Pengertian Dan 4 Perspektif Balanced Scorecard

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Pengertian dan 4 Perspektif

Balanced Scorecard
Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang
menyeimbangkan pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang
selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan. Sebelum
munculnya konsep balanced scorecard, yang umum dipergunakan dalam
perusahaan selama ini adalah pengukuran kinerja tradisional yang hanya
menitikberatkan pada sektor keuangan saja.

Pengukuran kinerja tradisional tersebut menyebabkan orientasi


perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung
mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.
Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja
kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible
assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan.

Cukup disadari dewasa ini, bahwa pengukuran kinerja keuangan yang


digunakan oleh banyak perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif
tidak lagi memadai, sehingga lahirlah konsep Balanced Scorecard.
Balanced scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang
diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan (Guru Besar Akuntansi di Harvard
Business School) dan David P. Norton (Presiden dari Renaissance
Solutions, Inc.).

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yakni kartu skor (scorecard) dan
berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk
mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kata berimbang dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari
dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern. Dari definisi tersebut Mulyadi (2001:1)
berpendapat bahwa secara sederhana pengertian Balanced Scorecard
adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan
memperhatikan keseimbangan sisi keuangan dan non keuangan, jangka
panjang dan jangka pendek, intern dan ekstern.

Pengertian Balanced Scorecard menurut Sukardi (2003:8-14) merupakan


sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan dan non
keuangan dengan memandang 4 perspektif balanced scorecard, yaitu
keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta
proses bisnis internal.

Balanced Scorecard didefinisikan oleh Luis (2007:16) sebagai suatu alat


manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat
membantu organisasi untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam
aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non
finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat.
Dari berbagai definisi dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard
adalah sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan
dan non keuangan dengan memandang empat perspektif, yaitu
keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta
proses bisnis internal yang dapat membantu organisasi untuk
menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dimana semua perspektif
tersebut terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat.

Secara umum, terdapat empat macam kinerja bisnis yang diukur dalam
balanced scorecard, yaitu:

Perspektif keuangan
Perspektif pelanggan atau konsumen
Perspektif proses internal bisnis
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
4 Perspektif Balanced Scorecard tersebut masing-masing dapat dijelaskan
berikut ini.

A. PERSPEKTIF KEUANGAN (Financial Perspective)

Perspektif keuangan tetap digunakan dalam Balance Scorecard, karena


ukuran keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan
strategi perusahaan memberikan perbaikan atau tidak bagi peningkatan
keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam
sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan
yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham.

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari


siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan
Norton, 2001). Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga
penekanan pengukurannya pun berbeda pula.

1. Growth (bertumbuh)

Tahap pertumbuhan menjadi tahap awal dalam siklus kehidupan bisnis.


Pada tahap ini perusahaan berusaha untuk menggunakan sumber daya
yang dimiliki untuk meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Selain itu,
perusahaan akan menanamkan investasi sebanyak-banyaknya,
meningkatkan produk baru, membangun fasilitas produksi, meningkatkan
kemampuan beroperasi, merebut pangsa pasar, dan membuat jaringan
distribusi. Di dalam tahap ini kemungkinan besar perusahaan akan selalu
dalam keadaan rugi, karena tahap ini perusahaan memfokuskan untuk
penanaman investasi yang dinikmati dalam jangka panjang nanti.

2. Sustain (bertahan)

adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi


dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik.
Pada tahap ini perusahaan masih mempunyai daya tarik yang bagus bagi
para investor untuk menanamkan modalnya. Dalam tahap ini perusahaan
harus mampu mempertahankan pangsa pasar yang sudah dimiliki dan
harus memperhatikan kualitas produk dan pelayanan yang lebih baik
sehingga secara bertahap akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke
tahun.

Tujuan keuangan pada tahap ini biasanya lebih berorientasi pada


profitabilitas. Tujuan yang berkaitan dengan profitabilitas dapat
dinyatakan dengan menggunakan ukuran yang berkaitan dengan laba
operasional. Untuk mendapatkan profitabilitas yang baik tentunya para
manajer harus bekerja keras untuk memaksimalkan pendapat yang
dihasilkan dari investasi modal, sedangkan untuk unit bisnis yang telah
memiliki otonomi diminta tidak hanya mengelola arus pendapatan, tetapi
juga tingkat investasi modal yang telah ditanamkan dalam unit bisnis
yang bersangkutan. Tolak ukur lain yang kerap digunakan pada tahap ini,
misalnya ROI, profit margin, dan operating ratio.

3. Harvest (Menuai)

Tahap ini merupakan tahap pendewasaan bagi sebuah perusahaan,


karena pada tahap ini perusahaan tinggal menuai dari investasi yang
dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya, yang harus dilakukan pada
tahap ini adalah perusahaan tidak lagi melakukan investasi, tetapi hanya
memelihara supaya perusahaan berjalan dengan baik.

B. PERSPEKTIF PELANGGAN (Customer Perspective)

Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan


atas pentingnya konsumen focus dan konsumen satisfaction. Perspektif ini
merupakanleading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas maka mereka
akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuha n mereka.
Kinerja yang buruk dariperspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan
di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik.

Oleh Kaplan dan Norton (2001) perspektif pelanggan dibagi menjadi dua
kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer
value prepositions. Customer Core Measurement memiliki beberapa
komponen pengukuran, yaitu:

1. Market Share (pangsa pasar); Pengukuran ini mencerminkan bagian


yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang
meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
2. Customer Retention (retensi pelanggan); Mengukur tingkat di mana
perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.
3. Customer Acquisition (akuisisi pelanggan); mengukur tingkat di
mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau
memenangkan bisnis baru.
4. Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan); Menaksir tingkat
kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value
proposition.
5. Customer Profitability (profitabilitas pelanggan); mengukur
keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa
kepada konsumen.
Sedangkan Customer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang
terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut
sebagai berikut:

1. Product or service attributes

Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan
memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada
yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah.
Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan
atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan
berdasarkan hal tersebut.

2. Konsumen relationship

Menyangkut perasaan pelanggan te rhadap proses pembelian produk


yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi
oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan
berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan
komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen
biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu
sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.

3. Image and reputasi

Menggambarkan faktor-faktor in tangible yang menarik seorang


konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image
dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti
yang dijanjikan.

C. PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL (Internal Business Process Perspective)

Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan


menggunakan analisis value-chain. Disini manajemen mengidentifikasi
proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan.
Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui
seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa
mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain
dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan
yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.

Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam tiga
tahapan, yaitu:

1. Proses inovasi

Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi


merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas
serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya
efisiensi biaya pada proses penciptaan nilat tambah bagi pelanggan.
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan
dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan.
Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian
marketing sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar
telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan
(didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas marketing inimerupakan
aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama
untuk jangka panjang.

2. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk


atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian:
1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk kepada
pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi
dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.

3. Proses Pelayanan Purna Jual

Proses ini merupakan jasa pelaya nan pada pelanggan setelah penjualan
produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini,
misalnya penanganan garansi dan perbai kan penanganan atas barang
rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan.
Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelaya nan purna
jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolak
ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan
dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat
menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima
hingga keluhan tersebut diselesaikan.

Berikut adalah gambar perspektif proses bisnis internal:

D. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN (Learning & Growth Perspective)

Proses ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan


untuk meningkatkan pertumbuhan dan kinerja jangka panjang. Proses
pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya
manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Yang termasuk dalam
perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang
berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi.

Hasil dari pengukuran ketiga perspektif balanced scorecard sebelumnya


biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan
orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan
untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Inilah alasan mengapa
perusahaan harus melakukan investasi di ketigafaktor tersebut untuk
mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning
organization).

Dalam perspektif ini, ada faktor-faktor penting yang harus diperhatikan,


yaitu:

1. Kapabilitas pekerja

Dalam hal ini manajemen dituntut untuk memperbaiki pemikiran pegawai


terhadap organisasi, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan
segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan
upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan
kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Kapabilitas system informasi

Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah


mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan
informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi
yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai
atas in formasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan
sebaik-baiknya.

3. Motivasi, kekuasaan dan keselarasan

Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang


berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang
sebe sar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru
menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai
untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-
sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi
juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya
masing-masing. Upaya tersebut perlu didukung dengan motivasi yang
besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang
memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga
harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus yang
sejalan dengan tujuan organisasi.

Berikut adalah gambar perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:


Dari keempat perspektif tersebut terdapat hubungan sebab akibat yang
merupakan penjabaran tujuan dan pengukuran dari masing-masing
perspektif. Hubungan berbagai sasaran strategic yang di hasilkan dalam
perencanaan strategic dengan kerangka Balanced Scorecard menjanjikan
peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja
keuangan. Kemampuan ini sangat diperlukan oleh perusahaan yang
memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.

Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang hubungan sebab


akibat keempat perspektif dalam Balance Scorecard :

Sebagai pengertian kesimpulan bahwa balanced scorecard adalah sistem


pengukuran kinerja yang fokus tidak hanya pada aspek keuangan namun
juga pada aspek non keuangan. Pengukuran kinerja tersebut dengan
memandang 4 perspektif balanced scorecard yakni perspektif keuangan,
pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan, serta perspe

Anda mungkin juga menyukai