Makalah Pajak Penghasilan Umum Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

PERPAJAKAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM

KELOMPOK 1 :

NAMA NIM
Misherly Cinintya 2013-007
Irma Amalia 2014-012
Luky Triani S. 2014-027
Moh. Rizal Safiie 2014-060
Fariza Azura 2014-063
Pramesti Ambarwati 2014-070
Ahmad Imam F. 2014-084
Tommy Andy M. 2014-106
Evi Wahyuni 2014-110
Eva Rosdiana K 2014-107
Fitrah Refi F 2014-075
Aan Alfirman 2014-337

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak
atas penghsilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang
atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap
perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk
membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash
disbursment) tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut.
Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya untuk membayar
pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut memungkinkanPada
hakekatnya perpajakan di Indonesia di tetapkan berdasarkan undang-undang,
hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan tonggak demokrasi
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam hubungan ini merupakan suatu
realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai perjalanan sejarah
perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa dalam penyusunan
kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan perpajakan sebagian
besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah, terutama
ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade
terakhir ini perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang
bersumber dari sistem perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan di
berbagai negara menyebutkan bahwa : salah satu sumber penerimaan negara
ialah dari sektor pajak. Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : segala
pajak dipungut berdasarkan undang-undang demi kepentingan negara dan
ditunjukan kesejahteraan rakyat.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam
mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran
dari masyarakat akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul
digunakan untuk kepentingan dan membiayai pengeluaran rutin serta
pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara
yang berlaku di berbagai negara. Tiap negara membuat aturan dan dalam
mengenakkan dan memungut pajak di negaranya. Bagi Indonesia, penerimaan
pajak sangat besar perannya dalam mengamankan anggaran negara dalam
APBN setiap tahun. Kondisi itu tercapai ketika harga minyak bumi berfluktuasi di
pasar internasional dalam kurun waktu yang relatif panjang pada awal dekade
1980-an. Fluktuasi harga tersebut telah membuat struktur penerimaan negara
yang saat itu sangat mengandalkan penerimaan dari minyak bumi dan gas
(migas) tidak bisa diandalkan lagi untuk kesinambungannya. Dari aspek
budgeting, bila penerimaan andalan dari migas tetap di pertahankan, maka akan
merusak tatanan atau struktur penerimaan negara di APBN. Akibatnya,
pembangunan nasional yang telah dilaksanakan dan diprogramkan diberbagai
bidang, dan membutuhkan biaya saat itu, bisa saja tidak dapat dilaksanakan
sesuai dengan rencana (program pembangunan).
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya.
Salah satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang
dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya
baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib
pajak khususnya wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai
suatu proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan.
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah satu
adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan
kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam
negeri maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak
khususnya wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu
proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan. Dalam
rangka menyukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan pajak
sangat penting dan mempunyai kedudukan yang strategis. Tidak mungkin
pemerintah dapat mengerakkan roda pemerintahan dan pembangunan nasional
tanpa adanya dukungan dana, terutama yang bersumber dari penerimaan pajak.
Oleh sebab itu setiap tahun penerimaan pajak senantiasa diupayakan untuk
terus meningkat. Ada tiga unsur yang menentukan penerimaan pajak, yakni
undang-undang perpajakan yang tepat, kepatuhan serta kesadaran dari Wajib
Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap orang
pribadi atau perseorangan dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Ditinjau dari segi
sejarahnya, pajak sudah ada sejak jaman dahulu kala yang saat itu
pemberiannya sukarela dari rakyat kepada rajanya. Pada mulanya pajak
merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya
merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan
oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat
memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi,
ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain.
Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi
yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk
kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena
kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 6 Tahun 1983
sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan Undang-Undang No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
B. Sejarah Pajak Penghasilan
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan
adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang
dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai
tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun
1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi
dengan orang Asia dan Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat
banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan
Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa
seperti "patent duty". Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang
pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya Poll Tax
yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan
untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa
memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya
penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,
penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan
pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas
dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi,
dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya
General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan yang diperbaharui pada
tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad
1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia
maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan
asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang
didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (on dememing), pada
tahun 1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op
de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan,
yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan
Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak
Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan
MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana
fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925.,
khususnya tentang ketentuan cuti pajak (tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983,
yakni pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni
dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan
perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan
untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya
Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting
1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal
Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk
Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas
penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah
mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka
kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan
muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah
(loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak
Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%.
Pada zaman Perang Dunia II diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang)
menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama
Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan
tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri
disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama
dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968
tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak
Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih
terkenal dengan "UU MPO dan MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No.
9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.
C. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek pajak adalah
:
1. a. Subyek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b. Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan menggantikan yang
berhak warisan merupakan subjek pengganti, menggantikan mereka yang
berhak yaitu ahli waris.
2. badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi suatu
negara, dalam hal ini negara Indonesia. Subjek pajak dapat pula dibedakan
yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya
dapat dijelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah wajib pajak
membuat SPT sementara subjek pajak luar negeri tidak wajib membuat SPT.

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :


1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek pajak badan, yaitu :


Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan,
Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau
pemerintah daerah, dan
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.

c. Subjek pajak warisan, yaitu :


Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.

2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :


a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
dan
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh panghasilan dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak
saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri
baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia
atau yang melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara
lain adalah :

Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri


Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak hanya atas
baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan
indonesia.
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan adalah
penghasilan netto.
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal
tarif umum (tariff UU PPh pasal 17) 26)
Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT.

Kewajiban Pajak Subjektif


Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya sebagai
subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut ini diberikan
table mulai dan berakhirnya pajak subjektif.
Kewajiban pajak subjektif

MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
Saat dilahirkan Saat meninggal
Saat berada di indonesia atau Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri badan:
badan: Saat dibubarkan atau tidak bertempat
Saat didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia
kedudukan di indonesia

MULAI BERAKHIR

Subjek pajak luar negeri melalui Subjek pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
Saat menjalankan usaha atau Saat tidak lagi menjalankan usaha
melakukan kegiatan melalui BUT di atau melakukan kegiatan melalui
indonesia BUT di indonesia.

Subjek pajal luar negeri tidak Subjek pajal luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yang belum Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasiinternasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri
keuangan no 661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana
telah diubah terkhir dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam
keputusan Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember
1994 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan
nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
a. Bukan warga Negara Indonesai.
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk
konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga,
dividen, royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan
sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke
dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
zamil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbanan keagamaan yang sifatnya wajib pajak bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib
pajak atau pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen
paling rendah 25% Dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan Saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
usaha dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PENGHASILAN
KENA PAJAK
Dasar pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT ) yang menjadi
dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib
pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Yang perlu diingat besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak pada
badan dihitung sebesar penghasilan netto
Penghasilan kena pajak (WP badan ) = penghasilan netto

Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung dari pengfhasilan netto
PTKP
Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = penghasilan netto- PTKP

Cara menghitung penghasilan kena pajak


Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam
negeri dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
2. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan pembukuan,
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir pembukuan
Untuk WP badan besar penghasilan kena pajak = penghasilan netto yaitu
penghasilan bruto dikurangi PPH .
Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto biaya yang diperkenankan UU PPh-PTKP
Untuk WP Orang Pribadi besar penghasilan kena pajak sama dengan
penghasilan netto dikurangi dengan PTKP
Penghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)
= Penghasilan Netto-PTKP
= Penghasilan Bruto biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan , menagih , dan memelihara penghasilan termasuk:
1. Biaya secara langsung dan tidak langsung
2. Penyusutan atas pengeluaran
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah didahkan oleh menteri keuangan
4. Kerugian karna penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian pengembangan perusahaan yang dilakukan di indonesia
7. Biaya beasiswa,magang, pelatihan
8. Piutang yang nyata
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang sudah
diatur dengan peraturan pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan insprastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
14. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya( min 5 th)
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba
2. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cabang kecuali
4. Cadangan piutang
5. Cadangan untuk usaha asuransi
6. Cadangan penjaminan
7. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
8. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
9. Cadangan biaya penutypan dan pemeliharaan tempat
10. Premi asuransi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
11. Penggantian atau imbalan
12. Jumlah yang melebihi kewajaran sebagai imbalan yang dibayarkan kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
13. Harta yang dihibahkan
14. Pajak penghasilan
15. Biaya yang dibebankan
16. Gaji
17. Sanksi administrasi
18. Biaya pengeluaran yang dikenakan PPH yang bersifat final dan bukan objek
PPH
19. Biaya-biaya pengeluaran yang digunakan penghitungan penghasilan netto
Menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan Netto
Untuk menghitung penghasilan kena pajak maka wajib pajak
menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
Dimana penghasilan netto adalah besar penghasilan netto sama dengan
besarnya (persentase) NPPN
Untuk Menghitung menentukan penghasilan netto perlu disempurnakan
secara terus menerus dan di terbikan oleh direktur jendral pajak yang di tentukan
mentri keuangan
Wajib pajak yang boleh menggunakan NPPN adalah WP orang pribadi yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Predaran bruto kurang dari Rp.4.800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun
buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Contoh penghitungan pajak yang terutang (NPPN)
Diket :
anto menikah ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang anak, anto seorang
dokter bertempat tinggal dijakarta ia memiliki industri rotan. Misalnya besar
presentase norma untuk industri rotan dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000 ,
penerimaan seorang dokter dijakarta setahun Rp. 100.000.000, hitunglah
penghasilan netto?
Jawaban:
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000 Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp. 100.000.000 RP. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto RP. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Rp. 21.120.000
Penghasilan kena pajak Rp. 73.880.000

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah ;
1. Rp.36.000.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi
2. Rp.3.000.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp.36.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di
gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat
a. Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam
UU PPh pasal 21, dan
b. Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya
4. Rp 3.000.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat menjadi
tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang )

Contoh penghitungan PTKP :


1. Joko sudah menikah dengan mempuyai seorang anak. PTKP Joko adalah :
PTKP setahun :
Untuk wajib pajak sendiri Rp 36.000.000,00
Tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00
Tambahan 1 anak Rp 3.000.000,00
Jumlah Rp 42.000.000,00
2. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Maret 2015
dengan kontrak kerja selama 2 tahun. John sudah menikah dan mempunyai
3 anak. PTKP John adalah :
PTKP Setahun :
Untuk WP sendiri Rp 36.000.000,00
Tambahan WP kawin Rp 3.000.000,00
Tambahan 3 anak Rp 9.000.000,00
Jumlah Rp 48.000.000,00

TARIF PAJAK
Wajib pajak orang pribadi dalam negri
1. Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajip pajak
orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.0000.000,00 5%
Di atas Rp 50.0000.000,00 sampai dengan Rp
15%
250.0000.000,00
Diatas 250.0000.000,00 sampai dengan Rp.
25 %
500.0000.000,00
Diatas Rp. 500.0000.000,00 30%

2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap
a. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak
untuk wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap Adalah
sebesar 28 % .
b. Sedangkan tarif pajak yang di terapkan untuk penghasilan kena pajak
untuk wajib pajak badan dalam negri mulai berlaku sejak tahun pajak 2010
diturunkan menjadi 25 %
c. Wajib pajak badan dalam negri berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
di bursa efek di indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
memperoleh tarif sebesar 5 %
d. Wajib pajak badan dalam negri dengan peredarfan bruto sampai dengan
Rp.50.0000.000,00 mendapat fasilitas pengurangan tarif 50 % yang
dikenakan atas penghasilan kenapajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp.4.800.000.000,00.
Cara menghitung pajak
Pajak penghasilan (Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap)
setahun dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tariff
pajak sebagaimana diatur UU PPh pasal 17:
Rumus menghitung wajib pajak badan
Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17

Rumus menghitung wp orang pribadi


Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto PTKP ) x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU pph) -PTKP x tarif pasal 17
Catatan:
untuk keperluan menghitung PPh yangn terutang pada akhir tahun, penghasilan
kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.
Contoh:
1. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai PKP sebesar Rp.241.850.600,00
besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh
gunawan adalah:

Penghasilan kena pajak Rp.241.850.600,00


(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar : Rp.2.500.000,00
5% x Rp. 50.000.000,00 Rp.28.777.500,00
15% x Rp. 191.850.000,00 Rp. 31.277.500,00

2. Peredaran Bruto PT. Makmur dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp.
4.500.0000.000 dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp.
500.000.000. penghitungan pajak yang terhutang :
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan badan
yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT. Makmur tidak melebihi
Rp 4.800.000.000

Pajak penghasilan yang terutang:


(50% x 25%) x Rp 500.000.000 = Rp. 62.500.000
3. Peredaran bruto PT. Jaya dalam tahun 2015 sebesar Rp. 30.000.000.000
dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp. 3.000.000.000.
penghitungan hasil pajak penghasilan yang terutang:

Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang


memperoleh fasilitas :
(Rp. 4.800.000.000 : Rp. 30.000.000.000) x Rp. 3.000.000.000=
Rp. 480.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000 Rp. 480.000.000 = Rp. 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp. 480.000.000 =Rp. 60.000.000
- 25% x Rp 2.520.000.000 =Rp. 630.000.000(+)
Jumlah pajak penghasilan yang terutang =Rp. 690.000.000
PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN YANG
BERSIFAT FINAL
Pemotongan atau pemungutan PPh tetap dilaporkan dalam surat
pemberitahuan ( SPT ), hanya saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan
penghasilan lainnya.

CARA MELUNASI PAJAK


Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak
yang meliputi:
a. Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap masa pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak ketiga
berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang
terutang selama tahun pajak, yaitu:
Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau
kegiatan (PPh pasal 21)
Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor
atau lainnya(PPh pasal 22)
Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan
dharta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan penghargaan ( PPh pasal
23)
Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri ( PPh
pasal 24)
Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP luar
negeri ( PPh pasal 26)
Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-
tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya(PPh pasal 4
ayat (2) untuk PPh 4 ayat (2)ntidak dapat dikredit.

2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.


pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a. Menbayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri
jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi
dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan
pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh direktur jenderal
pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan
terutang tidak benar.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang
pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu
Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan
lain sebagainya.

3.2 Saran
Kami selalu berharap bagisemua pihak yang berwenang dalam
pemungutan pajak agar pajak yang didapat dari pemungutan wajib pajak
tersebut harus bisa dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya sehingga
dapat sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Diana, dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia, Andi,


Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK No. 17,
Cetakan Keempat, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Lumbantoruan, Shopar, 2005, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana. Jakarta
Muljono, Djoko 2009, TAX PLANNING-Menyiasati Pajak dengan
Bijak.Yogyakarta : ANDI.
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Andi, Yogyakarta.
Munawir S. 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta.
Pohan, CA 2011, Optimazing Corporate Tax Management, Bumi Aksara, Jakarta
Resmi, Sitti 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta : Salemba Empat.
Suandy, Erly, 2006, Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Rahayu, Siti Kurnia 2009, Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta
Soemahamidjadja Soeparman, Pengantar Ilmu Hukum Pajak. (2002:5)
Suandy, 2003, Perencanaan Pajak, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta
http://forever2705.wordpress.com/2008/08/11/pengertian-pajak-
penghasilan/www.google.com.

Anda mungkin juga menyukai