Myasthenia Gravis
Myasthenia Gravis
Myasthenia Gravis
I. PENDAHULUAN
dan gravis untuk berat atau serius. Myasthenia Gravis termasuk salah satu
Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling
umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata,
mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Otot bahu, pinggul, leher,
Terapi MG pun masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini, terapi tidak
tentang penyakit ini belum baik sehingga masih perlu dikaji dan
A. Definisi
oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang
kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya
(Baehr, 2012).
B. Epidemiologi
Myasthenia Gravis (MG) prevalensinya saat ini adalah 20/100.000
penduduk yang umumnya merupakan wanita dewasa muda dan pria tua.
Penyakit ini bukan suatu penyakit keturunan ataupun jenis penyakit yang
diantaranya adalah pria. Jadi, MG adalah penyakit wanita muda dan pria
pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur,
rata-rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria lebih sering
mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang sama
(Harkitasari, 2015).
kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-
terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan
serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular
terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate) (Murray et al.,
2008).
Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125
reaksi:
ini.
mungkin sesuai dengan isi satu vesikel sinaps) akan dilepaskan secara
transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+
sinaps.
tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Jika dua molekul
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam
yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta, dan
mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot
E. Patofisiologi
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting
al., 2008).
Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi
konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada
terkait sel B, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru
hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien
melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga
al., 2008).
F. Manifestasi Klinis
Myasthenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan
yang berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat
pada siang hari dan kelemahan ini akan berkurang apabila penderita
(Marjono, 2004):
1. Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis
Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus
Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi
juga sering terjadi, diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi
sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula
timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring
penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya
(Marjono, 2004).
2004):
1. Kelas I
Kelas I ditandai dengan adanya kelemahan otot-otot okular,
normal.
2. Kelas II
Pada kelas II terdapat kelemahan otot okular yang semakin
parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot
okular.
3. Kelas IIa
Pada kelas ini MG mempengaruhi otot-otot aksial, anggota
8. Kelas IV
Pada kelas ini otot-otot lain selain otot-otot okular
ventilasi mekanik.
12
strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari
atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada
meninggal dunia.
gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat
2008).
Biasanya kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara
ekstraokular, dan tidak hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh
satu nervus cranialis. Hal ini merupakan tanda yang sangat penting
menunjukkan ptosis.
pemeriksaan EMG.
kekuatan.
dalam urat darah halus) dan respon otot akan dievaluasi. Test
atau keluhan yang turun naik. Efek samping dari test ini adalah
seperti irama jantung yang lebih cepat (atrial fibrilasi) dan irama
elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat otot pada MG dan juga pada
penyakit ini.
thymoma.
18
2.
Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti (Marjono, 2004)
a. Anti-asetilkolin reseptor antibody
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari
myasthenia gravis.
e. Chest x-ray (foto roentgen thorak)
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral.
gravis, terutama pada penderita dengan usia tua. MRI pada otak
unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi
dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam).
yang normal.
I. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis
nervus III pada beberapa penyakit elain myasthenia gravis, antara lain:
menimbulkan depolarisasi.
1. Antikolinesterase
tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam.
akan sangat bermanfaat pada myasthenia gravis golongan IIA dan IIB.
tersebut.
2. Steroid
harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu)
kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang
dihindari.
3. Azatioprin
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
4. Timektomi
tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan
5. Plasmaferesis
dosis 50 ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas
berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi
kasus kronik.
K. Komplikasi
tekanan positif.
2. Krisis Miastenia
Krisis ini terjadi akibat terapi yang tidak adekuat dan adanya
setiap jam sampai keringat berhenti dan pupil midriasis lebih dari
tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okuler kedua belah sisi
kesulitan menelan/mengunyah.
baru dijumpai pada tahap yang sudah lanjut sekali. Yang pertama
L. Prognosis
harapan hidup yang normal. Mortalitas yang terjadi sekitar 3-4%. Factor
III. KESIMPULAN
kelemahan otot.
4. Myasthenia gravis mumnya menyerang wanita
kelas
7. Myasthenia gravis didiagnosis dengan anamnesis,
DAFTAR PUSTAKA
CDK-226. 42(3).
Howard, J.F. 2008. Myasthenia Gravis A Manual for the Health Care
Marjono, M. 2004. Neurologi Klinis Dasar 9th ed. Jakarta: Dian Rakyat
Murray, R.K, Granner, D.K, & Mayes, P.A. 2008. Biokimia Harper: Dasar
http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview#a7 (diakses