Referat KDRT
Referat KDRT
Referat KDRT
DATE
SIGNATURE
REFERAT
Juni 2016
Oleh:
Fierda Eka Pratiwi
Supervisor:
dr. Eko Yunianto, Sp.F, MH, M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
DI BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN
NIM
Judul referat :
Makassar,
Mengetahui,
Supervisor:
KATA PENGANTAR
Juni 2016
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .............................................................................................
..
DAFTAR
ISI .................................................................................................... ........
..
ii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang ..................................................................................................
........
2.2.
Epidemiologi ............................................................................................
..............
2.3. Bentuk-Bentuk
KDRT ............................................................................................
2.4.
Etiologi ....................................................................................................
...............
11
2.5. Dampak
KDRT .......................................................................................................
13
2.6. Aspek Hukum
KDRT .............................................................................................
2.7. Ketentuan
15
Pidana ....................................................................................................
17
2.8. Pemulihan Korban
KDRT.......................................................................................
20
22
2.10. Pengertian
Delik ...................................................................................................
24
BAB III. PENUTUP
3.1.
Kesimpulan ..............................................................................................
...............
30
3.2.
Saran .......................................................................................................
................
31
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................................
.. 33
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari Jurnal
Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa dari tahun 2001 terjadi
258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi
sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun
2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
(Jurnal
Perempuan
edisi
45).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis
dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari
Internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan
angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi.
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
cenderung
meningkat
karena
Rumah
Tangga
sebanyak
16.709
kasus
atau
76%.
on
the
Majelis
diratifikasi
Umum
menjadi
Pengesahan
PBB
tanggal
18
Undang-Undang
No.7
Penghapusan
Segala
Konvesi
desember 1979
Tahun
1984
Bentuk
yang
tentang
Diskriminasi
haknya
sebagai
perempuan.
Negara
wajib
kesengsaraan
atau
penderitaan
secara
fisik,
seksual,
melakukan
perbuatan,
pemaksaan,
atau
perampasan
Indonesia
yang
masih
menganggap
permasalahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.1.1. Definisi Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga
"kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga
adalah
lingkungan
di
mana
beberapa
orang
yang
terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. 1
Definisi keluarga menurut Burgess dkk dalam Friedman (1998),
yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara
luas :2
1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan dengan ikatan
perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama -sama
dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara
terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut
sebagai rumah mereka.
3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu s ama
lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah
dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan
saudari.
4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu
kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik
tersendiri.
Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan
bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai
keluarga.
peran
maing-masing
yang
merupakan
bagian
dari
secara
fisik,
seksual,
psikologis
termasuk
ancaman
kehidupan pribadi.3
Kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan
menyakitkan secara fisik ataupun emosional, peyalahgunaan seksual,
pelalaian, ekploitasi komersial ataupun lainnya, yang mengakibatkan
cedera kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak,
yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan
atau kekuasaan.4
Macam kekerasan bisa berupa tindakan kekerasan fisik atau
kekerasan psikologi.
a. Definisi kekerasan fisik (WHO): tindakan fisik yang dilakukan
terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka
fisik, seksual dan psikogi. Tindakan itu antara lain berupa
memukul,
menendang,
menampar,
menikam,
menembak,
Definisi
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
terutama
kesengsaraan
atau
perempuan,
penderitaan
yang
berakibat
secara
fisik,
timbulnya
seksual,
melakukan
perbuatan,
pemaksaan,
atau
perampasan
suami,
istri,
dan
anak
2.2. EPIDEMIOLOGI
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Data yang dipeoleh dari Jurnal
Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa dari tahun 2001 terjadi
258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002 terjadi
sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun
2004 terjadi 328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
(Jurnal
Perempuan
edisi
45).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang tak pernah habis
dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari
Internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan
angka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi. 7
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun
Kekerasan
Dalam
Rumah
Tangga
cenderung
meningkat
karena
Rumah
berwujud :
a.
b.
c.
d.
tangga,
kekerasan
dalam
rumah
tangga
dapat
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Penelantaran rumah tangga
psikis
adalah
perbuatan
yang
mengakibatkan
nafkah,
hinaan,
menakut-nakuti,
di
melarang
melakukan
luar
rumah.
hubungan
seks
dengan
laki-laki
lain.
rumah
menelantarkan orang
tangga
adalah
seseorang
yang
padahal
ia
wajib
memberikan
kehidupan,
perawatan,
atau
bagi
setiap
orang
yang
mengakibatkan
ketergantungan
merasa
dilakukan
menderita.
kepadnya
ia
Bahkan,
tetap
sekalipun
enggan
tindakan
untuk
keras
melaporkan
4. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama
kekerasan dalam rumah tangga adalah ketimpangan hubungan
kekuasaan antara suami dan istri. Maka di sisi lain, perimbangan
antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan,
penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih
kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana
mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya
dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain
istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya
karena merasa frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang
semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi
pada pasangan yang :
a. Belum siap kawin
b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap
yang mencukupi kebutuhan rumah tangga
perbuatan
negatif
lain
yang
berujung
pada
tentang
dalam
proses
rumah
hukum
tangga
tidak
dalam
terlepas
kasus
dari
fisik
langsung
atau
tidak
langsung
dapat
telah
disebutkan
di
atas,
bahwa
kekerasan
tersebut juga dapat berdampak pada anak-anak. Adapun dampakdampak itu dapat berupa efek yang secara langsung dirasakan oleh
anak, sehubungan dengan kekerasan yang ia lihat terjadi pada ibunya,
maupun secara tidak langsung. Bahkan, sebagian dari anak yang hidup
di tengah keluarga seperti ini juga diperlakukan secara keras dan kasar
kekerasan
adalah
pengalaman
yang
amat
anak-anak
membuat
anak
tersebut
memiliki
sebuah
kehidupan
berkeluarga.
Pemahaman
seperti
ini
14
berbagai
samping
dampak
secara
langsung
terhadap
fisik
dan
anak-anaknya,
dulunya
dibesarkan
dalam
rumah
tangga
yang
menanamkan
pendampingan
serta
kesadaran
akan
perlindungan
hak
kepada
dan
korban
memberikan
kasus
KDRT
tentang
Perlindungan
Saksi
dan
Korban,
dan
peraturan
No.23
Tahun
2004
tentang
Penghapusan
a.
b.
c.
d.
dan
sejahtera.6
B. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut sebagai
Perpres
Komnas
Perempuan
ialah
merupakan
penyempurnaan
Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan. Perpres Komnas Perempuan Pasal 24
telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keppres No. 181 Tahun
1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.6
Komnas Perempuan ini dibentuk berdasarkan prinsip negara
hukum yang menyadari bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap
perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak-hak
asasi manusia sehingga dibutuhkan satu usaha untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. 16
2.7.
KETENTUAN
PIDANA
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undangundang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
KDRT sebagai berikut :6
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44
juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan
penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak
Rp30.000.000,- (Tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipadana penjara paling lama
15 (Lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,(Empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan
penyakit
atau
halangan
untuk
menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehariharian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-(Lima juta
rupiah).
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 45
1. Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan
penyakit
atau
halangan
untuk
menjalankan
Nomor
orang
23
yang
sebagaimana
Tahun
melakukan
2004
perbuatan
dimaksud
Pasal
kekerasan
46
seksual
dalam
UU
Nomor
23
Tahun
2004
Pasal
47
Nomor
23
Tahun
2004
Pasal
48
kandungan,
atau
mengakibatkan
tidak
berfungsinya
alat
UU
Rp500.000.000,00-
Nomor
23
(lima
Tahun
ratus
2004
juta
Pasal
rupiah).
49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 15.000.000,00-(lima belas juta rupiah), setiap orang
yang:
a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat
(2).
UU
Nomor
23
Tahun
2004
Pasal
50
a. pembatasan
gerak
pelaku
baik
yang
bertujuan
untuk
Nomor
23
Tahun
2004
Pasal
39
lebih
berdaya
baik
secara
fisik
maupun
psikis. 17
KDRT.
PP
PKPKKDRT
Pasal
ayat
menyebutkan
dengan
tugas
dan
fungsi
masing-masing,
termasuk
penyelenggaraan
daerah
sesuai
dengan
pemulihan,
pemerintah
tugas
fungsi
dan
dan
pemerintah
masing-masing
dapat
dalam
PKPKDRT
melakukan
Pasal
upaya
pemulihan
menyebutkan
korban
Penyelenggaraan
KDRT.
kegiatan
Pelayanan kesehatan
Pendampingan korban
Konseling
Bimbingan rohani
5) Resosialisasi
2.9. PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
Menurut
Undang-Undang
No.23
Tahun
2004
tentang
a. Perlindungan
dari
pihak
keluarga,
kepolisian,
kejaksaan,
maupun
berdasarkan
penetapan
perintah
peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani
Menurut
Undang-Undang
No.23
Tahun
2004
tentang
a.
b.
c.
d.
penetapan
perlindungan.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban yang selanjutnya disebut dengan UU PSK berlaku sejak
tanggal 11 Agustus 2006 setelah diundangkan di Lembaran Negara RI
No. 64 Tahun 2006. Pokok materi UU PSK ini meliputi perlindungan dan
hak saksi dan korban, lembaga perlindungan saksi dan korban, syarat
dan tata cara pemberian perlindungan dan bantuan, serta ketentuan
pidana. UU PSK ini dikeluarkan karena pentingnya saksi dan korban
dalam proses pemeriksaan di pengadilan sehingga membutuhkan
perlindungan yang efektif, profesional, dan proporsional terhadap saksi
dan korban.18
Perlindungan saksi dan korban dilakukan berdasarkan asas
penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan,
tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. Perlindungan saksi dan
korban berlaku pada semua tahap proses peradilan pidana dalam
lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberikan rasa aman
pada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap
proses peradilan pidana. Perlindungan saksi dan korban juga dilakukan
karena adanya hak-hak seorang saksi dan korban yang harus dilindungi
seperti:19
kebutuhan
l. Mendapat nasihat hukum
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas
waktu perlindungan berakhir, dan/atau
pidana,
perlu
diingat
bahwa
larangan
ditujukan
pada
menurut
Prof.
Simons,
delik
adalah
suatu
tindakan
terjadi yang tidak bisa dihentikan prosesnya dengan alasan yang bisa
dimaklumi dalam delik aduan. Misalnya penipuan. Meskipun korban
sudah memaafkan atau pelaku mengganti kerugian, proses hukum
terus berlanjut sampai vonis karena ini merupakan delik murni yang
tidak bisa dicabut.
Delik
20
aduan
adalah
delik
yang
proses
penuntutannya
Misalnya
pemerkosaan,
pencurian
dalam
keluarga
dan
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu
bentuk kekerasan terhadap perempuan karena korban KDRT pada
umumnya ialah perempuan. Kekerasan terhadap perempuan berarti
kekerasan yang melanggar hak asasi perempuan yang berarti juga
kekerasan yang melanggar hak asasi manusia.
Dengan dikeluarkannya UU PKDRT No. 23 Tahun 2004, masalah
KDRT tidak lagi menjadi masalah privat tetapi sudah menjadi masalah
publik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya angka KDRT yang
dilaporkan.
Peningkatan
angka
KDRT
yang
dilaporkan
tersebut
lain
tidak
boleh
mengetahuinya.
Peningkatan
data
yang
pidana.
Bahkan
tujuan
penghapusan
KDRT
mengandung
menjadi
adalah
alasan-alasan
eksternal
yang
untuk
mengatasinya.
Upaya-upaya
mengatasi
kendala
muda
dan
menantang
untuk
berkorban
demi
kepentingan korban.
Untuk mengatasi kendala dari luar lembaga ialah memberi
ketegasan kepada korban untuk melakukan dan memilih pilihan yang
baik menurutnya dan melakukan pilihan tersebut, memberdayakan
korban dengan menumbuhkan rasa percaya diri kepada korban dan
keberanian
untuk
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapinya,
dianggapnya
mampu
untuk
menjaga
dan
membantu
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang
Perlindungan Anak
2. journal.umsurabaya.ac.id/index.php/Health/article/download/.../11, akses 2
Juni 2016
3. POLRI, Buku Pegangan Pusat Pelayanan Terpadu POLRI, Jakarta,
2005
4. Deklarasi
PP
tentang
Penghapusan
Kekerasan
terhadap
perempuan
5. http://www.who.int/violenceprevention/approach/definition/en/ind
ex.html, akses 4 Juni 2016
6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
7. www.jurnalperempuan.com , akses 3 Juni 2016
8. www.komnasperempuan.com , akses 6 Juni 2016
9. Pangemaran Diana Ribka, Tindakan Kekerasan
Terhadap
Masalah
dan
Draft
Rancangan
Undang-Undang
Kalyanamitra,
Pusat
Komunikasi
dan
Informasi
Perempuan, 1999
15.Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
Belajar Dari Kehidupan Rasulullah SAW., Jakarta: Lembaga Kajian
Agama Dan Jender dengan Perserikatan Solidaritas Perempuan,
1999
16.Konsiderans Perpres No. 65 Tahun 2005 tentang Komnas
Perempuan
17.Peraturan Pemerintah
RI
No.
Tahun
2006
tentang