih cepat dan
memodifikasi lapisan luar biji jagung sehingga pecahan perikarp menjadi rapuh
dan melonggarkan jaringan dalam biji jagung (Rosentrater, 2005). Nikstamalisasi

menyebabkan terisolasinya perikarp sehingga struktur selulosa, hemiselulosa,


lignin memecah kemudian terlepas dari biji jagung yang dapat meningkatkan
mutu tortilla dan tepung nikstamal instant (Martnez et al., 2001).

Proses nikstamalisasi telah lama digunakan dalam pembuatan tortilla baik yang
berbentuk semi basah maupun kering (chips). Akan tetapi, proses pengolahan
tortilla chips dengan cara ini kurang praktis, karena memerlukan waktu penyiapan
yang relatif lama. Oleh karena itu, pembuatan tepung nikstamal instant diharapkan
dapat mengefisiensikan penggunaan waktu atau mengurangi waktu persiapan
bahan. Akan tetapi penelitian tentang pembuatan tortilla chips menggunakan
bahan baku tepung nikstamal instant banyak belum dilakukan. Dari penelitian ini
diharapkan bahwa tepung nikstamal instant dapat digunakan sebagai bahan baku
tortilla chips dengan kualitas minimal sama dengan tortilla chips yang diproses
dan nikstamal segar.

1.4 Hipotesis

1. Perendaman dan jenis jagung dalam proses nikstamalisasi mempengaruhi sifat


fisikokimia tepung jagung.
2. Tepung nikstamal instant akan menghasilkan kualitas tortilla chips yang
minimal sama atau lebih baik dibandingkan dengan tortilla chips dari
nikstamal segar.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Jagung

2.1.1 Klasifikasi dan Struktur Fisik Biji Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim dan termasuk ke dalam Divisi
Tracheophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

Monocotyledonae, Ordo

Glumiflorae, Famili Graminae, Genus Zea, Spesies Zea mays. Tanaman jagung
relatif mudah dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah
liat dan pasir. Kondisi tanah yang dibutuhkan adalah subur, gembur dan kaya
humus. Jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (ketinggian
0 1300 m dpl), di daerah beriklim sedang dan daerah beriklim tropis basah.
Curah hujan optimal untuk pertumbuhan adalah 85 100 mm/bulan merata
sepanjang tahun.

Biji jagung secara botanis adalah sebuah biji Caryopsis, yaitu biji kering yang
mengandung sebuah benih tunggal yang menyatu dengan jaringan-jaringan dalam
buahnya. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar
85%, hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson, 1981).

Biji jagung terdiri atas empat bagian utama, yaitu : kulit luar (perikarp) (5 %),
lembaga (12 %), endosperma (82 %) dan tudung biji (tip cap) (1 %). Anatomi
struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Anatomi struktur biji jagung (WSI, 1998)

Kulit luar merupakan bagian yang banyak mengandung serat kasar atau
karbohidrat yang tidak larut (non pati), lilin dan beberapa mineral. Lembaga
banyak mengandung minyak. Kulit adalah bagian yang berfungsi

sebagai

pelindung endosperma dan bakal benih dari kerusakan fisik serta serangan
serangga, menahan air dan mengurangi proses penguapan air dari biji secara
berlebihan yang dapat mengurangi bobot biji selama penyimpanan, namun selama
penepungan bagian kulit perlu diminimalkan karena mengandung serat yang
tinggi.

Bagian tipcap adalah bagian tempat menempelnya biji pada tongkol jagung.
Bagian ini merupakan jalur makanan dan air untuk biji. Bagian lembaga (bakal
benih) adalah bagian dari biji yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Bagian
ini mengandung vitamin dan mineral serta lemak yang dibutuhkan biji untuk

tumbuh. Bagian ini perlu diminimalkan agar dihasilkan tepung dengan


persyaratan kadar abu dan lemak yang sesuai SNI. Bagian endosperma merupakan
bagian terbesar dari biji (lebih dari 80%) yang merupakan sumber pati dan protein
yang dipertahankan selama pembuatan tepung. Total kandungan minyak dari
setiap biji jagung adalah 4 %. Sedangkan tudung biji dan endosperm banyak
mengandung pati. Pati dalam tudung biji adalah pati yang bebas sedangkan pati
pada endosperm terikat kuat dengan matriks protein (gluten).

Bagian endosperma adalah bagian yang mengandung pati, yang berfungsi sebagai
cadangan energi. Sel endosperma memiliki lapisan aleuron yang merupakan
pembatas antara endosperma dengan kulit. Lapisan aleuron merupakan lapisan
yang menyelubungi endosperma dan lembaga. Dalam endosperma terdapat
granula pati yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah
zein (Johnson, 1991 dalam Anggriawan, 2010). Endosperma jagung terdiri dari
dua bagian yaitu endosperma keras (horny endosperma) dan endosperma lunak
(floury endosperm). Bagian keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan
tersusun rapat. Bagian endosperma lunak mengandung pati yang lebih banyak dan
susunan pati tersebut tidak serapat pada bagian keras (Watson, 2003).

Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%,
yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi
lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar
lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak
(33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Berdasarkan data tersebut dapat

ditentukan apakah produk yang akan diolah memerlukan biji jagung utuh, atau
yang kulit ari atau lembaganya dihilangkan (Suarni and Widowati, 2007).

2.1.2 Komposisi Kimia Biji Jagung

Menurut Munarso and Mudjisihono (1998), komposisi kimia jagung bervariasi


antara varietas yang berbeda maupun untuk varietas yang sama pada tanaman
yang berbeda. Jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya tergantung
umur dan varietas jagung tersebut. Komposisi kimia biji jagung pada berbagai
fraksi (% berat kering) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia biji jagung pada berbagai fraksi (% berat kering)
Bagian biji

% fraksi

Pati

Protein

Lemak

Gula

Air

Endosperma

83,3

86,4

9,4

0,8

0,6

0,3

Lembaga
Kulit ari

11,5
5,5

8,2
7,3

18,8
3,7

34,5
1,0

10,8
0,3

10,1
0,8

Ujung kulit

0,8

5,3

9,1

3,8

1,6

1,6

Biji total

100

71,5

10,3

4,8

2,0

1,4

Sumber : Inglett (1970)

Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji.
Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan
fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati jagung terdiri dari beberapa tempat seperti
endosperma (84,4 %), lembaga (8,2 %) dan tudung biji (5,3 %). Protein jagung
terdapat dalam lembaga (8,5%) dan endosperma (8,6 %). Asam lemak essensial
berupa asam linolenat, asam linoleat dan asam oleat berturut-turut adalah 59 %,

0,8 %, 27 % dari total kandungan lemak biji jagung (Suarni and Widowati, 2007).
Komposisi kimia biji jagung selengkapnya tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia jagung kering
Komponen

Jagung Kering

Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Ca (mg)
P (mg)
Fe (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Air (g)

355
9.2
3.9
73.7
10
256
2.4
0.0
0.38
12

Sumber : Direktorat Gizi RI (1981)

Kandungan pati yang tinggi (72 %) merupakan basis penggunaan biji jagung. Pati
biji jagung terdiri atas amilosa (27 %) dan amilopektin (83 %). Amilosa
merupakan

struktur lurus dengan ikatan (1,4) D-glukosa yang bersifat

hidrofilik. Sedangkan amilopektin merupakan polimer berantai cabang dengan


ikatan (1,4) D-glukosa dan percabangannya dengan ikatan (1,6) D-glukosa
(Winarno,1997). Amilosa bersifat hidrofilik karena terdapat gugus hidroksil pada
molekulnya dimana gugus ini bersifat polar dan memiliki derajat polimerisasi
350-1000. Rantai lurus terdiri dari amilosa cenderung

membentuk susunan

paralel satu sama lain saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi,
maka afinitas amilosa terhadap air akan menurun karena adanya ikatan antar
molekul (Sihombing, 1993 dalam Apriyani, 2005).

10

Molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hidrogen.


Molekul-molekul amilosa dapat dipisahkan dari pasta pati dengan menambahkan
n-butanol dan dipanaskan sampai mendekati titik didih butanol lalu secara
perlahan suhu diturunkan sampai suhu ruang. Selama penurunan suhu akan
diperoleh kristal butanol-amilosa yang terpisah dan dapat dipisahkan dengan cara
pengeringan atau sentrifuge. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Molekul amilosa dan amilopektin

Amilopektin memiliki struktur yang bercabang, pati akan mudah mengembang


dan membentuk koloid dalam air. Amilopektin mempunyai bentuk globular yang
memperlihatkan peningkatan pembengkakan dan viskositas yang lebih tinggi
daripada amilosa dalam larutan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur molekul
amilopektin lebih kompak dalam larutan (Glicksman, 1969). Perbandingan
amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 3.

11

Tabel 3. Perbandingan amilosa dan amilopektin


Faktor pembeda
Struktur
Panjang
Derajat polimerisasi
Reaksi dengan iodin
Kestabilan
Retrogradasi

Amilosa
Tidak bercabang
250 2500 unit
1000
Biru
Tidak stabil
Cepat

Amilopektin
Bercabang
15- 25 unit
10.000-100.000
Merah
Stabil
Lambat

Sumber : Fennema (1976)

Molekul-molekul berantai lurus membentuk daerah kristalin yang kompak


sehingga susah ditembus oleh air, enzim dan bahan kimia. Sebaliknya daerah
amorf kurang kompak dan lebih mudah ditembus. Susunan molekul pati dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Susunan molekul pati


(a. Susunan amilosa; b. Daerah amorf; c. Daerah kristalin)
Sumber : Fennema, 1976

12

2.1.3 Penanganan Pasca Panen Jagung


Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam usaha
tani jagung. Kegiatan panen dan penanganan pascapanen jagung dapat dilihat
pada Gambar 4.
Panen
Aktivitas: Penentuan waktu
panen, pemungutan hasil,
pengumpulan, pengangkutan

Pengupasan
Aktivitas: Pelepasan kulit,
pemisahan jagung yang baik
dan yang rusak

Pengeringan

Aktivitas: Angkut tongkol ke


tempat pengeringan, pengeringan
dan pemrosesan hasil pengeringan

Pemipilan

Penyimpanan

Aktivitas: Memipil tongkol,


memisahkan biji dari kotoran,
memproses jagung pipilan
kering
Aktivitas: Menyimpan biji
dalam ruang penyimpanan
untuk mempertahankan mutu

Pengangkutan
Aktivitas: Pengeringan biji dan
pemindahan untuk proses
selanjutnya

Klasifikasi dan standarisasi mutu

Gambar 4. Kegiatan panen dan penanganan pascapanen jagung


Sumber : Fimansyah et al., 2007

Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari
pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan

13

penyimpanan sebelum dijual ke pedagang pengumpul. Semua proses tersebut


apabila tidak tertangani dengan baik akan menurunkan kualitas produk karena
berubahnya

warna

biji

akibat

terinfeksi cendawan, jagung mengalami

pembusukan, tercampur benda asing yang membahayakan kesehatan.

Menurut Firmansyah et al. (2007), jagung mempunyai banyak permasalahan


pascapanen yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan
kerusakan dan kehilangan. Permasalahan itu antara lain adalah:
1. Susut Kuantitas dan Mutu
Kehilangan hasil jagung pada pascapanen dapat berupa kehilangan kuantitatif dan
kualitatif. Kehilangan kuantitatif merupakan susut hasil akibat tertinggal di lapang
waktu panen, tercecer saat pengangkutan, atau tidak terpipil. Kehilangan kualitatif
merupakan penurunan mutu hasil akibat butir rusak, butir berkecambah, atau biji
keriput selama proses pengeringan, pemipilan, pengangkutan atau penyimpanan.
2. Keamanan Pangan
Penundaan penanganan pascapanen jagung berpeluang meningkatkan infeksi
cendawan.

Penundaan

pengeringan

paling

besar

kontribusinya

dalam

meningkatkan infeksi cendawan Aspergillus flavus yang bias mencapai di atas


50%. Kontaminasi jagung oleh fungi tidak hanya menyebabkan ketidakcocokan
untuk konsumsi karena berkurangya nilai gizi, tetapi juga menyebabkan produksi
mikotoksin. Cendawan tersebut menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin yang
bersifat mutagen dan diduga dapat menyebabkan kanker esofagus pada manusia
(Weibe and Bjeldanes, 1981 dalam Fandohan et al., 2008). Mikotoksin adalah
metabolit sekunder beracun yang diproduksi fungi pada produk makanan pokok.
Faktor yang mempengaruhi infeksi jagung

14

3. Ketersediaan Sarana Prosesing


Permasalahan lain dalam penanganan pascapanen jagung di tingkat petani adalah
tidak tersedianya sarana prosesing yang memadai, padahal petani umumnya
memanen jagung pada musim hujan dengan kadar air biji di atas 35%. Oleh
karena itu, diperlukan inovasi teknologi prosesing yang tepat, baik dari segi
peralatan maupun sosial dan ekonomi.

Menurut Fandohan et al.(2008),

infeksi jagung umumnya dipengaruhi oleh

banyak faktor termasuk kondisi lingkungan (iklim, suhu, kelembaban), serangga,


dan penanganan pra dan pasca panen.
Pengaruh faktor abiotik terhadap infeksi jagung meliputi
1.

Faktor lingkungan

Kondisi iklim berdampak pada keberadaan jamur pada jagung segar yang baru
dipanen di wilayah berbeda. Tekanan fisiologis selama periode sebelum panen
dikarenakan osilasi drastis curah hujan dan kelembaban nisbi, menyebabkan
kondisi yg menguntungkan bagi produksi jamur.
2. Cara penanaman
Penanaman yg terlambat dengan pemanenan pada kondisi basah mengakibatkan
penyakit yg disebabkan oleh F. Verticilloides meningkat. Penanaman jagung yg
berulang dan tanaman sereal lain pada lahan yg sama atau berdekatan
menyebabkan infeksi fungi dengan meningkatkan inokulum fungi dan populasi
serangga yg menyerang jagung.
3. Karakteristik jagung
Jenis jagung dan sifat bulirnya seperti warna, tipe endosperma, komposisi kimia
dan tingkat pertumbuhan dapat mempengaruhi infeksi jamur dan produksi

15

fumonisin. Diperkirakan jenis jagung dengan tongkol tegak, kulit ari rapat,
perikarp yang tipis, dan kecenderungan biji membelah yang semakin tinggi
menyebabkan mudahnya infeksi fusarium. Varietas kulit ari yang rapat
memudahkan infeksi dikarenakan pengeringannya lambat.
4. Penanganan pasca panen
Penanganan dan pengolahan pasca panen (sortasi, pencucian, penyosohan,
penggilingan, fermentasi, pemasakan) mempengaruhi infeksi fungi dan produksi
fumonisin pada jagung. Kerusakan mekanis selama dan sesudah panen
menyebabkan masuknya spora fungi pada tongkol atau biji. Penghilangan toksin
secara lebih signifikan (86%) dapat dilakukan jika garam ditambahkan dalam air.
Sortasi dan pembuangan bulir yg kecil, pecah dan terkontaminasi secara visual
dapat mengurangi jumlah toksin. Merendam jagung dalam air juga dapat
mengurangi fumonisin namun fermentasi jagung tampaknya tidak dapat
mengurangi jumlah fumonisin. Melalui penggilingan basah terhadap jagung yang
terkontaminasi fumonisin, distribusi toksin pada fraksi berbeda sebab sangat
sedikit atau tidak ada fumonisin pada fraksi pati, namun terdeteksi pada serat,
kulit, dan fraksi air rendaman. Makanan berbasis jagung dari fraksi pati memiliki
jumlah fumonisin lebih sedikit dibandingkan fraksi lainnya. Pada penggilingan
kering, jumlah fumonisin lebih sedikit pada grits dan lebih banyak pada kulit,
dedak dan rajangannya. Jumlah fumonisin berkurang sebanding dengan kenaikan
tingkat pemurnian pada penggilingan jagung. Hal yang mempengaruhi untuk
mengurangi jumlah fumonisin pada jagung bergantung pada banyak faktor
termasuk kandungan air, tingkat kontaminasi dan distribusi toksin pada produk,
dan keberadaan bahan tambahan makanan.

16

Pengaruh faktor biotik terhadap infeksi jagung antara lain adalah :


1. Serangga
Serangga berperan penting pada infeksi jagung oleh fusarium. Serangga berperan
sebagai hewan perusak atau vector yg menyebarkan fungi dari inokulum asli ke
tanaman. Luka yg disebabkan serangga menyebabkan fungi dapat masuk melalui
kulit dan menginfeksi bagian dalam biji. Serangga penghancur dari keluarga
nitidulidae merupakan penyebab utama infeksi oleh fusarium.
2. Interaksi fungi
Interaksi diantara fungi pada jagung juga menjadi faktor penting yang
mempengaruhi infeksi fungi dan menyebabkan produksi mikotoksin. Bulir jagung
panenan di wilayah tropis mengandung miselium dan spora di beberapa spesies
fungi termasuk fusarium, aspergillus dan penisilium yang saling bersinggungan,
tumbuh, dan berkompetisi untuk makanan jika kondisi menguntungkan.

2.1.4 Pemanfaatan Jagung

Jagung di Indonesia merupakan komoditi pangan terpenting kedua setelah


padi/beras. Tahun 2010, produksi jagung di dunia mencapai 822 juta ton. Produksi
jagung Negara Indonesia sebesar 18,12 juta ton pipilan kering. Luas areal jagung
mencapai 678.300 hektar dengan luas panen 678.300 hektar dan produksi rata-rata
mencapai 0,56 kuintal/hektar. Lampung merupakan salah satu wilayah penghasil
utama jagung. Perkembangan areal panen, produktivitas dan produksi jagung di
Provinsi Lampung dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada
Tabel 4.

17

Tabel 4. Luas panen dan produksi jagung


Jagung
No

Tahun

1
2
3
4
5

2006
2007
2008
2009
2010

Luas panen
(ha)

Produktivitas
(ton)

Produksi
(ton)

332.640
368.325
385.905
432.895
430.755

3,559
3,636
3,739
4,169
4.529

1,183 juta
1,339 juta
1,81 juta
2,07 juta
2,075 juta

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

Menurut Badan Pusat Statistik (2008) Lampung merupakan penghasil jagung


terbesar ketiga (2 juta ton), sedangkan sentra utama jagung pada provinsi Jawa
Timur (5 juta ton) diikuti dengan Jawa Tengah (3,3 juta ton). Secara garis besar,
kegunaan jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahan pangan, pakan,
ternak dan Bahan bakar Nabati (BBN atau biofuels). Pemanfaatan jagung dapat
dilihat dalam pohon industri pada Gambar 5.
1. Bahan Pangan
Produk olahan jagung umumnya berasal dari industri skala rumah tangga
hingga industri besar. Secara garis besar, beberapa industri yang mengolah
jagung menjadi produk sebagai berikut :
Industri rumah tangga yaitu, bubur jagung, jagung campuran beras, dan banyak
lagi makanan tradisional yang berasal dari jagung.
Industri giling kering, yaitu menghasilkan tepung jagung.
Industri giling basah, yaitu menghasilkan pati, sirup, gula jagung, minyak dan
dekstrin.

18

1. Pakan
2. Kompos

DAUN

Kulit
kelobot

1. Pakan
2. Kompos
3. Industri
rokok
4. Kemasan
pangan

GRIT

TEPUNG

1. Pakan
2. Pangan
3. Puff corn

1. Pakan
2. Pangan
3. Bahan baku
industri

A
G
U

BUAH
JAGUNG

Jagung
pipilan

PATI

1. Pakan
2. Pangan
3. Bahan baku
Industri
4. Gula rendah
Kalori
5. Sirup

G
LEMBAGA

KULIT ARI

Tongkol

Rambut

BATANG

1. Rambut
2. Pulp
3. Kertas
4. Bahan Bakar

Gambar 5. Pohon industri jagung

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pakan
Kompos
Bahan bakar
Pulp
Arang
Tepung (untuk
bahan industri)
Pentosa (bahan
baku furfural)

Minyak
Bahan baku
industri

19

Industri destilasi dan fermentasi, yaitu industri yang menghasilkan etil


alkohol, aseton, asam laktat, asam sitrat, gliserol, dan lainlain.
2. Bahan Pakan Ternak
Bagi sebagian besar peternak di Indonesia, jagung merupakan salah satu bahan
campuran pakan ternak. Bahkan dibeberapa pedesaan jagung digunakan
sebagai bahan pakan utama. Biasanya jagung dicampur bersama bahan pakan
lain seperti dedak, sorghum hijauan dan tepung ikan. Pakan berbahan jagung
umumnya diberikan pada ternak ayam, itik dan puyuh.
3. Bahan bahanbakar Nabati (BBN atau biofuels)
Jagung

sangat berpotensi menghasilkan biofuel sebagai sumber energi

pengganti minyak bumi.

2.2 Nikstamalisasi

2.2.1 Proses Nikstamalisasi

Nikstamalisasi merupakan proses pemasakan jagung dengan penambahan air


kapur sebanyak beberapa persen dari berat jagung yang dimasak. Cara ini telah
lama dikembangkan oleh suku bangsa Aztec di Mexico. Nikstamalisasi bertujuan
untuk memperbaiki sifat fungsional jagung serta memperbaiki sifat fisik dan
kimia tepung tortilla (Rong and Kang-Ning, 2009). Mekanisme kerja
nikstamalisasi meliputi penyerapan dan pendistribusian air yang lebih cepat dan
memodifikasi lapisan luar biji jagung sehingga pecahan perikarp menjadi rapuh
dan lengket (Rosentrater, 2005). Proses nikstamalisasi beragam meliputi
nikstamalisasi tradisional dan nikstamalisasi enzimatik.

20

a.

Nikstamalisasi tradisional

Langkah pertama dalam proses nikstamalisasi tradisional yakni biji jagung kering
dimasak dalam larutan alkali pada titik didih. Lamanya waktu pemasakan dan
perendaman bervariasi sesuai dengan tradisi Lampung dan jenis makanan yang
disiapkan, dengan waktu memasak mulai dari beberapa menit sampai satu jam,
dan perendaman dari beberapa menit sampai sekitar satu hari. Selama dalam tahap
pemasakan dan perendaman, terjadi perubahan kimia pada butir jagung. Butir
jagung mengandung komponen dinding sel yang terdiri dari hemiselulosa dan
lignin yang sangat larut dalam larutan alkali, kernel melunak dan pericarps
menjadi longgar (Carmen, 2003).

Setelah pemasakan dalam larutan alkali keseluruhan biji jagung direndam dan
dicuci sedikitnya 2 kali untuk menghilangkan sisa perikarp dan sisa kalsium.
Menurut Sahai et al. (2006), ada banyak variabel yang mempengaruhi hasil
nikstamalisasi meliputi kekerasan biji jagung, konsentrasi kapur alkali [Ca(OH)2]
yang digunakan tergantung pada karakteristik fisik jagung untuk menghasilkan
produk yang diterima konsumen, waktu dan suhu pemasakan, waktu dan suhu
perendaman dalam air panas, derajat pemasakan, dan kadar air bahan. Jagung
pipil yang memiliki endosperm keras diketahui memerlukan pemasakan yang
lebih lama. Lama pemasakan jagung pipil yang keras tersebut lebih mudah
dikendalikan daripada jagung lunak. Biji-biji jagung yang telah dimasak dan
direndam dalam larutan alkali disebut Nikstamal. Nikstamal

dapat digunakan

segar atau dikeringkan. Nikstamal segar dapat dibuat menjadi adonan dan

21

digunakan untuk membuat tortilla, tamales, dan arepas. Nikstamal yang


dikeringkan disebut masa atau tepung instan.

b. Nikstamalisasi enzimatik

Proses alternatif untuk digunakan dalam industri yang telah dikembangkan,


dikenal dengan proses nikstamalisasi enzimatik yang menggunakan enzim
protease untuk mempercepat perubahan yang terjadi di nikstamalisasi tradisional.
Tahap pertama yakni pemberian air panas pada biji jagung sehingga enzim dapat
menembus biji jagung, kemudian tahap selanjutnya yakni perendaman (30
menit) pada suhu 50-60C dalam larutan alkali yang mengandung enzim
protease. Dengan pra-perendaman jagung, meminimalkan penggunaan alkali
sehingga pH larutan basa dapat diatur, mengurangi suhu memasak, mempercepat
pengolahan, dan dapat menggunakan kembali cairan pengolahan yang berlebihan,
nikstamalisasi enzimatik dapat mengurangi penggunaan energi dan air, produksi
limbah lebih rendah, susut jagung yang hilang dalam pengolahan rendah, dan
memperpendek waktu produksi dibandingkan dengan nikstamalisasi tradisional
(Jackson, 2002).

2.2.2 Dampak terhadap kesehatan

Manfaat utama nikstamalisasi yakni mengkonversi penyerapan dalam tubuh.


Alkalinitas dapat meningkatkan keseimbangan antara asam amino esensial.
Manfaat sekunder dari penyerapan butir jagung dari alkali dapat meningkatkan
kalsium, besi, tembaga dan seng. Nikstamalisasi secara signifikan dapat

22

mengurangi (sebesar 90-94%) mikotoksin yang dihasilkan oleh verticillioides


Fusarium dan proliferatum Fusarium, jamur yang umum menginfeksi jagung dan
racun yang merupakan karsinogen putatif (Berzok, 2005).

2.2.3 Kalsium Hidroksida

Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan zat padat yang berwarna putih dan
amorf. Kalsium hidroksida (quick lime) dihasilkan dari batu gamping yang
dikalsinasikan, yaitu dipanaskan pada suhu 6000 C 9000 C. Apabila kalsium
hidroksida disiram dengan air secukupnya akan menghasilkan kapur padam
(hydrated/slaked quicklime) dengan mengeluarkan panas (Sukandarrumidi, 1999
dalam Widowati, 2006). Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium
oksida (CaO) dengan air.

Rumus molekul senyawa ini adalah CaO + H2O

Ca(OH)2.

Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran
larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksia (NaOH).
Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan
banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan
karbondioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Kalsium hidroksida
mengeluarkan banyak panas, bersifat basa agak keras, dan mudah menarik gas
asam arang dari udara, sehingga air mudah menjadi keruh. Larutan kapur tohor
juga merupakan pengikat asam asam nabati

(Widowati, 2006). Fungsi

penambahan air kapur dalam biji jagung antara lain mempercepat pemasakan,
meningkatkan

kemampuan

pengikatan

air serta

menghambat

terjadinya

23

retrogradasi. Semua hal tersebut pada akhirnya berpengaruh pada tekstur produk
olahan dari tepung jagung yang dihasilkan (Fernandez et al., 2008).

2.3 Tepung Jagung Nikstamal

Komoditas jagung tidak tahan lama jika disimpan dalam keadaan segar. Bentuk
yang bisa dipandang sebagai convenience ialah apabila bisa tahan lama dan
mudah dimanfaatkan, sehingga jagung harus diolah dulu dalam bentuk tepung
(masa). Tepung jagung nikstamal merupakan hasil olahan jagung berbentuk
bubuk, berwarna cerah, lembut, mudah larut dalam air dan termasuk produk
intemediet karena hanya memerlukan satu tahapan pengolahan lagi untuk menjadi
produk tortila. Kelebihan mengolah jagung menjadi tepung jagung nikstamal
dikarenakan lebih mudah untuk dikemas, proses pengolahan menjadi singkat,
tahan lama, mudah disimpan, diangkut dan didistribusikan ke tempat yang jauh
sekalipun, dan diharapkan bisa digunakan sebagai pengembangan bahan baku
pangan untuk meningkatkan nilai ekonomi (Suarni, 2009).

Pengolahan tepung jagung nikstamal dilakukan dengan memasak biji jagung


terlebih dahulu kemudian perendaman beberapa jam sebelum digiling
menggunakan mesin penggiling. Masa yang dihasilkan disebut juga tepung jagung
pramasak. Tepung jagung (nikstamal) jenis ini termasuk kategori tepung jagung
pasca gelatinisasi. Produk tepung jagung nikstamal tahan lama karena ada proses
pemisahan lembaga dari bagian biji yang lain. Proses pemasakan menggunakan
larutan kapur dapat mengurangi kandungan lemak pada tepung karena lemak
bereaksi dengan kapur yang bersifat basa dan menghasilkan sabun.

24

Menurut Rooney and Serna Saldivar (1987), proses pembuatan tepung jagung
nikstamal dengan cara nikstamalisasi melalui beberapa tahap yaitu pemasakan dan
perendaman, pencucian, penirisan, penggilingan, pengeringan, dan penghancuran.
Pemasakan dan perendaman memegang peranan penting karena dalam pemasakan
akan terjadi perubahan seperti pelunakan biji jagung dan pelepasan kulit luar
jagung. Dalam proses pemasakan dan perendaman juga akan terjadi proses
gelatinisasi pati jagung. Pemasakan dilakukan dengan menambahkan kapur dalam
jumlah tertentu. Proses pemasakan dapat berlangsung secara singkat namun dapat
memberikan tingkat kelunakan jagung yang dikehendaki dan juga hilangnya
perikarp jagung.

Setelah pemasakan proses selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan


dengan menggunakan air bersih yang mengalir kemudian ditiriskan dengan alat
peniris. Tahap selanjutnya adalah penggilingan yang dilakukan dengan
menggunakan mesin grinder. Proses penggilingan bertujuan untuk meningkatkan
luas permukaan jagung. Peningkatan luas permukaan ini akan memperbesar
bagian biji yang kontak dengan udara pengering. Akibatnya proses pengeringan
dapat berjalan dengan efektif. Pengeringan berlangsung selama 24 jam dengan
suhu

udara

pengering

550C.

Tahap

selanjutnya

adalah

penghancuran/

penggilingan tepung jagung nikstamal. Hasil dari pengecilan ukuran masih berupa
tepung yang ukurannya beragam, karena itu setelah digiling dilakukan
pengayakan dengan ayakan 60 mesh untuk memisahkan tepung jagung nikstamal
dari beras dan meniran jagung.

25

2.4 Tortilla

Tortilla merupakan salah satu pengolahan produk secara tradisional yang sangat
terkenal di Meksiko, Amerika Tengah dan bagian selatan Amerika. Teknologi
pengolahan tortilla cukup bervariasi dan tidak ada standar khusus untuk
menghasilkan tortilla yang memiliki kualitas yang baik. Beberapa macam proses
pengolahan tortilla disusun berdasarkan faktor geografis, varietas jagung, dan
sosial ekonomi. Hubungan diantara bermacam-macam produk jagung yang
dimasak dalam larutan alkali disajikan pada Gambar 6.

Adonan

Ekstruksi/
perataan
Penggorengan

Corn
chips

Perataan dan
pemotongan

Perataan dan
pemotongan

Perataan dan
pemotongan

Pemangganga

Pemangganga

Pemangganga

Penggorengan

Table
Tortilla

Penggorengan

Tortilla
chips

Taco
Shells

Gambar 6. Macam-macam produk jagung dengan pemasakan alkali


Sumber : Rooney and Saldivar (1987)
Adapun variasi proses tersebut diantaranya meliputi penambahan larutan kapur,
lama permasakan, dan lama perendaman. Pemilihan proses ini dipertimbangkan
berdasarkan kebiasaan mengolah, harga jagung, dan ketersediaan bahan baku
(Herrera, 1979). Untuk menghasilkan tortilla yang memenuhi persyaratan mutu

26

diperlukan bahan baku yang sesuai dan bermutu baik, proses yang benar serta
peralatan yang memadai.
1. Tortilla Chips
Tortilla chips adalah makanan ringan yang terbuat dari jagung nikstamal,
berbentuk pipih dengan tebal 2 mm kemudian digoreng. Bentuk tortilla chips
beraneka ragam seperti segitiga dan persegi panjang (Carranza, 2006). Cara
tradisional untuk memproses jagung menjadi tortilla chips meliputi tahapan proses
pemasakan jagung dengan larutan kapur (1 %), kemudian ditiriskan dan direndam
dalam air selama satu malam selanjutnya dicuci sebanyak 4 kali untuk
menghilangkan sisa alkali. Setelah pencucian, jagung (nikstamal) digiling hingga
memperoleh adonan yang cukup halus. Jagung yang telah halus dicetak menjadi
lembaran-lembaran tipis dengan ketebalan 0,02 cm lalu dipotong segitiga
ukuran 3 x 3 x 3 cm untuk memperoleh keseragaman bentuk serta nilai estetika.
Tahap selanjutnya adonan dikeringkan pada suhu 120oc selama 20 menit,
kemudian digoreng selama 10-30 detik dengan suhu minyak penggorengan antara
170-180oc.
2. Corn chips
Corn chips mudah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana yang terdapat
di rumahtangga. Jagung direbus dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan
larutan perebus selama semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan
digiling bersama bumbu sampai diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan
dicetak, kemudian digoreng dengan minyak goreng.

27

3. Table tortilla
Table tortilla dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana. Jagung direbus
dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan larutan perebus selama
semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan digiling dan diratakan
bersama bumbu sampai diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan dicetak,
kemudian dipanggang di dalam oven.
4. Taco shells
Taco shells terdiri dari tepung tortilla yang dibungkus atau dilipat. Isi dari Taco
adalah kacang refried, beras, daging, buncis, selada, salsa, daging, alpukat, keju,
dan krim asam, dengan ukuran yang bervariasi. Nama taco berasal dari
penampilannya yakni tortilla gandum yang digulung (Duggan, 2001).

28

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
Biomassa, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung serta di Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung pada bulan Juni sampai
September 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah jagung pipil kering jenis Lampung dan
Madura yang didapat dari pasar Koga Bandar Lampung. Bahan-bahan kimia yang
digunakan adalah aquades, Ca(OH)2, asam asetat, larutan iod, hcl, naoh, asam
sulfat, aseton, methanol, glukosa anhidrat, enzim -amilase Thermamyl dan
amiloglukosidase (AMG) dari BPPT Sulusuban Lampung Tengah, amilosa murni
Amprotab, phenol merck AB. Stockholm, etanol absolut, air suling, tissue, label,
minyak goreng bimoli dan bahan-bahan kimia lainnya untuk analisis.

Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitik 4 digit merck Ohaus, oven
merk Lingberg/Blue dan oven merk Philitsharrif, waterbath merk Polyscience, hot
plate merk VWR, buble D&N, HACH spektrofotometri DR 4000, mikroskop

29

(Cole

Parmer,Vernon

Hills,Illinois

6006),

mesin

penggiling

(grinder),

seperangkat alat destilasi, Furnace model EPTR-13K, sentrifuge merk Eppendorf,


Erlenmeyer Pyrex, kain saring, loyang alumunium, tabung reaksi, penangas air,
pisau, gelas ukur, beker glass, cawan alumunium, desikator, kertas saring,
termometer, desikator, termometer, tabung sentrifuge, labu dextrusi, labu takar,
spatula, plastik, penjepit, pipet ukur, pengaduk, botol semprot, sarung tangan,
masker dan alat-alat untuk analisa lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahap yang dilakukan secara terpisah. Pada tahap
pertama (penelitian tepung jagung nikstamal) bertujuan untuk mengetahui
pengaruh lama perendaman dan jenis jagung dalam proses nikstamalisasi terhadap
sifat fisikokimia dan fungsional tepung jagung nikstamal yang baik. Penelitian
dilaksanakan secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis jagung
yang terdiri dari 2 taraf yakni jagung Lampung dan jagung Madura sedangkan
faktor kedua adalah lama perendaman jagung terdiri dari 4 taraf yakni 0 jam
(kontrol), 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Kesamaan ragam data diuji dengan uji Barlett
dan penambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan selanjutnya data
dianalisis dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 1% dan 5%. Analisa
data untuk penampakan mikroskopik serta kelarutan dan swelling power disajikan
secara deskriptif.

30

Pada tahap kedua (penelitian tortilla chips dari tepung jagung nikstamal) bertujuan
untuk mengkaji aplikasi tepung jagung nikstamal untuk pembuatan tortilla chips.
Penelitian dilaksanakan dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan faktor tunggal dan empat ulangan. Perlakuan yaitu jenis bahan baku
tepung jagung nikstamal yang terdiri dari 6 taraf yaitu jagung Lampung lama
perendaman 8 jam, jagung Lampung lama perendaman 16 jam, jagung Lampung
lama perendaman 24 jam, jagung madura lama perendaman 8 jam, jagung madura
lama perendaman 16 jam, jagung madura lama perendaman 24 jam. Kesamaan
ragam data diuji dengan uji Barlett dan penambahan data diuji dengan uji Tuckey.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga
ragam galat dan selanjutnya data dianalisis dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf 1% dan 5%. Hasil terbaik dari uji organoleptik dianalisis uji proksimat
untuk mengetahui kandungan gizi tortilla chips yang dihasilkan.

3.4 Tepung Jagung Nikstamal

3.4.1 Pelaksanaan Penelitian Tepung Jagung Nikstamal

Pembuatan tepung jagung nikstamal menurut Metode Rooney and Serna Saldivar
(1987) dengan modifikasi. Pertama-tama, bahan baku yang berupa jagung pipil
disortasi dari kotoran-kotoran terlebih dahulu kemudian ditimbang sebanyak 1 Kg
dan dicuci dengan air bersih sampai kotoran-kotorannya hilang. Setelah ditiriskan,
jagung dimasak ke dalam panci berisi 4 L air yang mengandung 10 g kalsium
hidroksida (Ca(OH)2 (1% dari jagung pipil) selama 30 menit pada suhu 90oc.
Selanjutnya, jagung direndam selama 8, 16 dan 24 jam menggunakan larutan

31

alkali sisa pemasakan hingga keseluruhan biji terendam. Jika belum seluruhnya
terendam, maka dapat ditambahkan air. Kemudian jagung dibilas dengan air
bersih yang bertujuan untuk menghilangkan sisa alkali (Ca(OH)2). Pembilasan
dilakukan sampai hilangnya aroma kapur/alkali dan warna air bilasan menjadi
jernih. Tahap selanjutnya, jagung ditiriskan dan digiling sampai hancur dengan
mesin penggiling (grinder). Jagung yang telah dinikstamalisasi dan digiling
kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 55oc selama 24 jam.
Tepung jagung yang telah dioven kemudian dihancurkan menggunakan grinder
sehingga dihasilkan tepung jagung nikstamal instan. Untuk kontrol (tanpa
perendaman/perendaman 0 jam), jagung pipil yang telah disortasi dan dicuci
kemudian digiling sampai hancur dengan mesin penggiling (grinder) sehingga
dihasilkan tepung jagung tanpa perendaman/perendaman 0 jam. Proses pembuatan
tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 7 sedangkan proses pembuatan tepung
jagung nikstamal dapat dilihat pada Gambar 8.

Jagung pipil
(Lampung dan Madura)

Penghancuran

Tepung jagung

Gambar 7. Proses pembuatan tepung jagung tanpa perendaman


(perendaman 0 jam)
Sumber : SNI 01 - 3727 1995 (tepung jagung)

32

Jagung pipilan (1 Kg)


(Jagung Lampung dan Madura)

4 L Air

Pemasakan
(T= 90oC selama 30 menit)

10 gram
Ca(OH)2

Perendaman dalam larutan kapur sisa pemasakan


(8, 16 dan 24 jam)
Air rendaman

Air

Pencucian

Penirisan

Air, perikarp,
pecahan jagung,
dan kapur

Penggilingan

Pengeringan dalam oven


(T = 55oC), 24 jam

Penghancuran

Tepung jagung
nikstamal instant

Gambar 8. Proses pembuatan tepung jagung nikstamal


Sumber : Rooney dan Serna Saldivar (1987) yang telah dimodifikasi

33

3.4.2 Pengamatan Tepung Jagung Nikstamal


Pengamatan terhadap sifat fisikokimia tepung jagung nikstamal meliputi
penampakan mikroskopik, kadar air, kandungan amilosa, kadar pati, swelling
power dan kelarutan, serta daya serap air. Sebelum dilakukan pengamatan tepung
jagung nikstamal, terlebih dahulu dilakukan analisis uji proksimat dari kedua
bahan baku (jagung pipil) meliputi kadar air, kadar lemak, protein, total
karbohidrat non pati, abu, dan kandungan kalsium.

a.

Penampakan mikroskopis

Penampakan mikrokopis granula pati ditentukan menurut metode MC Master


(1964), yaitu pengamatan secara langsung terhadap sample (0,5% suspensi pati)
yang diteteskan pada kaca slide (Cole Parmer, Vernon Hills, Illinois 6006).

b. Kadar air
Pengukuran kadar air dalam penelitian ini menggunakan metode gravimetri
dengan menggunakan oven (penguapan). Cawan kosong dikeringkan dalam oven
selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian
ditimbang. Setelah itu, timbang sebanyak 3 g sampel (jagung pipilan, jagung
setelah perendaman, masa basah serta tepung nikstamal kering) masukkan dalam
cawan. Cawan beserta isinya diangkat dan ditempatkan didalam oven pada suhu
105oC selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan kedalam desikator selama 15
menit. Setelah dingin ditimbang kembali, dan dikeringkan kembali sampai
mendapat berat yang tetap.

34

c.
Kadar air =

Keterangan : a

(a - b )
100%
c
= Berat cawan + berat sampel

= Berat cawan + berat sampel setelah dikeringkan

= Berat sampel

c. Penentuan amilosa
Pengukuran kadar amilosa berdasarkan metode Yuan (2007). Dilakukan secara
iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang
menghasilkan warna biru. Pertama-tama dilakukan pembuatan kurva standar
amilosa dengan menggunakan amilosa murni sebanyak 40 mg yang dimasukkan
kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml
NaOH 1M. Campuran dipanaskan dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit
kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan
aquades dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan aquades.

Dari larutan diatas diambil dengan pipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5


ml lalu dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diasamkan dengan asam asetat 1
N sebanyak 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1,0 ml. Kedalam masing-masing labu takar
ditambahkan 2 ml larutan iod dan aquades sampai tanda tera. Larutan digoyanggoyang dengan menggunakan tangan hingga merata dan dibiarkan selama 20
menit, kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 620 nm, dibuat kurva hubungan antara kadar amilosa dengan
serapannya. Hasil kurva standar amilosa dapat dilihat pada Lampiran 2.

35

Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar amilosa contoh. Sampel tepung


nikstamal instant sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1M. Campuran dipanaskan
dalam air mendidih (95oC) selama 10 menit hingga terbentuk gel dan selanjutnya
seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air
dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan air. Sebanyak 5 ml
larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1 ml
asam asetat 1 N, 2 ml larutan iod 0,01 N (berangsur-angsur) serta aquades sampai
tanda tera dan dikocok. Panaskan dengan penangas air pada suhu 30oc selama 20
menit, lalu diukur serapannya dengan HACH spektrofotometri DR 4000 pada
panjang gelombang 620 nm. Serapan yang diperoleh diplotkan pada kurva standar
untuk memperoleh konsentrasi amilosa contoh. Kadar amilosa dihitung
berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.
Kadar Amilosa (%) =

Ax B x C
D

x 100%

Keterangan :
A = Konsentrasi amilosa sampel yang diperoleh dari kurva standar
B = Faktor konversi
C = Nilai konstanta sampel (100)
D = Nilai konstanta - kadar air

d. Kadar pati
Penetapan kadar pati dilakukan dengan cara menghidrolisa pati dengan enzim amylase Thermamyl dan amiloglukosidase (AMG) menurut Nurdjanah (2005),

36

kemudian penentuan sampel hasil hidrolisa pati menggunakan metode fenol asam
sulfat (Dubois et al., 1956). Enzim -amylase Thermamyl dan amiloglukosidase
(AMG) didapatkan dari BPPT Sulusuban Lampung Tengah. Sebanyak 5 gram
tepung nikstamal instan dimasukkan kedalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan 200
ml aquades dan dipanaskan (90oC) sampai tergelatinisasi, diamkan selama 15
menit. Suhu diturunkan sampai berkisar 80oC kemudian ditambahkan 0,5 ml
enzim -amylase Thermamyl dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 80oC.
Selanjutnya sampel diturunkan suhunya sampai 55oC dan tambahkan 0,5 ml
amiloglukosidase (AMG) kemudian diamkan selama 30 menit pada suhu 55oC.
Suspensi disaring menggunakan kertas saring, kemudian lakukan pengenceran
filtrat. Sebelum penentuan kadar pati sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar
dengan membuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat/ 100 ml air).
Dari larutan glukosa standar

tersebut

dilakukan 6 pengenceran sehingga

diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi: 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/ 100 ml.

Sebanyak 7 buah tabung reaksi bersih, masing-masing diisi dengan 1 ml larutan


glukosa standar tersebut diatas. Satu tabung diisi 1 ml sebagai blanko. Kemudian
kedalam tabung reaksi ditambahkan fenol 5% sebanyak 1 ml, kemudian
ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Panaskan dengan penangas air
pada suhu 30oc selama 20 menit. Kurva standar dibuat dengan cara
menghubungkan antara konsentrasi glukosa dengan OD (Optical Density).
Optical Density (OD) masing-masing larutan tersebut dibaca menggunakan
HACH spektrofotometri DR 4000pada panjang gelombang 490 nm. Hasil kurva
standar amilosa dapat dilihat pada Lampiran 3. Penentuan kadar pati sampel
dilakukan seperti cara penentuan kurva standar glukosa. Jumlah kadar pati

37

ditentukan berdasarkan OD larutan

contoh dan kurva standar dapat dihitung

berdasarkan rumus berikut :


kadar

pati

(%)

A x B x C x 0,9
D

100%

Keterangan :
A = Glukosa yang diperoleh dari kurva standar
B = Volume sampel (ml)
C = Konsentrasi pengenceran larutan sampel
D = Berat sampel (mg)

e. Kelarutan dan daya pembengkakan (swelling power)

Pengujian terhadap kelarutan, daya pembengkakan (swelling power) dilakukan


menurut metode yang dikembangkan oleh Torruco-Uco and Betancur-Ancona
(2007) dengan sedikit modifikasi yaitu suspensi pati ( 1% b/v) sebanyak 10 ml
dimasukkan ke dalam 15 ml tabung sentrifuse yang berat kosongnya telah
ditimbang. Kemudian tabung beserta isinya dipanaskan pada suhu 60,70,80, dan
90oC dalam waterbath masing-masing selama 30 menit. Kemudian suspensi
disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit, supernatan dipisahkan dan granula
yang membengkak ditimbang. Supernatan sebanyak 5 ml dituang ke dalam cawan
petri untuk dikeringkan dalam oven konvensional pada suhu 120 oC selama 4 jam
sampai berat konstan. Persentasi kelarutan dan swelling power dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

38

Kelarutan (%) : Berat kering cawan X 10 mL


Berat sampel X 5 mL
Swelling Power :

X100%

Berat granula yang membengkak X100%


Berat sampel X (100 %- kelarutan)

F. Daya serap air

Kapasitas penyerapan air pada sampel tepung nikstamal instant menggunakan


metode Beuchat (1977). Satu gram tepung dicampur dengan 10 ml air, kemudian
dimasukkan kedalam tabung sentrifuge dan diamkan pada suhu 30 oC selama 1
jam. Setelah itu sentrifuge sampel dengan kecepatan 2000 rpm selama 30 menit.
Volume air dalam endapan diukur, kapasitas penyerapan air dihitung sebagai ml
air yang diserap per gram tepung.

daya serap air (ml/g)

Keterangan :
A = Volume awal (ml)
B = Volume akhir (ml)
C = Berat sampel (gram)

A -B
C

39

3.5 Tortilla Chips

3.5.1 Pelaksanaan Penelitian Tortilla Chips

Pembuatan tortilla chips menurut Metode Rooney and Serna Saldivar (1987)
dengan

modifikasi.

Tepung

jagung

nikstamal

yang

dihasilkan

(tanpa

menggunakan kontrol/tepung jagung nikstamal perendaman 0 jam) kemudian


dibuat menjadi suatu adonan atau masa yang lembut dan kalis (penambahan
garam 1,25% dan air). Selanjutnya, adonan dipipihkan dengan alat pemipih
(sheeter) dengan ketebalan 1 mm. Kemudian dipotong bentuk segitiga sama sisi
dengan ukuran 3 x 3 x 3 cm.
Garam
1,25%

Tepung jagung nikstamal instant (Lampung dan Madura )


lama perendaman (8, 16 dan 24 jam)

Adonan

Pencetakan

Pengeringan dengan oven


(T = 120oC), 20 menit)

Penggorengan ( T = 180oC, 45 detik)

Tortilla chips

Gambar 9. Proses pembuatan tortilla chips


Sumber : Rooney dan Serna Saldivar (1987) yang telah dimodifikasi

Air
secukupnya
(sampai kalis)

40

Potongan adonan yang berupa lembaran kemudian dikeringkan dalam oven


selama 20 menit pada suhu 120oC. Tortilla chips yang telah kering kemudian
digoreng dengan deep frying pada suhu 180oC selama 45 detik. Ulangan
dilakukan sebanyak 4 kali dengan prosedur yang sama. Tortilla chips yang dibuat
dalam penelitian ini hanya ditambahkan garam sebanyak 1,25% dari berat tepung
jagung nikstamal, yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa. Proses pembuatan
tortilla chips dapat dilihat pada Gambar 9.

3.5.2 Pengamatan Tortilla Chips

Pengamatan tortilla chips meliputi uji organoleptik terdiri dari empat parameter
uji yakni warna, rasa, kerenyahan serta penerimaan keseluruhan. Sebelum
dilakukan uji organoleptik, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan
yakni penentuan tortilla chips terbaik dari jagung nikstamal segar sebagai kontrol
tortilla chips berbahan baku tepung jagung nikstamal yang dilakukan secara
deskriptif menurut metode penelitian Widianti (2009). Selanjutnya analisa
proksimat terhadap tortilla chips terbaik dari penelitian ini meliputi kadar air,
kadar lemak, protein, total karbohidrat non pati, abu, daya serap minyak, dan
kandungan kalsium.

a.

Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik berdasarkan metode skoring untuk rasa, kerenyahan, warna


sedangkan

penerimaan

keseluruhan

dengan

metode

hedonik

dengan

membandingkan dengan reference (R) (Soekarto,1985). Skala pengujian terhadap

41

penerimaan keseluruhan, warna, rasa serta kerenyahan disajikan pada Tabel 5.


Sampel yang disajikan kepada panelis adalah tortilla chips dari tepung jagung
nikstamal yang dibandingkan dengan tortilla chips dari nikstamal segar
(Reference).
Tabel 5. Skor dan kriteria mutu uji organoleptik
Parameter mutu

Kriteria

Skor

Penerimaan
Keseluruhan

Amat sangat disukai daripada R


Sangat disukai daripada R
Sama suka dengan R
Agak kurang disukai dari R
Kurang disukai dari R

5
4
3
2
1

Warna

Kuning sangat cerah daripada R


Kuning lebih cerah dari R
Tingkat kekuningan sama dengan warna
kuning dari R
Tingkat kekuningan lebih tua dari
warna kuning R
Kuning lebih kecoklatan dari warna R

5
4
3

Kerenyahan

Sangat lebih renyah dari R


Lebih renyah dari R
Sama renyah dengan R
Agak renyah dari R
Kurang renyah dari R

5
4
3
2
1

Rasa

Amat sangat khas jagung dibanding R


Lebih khas jagung dibanding R
Khas jagung sama dengan R
Agak kurang khas jagung daripada R
Kurang khas jagung daripada R

5
4
3
2
1

2
1

42

Format panelis dibuat sebagai berikut :


Nama

Tanggal :

Sampel

: Tortilla chips

Dihadapan Anda disajikan sampel R dan 6 sampel berkode. Anda diminta untuk
mengevaluasi sampel tersebut satu-persatu yaitu membandingkan antara sampel R
dengan 6 sampel berkode lainnya. Berikan penilaian anda dengan cara menuliskan
skor di bawah kode sampel pada tabel penilaian berikut. Kemudian tulislah
penilaian Anda pada masing-masing kode sampel seperti pada tabel di bawah ini.

Penilaian

212

510

380

250

323

199

Warna
Rasa
Kerenyahan
Penerimaan
keseluruhan

Skor :
Rasa :

Kerenyahan :

5. Amat sangat khas jagung dibanding R

5. Sangat lebih renyah dari R

4. Sangat khas jagung dibanding R

4. Lebih renyah dari R

3. Khas jagung sama dengan R

3. Sama renyah dengan R

3. Agak kurang khas jagung daripada R

3. Agak renyah dari R

2. Kurang khas jagung daripada R

2. Kurang renyah dari R

43

Warna :
5. Kuning sangat cerah daripada R
4. Tingkat kekuningan lebih cerah dari R
3. Tingkat kekuningan sama dengan warna kuning dari R
2. Tingkat kekuningan lebih tua dari warna kuning R
1. Kuning lebih kecoklatan dari warna R

Penerimaan Keseluruhan :
5. Amat sangat disukai daripada R
4. Sangat disukai daripada R
3. Sama disukai dengan R
2. Agak kurang disukai dari R
1. Kurang disukai dari R

b. Pengamatan Kadar Proksimat Tortilla Chips Terbaik


1.

Kadar air

Pengukuran kadar air dalam penelitian ini menggunakan metode gravimetri


dengan menggunakan oven /penguapan (AOAC, 1984). Cawan kosong
dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama
15 menit kemudian ditimbang. Timbang sebanyak 3 g tortilla chips kemudian
masukkan dalam cawan. Cawan beserta isinya diangkat dan ditempatkan didalam
oven pada suhu 105oc selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan kedalam
desikator selama 15 menit. Setelah dingin ditimbang kembali, dan dikeringkan
kembali sampai mendapat berat yang tetap.

44

(a - b )
100%
c

Kadar air =
Keterangan : a

2.

= Berat cawan + berat sampel

= Berat cawan + berat sampel setelah dikeringkan

= Berat sampel

Kadar abu

Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600o C, kemudian


didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel dan
dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala
pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di
dalam tanur listrik pada suhu 400-600o C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk
abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya
ditimbang.

(a - b )
100%
c

Kadar abu =
Keterangan : a

3.

= Berat cawan + berat sampel

= Berat cawan + berat sampel setelah difurnace

= Berat sampel

Kadar lemak

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi sokhlet
(AOAC, 1990). Pertama-tama labu lemak yang digunakan dikeringkan dalam

45

oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sampel


sebanyak 5 gram dalam bentuk kering dibungkus dengan kertas saring. Kemudian
kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet.
Petroleum eter dituangkan di atas lubang kondensor sampai jatuh ke labu destilasi
yang berisi batu didih yang telah diketahui beratnya.

Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut yang turun
kembali ke dalam lemaknya berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam lemak
didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu yang berisi lemak
ekstraksi dipanaskan dalam oven 100oc untuk menguapkan sisa pelarut sehingga
mencapai berat konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Berat residu
dalam labu destilasi ditimbang sehingga berat lemak diketahui. Kadar lemak
dapat dihitung dengan rumus:
Kadar lemak =

a-b x 100%
c

Keterangan : a = berat labu + batu didih + residu lemak


b = berat labu +batu didih
c = berat sampel

4.

Total karbohidrat non pati (polysacaride non digestible)

Pengujian total karbohidrat non pati dilakukan dengan metode enzimatis (Noda
.,et al (1994)). Sampel ditimbang sebanyak 10 gram masukkan kedalam
Erlenmeyer, lalu ditambahkan 200 ml aquades dan dipanaskan (90oC) sampai
tergelatinisasi. Turunkan suhu sampai berkisar 80oC kemudian tambahkan 0,5 ml
enzim -amylase dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 80oC. Suspensi di

46

sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Pisahkan residu dengan
supernatan yang dihasilkan. Residu yang dihasilkan ditambahkan 200 ml aquades
dan dipanaskan pada sampai suhu 55oC, selanjutnya tambahkan 0,5 ml
amiloglukosidase kemudian diamkan selama 30 menit pada suhu 55oC. Suspensi
di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Pisahkan residu
dengan supernatan yang dihasilkan. Residu yang dihasilkan berturut turut dicuci
dengan air destilasi, methanol, aseton. Kemudian residu dikering anginkan lalu
ditimbang.

5. Penetapan kadar kalsium

Penetapan mineral dilakukan dengan alat Flame photometer (Apriantono, 1989).


Prosedur penetapan dilakukan dengan tahapan berikut :
E.1. Larutan Abu Berasal Dari Pengabuan Basah :
Pindahkan larutan abu kedalam labu takar yang sesuai sehingga diperoleh
konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya. Tepatkan sampai tanda
tera dengan air, campur merata.
E.2. Abu Berasal Dari Pengabuan Kering :
Tambahkan 5-6 ml HCl 6 N kedalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian dengan
hati-hati panaskan di atas hot plate (pemanas) dengan pemanasan rendah sampai
kering. Tambahkan 15 ml HCl 3 N, panaskan cawan di atas pemanas sampai
mulai mendidih. Dinginkan dan saring melalui kertas saring, masukkan filtrat ke
dalam labu takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin
dalam cawan. Tambahkan 10 ml HCl 3 N ke dalam cawan, kemudian panaskan
sampai larutan mulai mendidih. Dinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam

47

labu takar. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu
masukkan kedalam labu takar. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke
dalam labu takar. Jika akan menentukan kadar kalsium, tambahkan 5 ml larutan
lantanum klorida untuk setiap 100 ml larutan. Dinginkan dan encerkan isi labu
sampai tanda tera dengan air. Siapkan blanko dengan menggunakan sejumlah
pereaksi yang sama.
E.3. Kalibrasi Alat dan Penetapan Sampel :
Flame photometer diset sesuai dengan instruksi dalam manual alat. Larutan
standar logam dan blanko diukur. Larutan sampel diukur. Selama penetapan
sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar tetap konstan. Dibuat kurva
standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/emisi vs konsentrasi logam
dalam g/ml).
Perhitungan :
Penentuan konsentrasi logam dalam sampel dari kurva standar yang diperoleh :
Berat sampel (g)

=W

Volume ekstrak

=V

Konsentrasi larutan sampel (g/ml) = a


Konsentrasi larutan blanko (g/ml) = b
Kadar logam (mg/100 g)

(a - b) x V
10 W

Kadar logam (mg/1000 g)

(a - b) x V
W

48

6.

Kadar protein

Kadar protein ditentukan dengan metode Gunning. Sampel yang telah dihaluskan
ditimbang sebanyak 0,5-1,0 gram dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, serta
ditambahkan10 gram K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 10 ml H2SO4 pekat.
Kemudian dilakukan destruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam, mulamula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri
sampai cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Dibuat juga blangko seperti
perlakuan diatas. Setelah labu kjeldahl beserta cairannya menjadi dingin
kemudian ditambahkan 100 ml akuades, serta larutan naoh 45% sampai cairan
bersifat basis.

Labu kjeldahl dipasang dengan segera pada alat destilasi. Selanjutnya labu
kjeldahl dipanaskan sampai amonia menguap semua, distilat ditampung dalam
Erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,1 N yang sudah diberi indikator campuran
phenolphtalin blue dan merah 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah
volume distilat yang keluar tak bersifat basis. Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat
dititrasi dengan larutan basa standar ( larutan NaOH 0,1 N).

% N = (ml NaOH blanko ml NaOH sampel) x N NaOH x 14,008


G sampel
Kadar protein (%) = % N x 6,25

49

7.

Daya serap minyak

Kapasitas penyerapan minyak pada sampel tortilla chips menggunakan metode


Beuchat (1977). Satu gram tortilla chips dicampur dengan 10 ml minyak,
kemudian masukkan kedalam dalam tabung sentrifuge dan diamkan pada suhu
30oC selama 1 jam. Setelah itu sentrifuge sampel dengan kecepatan 2000 rpm
selama 30 menit. Volume minyak dalam endapan diukur, kapasitas penyerapan
minyak dihitung sebagai ml minyak yang diserap per gram tortilla chips.
daya serap minyak

Keterangan :
A = Volume awal (ml)
B = Volume akhir (ml)
C = Berat sampel (gram)

(%)

A -B
C

Anda mungkin juga menyukai