Tugas Akhir TPS Cibeunying

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 168

No.

Urut: 2112/1014/P/2014

PENGEMBANGAN TPS CIBEUNYING

MENJADI TPS TERINTEGRASI DI KOTA BANDUNG

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Oleh:

Haifa Fawwaz Atmaya

15310082

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

1
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana

PENGEMBANGAN TPS CIBEUNYING MENJADI TPS


TERINTEGRASI DI KOTA BANDUNG

Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan
sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya maupun orang lain,
baik di ITB maupun institusi pendidikan lainnya.

Bandung, September 2014

Penulis

HAIFA FAWWAZ ATMAYA

NIM 15310082

Bandung, September 2014

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri

NIP. 130604380

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Dr. Herto Dwi Ariesyady, S.T., M.T.

NIP. 197304091997021002

ii
ABSTRAK

Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang terus menerus


berlangsung di Indonesia. Salah satu metode pengananan sampah kota adalah
dengan menggunakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang berfungsi
sebagai tempat menampung sampah sebelum disalurkan ke Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA). Salah satu TPS yang ada di Kota Bandung adalah TPS Cibeunying.
Sarana dan Prasarana TPS ini dievaluasi berdasarkan persyaratan teknis TPS pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013. Evaluasi ini didukung
dengan data sumber sampah dari daerah layanan, luas dan dimensi bangunan,
fungsi dan fasilitas bangunan, komposisi sampah, beban alat pengumpul dan
timbulan sampah selama 8 hari berturut-turut. Pada tahun 2014, jumlah penduduk
yang dilayani adalah 20.467 jiwa dengan rata-rata timbulan sampah rumah tangga
sebesar 0,52 kg/orang/hari atau 10,67 ton/hari. Sedangkan daerah non rumah
tangga yang dilayani berjumlah 50 unit dengan timbulan sebesar 9,37 ton/hari.
Komposisi sampah dominan pada TPS Cibeunying adalah sampah organik
sebanyak 58,21%, kertas & karton 15,60%, dan plastik kemasan 7,40%.
Berdasarkan evaluasi, TPS Cibeunying membutuhkan perbaikan pada berbagai
sektor. Pengembangan TPS konvensional menjadi TPS terintegrasi dilakukan
dengan dua tahap, konsep pengembangan dan pra-rancang untuk memenuhi
kebutuhan sepuluh tahun mendatang. Konsep pengembangan dilakukan dengan
melakukan pemotongan daerah layanan, proyeksi timbulan sampah, pemilihan
skenario, dan alternatif perbaikan berupa penambahan luas area, pengaturan
sistem pengumpulan dan pengangkutan, tangki penampung lindi, pembuatan
taman, pembuatan area-area khusus seperti area bongkar muat, pemilahan,
penimbangan dan pencatatan, dan pewadahan. Pra-rancang, sebagai tahap kedua,
berisi tentang spesifikasi alternatif dan kriteria desain perbaikan-perbaikan yang
direkomendasikan untuk TPS yang disertai dengan denah dan gambar perspektif
3D TPS yang baru.

Kata kunci: Cibeunying, pra-rancang, sampah, Tempat Penampungan Sementara

iii
ABSTRACT

Waste is one of the environmental problems that continuously happen in


Indonesia. One of the methods to handle the waste generation is transfer station.
Transfer station is used as a short-term storage of wastes before being transferred
to landfill. One of transfer stations in Bandung City is Cibeunying transfer
station. Facilities and infrastructures of this transfer station were evaluated by
technical requirements from the Ministry of Public Works Regulation No. 03 Year
2013. The supporting data was waste sources data from served areas, dimension
of the building, the function and facilities of the building, waste composition, peak
hour of vehicle, and waste generation data of eight days in a row. In 2014, the
total consumer is 15,328 people with 0.52 kg/person/day or 10.67 tonnes/day for
its average waste generation. While the nonhousehold has 50 units in served and
generates 9.37 tonnes/day. This transfer station is dominated by 58.21% organic
waste, 15.60% paper & cardboard, and 7.40% plastic packaging for its waste
composition. Based on the evaluation, Cibeunying transfer station need to be
enhanced in several sectors. The development was done by determining design
concept and preliminary design to fulfil the capacity in the next ten years. The
concept was done by cutting the service area, waste generation prediction,
choosing the best scenario and applying new utilities such as expanding the area,
organizing the collection and transportation system, installing the leachate
storage, applying garden to give the aesthetics impression, adding new areas such
as unloading area, sorting, weighing and recording, and storage. Preliminary
design, as the second step of design, consists of criteria and specification of
design for each recommended alternatives including the layout and 3d perspective
drawing of new transfer station.

Key words: Cibeunying, preliminary design, transfer station, waste

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir berjudul Pengembangan
TPS Cibeunying Menjadi TPS Terintegrasi di Kota Bandung. Selama
penyusunan Tugas Akhir ini penulis dibantu dan didukung oleh berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri selaku pembimbing Tugas Akhir, terima
kasih banyak atas saran, bimbingan, pengetahuan, semangat, dan inspirasi
yang Bapak berikan selama ini.
2. Bapak Ir. Kusmulyana Usman, M. Eng., M. Env.St. selaku koordinator Tugas
Akhir Program Studi Teknik Lingkungan ITB.
3. Bapak Dr. Suharyanto, S.T., M. Sc. selaku koordinator seminar Tugas Akhir.
4. Bapak Ir. Idris Maxdoni Kamil, M. Sc., Ph. D. dan Dr. I Made Wahyu
Widyarsana, S.T., M.T. sebagai dosen penguj pada sidang sarjana.
5. Bapak Dr. Herto Dwi Ariesyady, S.T., M.T. selaku Ketua Program Sarjana
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung.
6. Bapak Dr. Benno Rahardyan, S.T., M.T. selaku dosen wali yang selalu
memberikan arahan, dorongan, dan semangat untuk terus berkarya dalam
dunia pendidikan.
7. Bapak Rasam, Bapak Budi dan staf Perencanaan PD Kebersihan Kota
Bandung yang senantiasa membimbing dan memberikan saran dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini.
8. Bapak Engkos, Bu Eti, dan seluruh pekerja TPS Cibeunying yang senantiasa
mengizinkan penulis dan bersikap sangat kooperatif selama penulis
melakukan survey dan pengambilan data primer di TPS.
9. Seluruh dosen Program Studi Teknik Lingkungan ITB atas ilmu, baik
didalam kelas maupun diluar kelas, yang diberikan selama ini.

v
10. Bu Ernawati (Ibu Titi), Pak Yono, Pak Wawan, Pak Asep, dan seluruh staf
Program Studi Teknik Lingkungan ITB lainnya yang telah membantu penulis
dalam hal administrasi.
11. Pak Eep yang selalu siap membantu penulis dalam pengambilan sampel tanpa
kenal lelah.
12. Ibu Sri selaku petugas perpustakaan Teknik Lingkungan ITB atas nasehat dan
kebaikan yang selama ini Ibu berikan.
13. Yinni Lauly dan Husna Tiara Putri yang telah sangat membantu penulis
dalam mengolah data gambar dan perencanaan wilayah Kota Bandung.
14. Windi Adriani selaku rekan kerja satu bimbingan dan tugas akhir yang selalu
sabar dan semangat mengerjakan Tugas Akhir bersama penulis.
15. Nisrina Adisti Karina sebagai sahabat dikala suka dan duka selama berkuliah
di Teknik Lingkungan ITB.
16. Nadiyatur Rahmatikal Wasiah, Reska Nurul Fadila, dan Luthfia Ziadati
Husna selaku rekan sejawat teknik lingkungan 2010 yang memiliki cita-cita
tinggi untuk terus maju menjadi pribadi yang lebih baik.
17. Nisrina Ulfah, Ayu Sholehah, Adly Ranggana Ditya, Zaidi Oktari, dan Wintia
Arindina sebagai sosok sahabat hidup penulis yang selalu memberikan
dukungan dan dorongan kepada penulis.
18. Seluruh sahabat Askaradhiva (Teknik Lingkungan Angkatan 2010) Institut
Teknologi Bandung.
19. Seluruh sahabat Unit Budaya Lampung (Ubala ITB) yang semakin giat
menebarkan pesona budaya Lampung di kampus tercinta.
20. Terakhir dan terutama, untuk kedua orang tua penulis: Dr. Maria Viva Rini
dan Dr. Iing Lukman, kakak penulis, Tanukh Rabil Al-Faraby, S.E., adik
penulis Putri Indraloka, Ghaida Zainiya Millati, dan Muhammad Fatih
Hanbali. Terima kasih atas doa yang selalu terpanjatkan, kesabaran,
dukungan dan kasih sayang kepada penulis.
Bandung, September 2014

Penulis,

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...ii
ABSTRAK.iii

ABSTRACT.. iv

KATA PENGANTARv

DAFTAR ISI.vii

DAFTAR TABEL.............x

DAFTAR GAMBAR...xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... I-1


I.1 Latar Belakang ....................................................................................... I-1
I.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ I-3
I.3 Ruang Lingkup ....................................................................................... I-3
I.4 Sistematika Penulisan ............................................................................. I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... II-1
II.1 Definisi Sampah ................................................................................... II-1
II.2 Timbulan dan Komposisi Sampah ....................................................... II-1
II.3 Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ................................................ II-4
II.4 Sistem Pengelolaan Sampah Terintegrasi ............................................ II-6
II.5 Pemindahan Sampah ............................................................................ II-8
II.6 Sistem Pemindahan Terintegrasi .......................................................... II-9
II.7 Perencanaan Pembangunan TPS ........................................................ II-10
II.7.1 Ketentuan teknis .......................................................................... II-10
II.7.2 Manual......................................................................................... II-12
BAB III METODOLOGI ................................................................................ III-1
III.1 Tahapan Studi ...................................................................................... III-1
III.2 Studi Literatur dan Survey Pendahuluan ............................................. III-2
III.3 Pengumpulan Data Primer ................................................................... III-2
III.3.1 Survey lapangan ........................................................................... III-2
III.3.2 Sampling ...................................................................................... III-3
III.3.3 Dimensi bangunan eksisting ........................................................ III-3

vii
III.3.4 Wawancara ................................................................................... III-6
III.4 Pengumpulan Data Sekunder .............................................................. III-7
III.5 Evaluasi Kondisi Eksisting .................................................................. III-7
III.6 Pemilihan Alternatif Perbaikan TPS ................................................... III-7
III.7 Pra-rancang .......................................................................................... III-8
BAB IV KONDISI EKSISTING ..................................................................... IV-1
IV.1 Kondisi Eksisting Kota Bandung ........................................................ IV-1
IV.2 Kondisi eksisting Wilayah Cibeunying ............................................... IV-3
IV.3 Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ............................................... IV-4
IV.4 Institusi Pengelola Sampah.................................................................. IV-6
IV.4.1 Aspek kelembagaan ..................................................................... IV-6
IV.4.2 Aspek pembiayaan ....................................................................... IV-7
IV.5 Gambaran Umum TPS Cibeunying ..................................................... IV-8
IV.5.1 Profil TPS Cibeunying ................................................................. IV-8
IV.5.2 Lokasi ........................................................................................... IV-9
IV.5.3 Dimensi dan Luas Bangunan ..................................................... IV-11
IV.5.4 Diagram kerja ............................................................................. IV-12
IV.5.5 Sumber Daya Manusia ............................................................... IV-13
IV.5.6 Daerah layanan ........................................................................... IV-13
IV.5.7 Fasilitas ...................................................................................... IV-16
IV.5.8 Sistem operasional TPS Cibeunying .......................................... IV-22
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ V-1
V.1 Umum ................................................................................................... V-1
V.2 Luas dan Fungsi Area ........................................................................... V-1
V.3 Perhitungan Beban Alat Pengumpul .................................................... V-4
V.3.1 Alat pengumpul yang dititip.......................................................... V-5
V.3.2 Alat pengumpul yang bekerja ....................................................... V-9
V.4 Timbulan Sampah............................................................................... V-10
V.4.1 Timbulan sampah rumah tangga ................................................. V-10
V.4.2 Timbulan sampah yang terangkut ke TPA .................................. V-12
V.5 Pemilahan ........................................................................................... V-16
V.6 Aliran Sampah .................................................................................... V-17

viii
V.7 Komposisi Sampah ............................................................................. V-19
V.8 Potensi Guna-Ulang dan Daur Ulang ................................................. V-26
V.9 Daerah Layanan .................................................................................. V-27
V.10 Pengumpulan dan Pengangkutan........................................................ V-28
V.11 Fasilitas ............................................................................................... V-29
BAB VI PENGEMBANGAN TPS TERINTEGRASI .................................. VI-1
VI.1 Evaluasi Kondisi Eksisting TPS Cibeunying ...................................... VI-1
VI.2 Konsep Pengembangan ....................................................................... VI-2
VI.2.1 Pemotongan daerah layanan ......................................................... VI-2
VI.2.2 Skenario timbulan sampah ........................................................... VI-8
VI.2.3 Konsep Pengembangan TPS Cibeunying .................................. VI-19
VI.3 Pra-Rancang ...................................................................................... VI-32
VI.3.1 Skenario penanganan sampah .................................................... VI-32
VI.3.2 Rancangan konsep sistem penanganan sampah terintegrasi ...... VI-36
VI.3.3 Lokasi ......................................................................................... VI-39
VI.3.4 Fasilitas penunjang ..................................................................... VI-40
VI.3.5 Pengumpulan dan pengangkutan................................................ VI-55
VI.3.6 Denah TPS ................................................................................. VI-60
VI.4 Manajemen ........................................................................................ VI-61
VI.5 Rencana Anggaran Biaya .................................................................. VI-63
BAB VII KESIMPULAN ...............................................................................VII-1
VII.1 Kesimpulan .........................................................................................VII-1
VII.2 Saran ...................................................................................................VII-2
DAFTAR PUSTAKA..xiv
LAMPIRAN A DOKUMENTASI

LAMPIRAN B TIMBULAN SAMPAH

LAMPIRAN C HASIL SAMPLING KOMPOSISI

LAMPIRAN D PERHITUNGAN PROYEKSI PENDUDUK, TIMBULAN


SAMPAH, TINGKAT MINIMASI

LAMPIRAN E DENAH & GAMBAR

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis komposisi sampah dan sumbernya... II-3


Tabel 2.2 Komposisi sampah Negara berdasarkan tingkat pendapatan... II-3
Tabel 2.3 Tipe-tipe pemindahan skala kawasanII-8
Tabel 2.4 Persyaratan teknis TPS 3R II-10
Tabel 2.5 Kriteria kepadatan penduduk II-11
Tabel 2.6 Alternatif model pengolahan lindi di SPA skala kawasan.. II-15
Tabel 2.7 Contoh harga renderasi dan temperatur warna..II-16
Tabel 4.1 Proyeksi timbulan sampah Kota Bandung 2009 2031... IV-6
Tabel 4.2 Tarif jasa pelayanan sampah. IV-8
Tabel 4.3 Penduduk kecamatan layanan... IV-13
Tabel 4.4 Jumlah penduduk yang dilayani TPS Cibeunying IV-14
Tabel 4.5 Tingkat pelayanan TPS Cibeunying ... IV-14
Tabel 4.6 Sumber sampah non rumah tangga layanan.. IV-15
Tabel 4.7 Jenis dan harga sampah. IV-21
Tabel 5.1 Luas dan fungsi area TPS Cibeunying.. V-4
Tabel 5.2 Data keseluruhan perhitungan jam puncak... V-8
Tabel 5.3 Densitas sampah pada gerobak. V-12
Tabel 5.4 Densitas sampah pada truk terbuka... V-15
Tabel 5.5 Jumlah sampah hasil pemilahan V-17
Tabel 5.6 Konversi komposisi sampah yang masuk ke TPS.V-22
Tabel 6.1 Evaluasi kondisi eksisting TPS Cibeunying. VI-1
Tabel 6.2 Kondisi jalan dan waktu tempuh kelurahan yang terpotong. VI-4
Tabel 6.3 Jarak dan waktu daerah layanan yang terpotong...VI-6
Tabel 6.4 Data penduduk layanan yang baru VI-6
Tabel 6.5 Data daerah non rumah tangga yang baru. VI-7
Tabel 6.6 Skenario penanganan sampah tahun 2029 VI-9
Tabel 6.7 Proyeksi jumlah penduduk daerah layanan... VI-11
Tabel 6.8 Target minimasi pengelolaan sampah 2005 2025.. VI-15
Tabel 6.9 Spesifikasi perencanaan pada tahun 2026. VI-20
Tabel 6.10 Perbandingan timbulan sampah & kapasitas desain... VI-20

x
Tabel 6.11 Komponen dan kebutuhan lahan yang akan dibangun VI-31
Tabel 6.12 Skenario penanganan sampah di TPS. VI-34
Tabel 6.13 Rancangan penanganan sampah per 3 tahun...VI-35
Tabel 6.14 Volume kebutuhan dasar masing-masing sampah pilahan. VI-43
Tabel 6.15 Volume kebutuhan dasar kedua untuk sampah pilahan.. VI-45
Tabel 6.16 Volume minimal dimensi tempat penyimpanan. VI-48
Tabel 6.17 Alternatif model pengolahan lindi skala kecil VI-52
Tabel 6.18 Jadwal pengumpulan masing-masing tahap VI-56
Tabel 6.19 Detail sistem pengumpulan. VI-58
Tabel 6.20 Rencana anggaran biaya..VI-63

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi penelitian III-1


Gambar 3.2 Sampling box.III-5
Gambar 3.3 Timbangan digital..III-5
Gambar 3.4 Timbangan kue.. III-6
Gambar 4.1 Wilayah administrasi Kota Bandung.IV-2
Gambar 4.2 Wilayah Cibeunying.. IV-4
Gambar 4.3 Penanganan sampah di Kota Bandung.. IV-5
Gambar 4.4 Lokasi TPS Cibeunying.IV-10
Gambar 4.5 Bangunan TPS Cibeunying... IV-10
Gambar 4.6 Dimensi dan fungsi area TPS Cibeunying IV-11
Gambar 4.7 Diagram kerja TPS Cibeunying IV-12
Gambar 4.8 Jenis penanganan sampah non rumah tangga IV-15
Gambar 4.9 Sampah B3 dari rumah sakit. IV-16
Gambar 4.10 Puing bangunan yang dikumpulkan IV-16
Gambar 4.11 Atap. IV-17
Gambar 4.12 Gerbang dan pagar IV-17
Gambar 4.13 Sumber air bersih.IV-18
Gambar 4.14 Saluran drainase.. IV-18
Gambar 4.15 Gerobak pengumpul IV-19
Gambar 4.16 Gerobak sampah di jalan. IV-20
Gambar 4.17 Motor sampah.. IV-20
Gambar 4.18 Sampah hasil pilahan petugas..IV-24
Gambar 4.19 Dump truk....IV-25
Gambar 4.20 Rute pengangkutan.. IV-25
Gambar 5.1 Denah eksisting TPS Cibeunying.. V-2
Gambar 5.2 Luas dan fungsi area TPS Cibeunying.. V-3
Gambar 5.3 Jam puncak alat pengumpul hari Senin. V-6
Gambar 5.4 Jam puncak alat pengumpul hari Jumat V-6
Gambar 5.5 Jam puncak alat pengumpul hari Sabtu. V-7
Gambar 5.6 Jam puncak alat pengumpul hari Minggu. V-8

xii
Gambar 5.7 Timbulan sampah rumah tangga....... V-10
Gambar 5.8 Fluktuasi timbulan sampah yang terangkut ke TPA. V-13
Gambar 5.9 Pemadatan sampah oleh petugas TPS V-15
Gambar 5.10 Persepsi pemilahan TPS Cibeunying.. V-16
Gambar 5.11 Aliran sampah TPS Cibeunying.. V-18
Gambar 5.12 Komposisi berat sampah sampah rumah tangga. V-20
Gambar 5.13 Komposisi berat basah sampah non rumah tangga. V-21
Gambar 5.14 Komposisi berat basah total sampah yang masuk TPS V-22
Gambar 5.15Komposisi berat basah sampah yang akan
diangkut ke TPA. V-24
Gambar 5.16 Sampah rumah sakit V-25
Gambar 5.17 Daerah layanan rumah tangga. V-27
Gambar 5.18 Daerah layanan non rumah tangga V-28
Gambar 5.19 Air lindi yang dialirkan menuju parit.. V-30
Gambar 6.1 Peta spasial untuk daerah permukiman penduduk VI-3
Gambar 6.2 Peta daerah layanan penduduk dan TPS sekitar VI-5
Gambar 6.3 Peta spasial untuk daerah non rumah tangga.VI-7
Gambar 6.4 Perbandingan timbulan sampah rumah tangga..VI-12
Gambar 6.5 Perbandingan timbulan sampah dengan kapasitas desain. VI-21
Gambar 6.6 Alih fungsi area. VI-23
Gambar 6.7 Diagram kerja TPS yang baru... V-30
Gambar 6.8 Diagram alir sistem penanganan sampah yang
terintegrasi. VI-38
Gambar 6.9 Alur pemindahan sampah ke kontainer truk..VI-39
Gambar 6.10 Lokasi TPS Cibeunying yang terintegrasi... VI-40
Gambar 6.11 Skema pemilahan pada TPST 3R Mulyoagung
Bersatu.VI-41
Gambar 6.12 Area pemilahan TPS Cibeunying ... VI-42
Gambar 6.13 Alat pemadatan dan hasilnya...VI-46
Gambar 6.14 Unsur-unsur geometris penampang saluran VI-51
Gambar 6.15 Denah TPS lantai 1.. VI-60
Gambar 6.16 Denah TPS lantai 2.. VI-61

xiii
I BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang terus
menerus berlangsung di Indonesia. Berbagai variasi jumlah timbulan dan jenis
sampah dari berbagai daerah di Indonesia belum tertangani dengan baik.
Pengelolaan sampah yang tidak mengalami kemajuan signifikan menyebabkan
tidak adanya perbaikan sarana dan prasarana persampahan yang berarti.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2011) Kota
Bandung, penduduk Kota Bandung mencapai 2.394.873 jiwa dan timbulan
sampah mencapai 6.951 m3/hari. Namun, hanya sekitar 60% timbulan sampah di
kota-kota besar di Indonesia yang dapat terangkut ke TPA, sedangkan sisa sampah
lainnya masih berada di kota. Besarnya timbulan dan komposisi sampah
diakibatkan oleh berbagai faktor, yaitu cuaca, iklim, kelembaban, dan musim serta
pola perilaku masyarakat (Damanhuri dan Padmi, 2010). Namun, dikarenakan
perkembangan waktu, maka faktor yang paling menyebabkan semakin
meningkatnya jumlah sampah adalah peningkatan jumlah penduduk disertai pola
konsumtif yang semakin tinggi.
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008, salah satu tujuan pengelolaan
sampah di Indonesia adalah mengurangi jumlah timbulan sampah yang terangkut
ke TPA guna memperpanjang umur layanan TPA. Hal ini dapat dilakukan dengan
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Penanganan sampah
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu pemilahan, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Pada aspek
pemindahan, penanganan sampah yang umumnya dilakukan adalah menggunakan
Tempat Penampungan Sementara (TPS). TPS adalah tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan
sampah terpadu (PP No. 81 Tahun 2012). Namun, TPS yang hanya berfungsi
sebagai tempat penampungan sampah tidak dapat memberikan solusi berarti untuk
mencapai tujuan pengelolaan sampah sesuai dengan Undang-undang tersebut.

I-1
Dari 161 TPS di Kota Bandung, sebagian besar TPS masih bersifat
konvensional dan tidak memenuhi standar baik dari peraturan, kelembagaan, dan
operasional. TPS konvensional umumnya hanya mengumpulkan sampah dari
berbagai sumber, menampung, dan memindahkan sampah yang ditampung ke
kontainer menuju TPA. Beberapa TPS melakukan pemilahan sampah, namun hal
itu tidak diatur oleh yang berwenang, belum mampu mengembalikan nilai
ekonomi sampah, dan tidak mereduksi jumlah sampah yang terangkut ke TPA
dengan signifikan. Akibatnya, umur TPA tidak akan berlangsung lama sehingga
harus mencari lokasi yang baru.
TPS Cibeunying sebagai objek penelitian dalam tugas akhir ini merupakan
salah satu TPS konvensional yang terletak di utara Kota Bandung. TPS ini berada
di tengah-tengah permukiman penduduk. Daerah layanan TPS Cibeunying
mencakup Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan
Cibeunying Kaler, dan Kecamatan Batununggal. Tidak hanya sampah rumah
tangga, tetapi juga sampah sejenis sampah rumah tangga, sampah spesifik, dan
sampah B3 dilayani oleh TPS ini. Banyaknya jumlah daerah layanan TPS
Cibeunying membuat sistem pengelolaan sampah yang ada menjadi sangat berat.
Tidak hanya kapasitas yang berlebihan, tetapi juga dampak estetika yang
menimbulkan permasalahan sosial.
Pentingnya penanganan sampah menciptakan urgensi dalam rangka
peningkatan sistem pemindahan pada TPS Cibeunying menjadi TPS yang
terintegrasi. TPS terintegrasi merupakan TPS yang menerapkan sistem
pengelolaan sampah terintegrasi dimana terdapat usaha minimasi, daur ulang, dan
penerapan teknologi serta manajemen yang terstruktur guna melindungi kesehatan
masyarakat dan lingkungan (Tchobanoglous, 1993 & USEPA, 2002). Salah satu
cara untuk mengubah TPS Cibeunying menjadi TPS terintegrasi adalah dengan
dilakukannya pra-rancang. Dengan mengkaji potensi dan mengevaluasi sistem
TPS Cibeunying saat ini, sistem yang baru diharapkan akan memiliki peraturan,
kelembagaan, dan teknis operasional yang jelas sehingga akan meningkatkan
efektivitas kerja dan kesejahteraan petugas serta masyarakat. Sedangkan desain
bangunan baru diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomi sampah dan

I-2
mereduksi sampah yang terangkut ke TPA secara signifikan serta menambah nilai
estetika yang diinginkan masyarakat dan kawasan.

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian dalam tugas akhir ini adalah melakukan
pengembangan TPS Cibeunying dari TPS konvensional menjadi TPS yang
terintegrasi di Kota Bandung.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi awal mengenai sistem pemindahan yang dilakukan
TPS Cibeunying ditinjau dari faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
pemindahan.
2. Melakukan evaluasi sistem pemindahan TPS Cibeunying sesuai dengan
standar yang berlaku.
3. Melakukan pra-rancang sebagai alternatif untuk mengubah TPS
Cibeunying dari TPS konvensional menjadi TPS yang terintegrasi.

I.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam tugas akhir ini adalah:
1. Penelitian dilakukan di TPS Cibeunying yang terletak di kawasan Kota
Bandung yang memiliki potensi pengembangan menuju TPS yang
terintegrasi ditinjau dari luas area dan fasilitas di sekitarnya.
2. Penelitian ini mencakup kegiatan sampling timbulan, komposisi sampah,
dan perhitungan beban alat pengumpul.
3. Penelitian ini memusatkan pra-rancang sebagai alternatif pengembangan
pada teknis operasional objek penelitian dengan fokus pada potensi
pemanfaatan sampah dan reduksi timbulan yang akan diangkut ke TPA.
4. Pra-rancang yang dilakukan mengacu pada ketentuan teknis Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013 dan standar pendukung
lainnya untuk fasilitas penunjang.

I.4 Sistematika Penulisan


Laporan tugas akhir ini disusun secara sistematis dan terdiri dari enam bab
yang masing-masing berisi:

I-3
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisi latar belakang maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan,
ruang lingkup, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bagian ini berisi dasar-dasar teori yang berhubungan dengan topik penanganan
sampah, yaitu definisi sampah, timbulan dan komposisi sampah, pengelolaan
sampah di Kota Bandung, sistem pengelolaan sampah terintegrasi, pemindahan
sampah, sistem pemindahan terintegrasi, dan perencanaan pembangunan TPS.

BAB III METODOLOGI


Bagian ini akan menjelaskan metode penelitian yang dilakukan beserta tahapan
dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis. Langkah-langkah tersebut
terdiri atas studi literatur, survey pendahuluan, pengumpulan data primer,
pengumpulan data sekunder, evaluasi kondisi eksisting, dan pra-rancang.

BAB IV KONDISI EKSISTING


Bagian ini berisi tentang penjelasan mengenai wilayah yang menjadi tempat studi,
yaitu TPS Cibeunying Kota Bandung. Penjelasan tersebut mencakup kondisi
eksisting Kota Bandung, kondisi eksisting wilayah Cibeunying, pengelolaan
sampah di Kota Bandung, institusi pengelola sampah, dan gambaran umum TPS
Cibeunying yang meliputi profil TPS Cibeunying, lokasi, dimensi dan luas
bangunan, diagram kerja, sumber daya manusia, daerah layanan, fasilitas, dan
sistem operasional TPS.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


Bagian ini berisi analisis data-data eksisting pada penanganan sampah di TPS
Cibeunying. Analisis data-data eksisting ini meliputi luas dan fungsi area,
perhitungan beban alat pengumpul, timbulan sampah, pemilahan, aliran sampah,
komposisi sampah, potensi guna-ulang dan daur ulang, daerah layanan,
pengumpulan dan pengangkutan, dan fasilitas.

I-4
BAB VI PENGEMBANGAN TPS TERINTEGRASI
Bagian ini berisi evaluasi kondisi eksisting, pembuatan konsep pengembangan,
pra-rancang, dan manajemen. Konsep pengembangan berisi pemotongan daerah
layanan, skenario timbulan sampah, dan rincian konsep pengembangan. Pra-
rancang berisi tentang skenario penanganan sampah, rancangan konsep sistem
penanganan sampah terintegrasi, lokasi, fasilitas penunjang, pengumpulan dan
pengangkutan, dan denah TPS.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


Bagian ini berisi kesimpulan hasil penelitian Tugas Akhir dan saran untuk
pengembangan TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi.

LAMPIRAN
Bagian lampiran ini memuat data dokumentasi kondisi eksisting lokasi TPS, data
timbulan sampah rumah tangga dan sampah yang terangkut ke TPA, hasil
pengambilan sampel komposisi sampah, perhitungan proyeksi penduduk, proyeksi
timbulan sampah, dan tingkat minimasi, denah TPS, dan perspektif 3d TPS.

I-5
II BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Sampah


Menurut Undang Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah
juga dapat diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses (Damanhuri & Padmi, 2010).

II.2 Timbulan dan Komposisi Sampah


Timbulan sampah adalah banyaknya sampah dalam satuan berat.
Timbulan sampah dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu permukiman, sektor
komersial, institusi, kegiatan konstruksi dan pembongkaran bangunan, fasilitas
umum, fasilitas pengolah limbah domestik, industri, dan pertanian
(Tchobanoglous et al., 1993). Sedangkan menurut Damanhuri et al. (2009),
timbulan sampah dapat dikategorikan menjadi sampah rumah tangga, sampah non
rumah tangga, dan sampah spesifik. Sampah non rumah tangga terdiri dari
sampah komersial, pasar, kantor, lembaga/sekolah, taman, sampah sapuan jalan,
dan sampah umum yang tidak menyebabkan infeksi dan berbahaya dari industri
dan rumah sakit, sedangkan sampah spesifik terdiri dari sampah puing bangunan.
Faktor-faktor yang memengaruhi nilai timbulan sampah, yaitu jumlah
penduduk dan tingkat pertumbuhannya, tingkat hidup, iklim, musim, cara hidup
dan mobilitas penduduk, dan cara penanganan makanan (Damanhuri & Padmi,
2010).
Angka timbulan sampah dapat diperoleh dengan pengambilan sampel
sampah selama 8 hari berturut-turut. Berdasarkan SNI 19-3983-1995, estimasi
besaran timbulan sampah untuk kota sedang dan kota kecil adalah berkisar 2,5
3,25 L/orang/hari atau 0,625 0,80 kg/orang/hari. Agamuthu et al. (2010) pada
data angka timbulan sampah dari beberapa negara di Asia Pasifik menyatakan
bahwa pada tahun 2009, angka timbulan sampah di Indonesia adalah sebesar 0,76
kg/orang/hari dan diprediksi akan meningkat pada angka 1,0 kg/orang/hari pada
tahun 2025.

II-1
Semakin tinggi tingkat pendapatan suatu negara, maka timbulan sampah
yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan membandingkan
timbulan sampah negara yang memiliki tingkat pendapatan berbeda. Negara
dengan tingkat pendapatan rendah seperti pada sub-Sahara Afrika menghasilkan
sampah hampir sebanyak 62 juta ton per tahun. Sedangkan kawasan dengan
negara tingkat pendapatan sedang, seperti Asia Timur dan Pasifik memproduksi
hampir 270 juta ton sampah per tahun yang didominasi oleh 70% sampah dari
China (World Bank, 2012).
Komposisi sampah Menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode
Pengambilan Data dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah
Perkotaan, pengelompokkan sampah didasari pada komposisi sampah sebagai
sampah sisa makanan (organik), kertas, tekstil/kulit, plastik, logam, kaca, dan
lain-lain.
Menurut Damanhuri & Padmi (2010), sebagian besar komposisi sampah
kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal
sebagai sampah organik dengan persentase yang dapat mencapai 70% dari total
sampah dan sekitar 28% adalah sampah nonhayati. Rincian masing-masing
komposisi sampah tersebut (Kardono, 2007), khususnya sampah Kota Bandung
adalah 63,52% sampah organik, 4,90% plastik, 10,42% kertas, 1,70% kain, 4,90%
karet, 0,95% logam, 1,45% kaca, dan 12,16% lain-lain. Komposisi sampah ini
hampir sama dengan komposisi sampah pada kota-kota besar lainnya, seperti Kota
Semarang, Surabaya, dan Jakarta dengan komposisi tiga terbesar berturut-turut
adalah sampah organik, kertas, dan plastik. Begitupun dengan jenis sampah kota-
kota besar Indonesia yang dominan timbul menurut Aprilia et al. (2013) dengan
persentase 59% untuk sampah dapur, 14% plastik, dan 12% untuk kertas dan
karton.
Berdasarkan pernyataan dari World Bank (2012), jenis-jenis komposisi
sampah dan sumber-sumbernya dapat dilihat dari Tabel 2.1.

II-2
Tabel 2.1 Jenis komposisi sampah dan sumbernya
(World Bank, 2012)
Jenis Sumber
Sampah sisa makanan dan halaman (dedaunan, rumput, semak-semak, kayu, residu
Organik
hasil proses)
Kertas, karton, koran, majalah, kantung, kotak, buku telepon, sobekan kertas,
Kertas
kemasan air minum.
Plastik Botol, plastik kemasan, kontainer, kantung, gelas plastik
Gelas Botol, pecahan kaca, bohlam, kaca berwarna
Logam Kaleng, aluminium, kaleng aerosol non B3, putihan, sepeda
Lain-lain Kain, bulu, karet, sampah elektronik, peralatan, debu, dan material inert lainnya.

Sementara menurut Chaerul et al. (2014), sampah plastik kemasan dapat


dikategorikan lagi menjadi beberapa jenis, yaitu makanan, peralatan mandi,
kosmetik, bahan pembersih rumah, pembersih pakaian, dan minyak.
Komposisi sampah perkotaan bergantung pada berbagai faktor, yaitu
kebudayaan, perkembangan ekonomi, iklim, dan sumber energi (World Bank,
2012). Dari faktor budaya, komposisi sampah perkotaan amat bergantung pada
pola hidup masyarakat. Semakin sederhana pola masyarakatnya, komponen
sampah makanan dan sejenisnya yang sebagian besar dari rumah tangga semakin
banyak. Semakin besar dan beraneka ragam aktivitas sebuah kota, maka semakin
kecil proporsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (Damanhuri &
Padmi, 2010). Menurut World Bank (2012), negara dengan tingkat pendapatan
rendah didominasi oleh sampah organik. Sedangkan negara dengan tingkat
pendapatan tinggi didominasi oleh sampah kertas, plastik, dan material anorganik
lainnya. Berikut perbandingan porsi sampah di negara berkembang dan maju yang
direpresentasikan dari sisi ekonomi (Tabel 2.2).
Tabel 2.2 Komposisi sampah negara berdasarkan tingkat pendapatan
(World Bank, 2012)
Organik Kertas Plastik Kaca Logam Lain-lain
Tingkat pendapatan
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Rendah 64 5 8 3 3 17
Sedang 59 9 12 3 2 15
Tinggi 54 14 11 5 3 13
Sangat tinggi 28 31 11 7 6 17

II-3
Sampah sisa makanan atau sampah organik lainnya yang mendominasi
komposisi sampah di Indonesia bersifat mudah membusuk dan cepat
terdekomposisi. UNEP IETC dan CalRecovery, Inc. (2005) menyatakan bahwa
sampah yang cepat terdekomposisi dan tanpa penanganan yang terkontrol akan
menimbulkan bau serta ketidakindahan secara estetika.
Data mengenai timbulan sampah dan komposisi merupakan hal yang
sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan persampahan di suatu
wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu alternatif sistem
pengelolaan sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan
berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain (Damanhuri
& Padmi, 2010):
Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan
pengangkutan
Perencanaan rute pengangkutan
Fasilitas untuk daur ulang
Luas dan jenis TPA.

II.3 Pengelolaan Sampah di Kota Bandung


Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, pengelolaan sampah
adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang
meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Dalam hal ini, konsep utama
pengelolaan sampah bertumpu pada pengurangan sejak sebelum sampah terbentuk
hingga sampah ditangani dengan baik. Kegiatan pengurangan sampah melalui 3R
meliputi pembatasan terjadinya sampah (reduce), guna-ulang (reuse), dan daur-
ulang (recycle). Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi (Damanhuri &
Padmi, 2010):
a. Pemilahan: dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu

II-4
c. Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir
d. Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah
e. Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Berdasarkan PP 81 Tahun 2012, kebijakan dan strategi pengelolaan


sampah ditetapkan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Kebijakan
dan strategi dalam pengelolaan sampah tersebut mencakup arah kebijakan
pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana tercantum pada UU No. 18
Tahun 2008 dengan rincian adanya target pengurangan timbulan sampah dan
prioritas jenis sampah secara bertahap dan target penanganan sampah untuk setiap
kurun waktu tertentu.
Sebagian besar sistem pengelolaan sampah di kota-kota Indonesia masih
menerapkan paradigma konvensional, yaitu kumpul-angkut-buang sehingga usaha
untuk mengurangi sampah masih belum merata. Belum ada penurunan signifikan
dari jumlah timbulan sampah yang akan ditimbun di lahan urug. Permasalahan
pengelolaan sampah di Kota Bandung tidak hanya berdampak pada lingkungan,
tetapi juga sudah merambah aspek sosial. Hal ini ditunjukkan dengan ledakan
TPA Leuwi Gajah pada tahun 2005 dan fenomena Bandung lautan sampah yang
mengganggu citra Kota Bandung (BPLH Kota Bandung, 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), jumlah penduduk Kota Bandung
tahun 2012 mencapai 2.455.517 jiwa. Rata-rata timbulan sampah Kota Bandung
adalah 3,5 liter/orang/hari (Departemen Pekerjaan Umum, 2002) dengan jumlah
timbulan rata-rata Kota Bandung adalah . Namun pelayanan persampahan Kota
Bandung masih belum baik. Hanya 41,28% sampah yang dibuang ke lokasi
tempat pembuangan sampah (TPA), dibakar sebesar 35, 59%, dibuang ke sungai
14,01%, dikubur sebesar 7,97% dan hanya 1,15% yang diolah sebagai kompos.
Berdasarkan kondisi ini jika tidak dilakukan upaya pengelolaan sampah dengan

II-5
baik maka tingkat pelayanan berdasarkan target nasional akan sulit tercapai
(www.sanitasi.or.id).
Usaha Kota Bandung dalam meningkatkan pengelolaan sampah telah
diterapkan melalui penetapan Perusahaan Daerah sebagai perusahaan yang
mengelola dan memberikan fasilitas kebersihan di Kota Bandung (Peraturan
Daerah No. 14 Tahun 2011 mengenai Perusahaan Daerah Kebersihan). Kemudian
didukung oleh penetapan Peraturan Daerah No. 09 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Persampahan dengan rincian bahwa seluruh masyarakat dan pelaku
usaha harus melakukan minimasi dan penanganan sampah agar mengurangi
jumlah sampah yang masuk ke TPA untuk menunjang Kota Bandung sebagai
salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PP No. 26 Tahun 2008). Seperti halnya
Jepang yang menerapkan konsep Masyarakat Berwawasan Bahan-Daur dimana
sebelum mempersiapkan upaya penanganan sampah yang terbentuk, hal pertama
yang diprioritaskan adalah menekan timbulan sampah dari sumber sebanyak
mungkin (Tanaka, 2010). Hal ini juga perlu dilakukan pelaku usaha dalam
mengurangi sampah karena akan dilakukan ekspansi sektor jasa dan komersil di
Kota Bandung dari tahun 2011 2031 (Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2011 &
Materi Teknis RTRW Kota Bandung, 2009). Selain itu, akan ada penataan
kembali dan penambahan ruang terbuka hijau di Kota Bandung (Dinas Tata
Ruang & Cipta Karya, 2005), khususnya wilayah Cibeunying sebagai pusat area
hijau di Kota Bandung (Dinas Tata Ruang & Cipta Karya, 2005) untuk mencapai
target 30% minimal area kota diisi dengan RTH (UU No. 26 Tahun 2007)
sehingga jumlah sampah dedaunan dan jalan akan semakin banyak.
Perlunya meningkatkan kinerja pengelolaan sampah, PD Kebersihan dan
Pemerintah Kota Bandung menyusun target pelayanan persampahan dengan target
pelayanan 90% sampah dikelola dengan 3R, teknologi pada TPA, dan
penimbunan lahan urug dari tahun 2005 2025 (PD Kebersihan, 2014).

II.4 Sistem Pengelolaan Sampah Terintegrasi


Sistem pengelolaan sampah terintegrasi (Integrated Solid Waste
Management) adalah pemilihan dan penerapan teknik, teknologi, dan manajemen
tertentu untuk mencapai tujuan dan performa pengelolaan sampah yang spesifik
(Tchobanoglous et al., 1993). Sementara menurut USEPA (2002), sistem

II-6
pengelolaan sampah terintegrasi adalah sebuah tindakan pencegahan timbulnya
sampah, daur ulang dan mengelola sampah secara komprehensif dan efektif
sehingga dapat melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.
Pengelolaan sampah terintegrasi yang berwawasan lingkungan atau
berkelanjutan harus dilaksanakan sebab pengelolaan sampah pada masyarakat
perkotaan semakin kompleks sejalan dengan banyak berbagai kegiatan yang
dilakukan masyarakat perkotaan. Pengelolaan sampah perkotaan membutuhkan
keterilibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Pendekatannya tidak
lagi sesederhana menghadapi masyarakat pedesaan. Selurus proses pengelolaan
sampah harus diselesaikan dalam rangka melindungsi kesehatan masyarakat,
pelestarian lingkungan, namun secara estetika dan juga secara ekonomi
dapat diterima (BPLH Kota Bandung, 2013).
Prinsip penerapan sistem pengelolaan sampah terintegrasi bukanlah
bagaimana menerapkan teknologi yang terbaik, melainkan bagaimana
menerapkan teknologi yang tepat, sesuai dengan karakter sampah di kota tersebut.
Kemudian, dalam implementasinya, sistem pengelolaan sampah terintegrasi
harus dipantau dan dievaluasi secara berkala, agar jika ada perubahan atau
perbaikan yang perlu dilakukan dapat segera diidentifikasi (Tchobanoglous et
al., 1993).
Berbagai macam cara yang dapat diterapkan untuk menciptakan sistem
pengelolaan sampah terintegrasi, misalnya dengan pembangunan sarana dan
prasarana yang mendukung kegiatan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013) fasilitas yang dapat digunakan untuk
menunjang kegiatan tersebut adalah pembangunan TPS 3R, SPA, TPST, dan
TPA. Namun, pembangunan tidak hanya terbatas pada pembuatan sarana dan
prasarana yang mengacu pada peraturan di atas, tetapi juga dapat berbentuk sarana
lain dengan pendekatan menuju sistem yang dianut sarana dan prasarana peraturan
tersebut. Hal ini dikarenakan sistem pengelolaan sampah terintegrasi harus
bersifat fleksibel dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di masa
depan (Tchobanoglous, 1993).
Di Indonesia, sistem pengelolaan sampah terintegrasi sudah diterapkan di
berbagai kota, misalnya Kota Malang. Di kota ini terdapat Bank Sampah Malang

II-7
dan TPST 3R Mulyoagung Bersatu. Bank Sampah Malang membudidayakan
partisipasi masyarakat dalam meminimasi sampah dari sumber sekaligus
memberikan keuntungan akan kegiatan tersebut (Dokumen Bank Sampah
Malang). TPST 3R Mulyoagung Bersatu merupakan Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) yang memiliki fungsi sebagai organisasi kemasyarakatan yang
bersifat sosial dan bergerak di bidang pengelolaan sampah di kawasan layanan.
Bentuk kegiatannya adalah pengelolaan sampah yang dilaksanakan sejak dari
rumah tangga hingga ke tempat yang telah disediakan oleh pemerintah yaitu TPS
(TPST 3R Mulyoagung Ref.).

II.5 Pemindahan Sampah


Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah
hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan
atau ke pemrosesan akhir. Area pemindahan sebaiknya berada di dekat lokasi
kawasan dan memiliki akses jalan yang memudahkan petugas dalam
mengumpulkan timbulan sampah dari sumber. Lokasi ini pun harus memudahkan
sarana pengumpul dan pengangkut sampah untuk melakukan kegiatannya dalam
menunjang sistem pemindahan. Pada area ini, proses pemilahan dan pemrosesan
sampah dapat dilakukan sehingga dapat menjadi sarana pemrosesan tingkat
kawasan untuk mereduksi jumlah sampah yang masuk ke lahan urug. Berikut tipe-
tipe pemindahan yang dapat diterapkan pada skala kawasan (Damanhuri & Padmi,
2010) yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tipe-tipe pemindahan skala kawasan


(Damanhuri & Padmi, 2010)
No Uraian Transfer Tipe 1 Transfer Tipe II Transfer Tipe III
2 2
1 Luas lahan > = 200 m 60 200 m 10 20 m2
2 Fungsi - Tempat pertemuan - Tempat - Tempat
peralatan pengumpul dan pertemuan pertemuan
pengangkutan sebelum peralatan gerobak dan
pemindahan pengumpul dan kontainer (6 10
- Tempat penyimpanan pengangkutan m3)
atau kebersihan sebelum - Lokasi
- Bengkel sederhana pemindahan penempatan

II-8
No Uraian Transfer Tipe 1 Transfer Tipe II Transfer Tipe III
- Kantor - Tempat parkir kontainer
wilayah.pengendali gerobak komunal (1-10
- Tempat pemilahan - Tempat m3)
- Tempat pengomposan pemilahan - Tempat
pemilahan
3 Daerah Baik sekali untuk daerah Daerah yang sulit
Pemakai yang mudah mendapat mendapat lahan
lahan yang kosong dan
daerah protokol

II.6 Sistem Pemindahan Terintegrasi


Sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 21/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Srategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan,
diperlukan pandangan yang baru dalam menangani persampahan yang ramah
lingkungan, yaitu dengan melakukan usaha pengurangan dan pemanfaatan
sampah sebelum dibuang ke TPA dengan target 20% pada tahun 2020. Target
minimasi sampah tersebut juga diterapkan pada Kebijakan dan Strategi
Pengelolaan Sampah Kota Bandung pada tahun 2019 2025 (PD Kebersihan,
2014).
Upaya penanganan ini dapat diterapkan pada berbagai aspek, salah satunya
adalah TPS 3R. Berdasarkan Lampiran II, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No
3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan
dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,
pemilahan, dan penggunaan ulang, pendauran ulang, dan pengolahan skala
kawasan. Berikut kriteria persyaratan teknis TPS 3R seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.4.

II-9
Tabel 2.4 Persyaratan teknis TPS 3R
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013)
Syarat TPS 3R (Peraturan Menteri
No Parameter
Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013)
1 Luas Lebih dari 200 m2
Terdiri dari sedikitnya 5 jenis, yaitu sampah B3,
Sarana Pengelompokkan
2 mudah terurai, reuse, dapat didaur-ulang, dan
sampah
lain-lain.
3 Jenis wadah penampung Bersifat sementara, bukan permanen
4 Luas lokasi dan kapasitas Harus memenuhi kebutuhan
Tidak mencemari Lindi, bau yang ditimbulkan, dan persentase
5
lingkungan lalat
Tidak mengganggu keadaan sekitar, yaitu
6 Estetika dan lalu lintas
kawasan penduduk dan jalan
Pengangkutan dan
7 Memiliki jadwal yang tertata
pengumpulan
8 Daerah pelayanan Hanya yang ada pada radius 1 km dari TPS

II.7 Perencanaan Pembangunan TPS


Dalam mengembangkan sarana persampahan, pedoman desain berupa
manual dan ketentuan teknis merupakan hal yang penting sebagai dasar
pengembangan. Ketentuan teknis yang digunakan mengacu pada Peraturan
Kementerian Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013, sedangkan manual yang
digunakan berasal dari USEPA dan Alberta Environment.

II.7.1 Ketentuan teknis


Ketentuan teknis perancangan sarana persampahan berdasarkan Peraturan
Kementerian Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 meliputi:
a. Periode perencanaan (minimal 10 tahun)
b. Sasaran dan prioritas penanganan
Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada
daerah yang telah mendapatkan pelayanan saat ini, daerah
berkepadatan tinggi serta kawasan strategis. Setelah itu prioritas
pelayanan diarahkan pada daerah pengembangan sesuai dengan arahan

II-10
dalam PTMP. Kriteria kepadatan penduduk berdasarkan SNI 03-1733-
2004 ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kriteria kepadatan penduduk


(SNI 03-1733-2004)
Kepadatan
Klasifikasi
Rendah Sedang Tinggi Sangat
kawasan
Padat
Kepadatan < 150 151 200 201 400 > 400
penduduk jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha
Reduksi
terhadap 15% 30%
- -
kebutuhan (maksimal) (maksimal)
lahan

c. Strategi penanganan
Untuk mendapatkan perencanaan yang optimum, perlu
mempertimbangkan beberapa hal:
Kondisi pelayanan eksisting
Urgensi masalah penutupan dan rehabilitasi TPA dan eksisting
serta pemilihan lokasi TPA baru baik untuk skala kota maupun
lintas kabupaten/kota atau lintas provinsi (regional)
Komposisi dan karakteristik sampah
Mengurangi jumlah sampah yang diangkut dan ditimbun di TPA
secara bertahap (hanya residu yang dibuang ke TPA)
Potensi pemanfaatan sampah dengan kegiatan 3R yang melibatkan
masyarakat dalam penanganan sampah di sumber melalui
pemilahan sampah dan mengembangkan pola insentif melalui
bank sampah
Potensi pemanfaatan gas bio dari sampah di TPA
Pengembangan pelayanan penanganan sampah
Penegakan peraturan, dan
Peningkatan manajemen pengoperasian dan pemeliharaan
d. Kebutuhan pelayanan
Kebutuhan pelayanan penanganan sampah ditentukan berdasarkan:

II-11
Proyeksi penduduk: proyeksi penduduk harus dilakukan untuk
interval 5 tahun selama periode perencanaan
Proyeksi timbulan sampah: timbulan sampah diproyeksikan setiap
interval 5 tahun
Kebutuhan lahan TPA
Kebutuhan prasarana dan sarana persampahan (pemilahan,
pengangkutan, TPS, TPS 3R, SPA, FSPA, TPST, dan TPA).

II.7.2 Manual
Berdasarkan USEPA (2002) dalam Waste Transfer Stations: A Manual for
Decision-Making, untuk melakukan perencanaan pembangunan sebuah TPS,
maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
Jenis sampah yang akan diterima dan tidak diterima oleh TPS
Menentukan daerah layanan TPS, baik masyarakat ataupun komersial
Menentukan ukuran dan kapasitas TPS yang meliputi area untuk lalu
lintas alat pengumpul dan alat pengangkut, area untuk pemilahan,
pengomposan, dan pendidikan, buffer area, dan akses ke fasilitas
lainnya.
Menentukan lokasi TPS dan menentukan jarak kawasan yang akan
dilayani dengan TPS
Melibatkan partisipasi pemerintah dan masyarakat dalam menentukan
keputusan pembangunan

Sedangkan untuk mengoperasikan sebuah TPS, maka hal-hal yang perlu


dipertimbangkan adalah (USEPA, 2002) perencanaan operasional dan perawatan,
waktu kerja TPS, interaksi dengan masyarakat, pemeriksaan sampah, situasi
darurat atau kesehatan keselamatan kerja, dan pencatatan.
Aspek lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan sebuah
TPS agar tidak mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan adalah
kebisingan, lalu lintas, bau, debu, vektor penyakit, dan kotoran sisa (USEPA,
2002).

II-12
Dalam Alberta Environment (2008) ada beberapa tahapan yang harus
diikuti untuk mendesain TPS, yaitu konsep desain, pra-rancang, dan desain
(detailed engineering design).
Konsep desain adalah tahap awal desain dimana ada perkiraan biaya awal
dan permohonan izin pengembangan. Data-data yang dibutuhkan dalam rencana
konseptual (Alberta Environment, 2008):
Lokasi pengembangan yang menunjukkan tata guna lahan, jalan, dan
area lain.
Denah lokasi yang memperlihatkan akses jalan, pagar, dan lokasi dari
area-area lain pada TPS
Ada estimasi biaya awal

Pra-rancang adalah tahap kedua desain yang menyediakan rincian yang


lebih detail dan dokumen-dokumen yang berisi kriteria desain dari fasilitas-
fasilitas yang akan diterapkan. Pra-rancang meliputi (Alberta Environment, 2008):
Gambar dinding dan struktur lain
Denah fasilitas dan bangunan yang menunjukkan elevasi dan dimensi
Sistem drainase
Gerbang dan pagar
Papan tanda
Lokasi area-area lain
Akses lokasi yang dekat dengan jalanan publik
Laporan desain dasar yang menyertakan kriteria spesifik untuk
struktur bangunan, desain bangunan, fungsi dari area-area,
pencahayaan, dan lain-lain.
Estimasi biaya

Desain detail adalah tahap terakhir yang menyediakan informasi yang


dibutuhkan untuk membangun TPS. Detail desain dan spesifikasinya didasari dari
gambar dan laporan pra-rancang. Detail desain akan menyediakan detail dan
spesikasi dari berbagai komponen seperti jalan, pondasi bangunan dan struktur,

II-13
area-area, dan peralatan. Estimasi biaya dengan tingkat akurasi lebih dari 90%
harus disediakan dalam laporan tersebut (Alberta Environment, 2008).
Mengacu pada kedua manual dalam pengembangan TPS, maka ada
beberapa standar fasilitas penunjan desain Indonesia yang dapat diterapkan di
TPS, yaitu:
a. Sanitasi: Berdasarkan Keputusan Kementerian Kesehatan No. 1405 Tahun
2002, persyaratan mengenai toilet untuk karyawan adalah dengan
memisahkan toilet karyawan pria dan wanita serta setiap kantor harus
memiliki toilet dengan jumlah kamar mandi, jamban, peturasan, dan
wastafel minimal 3, 3, 5, 5 secara berturut-turut untuk jumlah karyawan
pria antara 51 100. Sedangkan, menurut Peraturan Menteri Perburuhan
No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta penerangan
dalam Tempat Kerja menerangkan bahwa jumlah kakus yang harus
tersedia untuk 46 60 orang buruh adalah 4 kakus. Hal ini perlu dilakukan
karena jika suatu fasilitas tidak dilengkapi fasilitas ini, produktivitas akan
memburuk (ILO, 2013). Berikut rincian jumlah toilet untuk pekerja kasar
(ILO, 2013 & Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964):
Untuk 1 15 orang buruh = 1 kakus
Untuk 16 30 orang buruh = 2 kakus
Untuk 31 45 orang buruh = 3 kakus
Untuk 46 60 orang buruh = 4 kakus
Untuk 61 80 orang buruh = 5 kakus
Untuk 81 100 orang buruh = 5 kakus
Dan selanjutnya untuk tiap 100 orang = 6 kakus
b. Drainase
Menurut Moduto (1998), ada dua sistem drainase, yaitu sistem tercampur
dan sistem terpisah. Di Indonesia, masih banyak drainase sistem
tercampur, yaitu air limbah domestik bahkan air limbah industri dibuang
langsung kedalam parit terdekat. Drainase dapat dibuat dengan kemiringan
permukaan jalan 2 3% ke arah saluran drainase dengan jenis drainase
berupa drainase permanen (di sisi jalan utama, di sekeliling timbunan,
daerah sekitar kantor, gudang, garasi, tempat cuci) dan drainase sementara

II-14
(dibuat secara lokal pada zona yang akan dioperasikan (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013). Unsur-unsur geometris drainase
yang dapat diterapkan adalah persegi panjang, trapesium, segitiga, dan
setengah lingkaran (Ven Te Chow, 1959).
c. Tangki penampung lindi
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke
dalam timbunan sampah, melarutkan, dan membilas materi-materi terlarut,
termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis
(Damanhuri, 2008). Salah satu alternatif untuk mengolah lindi adalah
dengan instalasi kolam pengolahan lindi berupa kolam oksidasi atau
istilah lainnya kolam stabilisasi (stabilization pond) adalah kolam
tanah yang relatif dangkal yang digunakan untuk pengolahan air
limbah. Pengelompokan sistem kolam stabilisasi berdasarkan
keberadaan dan sumber oksigen yaitu kolam anaerob, kolam
fakultatif, kolam aerob, dan kolam aerasi (Metcalf & Eddy, 1991).
Kementerian Pekerjaan Umum juga menetapkan beberapa alternatif model
pengolahan lindi skala kawasan di SPA (Stasiun Peralihan Antara) skala
kawasan yang dapat diterapkan pada TPS (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 3/PRT/M/2013). Berikut beberapa alternatif model pengolahan
lindi skala kawasan sesuai dengan peraturan tersebut pada Tabel 2.6:

Tabel 2.6 Alternatif model pengolahan lindi di SPA skala kawasan

No Komponen Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3


1 Sistem
pengolahan air Sederhana Moderat Lengkap
lindi
2 Laju air lindi 500 600 liter/hari 500 600 liter/hari 500 600 liter/hari
3 Kebutuhan lahan Atas permukaan: Atas Atas
min 6,5 x 3 m permukaan: permukaan:
Bawah min 7 x 3 m min 8,5 x 3 m
permukaan: min. Bawah Bawah
5x3m permukaan: permukaan:
min. 6,5 x 3 m min. 7,5 x 3 m
4 Beban organik BOD: 2.000 4.000 mg/L
COD: 3.000 8.000 mg/L
5 Efisiensi
penyisihan BOD 80 85 % 85% 95% 90% - 98%
dan COD
6 Unit proses Bak Bak Bak
penampungan/pe penampungan/ penampungan/
ngendapan awal pengendapan pengendapan

II-15
No Komponen Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Biofilter anaerob awal awal
Biofilter aerob Netralisasi dan Netralisasi dan
Bak penambahan penambahan
pengendapan nutrisi nutrisi
akhir Biofilter Biofilter
anaerob anaerob
Biofilter aerob Biofilter aerob
Bak Bak
pengendapan pengendapan 1
akhir Koagulasi
Filtrasi flokulasi
pasir/karbon sedimentasi
aktif Filtrasi
pasir/karbon
aktif

d. Pencahayaan
Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, pencahayaan pada kawasan
industri atau umum dengan pekerjaan kasar harus memiliki tingkat
pencahayaan 100 200 lux dengan kelompok renderasi warna 2 atau 3.
Contoh harga renderasi warna dan temperatur warna untuk beberapa jenis
lampu ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Contoh harga renderasi dan temperatur warna


Lampu Temperatur warna (K) Ra
Fluoresen standar
White 4.200 60
Coll daylight 6.200 70
Fluoresen super
Warm white 3.500 85
Cool white 4.000 85
Cool daylight 6.500 85
Merkuri tekanan tinggi 4.100 50
Natrium tekanan tinggi 1.950 25
Halida metal 4.300 65

II-16
III BAB III
METODOLOGI

III.1 Tahapan Studi


Dalam studi ini dilakukan beberapa tahapan studi. Tahapan studi tersebut
ditunjukkan pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Studi Literatur

Survey
Pendahuluan

Pengumpulan Pengumpulan
Data Primer Data Sekunder

1. Survey Lapangan 1. Data jumlah


2. Wawancara penduduk
3. Dimensi dan fungsi Analisis data dan 2. Data institusi
area evaluasi kondisi pengelola
4. Data timbulan eksisting 3. Data kondisi
sampah eksisting
5. Data komposisi TPS
sampah Pengembangan TPS yang Cibeunying
6. Data peak hour alat terintegrasi
pengumpul

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi penelitian

Gambar 3.1 yang tercantum di atas merupakan langkah yang didalamnya


terdapat beberapa metodologi, yaitu:

1. Metodologi menentukan cara sampling untuk masing-masing kriteria,


seperti timbulan sampah.
2. Metodologi menentukan jumlah sampel dengan menggunakan metode
statistika tertentu.
3. Metode analisis keseluruhan hasil sampling.

III-1
Adapun masing-masing tahapan dari metodologi penelitian yang dilakukan
akan dijelaskan lebih rinci pada sub bab selanjutnya.

III.2 Studi Literatur dan Survey Pendahuluan


Tahapan awal dalam penelitian ini adalah melakukan studi awal berupa
studi literatur dan survey kondisi pengelolaan sampah pada TPS Cibeunying di
Kota Bandung. Dilakukan pembentukan rumusan masalah mengenai kinerja TPS
Cibeunying di Kota Bandung berupa:
1. Bagaimana kondisi pengelolaan sampah, baik sistem maupun desain
bangunan, di TPS Cibeunying?
2. Berapa besar timbulan sampah dari berbagai sumber yang dilayani TPS
Cibeunying?
3. Bagaimana komposisi sampah pada TPS Cibeunying?
4. Berapa besar potensi TPS Cibeunying sehingga dapat dikembangkan
menjadi TPS yang terintegrasi?

III.3 Pengumpulan Data Primer


Pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
dengan melakukan survey lapangan baik di daerah transfer dan pengangkutan,
sampling, dan wawancara. Pengambilan data tersebut sangat penting untuk
dilakukan untuk menunjang analisis utama dalam penelitian ini.

III.3.1 Survey lapangan


Observasi atau survey dilakukan dalam dua tahap, yaitu survey kasar dan
survey secara sistematis. Survey kasar dilakukan selama dua minggu di lokasi
transfer TPS Cibeunying dan pengangkutan menuju TPA Sarimukti. Sedangkan
survey secara sistematis dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2014. Adapun
tujuan dari dilakukannya survey lapangan ini adalah sebagai berikut:
1. Melihat secara langsung kondisi bangunan dan fasilitas yang ada pada
TPS Cibeunying untuk menunjang pengelolaan sampah.
2. Melihat secara langsung penanganan sampah sepanjang jam kerja rata-
rata.

III-2
3. Mempersiapkan metode sampling yang akan digunakan untuk
menghitung besarnya timbulan, komposisi, dan jam puncak alat
pengumpul (peak hour alat pengumpul)
4. Meninjau potensi nilai sampah yang dapat dipilah oleh petugas dimulai
dari jenis hingga rata-rata penjualan kepada penyalur.

III.3.2 Sampling
Sampling merupakan bagian yang paling penting dalam merancang suatu
sistem penanganan sampah. Pada penelitian ini, dilakukan beberapa sampling
yaitu ukuran dimensi bangunan eksisting, timbulan sampah, komposisi sampah,
dan peak hour alat pengumpul.

III.3.3 Dimensi bangunan eksisting


Pengukuran dimensi bangunan dilakukan untuk mengoreksi relevansi
gambar teknik yang dirilis oleh Seksi Perencanaan PD Kebersihan. Metode yang
digunakan sederhana, yaitu dengan menggunakan meteran dalam mengukur
dimensi keseluruhan TPS.

III.3.3.1 Timbulan sampah


TPS Cibeunying melayani berbagai jenis sampah, yaitu sampah rumah
tangga dan sampah selain rumah tangga. Dari berbagai jenis sampah yang masuk
tersebut, maka telah dihitung timbulan sampah yang terangkut ke TPA dengan
metode pengambilan sampel timbulan sampah selama 8 hari berturut-turut sesuai
SNI 19-3964-1994. Metode yang dilakukan adalah dengan menimbang berat netto
sampah di jembatan timbang TPA Sarimukti dan mengkalibrasi volum sampah
pada kontainer truk.

III.3.3.2 Komposisi sampah


Pelaksanaan sampling untuk mengetahui komposisi sampah dilakukan
dengan menggunakan metode kuadran. Sampling dilakukan di TPS Cibeunying.
Metode sampling adalah sampling dengan mencampuradukkan sampah yang
sudah dibongkar dan dibawa oleh gerobak-gerobak pengangkut. Berikut prosedur
sampling komposisi sampah yang dilakukan:

III-3
1. Mencatat hari dan tanggal, waktu pengambilan sampel, dan faktor-
faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan sampling.
2. Mempersiapkan peralatan sampling sesuai dengan standar.
3. Mengumpulkan sampah yang telah dibongkar dari gerobak-gerobak
pengumpul dari berbagai titik di TPS secara acak.
4. Sampah kemudian dituang di pelataran datar dengan alas plastik
5. Sampah yang sudah terkumpul kemudian diaduk secara merata
sehingga seluruhnya tercampur.
6. Sampah yang telah diaduk tersebut dibagi menjadi empat bagian sama
rata atau kuadran. Jika jumlah sampah masih besar, ambil
seperempatnya, demikian seterusnya. Sampah yang diambil sekitar 7-12
kg dari kuadran tersebut akan dijadikan sampel.
7. Sampel sampah total dimasukkan ke sampling box dan ditimbang
beratnya dengan timbangan digital.
8. Keseluruhan sampel sampah dipilah-pilah berdasarkan kriteria
pemilahan petugas pemilah di TPS. Kriteria pemilahan jenis sampah ini
lebih bervariasi dibandingkan SNI 19-3964-1994.
9. Masing-masing jenis sampah yang sudah dipilah sebelumnya,
ditimbang. Komposisi sampah dinyatakan dalam persen basah.
10. Setelah melakukan prosedur diatas, maka sampling komposisi sampah
sudah selesai. Sampah yang dijadikan sampel dikembalikan ke tempat
semula untuk diangkut ke TPA.

Adapun peralatan yang digunakan untuk sampling adalah sebagai


berikut:
1. Sampling Box
Sampling box yang digunakan ada dua, yaitu berukuran 30x30x41 cm,
namun memiliki berat yang berbeda yaitu 3,15 kg dan 3,60 kg. Fungsi
sampling box adalah untuk menampung sampah yang akan diukur berat
komposisinya. Bentuk sampling box ditunjukkan pada Gambar 3.2.

III-4
Gambar 3.2 Sampling box

2. Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untuk menimbang berat basah dari
keseluruhan sampel sampah atau dapat digunakan untuk mengukur
berat basah komposisi sampah jika tidak terlalu sedikit. Kapasitas
maksimum timbangan ini adalah 25 kg dengan ketelitian 0.05 kg atau
500 gram. Pada Gambar 3.3 terdapat jenis timbangan digital yang
digunakan.

Gambar 3.3 Timbangan digital


3. Timbangan kue
Timbangan kue digunakan untuk menimbang berat basah komposisi
sampah yang telah dipilah sesuai jenisnya. Umumnya berat komposisi
sampah dari keseluruhan berat (7-12 kg) memiliki berat kurang dari 3
kg sehingga lebih baik menggunakan timbangan kue. Kapasitas
maksimum timbangan kue adalah 6 kg dengan ketelitian 40 gram.
Timbangan kue yang digunakan untuk sampling dapat dilihat pada
Gambar 3.4.

III-5
Gambar 3.4 Timbangan kue

4. Peralatan lainnya
Peralatan lain yang digunakan untuk menunjang kegiatan sampling
adalah terpal plastik, sarung tangan karet, trashbag, masker, dan
kantong plastik. Terpal digunakan sebagai pelataran tempat sampel
dituang dan diaduk. Sarung tangan dan masker digunakan sebagai Alat
Pelindung Diri (APD). Kantong plastik digunakan untuk menampung
sampah-sampah hasil pilahan. Pada Gambar 3.5 terdapat contoh
peralatan lainnya yang digunakan saat sampling.

III.3.3.3 Beban alat pengumpul


Perhitungan beban alat pengumpul rata-rata digunakan untuk mengetahui
rata-rata alat pengumpul yang bekerja aktif di TPS. Pemilihan hari untuk sampling
peak hour alat pengumpul disesuaikan dengan jenis hari, yaitu hari kerja dan jenis
ritasi dari pengangkutan.
Sampling dilakukan empat kali, yaitu hari Senin dan Jumat sebagai hari
kerja, dan Sabtu dan Minggu sebagai hari libur. Jadwal truk sampah mengangkut
sampah dari TPS adalah 3 ritasi untuk hari Senin-Kamis dan Sabtu, 2 ritasi untuk
hari Jumat, dan tidak ada pengangkutan pada hari Minggu

III.3.4 Wawancara
Pengambilan data melalui wawancara digunakan untuk mendapatkan data-
data terkait dengan penelitian, baik data kuantitatif maupun data kualitatif.
Wawancara dilakukan terhadap beberapa pihak, yaitu:
1. Wawancara dengan petugas sampah di TPS, yaitu petugas jaga, petugas
gerobak, dan petugas pengangkut.

III-6
2. Wawancara dengan RT/RW sebagai pengurus manajemen sampah
wilayah kawasan.
3. Wawancara dengan lembaga-lembaga terkait yaitu PD Kebersihan,
Badan Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) Provinsi Jawa Barat, dan
stakeholder lain.

III.4 Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang berupa data-data atau dokumentasi persampahan
diperoleh dari laporan tugas akhir, jurnal ilmiah, literature lain, PD Kebersihan,
BPSR, dan lembaga lainnya. Data sekunder yang diperlukan antara lain adalah
timbulan sampah historis yang terangkut ke TPA dari TPS Cibeunying, As Built
Drawing TPS Cibeunying, dokumen pengelolaan sampah dari PD Kebersihan,
dan sistem pengangkutan dari BPSR Provinsi Jawa Barat.

III.5 Evaluasi Kondisi Eksisting


Hasil survey dan sampling menghasilkan deskripsi kondisi nyata
penanganan sampah di TPS Cibeunying ditinjau dari segi teknis dan non teknis.
Segi teknis yang ditinjau adalah daerah layanan, volum sampah yang masuk,
inventarisasi fasilitas yang ada, karakteristik dan komposisi sampah yang ada, tata
operasional, pembiayaan, dan kelembagaan. Sedangkan segi nonteknis yang
ditinjau adalah manajemen yang diterapkan di TPS. Setelah mengetahui
keseluruhan informasi ini, maka dapat dilakukan evaluasi kondisi eksisting TPS
Cibeunying yang dapat dibandingkan dengan literatur dan peraturan yang
mencakup standardisasi yang ada. Dari hasil evaluasi, dapat diketahui
kecenderungan arah perbaikan yang dapat diterapkan TPS Cibeunying.

III.6 Pemilihan Alternatif Perbaikan TPS


Alternatif perbaikan TPS Cibeunying didasari oleh evaluasi kondisi
eksisting dan digunakan untuk meningkatkan kinerja TPS Cibeunying menjadi
TPS yang terintegrasi. Setelah meninjau berbagai titik kelemahan dan potensi TPS
Cibeunying, maka dapat dibuat beberapa alternatif perancangan sistem dan
bangunan menuju TPS yang terintegrasi.

III-7
III.7 Pra-rancang
Dari berbagai alternatif perbaikan TPS yang dirancang, maka akan dipilih
satu alternatif perbaikan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, baik teknis
maupun non teknis sehingga tercipta pra-rancang tetap agar TPS Cibeunying
dapat menjadi TPS yang terintegrasi.

III-8
IV BAB IV
KONDISI EKSISTING

IV.1 Kondisi Eksisting Kota Bandung


Berdasarkan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
untuk tahun 2011-2031, Kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat, merupakan
dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 675 1050 meter di atas permukaan
laut, yang berada pada koordinat 6 50 38 - 6 58 50 LS dan 107 33 34 -
107 43 50 BT dengan luas wilayah 233.000 Ha. Batas-batas administrasi Kota
Bandung adalah sebagai berikut :

Batas Utara : Kabupaten Bandung


Batas Timur : Kabupaten Bandung
Batas Selatan : Kabupaten Bandung
Batas Barat : Kabupaten Bandung

Secara administratif, menurut Perda Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2006


tentang Pemekaran dan Pembentukan Wilayah Kerja Kecamatan dan Kelurahan di
Lingkungan Pemerintah Kota Bandung, wilayah Kota Bandung terbagi menjadi:

30 kecamatan
151 kelurahan
1.558 Rukun Warga (RW)
9.678 Rukun Tetangga (RT)

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata


Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan dalam sistem
perkotaan nasional sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan
Perkotaan Bandung Raya. Wilayah administrasi Kota Bandung dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

IV-1
Gambar 4.1 Wilayah administrasi Kota Bandung (Dinas Tata Ruang & Cipta Karya, 2011)

IV-2
Berdasarkan kependudukan, pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota
Bandung berdasarkan Proyeksi Penduduk 2010 adalah 2.455.517 orang. Rata-rata
kepadatan penduduk Kota Bandung adalah 14.676 jiwa/km2. Jumlah rumah
tangga Kota Bandung tahun 2012 adalah sebanyak 653.572 rumah tangga dengan
jumlah rata-rata 4 jiwa per rumah tangga (Badan Pusat Statistik Kota Bandung,
2013).
Pada saat ini, Kota Bandung yang digunakan sebagai lahan terbangun
yang cukup padat terutama di bagian pusat kota (sebesar 73,5%), memaksa perlu
adanya pengembangan fisik kota ke wilayah pinggiran. Banyaknya jenis kegiatan
yang berjalan di Kota Bandung, menjadikan adanya perubahan pemanfaatan
ruang, terdapatnya permukiman kumuh dengan kondisi lingkungan yang tidak
sehat, terbatasnya lahan untuk Tempat Pemakaman Umum dan belum tersedianya
ruang untuk sektor informal pada akhirnya memberikan tekanan berat pada
kondisi fisik alam Kota Bandung, contohnya masalah penanganan sampah.

IV.2 Kondisi Eksisting Wilayah Cibeunying


Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota tahun 2005, pola
penggunaan lahan di wilayah Cibeunying secara umum didominasi oleh kawasan
terbangun yang terdiri dari kawasan permukiman serta sarana dan prasarana
pendukung fasilitasnya. Namun sebagian kawasan Cibeuying berada pada bagian
Bandung Utara. Kawasan konservasi ini menjadi limitasi pengembangan
Cibeunying walaupun pada kenyataannya wilayah ini mulai terdesak dan
dialihfungsikan. Sebagian besar kawasan Cibeunying merupakan kawasan
kependudukan dengan kepadatan tinggi dan sedang.

Wilayah Cibeunying merupakan pusat Kota Bandung dengan banyaknya


fasilitas pemerintahan, sekolah, universitas ternama, fasilitas sosial, dan fasilitas
umum. Konsentrasi aktivitas penduduk cukup tinggi pada kawasan ini. Namun,
kawasan Cibeunying merupakan wilayah dengan ruang terbuka hijau berupa
taman terbanyak di Kota Bandung. Dalam pengembangannya, akibat banyaknya
pembangunan, maka sulit untuk mengembangan ruang terbuka hijau tambahan
khususnya untuk memenuhi target pemerintah untuk menjadikan lahan Kota

IV-3
Bandung dengan porsi 30% untuk RTH 20 tahun mendatang. Berikut kondisi
wilayah Cibeunying yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Sub Wilayah Kota (SWK) Cibeunying


(Dinas Tata Ruang & Cipta Karya, 2011)

IV.3 Pengelolaan Sampah di Kota Bandung


Pada saat ini, secara umum pengelolaan sampah di Kota Bandung masih
menerapkan paradigma lama yaitu kumpul-angkut-buang. Namun, sudah ada
berbagai upaya pemerintah untuk mengurangi sampah yang diangkut ke Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti, seperti menggunakan alat press pada TPS

IV-4
Tegalega dan Ciroyom, dan menerapkan sistem TPS 3R di TPS Gedebage,
Indramayu, dan Ciroyom.
Berdasarkan data PD Kebersihan tahun 2014, Ada tiga penanganan
sampah yang difasilitasi, yaitu sampah rumah tangga, sampah komersial dan non
komersial, serta sampah jalan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. Teknis
operasional sampah di Kota Bandung ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Sumber Pengumpulan TPS TPA

(a) Rumah tangga

Sumber: Diangkut langsung oleh pengelola kawasan

Pertokoan/mall
Diangkut langsung oleh PD Kebersihan TPA
Pasar
Dikumpulkan di TPS
Hotel oleh pengelola TPS
(kontainer)
Anorganik:
Bank Sampah
Organik:
Pengomposan

(b) Komersial dan non komersial

Sumber: Jalan,
Fasilitas Penyapuan,
pengumpulan, TPS/TPS 3R TPA
umum,
Fasilitas sosial pewadahan

(c) Jalan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum

Gambar 4.3. Penanganan sampah di Kota Bandung (PD Kebersihan, 2014)

Dalam Perda No. 09 Tahun 2011, definisi sampah rumah tangga adalah
sampah yang berasal dari hunian berupa klaster, apartemen, kondominium,
asrama, dan sejenisnya. Sampah komersial adalah sampah yang berasal dari pusat
perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan.
Sampah fasilitas sosial adalah sampah dari rumah ibadah, panti asuhan dan panti

IV-5
sosial. Sampah fasilitas umum adalah sampah yang berasal dari terminal angkutan
umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan tempat
pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoir. Sedangkan sampah
dari fasilitas lainnya adalah sampah yang berasal dari rumah tahanan, lembaga
permasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, kawasan
pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olah raga.
Berdasarkan PD Kebersihan tahun 2006, dengan jumlah penduduk Kota
Bandung sebanyak 2.296.848 jiwa, timbulan sampah permukiman Bandung tiap
hari adalah 5.742.120 liter/hari atau 0,4 liter/orang/hari. Sedangkan sampah non
rumah tangga yang mencakup pasar, jalan, komersial, institusi, dan industri adalah
sebanyak 3.134.821 liter/hari. Pelayanan pengangkutan sampah sampai saat ini
baru mencapai 49,43%, sedangkan sisanya mengalir ke sungai, jalan, dan tempat
lain. Berikut proyeksi timbulan sampah Kota Bandung tahun 2009-2031 pada
Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Proyeksi timbulan sampah Kota Bandung 2009-2031


(RTRW Kota Bandung, 2011-2031)
Timbulan sampah (liter/hari)
Tahun
Permukiman Pasar Jalan Komersial Institusi Industri Total
2006 5.742.120 1.708.496 502.445 545.226 255.774 122.881 3.134.822
2009 6.903.020 1.813.069 533.199 578.598 271.429 130.402 3.326.697
2010 7.061.605 1.849.331 543.863 590.170 276.858 133.010 3.393.232
2015 7.854.530 2.041.811 600.469 651.595 305.673 146.854 3.746.402
2020 8.647.455 2.254.324 662.966 719.414 337.488 162.138 4.136.330
2025 9.44.0380 2.488.956 731.968 794.291 372.614 179.014 4.566.843
2031 10.233.305 2.748.008 808.152 876.962 411.396 197.646 5.042.164

IV.4 Institusi Pengelola Sampah

IV.4.1 Aspek kelembagaan


Menurut PD Kebersihan Kota Bandung (2014), lembaga yang menangani
pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah PD Kebersihan (Perda No. 09 Tahun
2011). Dalam Perda No. 14 Tahun 2011, maksud dan tujuan dibentuknya
Perusahaan Daerah Kebersihan adalah untuk menyelenggarakan usaha berupa
penyediaan pelayanan jasa pengelolaan sampah kota, pengolahan dan

IV-6
pemanfaatan sampah, pelayanan kebersihan, perbengkelan sarana pengelolaan
sampah, dan usaha lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Direksi atas
Persetujuan Walikota, serta melaksanakan penugasan Pemerintah Daerah di
bidang pengelolaan sampah dalam rangka memberikan pelayanan kebersihan
kepada masyarakat dan memberikan kontribusi kepada Pendapatan Asli Daerah.
PD Kebersihan memberikan jasa pengadaan fasilitas persampahan,
termasuk penyediaan Tempat Penampungan Sementara atau TPS. Namun, TPS
yang sudah terbangun kemudian akan dikelola oleh kawasan, dalam hal ini
Kecamatan hingga RT/RW. PD Kebersihan hanya akan mengelola bagian
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA menggunakan truk dari PD Kebersihan
ataupun rental.
Badan Pengelolaan Sampah Regional Provinsi Jawa Barat, merupakan
badan yang menangani pengelolaan sampah tingkat regional atau provinsi,
khususnya perihal TPA Sarimukti. Tugasnya adalah menyelenggarakan
pengelolaan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah regional kawasan
Bandung dan TPPAS Regional kawasan Bogor dan Depok.
Hubungan antara PD Kebersihan dengan BPSR adalah bahwa PD
Kebersihan sebagai penyelenggara pengelolaan sampah Kota Bandung merupakan
pengguna jasa TPPAS. Selain sebagai pengguna, PD Kebersihan Kota Bandung
berkewajiban membayar kompensasi jasa pelayanan TPPAS regional yang
diselenggarakan oleh BPSR.

IV.4.2 Aspek pembiayaan


a. PD Kebersihan
Anggaran biaya pengelolaan sampah Kota Bandung tahun 2014 Rp
95.000.000.000,00 yang bersumber dari jasa pelayananan kebersihan
(retribusi) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota
Bandung (subsidi dan pelayanan publik). Berikut rincian tarif jasa
pengelolaan sampah sesuai dengan Perwal 316 Tahun 2013 pada Tabel
4.2.

IV-7
Tabel 4.2 Tarif jasa pelayanan sampah
(PD Kebersihan, 2014)
Golongan Wajib Bayar
No Besaran Tarif (Rp)
Jasa Pengelolaan Sampah
1 Rumah tinggal:
Kelas 1 (DL. 450 VA, LT. 60 M2, LB. 27 M2) 3.000,00/bulan
Kelas 2 (DL. 900-1300 VA, LT. >60-100 M2, LB. >60-150 M2) 5.000,00/bulan
Kelas 3 (DL. >1300-2200 VA, LT. >100-200 M2, LB. >60-150 M2) 7.000,00/bulan
2 2
Kelas 4 (DL. >2200-3600 VA, LT. >200-350 M , LB. >150-250 M ) 10.000,00/bulan
Kelas 5 (DL. >3600-6600 VA, LT. >350-500 M2, LB. >250-350 M2) 15.000,00/bulan
2 2
Kelas 6 (DL. >6600 VA, LT. >500 M , LB. >350 M ) 20.000,00/bulan
2 Komersial 60.000,00/M3
3 Non Komersial 50.000,00/M3
4 Sosial 45.000,00/M3
5 Pedagang sektor informal 1.000,00/hari
6 Angkutan umum
Angkutan kota dan taxi 1.000,00/hari
Minibus/nonbus 3.000,00/hari

b. BPSR
Balai Pengelolaan Sampah Regional memiliki rincian pembiayaan sebagai
berikut:
Biaya masuk sampah ke TPA dengan tarif Rp 29.000,00/ton sampah
yang harus dibayarkan setiap bulan dalam satu tahun oleh PD
Kebersihan.
Biaya kompensasi dampak negatif lingkungan pada tiga desa di
sekitar TPA Sarimukti, yaitu Desa Sarimukti, Desa Mandala Sari, dan
Desa Rajamandala Kulon sebesar 4.500/ton sampah oleh PD
Kebersihan. Biaya ini harus dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat setiap dua kali setahun.

IV.5 Gambaran Umum TPS Cibeunying

IV.5.1 Profil TPS Cibeunying


TPS Cibeunying dibangun pada tahun 1985. Tanah yang digunakan untuk
pembangunan merupakan milik Dinas Permakaman dan Pertamanan Kota
Bandung dimana kawasan Cibeunying merupakan salah satu kawasan ruang
terbuka hijau. Pada tahun 2007, kondisi TPS Cibeunying yang tidak mengalami
peningkatan sistem dan fasilitas persampahan sejak awal mula dibangun mulai

IV-8
menuai protes dari masyarakat sekitar, khususnya jemaat gereja akibat sampah
yang berserakan hingga lalu lintas jalan. Hal ini terjadi akibat tidak adanya pihak
yang mengatur atau mengelola TPS Cibeunying. Atas usul masyarakat dan jemaat
gereja, PD Kebersihan beserta pihak kelurahan, kecamatan, dan RT RW setempat
melakukan diskusi untuk menyelesaikan hal tersebut. Keputusan yang dihasilkan
adalah menunjuk kepala TPS yang berfungsi sebagai pengawas dan memperbaiki
TPS Cibeunying.
Renovasi TPS Cibeunying selesai pada tahun 2012 dengan adanya
penambahan atap, pagar dan dinding tambahan. TPS Cibeunying tidak lagi
memiliki kontainer karena dinilai tidak efektif dalam menangani sampah.
Akibatnya, sampah yang telah dikumpulkan petugas akan dituangkan ke landasan
TPS sebelum diangkut ke TPA. TPS ini melayani enam kelurahan, kawasan
komersil, dan rumah sakit. Tidak ada pengaturan mengenai jumlah atau
pembatasan daerah layanan. Gaji para petugas berasal dari RT RW setempat
dan/atau kawasan non rumah tangga yang dilayani, sedangkan gaji kepala TPS
berasal dari pembayaran kawasan komersil yang membuang sampahnya sendiri ke
TPS serta pemilahan sampah plastik. PD Kebersihan tidak menempatkan satuan
khusus di TPS tersebut dan tidak memiliki hak ataupun kewajiban kepada Kepala
TPS Cibeunying begitupun sebaliknya.

IV.5.2 Lokasi
TPS Cibeunying terletak di Jl. Taman Cibeunying Selatan, Kelurahan
Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan. TPS ini terletak di tengah-tengah
permukiman penduduk dan memiliki kerja sama yang kuat dengan Gereja
Protestan. Lokasi TPS Cibeunying dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sedangkan
bangunan TPS Cibeunying ditunjukkan pada Gambar 4.5.

IV-9
TPS Cibeunying

Gambar 4.4 Lokasi TPS Cibeunying (Modifikasi dari Dinas Tata Ruang & Cipta
Karya, 2014)

Batas-batas wilayah TPS Cibeunying meliputi:

Batas utara : Gereja Protestan Cibeunying, Jl. Cibeunying Utara


Batas timur : Jl. Bengawan
Batas selatan : Permukiman penduduk
Batas Barat : Jl. Cihapit

Gambar 4.5 Bangunan TPS Cibeunying

IV-10
IV.5.3 Dimensi dan Luas Bangunan
TPS Cibeunying memiliki area yang difungsikan secara bebas. Area ini
digunakan untuk area parkir gerobak, area pemilahan, area bongkar muat, bandar,
air bersih, drainase, gudang, dan tempat truk. Berdasarkan hasil survey, luas TPS
Cibeunying adalah 263,72 m2. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Dimensi dan fungsi area TPS Cibeunying

Berdasarkan hasil survey, sebagian besar area digunakan untuk bongkar


muat. Gerobak diparkir di sayap kanan TPS, namun sebagian lagi berada diluar
mengganggu estetika dan lalu lintas jalan. TPS ini tidak memiliki wadah

IV-11
penampung tidak tetap sementara, yaitu kontainer. Sampah yang dikumpulkan
oleh petugas akan dituang ke landasan sambil menunggu waktu pengangkutan.
Sarana air bersih dan drainase terdapat pada TPS. Drainase berada pada bagian
belakang TPS yang berfungsi mengalirkan air lindi menuju parit buangan air
limbah. Air lindi ini akan bercampur dengan air permukaan dan air limbah
lainnya. Belum ada penanganan khusus untuk air lindi yang memiliki kandungan
asam tinggi.

IV.5.4 Diagram kerja


TPS Cibeunying merupakan TPS konvensional yang masih menerapkan
sistem penanganan sampah yang umum. Berikut diagram kerja penanganan
sampah pada TPS Cibeunying pada Gambar 4.7.

Sumber sampah Sampah spesifik


Sampah B3

Pengumpulan Pengumpulan
sampah RT sampah non RT

TPS

Pembongkaran

Pemilahan

Plastik Kertas & Kaleng Logam Emberan Botol


Karton & Seng kaca

Kantung
Plastik Residu

Botol
& Cup

Siap dijual
Pengolahan
TPA
di sektor lain

Gambar 4.7 Diagram kerja TPS Cibeunying

IV-12
IV.5.5 Sumber Daya Manusia
Pekerja yang ada di TPS Cibeunying adalah 1 petugas jaga dan 54 petugas
pengumpul yang merangkap sebagai pemilah dan kuli bongkar gerobak. PD
Kebersihan tidak menempatkan petugas khusus di area TPS.

IV.5.6 Daerah layanan


TPS Cibeunying melayani sumber sampah yang berasal dari kawasan
rumah tangga dan non rumah tangga. Sampah tersebut terdiri dari sampah rumah
tangga, sampah sejenis rumah tangga, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan
sampah spesifik yang terdapat pada beberapa daerah di Kota Bandung. Sampah
rumah tangga dikumpulkan menggunakan gerobak sampah dan motor sampah.
Sampah non rumah tangga, seperti sampah komersil, industri, institusi, pasar, dan
jalan dikumpulkan dengan menggunakan gerobak dan motor sampah, atau
kendaraan pribadi pengelola.

IV.5.6.1 Sampah rumah tangga


Sumber sampah rumah tangga berasal dari enam kelurahan adalah:
Kecamatan Bandung Wetan: RW 1-8 Kelurahan Cihapit, RW 7 & 3
Kelurahan Citarum
Kecamatan Cibeunying Kidul: RW 3-9, dan 13-14 Kelurahan Sukamaju
Kecamatan Cibeunying Kaler: RW 1, 3, 4, 9 Kelurahan Cihaurgeulis
Kecamatan Batununggal: RW 1 Kelurahan Kaca Piring
Jumlah keseluruhan penduduk yang berada pada enam kecamatan yang
dilayani ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Penduduk di kecamatan layanan


(Modifikasi dari Badan Pusat Statistik & Data Kelurahan Daerah, 2014)
Tahun Citarum Sukamaju Cicadas Cihapit Cihaurgeulis Kacapiring Total
2009 4.280 10.778 12.874 6.537 10.706 8.739 53.914
2010 4.207 10.689 12.830 6.471 10.732 9.490 54.419
2011 3.971 10.612 14.632 6.402 10.783 9.490 55.890
2012 3.842 10.490 14.284 6.337 11.859 10.026 56.838
2013 3.790 10.308 14.378 6.316 10.558 10.030 55.380

IV-13
Namun dari keenam kelurahan tersebut, tidak semua penduduk dilayani.
Ada beberapa RW RT yang tidak dilayani oleh petugas pengumpul TPS
Cibeunying. Berdasarkan data dari PD Kebersihan, jumlah penduduk yang
dilayani pada tahun 2013 dari tiap-tiap kelurahan seperti ditunjukkan pada Tabel
4.4.

Tabel 4.4 Jumlah penduduk yang dilayani TPS Cibeunying


(PD Kebersihan, 2014)
Tahun Citarum Sukamaju Cicadas Cihapit Cihaurgeulis Kacapiring
2013 670 6.470 4.074 6.308 2.480 465

Jika jumlah penduduk keseluruhan dengan jumlah penduduk dilayani


dibandingkan, maka didapatkan rata-rata persen pelayanan di keenam kelurahan
tersebut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Tingkat pelayanan TPS Cibeunying


Jumlah penduduk %
Kelurahan
Total Terlayani Pelayanan
Cihapit 6.316 6.308 99,87%
Citarum 3.790 670 17,68%
Sukamaju 10.308 6.470 62,77%
Cicadas 14.378 4.074 28,33%
Cihaurgeulis 10.558 2.480 23,49%
Kacapiring 10.030 465 4,64%
Rata-rata pelayanan 39,46%

Dari data ini,Kelurahan Cihapit memiliki persen pelayanan paling tinggi


yaitu 99,87%, sedangkan Kelurahan Kacapiring yang memiliki jarak terjauh dari
TPS, memiliki tingkat pelayanan paling rendah yaitu 4,64%. Hanya 1 RW yang
dilayani TPS Cibeunying pada Kelurahan Kacapiring.

IV.5.6.2 Sampah sejenis rumah tangga


Sampah ini merupakan sampah yang disalurkan langsung dari pengelola
ataupun dikumpulkan oleh petugas pengumpul menggunakan gerobak dan/atau
motor sampah. Berikut daftar sampah non rumah tangga yang dilayani oleh TPS

IV-14
Cibeunying sesuai hasil survey lapangan yang dilakukan (Tabel 4.6). Kegiatan
penanganan sampah non rumah tangga baik yang dikumpulkan dengan gerobak
dan/atau motor sampah atau kendaraan pribadi pengelola dapat dilihat pada
Gambar 4.8.

Tabel 4.6 Sumber sampah non rumah tangga layanan


Jenis Jumlah Jenis Jumlah

Pasar 1 Institusi 10
Pendidikan
Restoran 23 Hotel 3
Toko/Perdagangan 2 Kantor 6
Industri 2 Tempat Ibadah 2
Total 50

(a) Kendaraan pengelola (b) motor sampah petugas


Gambar 4.8 Jenis penanganan sampah non rumah tangga

IV.5.6.3 Sampah B3
TPS Cibeunying menerima sampah medis yang disalurkan oleh Rumah
Sakit Paru-Paru A. Rotinsulu yang terletak di Jl. Bukit Jarian, Ciumbuleuit. RS ini
mengirimkan sampah domestik beserta sampah medisnya ke TPS sebanyak dua
kali dalam satu minggu. Sampah ini berisi jarum suntik, selang infus, botol infus,
perban, kapas, masker, sarung tangan, kantung darah, darah, botol obat, botol
plastik, dan disinfektan. Berikut sampah B3 yang berasal dari RS Paru-Paru A.
Rotinsulu pada Gambar 4.9.
Sampah B3 yang berasal dari kawasan rumah tangga dan non rumah
tangga adalah baterai, kaleng cat dan oli, lampu, dan putihan ke TPS. Namun,
kawasan rumah tangga tidak memiliki kewajiban dalam mengelola sampah B3.

IV-15
(a) Selang infus (b) Darah dan tisu
Gambar 4.9 Sampah B3 dari rumah sakit

Dalam memilah sampah B3, para petugas di TPS tidak menggunakan


Alat Pelindung Diri, kecuali sepatu boot. Petugas mencampurkan sampah B3
beserta sampah lainnya.

IV.5.6.4 Sampah spesifik


Sampah spesifik merupakan sampah yang berasal dari saluran air,
drainase, ataupun puing-puing bangunan. Sampah ini dikumpulkan oleh petugas
TPS akan tetapi tidak jarang daerah lain menyalurkan sampah spesifiknya.
Berikut sampah puing bangunan yang sering dikumpulkan oleh petugas
pengumpul dari daerah sekitar (Gambar 4.10)

Gambar 4.10 Puing bangunan yang dikumpulkan

IV.5.7 Fasilitas
TPS Cibeunying memiliki bangunan yang konkret yang sebagian besar
tertutup dari lingkungan. Bangunan sebagai tempat penampung sampah ini
memiliki berbagai fasilitas, yaitu:

IV-16
a. Atap
Pada tahun 2012, atap pada TPS Cibeunying selesai dibangun atas bantuan
PD Kebersihan. Hal ini dilakukan guna melindungi TPS dari hujan agar tidak
membasahi sampah. Berikut kondisi atap TPS Cibeunying pada Gambar
4.11.

Gambar 4.11 Atap


b. Pagar
Pagar juga merupakan hasil penambahan renovasi yang selesai pada tahun
2012 oleh PD Kebersihan. Fungsi pagar adalah melindungi TPS dari
pandangan lingkungan dan sebagai penutup setelah TPS selesai bekerja untuk
menghindari pembuangan liar. Berikut kondisi gerbang dan pagar TPS
Cibeunying pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12 Gerbang dan pagar

c. Pompa air dan listrik


TPS terhubung dengan jaringan air bersih dari PDAM dan listrik dari PLN
yang berfungsi sebagai bagian dari sistem air bersih dan kelistrikan.

IV-17
d. Sumber air bersih
Sumber air bersih berupa keran air terletak di bagian belakang TPS. Aliran air
cucian ini akan menyatu dengan lindi dari drainase yang ada. Para petugas
kerap mencuci dan membersihkan dirinya di sumber air tersebut setelah
selesai bekerja (Gambar 4.13).

Gambar 4.13 Sumber air bersih


e. Penerangan
TPS memiliki dua lampu berjenis neon yang digunakan untuk menerangi area
kerja TPS. Lampu ini menyala sepanjang hari, namun khusus digunakan
untuk malam hari.

f. Drainase
Saluran drainase tidak berada pada seluruh sisi area TPS, melainkan hanya di
berada di satu jalur dekat dengan tempat sumber air bersih. Saluran drainase
ini dipenuhi sampah dan air lindi serta beberapa bagian tertutupi oleh sampah
hasil pilahan (Gambar 4.14). Aliran lindi dari saluran ini terhubung dengan
parit kota dan akan menyatu dengan berbagai air limbah lain ataupu air
permukaan dari berbagai sumber di Kota Bandung.

Gambar 4.14 Saluran drainase

IV-18
g. Alat pengumpul
Alat pengumpul yang digunakan petugas TPS adalah gerobak dan motor
sampah. Kedua alat ini merupakan kebijakan dan bantuan masing-masing
RTRW yang dilayani oleh petugas. Terdapat 46 gerobak dengan rincian 40
gerobak aktif bekerja dan 6 gerobak dalam keadaan rusak. Sebagian besar
gerobak disimpan di dalam TPS. Sedangkan enam motor sampah yang ada,
disimpan di kediaman masing-masing petugas yang bertanggungjawab.
Berikut kondisi gerobak yang diperlihatkan pada Gambar 4.15 dan Gambar
4.16.

Gambar 4.15 Gerobak pengumpul

Dari hasil pengukuran, maka rata-rata ukuran gerobak:


Gerobak besar: panjang (p) x lebar (l) x tinggi (t) = 150 x 75,5 x 117,5
cm = 1,3 m3
Gerobak sedang: p x l x t = 150 x 72 x 98,8 cm = 1,07 m3
Gerobak kecil: p x l x t = 120 x 59 x 94 cm = 0,67 m3

Berdasarkan jumlah gerobak aktif, TPS dapat menampung gerobak dengan


luasan 31,32 m2. Namun, pada jam kerja, sebagian besar petugas
memarkirkan gerobaknya pada bagian jalan sehingga mengganggu estetika
lingkungan sekitar dan lalu lintas kendaraan sekitar (Gambar 4.16). Hal ini
selalu menuai kritik masyarakat, khususnya jemaat gereja pada hari Minggu.

IV-19
Gambar 4.16 Gerobak sampah di jalan

Terdapat enam motor sampah yang merupakan milik daerah Cihapit,


Cihaurgeulis, dan Citarum. Pengadaan motor sampah merupakan hasil dari
wakaf, bantuan pemerintah kota, dan sumbangan masyarakat. Kondisi motor
sampah diperlihatkan pada Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Motor sampah


h. Tangga
Tangga merupakan sarana untuk membantu proses pemindahan muatan
sampah dari TPS ke truk pengangkut. Tangga ini terbuat dari kayu dan sudah
dalam keadaan licin serta lembap. Dikhawatirkan petugas dapat terpeleset
saat menaiki tangga ini.

i. Alat pendukung
Beberapa alat pendukung yang ada pada TPS:
Garu: terdapat lebih dari 10 garu untuk merapikan sampah
Sapu lidi: terdapat tiga sapu lidi besar untuk membersihkan sampah yang
berserakan setelah pengangkutan

IV-20
Wadah rotan: lebih dari 20 wadah rotan digunakan sebagai wadah
sampah yang akan dinaikkan ke truk pengangkut dan wadah sampah
pilahan sementara sebelum dijual ke bandar

Beberapa alat pendukung yang tidak ada pada TPS:

Kontainer: Dulu TPS Cibeunying memiliki dua kontainer yang berfungsi


sebagai tempat penampung sampah sebelum diangkut ke TPA. Namun
hal ini berjalan dengan tidak efektif dikarenakan tidak ada yang
mengawasi sehingga sampah tetap berserakan hingga memenuhi badan
jalan. Atas kebijakan masyarakat, jemaat gereja, dan pemerintah, maka
kontainer tersebut diangkut.
Pengelompokkan sampah sesuai dengan jenisnya: tidak ada wadah
khusus sampah sesuai dengan kategorinya.

j. Bandar
TPS Cibeunying memiliki bandar dalam yang memenuhi area TPS seluas 30
m2. Bandar ini dikelola oleh pihak luar namun dapat memfasilitasi penjualan
sampah-sampah hasil pilahan petugas sampah. Berikut jenis dan harga
sampah yang dapat dijual petugas kepada bandar pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Jenis dan harga sampah
Jenis Harga (Rupiah)
Aqua gelas bersih 8.000/kg
Aqua gelas kotor 3.500/kg
Aqua botol bersih 5.000/kg
Aqua botol kotor 3.000/kg
Emberan 3.500/kg
Kaleng 1.500/kg
Kardus 1.000-1.200/kg
Arsip lembaran 1.300/kg
Arsip kotor 1.000/kg
Besi super 3.000/kg
Besi As 2.000-2.500/kg

Terdapat sampah emberan yang diperjual belikan oleh petugas TPS. Dari
hasil pengambilan data, dapat dilihat bahwa isi sampah emberan dari TPS

IV-21
Cibeunying yang paling dominan adalah ember, cup warna, sedotan, botol warna,
botol shampoo, mainan, PET, dan selang.
Isi sampah emberan ini menunjukkan bahwa sampah PET yang bernilai
tinggi dan berjumlah banyak masih tercampur dengan sampah plastik yang tidak
teridentifikasi lainnya. Hal ini disayangkan karena nilai sampah PET dapat
berkurang. Selain itu, sampah mainan memiliki kategori tersendiri dengan sampah
emberan. Sampah mainan mencakup shampoo dan mainan plastik anak-anak.
Terkadang, karena kondisi seperti petugas yang tidak memiliki waktu yang
banyak, akan mencampurkan sampah mainan kedalam sampah emberan. Tidak
hanya sampah yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari sampah emberan
dicampur dengan sampah emberan, akan tetapi sampah B3 berupa selang infus
terkadang dipilah menjadi sampah emberan. Hal ini dapat mengancam kesehatan
petugas pengumpul yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri serta dapat
merusak sampah lainnya. Namun, belum ada penanganan khusus untuk limbah
B3.

IV.5.8 Sistem operasional TPS Cibeunying

IV.5.8.1 Standar operasional prosedur (SOP)


PD Kebersihan menetapkan standard operasional prosedur yang harus
dipatuhi oleh petugas TPS. SOP yang diberlakukan adalah sebagai berikut:
1. Operasional mulai pukul 06.00 s.d. 15.00 WIB
2. Bongkar muat sampah
Ritasi 1 pukul 06.00 s.d. pukul 08.00
Ritasi 2 pukul 10.00 s.d. pukul 12.00
Ritasi 3 pukul 13.00 s.d. pukul 15.00
3. Dilarang membongkar sampah dari gerobak ke landasan sebelum truk
ada
4. Dilarang menyimpan gerobak di TPS atau di jalan
5. Menjaga kebersihan lingkungan TPS

IV-22
IV.5.8.2 Pengumpulan
Pengumpulan dilakukan sebanyak 2 3 rit/gerobak dimulai dari
pukul 04.30 16.00
Petugas pengumpul dilengkapi lidi, garu, dan wadah
Petugas pengumpul terdiri dari dua atau satu personil. Jika dua,
maka tugasnya adalah menarik gerobak dan mengangkat sampah.
Tugas petugas pengumpul bukan hanya menarik gerobak/motor
sampah untuk mengumpulkan sampah, kadang membersihkan
selokan dan dedaunan
Petugas tidak dilengkapi APD lengkap, hanya memakai sepatu boot
Setelah selesai mengumpulkan, kadang sampah dari gerobak/motor
sampah langsung dibongkar muat dengan waktu rata-rata bongkar
adalah 20 menit. Namun jika tidak ada lahan yang cukup untuk
membongkar, maka sampah didiamkan terlebih dahulu menunggu
truk pengangkut dan menunggu di jalan.
Kadang jika penuh, sampah dari gerobak/motor sampah yang akan
pergi mengumpulkan sampah akan ditampung di gerobak lain.
Setelah selesai memindahkan muatan dari gerobak/motor sampah,
maka pengumpulan akan dilakukan lagi hingga jam kerja berakhir.

IV.5.8.3 Pemilahan
Sebagian besar petugas TPS Cibeunying melakukan pemilahan sampah
untuk dijual kembali ke bandar. Pemilahan dilakukan setelah petugas selesai
mengumpulkan sampah didaerah layanannya atau dilakukan ketika
mengumpulkan sampah.
Sampah yang sering dipilah oleh petugas TPS adalah emberan, kardus,
aqua botol, aqua gelas, arsip, botol kaca dan plastik, kantong plastik, kertas,
kaleng, dan logam. Hanya satu petugas yang memilah sampah dedaunan untuk
dijual kembali dan sebagian besar sampah dedaunan dibuang ke TPA. Berikut
jenis-jenis sampah yang dipilah oleh petugas sampah pada Gambar 4.18.

IV-23
(a) Aqua gelas dan botol (b) Emberan

(c) Kaleng (d) Arsip kotor

Gambar 4.18 Sampah hasil pilahan petugas

Petugas tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat memilah


sampah, kecuali sepatu boot. Sampah hasil pilahan ini biasanya dijual setiap 1-3
kali/minggu dengan meletakkan sampahnya pada area TPS. Hal ini dilarang oleh
kelurahan sekitar karena menyebabkan ruang kerja TPS semakin sempit. Namun,
pemilahan merupakan sumber penghasilan kedua petugas setelah pengumpulan.
Contohnya Kepala TPS mengumpulkan sampah plastik kresek yang akan
dikumpulkan satu minggu sekali untuk diolah di usaha kecil yang dimilikinya.
Plastik ini akan dijadikan pelet-pelet plastik yang dapat dijual ke pabrik besar.

IV.5.8.4 Pengangkutan
Alat pengangkut berupa dump truck yang merupakan mobil rental dari
CV Kibar Sarimukti (Gambar 4.19). Jadwal pengangkutan adalah 3 rit untuk hari
Senin-Kamis dan Sabtu, 2 rit untuk hari Jumat, dan tidak ada pengangkutan di
hari Minggu. Kadang truk hanya mengangkut 2 hari sekali jika terjadi kemacetan,
contohnya hari Sabtu dan sampah kemarin harus diambil keesokan paginya. Pada
kenyataannya, tidak semua sampah di TPS terangkut ke TPA Sarimukti.

IV-24
Gambar 4.19 Dump truk

Sedangkan rute pengangkutan sampah dari TPS Cibeunying ke TPA


Sarimukti adalah pada Gambar 4.20.

Gambar 4.20 Rute pengangkutan (Modifikasi dari Dinas Tata Ruang &
Cipta Karya, 2011)

Rute pengangkutan sampah ini merupakan wilayah lalu lintas padat,


khususnya hari Sabtu dimana mobilitas sangat tinggi. Tidak jarang, truk shift sore
hari yaitu pukul 14.00 kadang tidak datang akibat terjebak kemacetan.

IV-25
Dari sisi pemindahan bongkar muat dari TPS ke truk, loading time rata-
rata adalah 1,5 jam. Lama perjalanan rata-rata adalah 1,5 jam jika arus lalu lintas
dalam kondisi baik dan 3,5 jam jika terjadi arus kemacetan.

IV.5.8.5 Pembiayaan
Ada berbagai pola pembiayaan di TPS, yaitu:
a. PD Kebersihan:
PD Kebersihan wajib membayar biaya masuk sampah sebesar
29.000/ton ke BPSR untuk pemasukan sampah ke TPA Sarimukti
PD Kebersihan wajib membayar biaya dampak negatif lingkungan
kepada Kabupaten Bandung Barat
PD Kebersihan memiliki hak untuk menarik retribusi pengangkutan
sampah kepada penduduk, namun tidak semua penduduk dimintai
karena ada pengangkutan yang menggunakan jasa rental.
b. Kepala TPS:
Kepala TPS tidak memiliki gaji dari kawasan pelayanan
Kepala TPS mengambil keuntungan dari daerah komersil yang
membuang sampahnya langsung ke TPS
Kepala TPS melakukan penarikan pajak penggunaan TPS kepada
petugas pengumpul sebesar Rp 10.000,00/bulan untuk diberikan
kepada Kepala Kebersihan sebesar Rp 100.000,00, supir truk Rp
125.000,00 dan air & listrik sebesar Rp 125.000,00
c. Petugas TPS
Petugas wajib membayar iuran Rp 10.000,00/bulan ke kepala TPS
Petugas mendapatkan gaji dari daerah rumah tangga sebanyak Rp
500.000,00 Rp 750.000,00/bulan (hasil survey)
Petugas mendapatkan gaji dari daerah non rumah tangga yang
dilayani sebesar Rp 500.000,00 Rp 1.000.000,00/bulan (hasil
survey)
d. Petugas Pengangkut
Mendapatkan insentif dari TPS sebesar Rp 125.000,00/bulan
Gaji sesuai rebon yang ada

IV-26
V BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Umum
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013
tentang Penyelenggaraan Prasarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, Tempat Penampungan
Sementara (TPS) memiliki kriteria umum sesuai dengan persyaratan teknis yang
berlaku. Kelayakan TPS dapat ditinjau dari berbagai aspek pada persyaratan
teknis tersebut, yaitu luas area, sarana pengelompokkan sampah, jenis wadah
penampung, luas lokasi dan kapasitas, tidak mencemari lingkungan, estetika dan
lalu lintas, pengangkutan dan pengumpulan, dan jarak daerah layanan dari TPS.
Dalam rangka melihat potensi pengembangan yang ada pada TPS
Cibeunying, maka dilakukan evaluasi dari berbagai aspek sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum tersebut di atas.

V.2 Luas dan Fungsi Area


TPS Cibeunying dirancang dan dibangun oleh PD Kebersihan Kota
Bandung. Sesuai dengan persyaratan teknisnya, TPS ini dirancang sesuai dengan
jumlah penduduk dan nilai teoritis timbulan penduduk/hari. PD Kebersihan
mengeluarkan data Detailed Engineering Design (DED) pada tahun 2007.
Berdasarkan DED TPS Cibeunying dari PD Kebersihan, luas area TPS
Cibeunying adalah 212,56 m2. Besaran luas area DED TPS Cibeunying ini
memenuhi syarat luas area minimum TPS 3R yang mengacu pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013 karena luas areanya lebih dari 200
m2. Berdasarkan luas, TPS ini termasuk kedalam transfer tipe 1, yaitu tempat
pertemuan alat pengumpul dan pengangkut, tempat penyimpanan, tempat
pemilahan, namun tidak disertai dengan bengkel sederhana, kantor, dan tempat
pengomposan (Damanhuri & Padmi, 2010). Akan tetapi, terdapat perbedaan
besaran luas area dan dimensi bangunan yang didapatkan dari hasil survey. Luas
area TPS Cibeunying eksisting adalah 263,72 m2. Denah eksisting TPS
Cibeunying ditunjukkan pada Gambar 5.1.

V-1
Gambar 5.1 Denah eksisting TPS Cibeunying

Pengambilan data luas area pada kondisi eksisting TPS Cibeunying dapat
memperlihatkan dimensi area beserta fungsinya. Fungsi area TPS merupakan
fungsi area imajiner yang didapatkan dari hasil survey karena tidak ada area
khusus pada TPS. Dimensi area dan fungsinya ditunjukkan pada Gambar 5.2.

V-2
Gambar 5.2 Luas dan fungsi area TPS Cibeunying

V-3
Sedangkan rincian luas area dan fungsinya dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Luas dan fungsi area TPS Cibeunying


Fungsi Area Luas (m2)
Garasi 59,2
Bongkar muat 96,00
Gudang 9,38
Bandar 30,00
Truk 9,45
Total area aktif: 204,10 m2
Total area kosong: 59,71 m2

Berdasarkan data luas area sesuai dengan fungsi kerja pada TPS, maka
dapat terlihat bahwa tidak ada ruang khusus yang dapat digunakan untuk hal
lainnya, semacam penyediaan area pengolahan sampah organik atau
pengomposan. Sebagian besar area TPS ini digunakan untuk menyimpan gerobak
sampah, sampah yang tidak terangkut, sampah yang akan dijual, dan bandar yang
yang seharusnya tidak beroperasi didalam TPS. Penataan peralatan maupun
kegiatan yang tidak dikoordinasikan dengan baik, membuat penggunaan area TPS
menjadi tidak efektif dan efisien.
Luas area TPS Cibeunying sudah memenuhi persyaratan teknis TPS 3R,
yaitu lebih dari 200 m2, namun dengan kondisi operasional yang tidak tertata
dengan rapi, maka luas area ini hanya cukup dijadikan area bongkar muat dan
tempat menampung sampah yang memang sesuai dengan definisi TPS
konvensional. Berdasarkan lokasi, TPS ini terletak berdampingan dengan bandar,
area perdagangan, dan permukiman penduduk. Hal ini menyebabkan sulitnya
mengembangkan TPS Cibeunying menjadi TPS 3R dengan menyertakan
pengolahan karena tidak ada lahan kosong yang cukup disekitar TPS.

V.3 Perhitungan Beban Alat Pengumpul


Alat pengumpul sampah yang digunakan petugas TPS Cibeunying adalah
gerobak dan motor sampah. Gerobak merupakan alat pengumpul utama pada TPS
Cibeunying. Gerobak yang berfungsi berjumlah 41 unit, sedangkan gerobak yang

V-4
tidak berfungsi berjumlah enam unit. Motor sampah yang beroperasi berjumlah 4
unit. Total alat pengumpul adalah 45 unit.
Perhitungan beban alat pengumpul digunakan untuk menghitung:
Jumlah rata-rata, maksimum, dan minimum gerobak dan motor
sampah yang dititip pada jam kerja TPS.
Jumlah alat pengumpul yang bekerja di area TPS. Jumlah alat
pengumpul yang bekerja adalah jumlah alat pengumpul yang
mengumpulkan sampah pada hari tersebut.
Pengambilan data beban alat pengumpul ini dilakukan berdasarkan jenis
hari, yaitu hari kerja dan hari libur, serta jumlah ritasi pengangkutan sampah ke
TPA. Hari yang dipilih untuk melaksanakan uji coba adalah hari Senin, Jumat,
Sabtu, dan Minggu. Berdasarkan hari kerja, maka hari Senin dan Jumat adalah
hari kerja, sedangkan hari libur adalah hari Sabtu dan Minggu. Berdasarkan
jumlah ritasi, maka ritasi hari Senin dan Sabtu berjumlah 3 kali, ritasi hari Jumat
berjumlah 2 kali, dan tidak ada ritasi pada hari Minggu.
Pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat gerobak atau motor
sampah yang berada di kawasan TPS setiap 15 menit dalam 1 jam. Lama waktu
pengambilan data adalah 10 jam untuk masing-masing hari. Sampling dimulai
dari pukul 06.00 hingga pukul 16.00 dengan menganggap bahwa pukul 06.00-
07.00 adalah jam ke-1, pukul 07.00-08.00 adalah jam ke-2, hingga pukul 15.00-
16.00 sebagai jam ke-10.

V.3.1 Alat pengumpul yang dititip


Data pertama adalah data jumlah rata-rata, maksimum, dan minimum alat
pengumpul yang dititip di TPS pada jam kerja. Pengambilan data dilakukan pada
hari Senin, Jumat, Sabtu, dan Minggu.
Data hari Senin menunjukkan alat pengumpul yang dititip di TPS setiap
jam:
Rata-rata = 39 unit
Maksimum = 45 unit (pukul 12.00 13.00)
Minimum = 34 unit (pukul 06.00 07.00)
Hasil pengujian jam puncak alat pengumpul pada hari Senin ditunjukkan
pada Gambar 5.3.

V-5
50
45

Jumlah alat pengumpul


40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jam ke-

Gambar 5.3 Jam puncak alat pengumpul hari Senin


Selain hari Senin, hari Jumat juga merupakan hari aktif kerja. Namun
terdapat perbedaan jumlah ritasi pada hari Senin dan Jumat. Hari Jumat memiliki
jumlah ritasi lebih sedikit daripada hari Senin, yaitu hanya dua kali ritasi.
Data hari Jumat menunjukkan alat pengumpul yang dititip di TPS setiap
jam:
Rata-rata = 39 unit
Maksimum = 46 unit (pukul 12.00 13.00)
Minimum = 29 unit (pukul 08.00 09.00)

Hasil perhitungan jam puncak alat pengumpul pada hari Jumat dapat
dilihat pada Gambar 5.4.

50
45
Jumlah alat pengumpul

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jam ke-

Gambar 5.4. Jam puncak alat pengumpul hari Jumat

V-6
Hari Sabtu merupakan akhir minggu dimana sebagian besar kegiatan
pekerjaan terhenti. Pada hari Sabtu, daerah perkantoran tidak banyak melakukan
kegiatan.
Data hari Sabtu menunjukkan alat pengumpul yang berada di TPS setiap
jam:
Rata-rata = 35 unit
Maksimum = 38 unit
Minimum = 28 unit
Hasil pengambilan data jam puncak alat pengumpul pada hari Sabtu
ditunjukkan pada Gambar 5.5.
40
35
30
Jumlah gerobak

25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jam ke-

Gambar 5.5 Jam puncak alat pengumpul hari Sabtu

Hari Minggu merupakan hari libur sebagian besar petugas pengumpul.


Selain itu, hari Minggu juga merupakan hari peribadatan gereja yang terletak di
depan TPS. Untuk menghormati peribadatan tersebut, maka tidak ada
pengangkutan pada hari Minggu.
Data hari Minggu menunjukkan alat pengumpul yang dititip di TPS setiap
jam:
Rata-rata = 40 unit
Maksimum = 41 unit (11.00 12.00)
Minimum = 38 unit (07.00 09.00 dan 10.00 11.00)

V-7
Hasil pengambilan data jam puncak alat pengumpul pada hari Minggu
ditunjukkan pada Gambar 5.6.

42

41

40
Alat Pengumpul

39

38

37

36

35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jam ke-

Gambar 5.6 Jam puncak alat pengumpul hari Minggu

Selanjutnya, keseluruhan data-data beban pengumpul tersebut dapat


dibandingkan satu sama lain. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 5.2 dimana tertera
data jam puncak pada hari Senin, Jumat, Sabtu, dan Minggu.

Tabel 5.2 Data keseluruhan perhitungan jam puncak


Hari Senin Jumat Sabtu Minggu
Rata-rata alat pengumpul 39 39 35 40
yang dititip
Maksimum alat 45 46 38 41
pengumpul
Waktu tiba pengumpulan 12.00-13.00 12.00-13.00 11.00-12.00 11.00-12.00
maksimum
Minimum alat pengumpul 34 29 28 37
Waktu tiba pengumpulan 06.00-7.00 08.00-09.00 08.00-09.00 08.00-09.00
minimum

Data di atas menunjukkan bahwa jam puncak terjadi pada pukul 11.00
13.00 dengan jumlah maksimum alat pengumpul yang ada di TPS terjadi pada
hari Jumat, yaitu 46 unit. Survey membuktikan bahwa lonjakan jumlah alat
pengumpul pada jam puncak tersebut tidak mampu difasilitasi oleh TPS. Sebagian
alat pengumpul diletakkan di sisi jalan sehingga mengganggu lalu lintas dan

V-8
estetika. Dibutuhkan tempat untuk menampung alat pengumpul tersebut. Namun
hal itu tidak dapat diterapkan di TPS karena alat pengumpul merupakan tanggung
jawab masing-masing kawasan. Seharusnya masing-masing kawasan memiliki
area garasi tersendiri untuk alat pengumpul sehingga tidak ada lagi alat
pengumpul yang dititip di TPS yang mampu mengganggu kegiatan pemindahan di
area TPS. Penempatan area garasi di TPS hanya diperbolehkan jika area garasi
tersebut diperuntukkan untuk menampung truk pengangkut sampah. Hal ini
dilakukan untuk membuat waktu transfer, khususnya di pagi hari menjadi lebih
efisien. Selain itu, area garasi juga diperbolehkan jika pemilik alat pengumpul
tersebut adalah TPS yang berfungsi sebagai collector. Namun, sistem yang ada
pada TPS Cibeunying tidak termasuk dalam keduanya, sehingga kawasan harus
menyediakan area garasi untuk alat pengumpul dan tidak boleh ada alat
pengumpul yang dititip di TPS.

V.3.2 Alat pengumpul yang bekerja


Selain dapat menghitung jumlah rata-rata, maksimum, dan minimum alat
pengumpul, perhitungan jam puncak ini digunakan pula untuk menghitung jumlah
alat pengumpul yang bekerja. Alat pengumpul yang bekerja adalah alat
pengumpul yang mengumpulkan sampah pada hari tersebut. Mengacu pada data
jam puncak, didapatkan bahwa jumlah alat pengumpul yang bekerja per harinya
adalah:

Hari Senin = 46 unit


Hari Jumat = 54 unit
Hari Sabtu = 38 unit
Hari Minggu = 4 unit

Pada hari kerja, yaitu hari Senin dan Jumat, rata-rata alat pengumpul yang
didapatkan dari merata-ratakan nilai rata-rata alat pengumpul yang aktif bekerja
pada masing- masing hari adalah 50 unit. Rata-rata alat pengumpul pada hari
libur, yaitu hari Sabtu dan Minggu tidak dirata-ratakan karena terdapat perbedaan
jumlah yang cukup signifikan.

V-9
V.4 Timbulan Sampah
Pengambilan data timbulan sampah TPS Cibeunying telah dilakukan
dengan cara mengambil data timbulan harian selama 8 hari berturut-turut. Data
timbulan ini mencakup data timbulan sampah rumah tangga dan timbulan sampah
yang terangkut ke TPA Sarimukti. Perhitungan rinci timbulan sampah, baik yang
berasal dari sampah rumah tangga maupun sampah yang terangkut ke TPA, dapat
dilihat pada Lampiran B.

V.4.1 Timbulan sampah rumah tangga


Metode pengambilan data timbulan sampah rumah tangga menggunakan
cara pengambilan sampel dari gerobak. Rata-rata alat pengumpul yang bekerja
dari hasil survey jam puncak adalah 50 gerobak untuk hari Senin-Jumat, 38
gerobak untuk hari Sabtu, dan 4 gerobak untuk hari Minggu. Sampel sampah
berupa volum aktual, volum sampel, dan berat sampel diambil sebagian dari
masing-masing gerobak. Sampel sampah rata-rata tersebut dikalikan dengan
jumlah gerobak yang beroperasi di TPS pada hari itu. Berikut grafik fluktuasi
timbulan sampah berdasarkan volum pada TPS Cibeunying (Gambar 5.7).
70.00

60.00

50.00

40.00
Nilai

30.00

20.00

10.00

0.00
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis
Volume (m3) 64.19 63.28 56.72 5.49 63.73 64.67 63.02 59.28
Berat (ton) 12.85 13.66 9.17 1.14 11.87 10.15 13.87 12.65

Gambar 5.7 Timbulan sampah rumah tangga

Berdasarkan hasil pengambilan sampel timbulan sampah, maka berat rata-


rata timbulan warga adalah 10,67 ton/hari dengan berat timbulan rata-rata per
orang adalah 0,52 kg/orang/hari. Rata-rata berat timbulan warga saat ini

V-10
menunjukkan peningkatan dibandingkan data rata-rata berat timbulan untuk
daerah permukiman sebesar pada tahun 1994, yaitu 0,35-0,4 kg/o/hari (Damanhuri
dan Padmi, 2010). Peningkatan ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah
penduduk di Kota Bandung dari tahun ke tahun. Penduduk Kota Bandung
mengalami peningkatan penduduk sebesar 0,8% setiap tahun (Dinas Tata Ruang
& Cipta Karya, 2011).
Rata-rata berat timbulan sampah warga adalah 10,67 ton/hari, dengan berat
timbulan sampah paling tinggi terjadi pada hari Rabu, yaitu sebesar 13,87 ton.
Jika memperhatikan pola ritasi pengangkutan, maka berat timbulan sampah warga
pada hari Senin akan cenderung lebih banyak dibandingkan hari Rabu karena
sampah warga yang tidak diangkut pada hari Minggu akan diangkut pada hari
Senin. Namun, penambahan berat timbulan sampah hari Senin yang hanya
berubah dari 11,87 ton menjadi 13,01 ton setelah ditambahkan oleh sampah hari
Minggu, tetap memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan hari Rabu. Hal ini
menunjukkan bahwa berat timbulan sampah hari Rabu cenderung akan lebih
tinggi dibanding hari lainnya terkecuali jika terjadi hari besar atau kondisi tak
terduga pada hari lain.
Densitas rata-rata timbulan sampah rumah tangga yang disampling melalui
gerobak adalah 0,2 ton/m3. Hal ini sesuai dengan densitas teoritis sampah pada
gerobak yaitu 0,2 0,25 ton/m3 (Damanhuri dan Padmi, 2010). Namun, rincian
hasil analisis data menunjukkan bahwa pada saat-saat tertentu, densitas eksisting
sampah pada gerobak akan melebihi kapasitas. Dari hasil pengambilan data,
ditunjukkan bahwa densitas maksimum memiliki nilai sebesar 0,22 ton/m3.
Densitas maksimum ini terjadi pada hari Rabu dan Jumat. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi kelebihan kapasitas sampah yang dikumpulkan gerobak dari daerah
rumah tangga pada hari Rabu dan Jumat. Tingginya densitas sampah pada hari
Rabu mendukung hasil analisis yang menunjukkan bahwa timbulan sampah pada
hari Rabu cukup tinggi dibandingkan lainnya. Berdasarkan hasil survey, tinggi
gunungan sampah yang melebihi kapasitas gerobak atau motor sampah dapat
mencapai 0,90 meter. Rincian data densitas sampah di gerobak selama 8 hari
berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 5.3.

V-11
Tabel 5.3 Densitas sampah pada gerobak

Hari Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis


Densitas
0,20 0,22 0,16 0,21 0,19 0,16 0,22 0,21
(ton/m3)

Pola timbulan sampah rumah tangga layanan TPS Cibeunying terlihat


berfluktuasi. Salah satu faktor yang mendukung adalah jumlah ritasi alat
pengumpul dan truk pengangkut. Fluktuasi timbulan sampah sangat terlihat pada
hari Minggu dimana timbulan sampah penduduk menurun drastis dibandingkan
hari lainnya. Pada hari Minggu, berat timbulan sampah memiliki nilai dibawah
rata-rata hari lain yaitu 1,14 ton. Rata-rata berat timbulan selain hari Minggu
adalah 12,19 ton/hari. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pola pengumpulan
pada hari Minggu dengan hari lainnya. Hari Minggu merupakan hari libur
pengumpulan sampah penduduk sehingga sebagian besar petugas gerobak yang
bertanggung jawab untuk mengumpulkan sampah penduduk tidak beroperasi.
Pada hari Minggu, hanya terdapat empat gerobak yang mengumpulkan sampah
dari rumah warga dan daerah non rumah tangga.
Sedikitnya petugas gerobak yang mengumpulkan sampah penduduk pada
hari Minggu akan menambah beban timbulan sampah pada hari Senin dan hari
Selasa.

V.4.2 Timbulan sampah yang terangkut ke TPA


Pengangkutan sampah dilakukan pada hari Senin hingga Sabtu, sedangkan
hari Minggu tidak ada pengangkutan sampah disebabkan adanya jemaat gereja
yang beribadah. Ritasi dilakukan tiga kali sehari, yaitu pagi (07.00), siang (13.00),
dan sore (15.00). Namun hanya terdapat dua kali ritasi pada hari Jumat karena
adanya ibadah shalat Jumat.
Pengambilan data dilakukan dengan mengukur berat per ritasi sampah
yang terangkut pada jembatan timbang TPA Sarimukti. Sedangkan volume
timbulan sampah dihitung dengan melakukan kalibrasi volume, yaitu dengan
menambahkan volume sampah sesuai dengan kontainer pada truk dengan volum
sampah yang melebihi kapasitas kontainer. Volume sampah yang melebihi
kapasitas kontainer dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus volume

V-12
setengah elips, karena bentuk volume gunungan sampah mendekati bentuk
setengah elips. Berikut perhitungan volume timbulan gunungan sampah yang
melebihi volume truk dengan Persamaan (1).

(1)

dimana,
A = panjang truk (m)
B = lebar truk (m)
C = tinggi gunungan sampah (m)

Berikut grafik fluktuasi timbulan sampah TPS Cibeunying selama 8 hari


berturut-turut pada Gambar 5.8.
60.00

50.00

40.00

30.00
Nilai

20.00

10.00

0.00
Rabu Kamis Jumat Sabtu Senin Selasa Kamis Jumat
Volume (m3) 53.12 48.61 36.24 51.08 53.59 52.58 52.83 52.63
Berat (Ton) 27.03 21.9 12.68 19.42 20.01 19.32 20.02 19.95

Gambar 5.8 Fluktuasi timbulan sampah yang terangkut ke TPA

Dari hasil pengambilan data, maka berat rata-rata timbulan sampah yang
terangkut ke TPA Sarimukti adalah 20,041 ton/hari. Berat timbulan sampah
maksimum terjadi pada hari Rabu, yaitu sebesar 27,03 ton/hari, sedangkan berat
timbulan sampah minimum terjadi pada hari Jumat, yaitu sebesar 12,68 ton/hari.
Berdasarkan data, timbulan sampah yang terangkut ke TPA pada hari
Senin lebih banyak dari hari yang lain karena sampah yang tidak terangkut pada
hari Sabtu dan Minggu ikut memenuhi kontainer truk pengangkut. Namun, hal itu
hanya berlaku pada volume timbulan sampah bahwa volume timbulan hari Senin

V-13
yang lebih banyak dari hari lainnya. Berbeda dengan berat timbulan sampah, berat
timbulan sampah hari Senin cenderung sama dengan hari lainnya, hal ini
diperkirakan karena berat basah sampah pada hari Sabtu dan Minggu telah
berkurang. Pada pengambilan data, berat timbulan sampah yang paling besar
justru terjadi pada hari Rabu, yaitu 27,03 ton dengan selisih kurang lebih 7 ton
dengan hari Senin. Meninjau data volume timbulan sampah hari Rabu per ritasi,
maka terlihat bahwa timbulan sampah hari Rabu tanggal 2 April 2014 melebihi
rata-rata timbulan sampah hari lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa timbulan
sampah hari Rabu bersifat situasional dimana ada faktor lain yang menyebabkan
timbulan melebihi rata-rata normal. Namun hal ini sejalan dengan timbulan
sampah rumah tangga yang menunjukkan bahwa timbulan sampah maksimum
terjadi pada hari Rabu.
Timbulan sampah hari Jumat memiliki volume dan berat timbulan terkecil
dari hari lainnya akibat jumlah ritasi pengangkutan hanya ada dua kali. Volume
timbulan sampah hari Jumat hanya sebesar 36,24 m3 yaitu volum timbulan
sampah rata-rata. Sedangkan berat sampah pada hari Jumat yang sebesar 12,68
ton hanyalah dari berat timbulan sampah rata-rata.
Densitas rata-rata timbulan sampah yang terangkut ke TPA adalah 0,4
ton/m3. Hal ini sesuai dengan densitas teoritis sampah pada truk terbuka yaitu 0,3
0,4 ton/m3 (Damanhuri dan Padmi, 2010). Namun, rincian hasil analisis data
menunjukkan bahwa pada saat-saat tertentu, densitas eksisting sampah pada truk
terbuka akan melebihi kapasitas. Dari hasil pengambilan data, ditunjukkan bahwa
densitas maksimum memiliki nilai sebesar 0,51 ton/m3. Densitas maksimum ini
terjadi pada hari Rabu. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kelebihan kapasitas
yang cukup tinggi dari sampah yang terangkut ke TPA hari Rabu. Tingginya
densitas sampah hari Rabu mendukung hasil analisis yang menunjukkan bahwa
timbulan sampah pada hari Rabu memiliki nilai tinggi dibandingkan lainnya. Hal
ini juga diperkuat dari hasil survey, bahwa tinggi gunungan sampah yang melebihi
kapasitas truk berkisar dari 0,50 1,10 meter. Rincian data densitas sampah di
gerobak selama 8 hari berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 5.4.

V-14
Tabel 5.4 Densitas sampah pada truk terbuka

Hari Rabu Kamis Jumat Sabtu Senin Selasa Kamis Jumat


Densitas
0,51 0,45 0,35 0,38 0,37 0,36 0,38 0,38
(ton/m3)

Data pengambilan sampel timbulan sampah yang terangkut ke TPA ini


menunjukkan bahwa volume tidak selalu berbanding lurus dengan berat timbulan
sampah. Volume timbulan sampah yang besar belum tentu memiliki berat
timbulan yang besar pula, karena berat timbulan dipengaruhi faktor lain, terutama
kadar air.
Timbulan sampah yang terangkut ke TPA dapat dibandingkan dengan
timbulan sampah rumah tangga dari penduduk. Hasil pengambilan sampah warga
menunjukkan bahwa rata-rata volume timbulan sampah selama 8 hari berturut-
turut adalah 55,05 m3/hari. Sedangkan, rata-rata volume timbulan sampah yang
terangkut ke TPA adalah 50,08 m3/hari. Hal ini menunjukkan ada beberapa faktor
lain yang memengaruhi penurunan volume sampah. Ada tiga faktor potensial
yang menyebabkan menurunnya volume sampah yang terangkut ke TPA, yaitu
adanya pemadatan sampah pada kontainer truk, pemilahan sampah, dan sampah
yang tidak terangkut. Faktor pemadatan sangat memengaruhi penurunan volume
sampah yang akan diangkut ke TPA. Setiap kali pengisian sampah pada kontainer,
selama kurang lebih 1,5 jam, pemadatan dilakukan terus menerus guna
memadatkan sampah sehingga sebagian besar sampah dapat terangkut. Hal ini
ditunjukkan pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9. Pemadatan sampah oleh petugas TPS

V-15
Penurunan volume sampah sekitar 4,97 m3 juga dapat disebabkan adanya
usaha pemilahan sampah. Sebagian petugas pengumpul melakukan pemilahan
mandiri menjadi berbagai jenis sampah anorganik yang dapat dijual kembali ke
pihak lain. Selain pemadatan, masih ada sampah yang tidak terangkut ke TPA.
Hal ini sering terjadi pada ritasi terakhir yaitu di siang hari. Seringkali petugas
pengumpul baru datang membawa sampah setelah truk selesai melakukan
pengisian atau kerap mengumpulkan sampah kembali di sore hari dan menyimpan
sampah tersebut di TPS hingga esok hari.

V.5 Pemilahan
Setiap TPS memiliki persepsi pemilahan masing-masing. Persepsi
pemilahan didapatkan dengan memberikan kuesioner kepada seluruh perwakilan
petugas pengumpul sampah dari masing-masing daerah layanan, yaitu
sejumlah 26 RW sehingga petugas yang mengisi kuesioner minimal ada 26
petugas dari 26 RW. Kuesioner tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
petugas pengumpul di TPS Cibeunying melakukan pemilahan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5.10.

30
25
25 22
21 21
20
Jumlah petugas

20 Plastik

15 Kaleng & Seng


Logam
10
Kertas & Karton
5 Botol kaca
0
0 Organik
Plastik Kaleng Logam Kertas & Botol Organik
& Seng Karton kaca
Jenis sampah

Gambar 5.10 Persepsi pemilahan TPS Cibeunying

Dari hasil kuesioner, petugas TPS Cibeunying sudah biasa melakukan


pemilahan sampah, khususnya memilah plastik, kaleng & seng, logam, kertas &

V-16
karton, dan botol kaca. Namun, sampah organik yang mendominasi komposisi
sampah di TPS, memiliki kecenderungan dipilah sebanyak 0%. Hal ini
menunjukkan tidak adanya pemilahan sampah organik di TPS ini. Berdasarkan
hasil survey dan wawancara, sebagian besar petugas pengumpul menyadari bahwa
pemanfaatan sampah organik adalah hal yang penting. Namun, hal ini tidak
disertai dengan adanya fasilitas yang menunjang untuk mengolah sampah
tersebut. Pada awal tahun 2000, TPS Cibeunying memiliki alat penggiling untuk
membuat kompos. Namun, karena tidak adanya manajemen serta pengawasan
yang baik, alat yang memiliki potensi untuk mengolah sampah organik tersebut
menjadi kompos menjadi tidak berfungsi dan dikembalikan.
Berdasarkan hasil kuesioner kepada 26 petugas, didapatkan rata-rata
jumlah sampah hasil pemilahan tiap harinya. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Jumlah sampah hasil pemilahan

Jumlah sampah
<2 5 10 15 20
pilahan (kg/hari)
Jumlah petugas 2 2 11 4 6
Persentase 8.00% 8.00% 44.00% 16.00% 24.00%
Jumlah sampah
4 10 110 60 120
total (kg/hari)

Data di atas merupakan hasil kuesioner dari 26 sampel petugas. Jika data
ini dikalibrasi sehingga sesuai dengan jumlah petugas saat ini, yaitu 54 petugas.
Maka jumlah sampah hasil pemilahan setiap harinya akan mencapai 663 kg/hari.
Sampah hasil pilahan ini akan didistribusikan ke pihak lain, yaitu pihak bandar,
lapak, dan pabrik sehingga mengurangi sampah yang akan ditimbun di TPA.

V.6 Aliran Sampah


Aliran sampah mencakup sampah yang masuk ke TPS dan sampah yang
keluar dari TPS. Dari aliran sampah ini, akan diketahui proses penanganan
sampah yang terjadi di TPS.
Faktor penting aliran sampah TPS Cibeunying adalah input dari sampah
rumah tangga dan non rumah tangga, serta output dari sampah yang terangkut ke

V-17
TPA dan pemilahan. Berikut persamaan aliran sampah TPS Cibeunying pada
Persamaan (2):
sampah rumah tangga + sampah non rumah tangga =
sampah yang terangkut ke TPA + sampah pemilahan (2)
Ada faktor lain pada output sampah, yaitu sampah yang tercecer, sampah
yang terdegradasi, ataupun sampah yang dibakar. Namun, faktor-faktor tersebut
diasumsikan tidak ada pada output sampah. Hal ini didasari pada hasil survey
yang menunjukkan bahwa setelah jam kerja TPS berakhir, maka TPS akan
dibersihkan sehingga jumlah sampah yang tercecer tidak begitu signifikan. Selain
itu, walaupun ada sampah yang menginap di TPS, tidak ada penyimpanan sampah
lebih dari dua hari pada TPS sehingga faktor penyusutan dapat diabaikan.
Tidak semua data timbulan sampah pada penelitian ini didapatkan dengan
cara pengambilan sampel. Pengambilan data juga dilakukan dengan pendekatan
wawancara dan kuesioner, contohnya timbulan sampah hasil pemilahan. Tingkat
akurasi data ini sangat bergantung pada kemampuan responden, dalam hal ini
petugas, dalam menjawab dan memahami set pertanyaan. Akan tetapi,
berdasarkan informasi yang telah didapat, aliran sampah dapat ditentukan
sehingga didapatkan diagram aliran sampah dan nilai timbulan sampah non rumah
tangga. Berikut diagram aliran sampah TPS Cibeunying seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5.11.

Sampah Rumah Tangga


(10,67 ton/hari)

TPS TPA
(20,704 ton/hari) (20,041 ton/hari)
Sampah Non Rumah
Tangga
(10,034 ton/hari)

Pemilahan
(0,663 ton/hari)

Input Proses Output


Gambar 5.11 Aliran sampah TPS Cibeunying

V-18
V.7 Komposisi Sampah
Komposisi sampah merupakan salah satu aspek penting yang perlu
diketahui guna mencari alternatif sistem pengelolaan persampahan yang paling
baik. Pada pengambilan sampel komposisi sampah TPS Cibeunying, maka
komposisi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sampah rumah tangga, sampah non
rumah tangga, dan sampah sampah yang akan diangkut ke TPA.
Pengambilan sampel ini dilakukan selama tiga kali tiap jenis komposisi.
Komposisi yang ditinjau dikategorikan menjadi sisa makanan dan dedaunan,
kertas dan karton, plastik kemasan, plastik, kain, botol kaca, kaleng dan seng,
limbah B3, dan lain-lain. Perbedaan antara plastik kemasan dan plastik biasa
terlihat pada sisi penggunaannya. Plastik adalah plastik jenis PP, PET, HDPE,
kantung plastik yang memiliki variasi warna hitam, putih, merah, dan kuning serta
plastik minuman kemasan. Sedangkan plastik kemasan merupakan plastik yang
biasa digunakan untuk mengemasi berbagai produk, seperti produk makanan,
peralatan mandi, kosmetik, bahan pembersih rumah, pembersih pakaian, dan
minyak (Chaerul et al., 2014).Namun plastik PP bening dan HDPE bening juga
termasuk dalam sampah plastik kemasan.
Komposisi sampah tersebut dibagi menjadi sampah yang laku dan tidak
laku dijual. Sampah laku dijual terdiri dari plastik, kertas dan karton, kaleng dan
seng, botol kaca, dan logam. Sedangkan sampah yang tidak laku dijual terdiri dari
sisa makanan dan dedaunan, kain, limbah B3, plastik kemasan, dan lain-lain.
Limbah B3 pada TPS ini merupakan limbah yang dihasilkan dari berbagai
sumber yaitu rumah tangga, seperti diaper, baterai, kaleng bekas cat, sedangkan
limbah B3 dari sampah sejenis rumah tangga adalah baterai, oli, kaleng bekas cat,
sirkuit elektronik, dan kaleng bekas oli. Namun, seperti yang telah diatur pada
Peraturan Pemerintah PP-18/1999 jo PP-85/99, limbah B3 yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah tangga serta kegiatan kecil lainnya tidak terkena peraturan ini,
karena pengaturannya akan ditetapkan kemudian oleh instansi yang
bertanggungjawab. Bila batasan penghasil limbah B3 diterapkan juga pada
kelompok tersebut, maka akan menimbulkan permasalahan, karena izin
pengelolaan limbah B3 membutuhkan prosedur administrasi yang tidak

V-19
sederhana, yang hanya bisa dilaksanakan oleh sebuah usaha komersial
(Damanhuri, 2010).
Komposisi sampah rumah tangga pada TPS Cibeunying berasal dari enam
daerah layanan, yaitu Kelurahan Cihapit, Kelurahan Citarum, Kelurahan
Sukamaju, Kelurahan Cicadas, Kelurahan Cihaurgeulis, dan Kelurahan
Kacapiring. Jumlah penduduk yang pengumpulan sampahnya dilayani oleh TPS
Cibeunying adalah 20.467 jiwa dari seluruh RT/RW di kelurahan.
Data komposisi sampah non rumah tangga berdasarkan persen berat
ditunjukkan pada Gambar 5.12. Namun hasil perhitungan rinci dari komposisi
sampah rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran C.
Plastik
Plastik Lain-lain
5% 8%
Kemasan
Kertas &
11%
karton
B3 13%
2%
Kain
1%

Sisa
makanan &
Dedaunan
60%

Gambar 5.12 Komposisi berat basah sampah rumah tangga

Komposisi sampah non rumah tangga pada TPS Cibeunying berasal dari
pasar, restoran, pertokoan/perdagangan, industri, sekolah/institusi pendidikan,
hotel, kantor, dan tempat ibadah. Selain sampah tersebut, sampah spesifik dan
limbah medis yang berasal dari Rumah Sakit X turut menjadi bagian sampah non
rumah tangga. Namun frekuensi pembuangan limbah medis dari RS X ke TPS
Cibeunying hanya 2 kali/seminggu.
Sampah non rumah tangga dari kawasan ini merupakan sumber utama
sampah yang dapat dijual kembali oleh petugas pengumpul. Sampah ini memiliki

V-20
jenis dan bentuk kemasan yang hampir sama dengan sampah rumah tangga,
namun dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih variatif.
Data komposisi non rumah tangga berdasarkan persen berat ditunjukkan
pada Gambar 5.13. Namun hasil perhitungan rinci dari komposisi sampah rumah
tangga dapat dilihat pada Lampiran C.

Lain-lain Plastik
Plastik
9% 4%
Kemasan
4% Kertas &
karton
18%

Botol Kaca
6%

Logam
Sisa makanan
2%
& Dedaunan
57%

Gambar 5.13 Komposisi berat basah sampah non rumah tangga

Sampah rumah tangga dan sampah non rumah tangga adalah sampah
masuk ke TPS Cibeunying sebagai input pada aliran massa sampah. Dengan
mengkonversikankan kedua data komposisi sampah rumah tangga dan sampah
non rumah tangga, maka persentase sampah campuran antara sampah rumah
tangga dan non rumah tangga sebagai total sampah yang masuk ke TPS. Konversi
total sampah rumah tangga dan non rumah tangga ditunjukkan pada Tabel 5.6.
Dari hasil kalibrasi tersebut, tampak bahwa sampah sisa makanan dan
dedaunan mendominasi komposisi sampah dengan persentase 58,21%. Sedangkan
urutan kedua terbanyak adalah sampah ketas dan karton dengan persentase
15,60%, disusul dengan sampah plastik kemasan pada urutan ketiga (7,40%). Hal
ini sesuai dengan rata-rata komposisi sampah Kota Bandung yang didominasi oleh
sampah organik sebanyak 63,52%, urutan kedua sampah kertas yaitu 10,42%, dan
4,90% untuk sampah plastik (Kardono, 2007).

V-21
Tabel 5.6 Konversi komposisi sampah yang masuk ke TPS

Sampah Sampah non Total sampah


Jenis rumah tangga rumah tangga yang masuk
% Berat % Berat % Berat
Plastik 8,25% 4,04% 6,15%
Kertas + karton 12,93% 18,28% 15,60%
Kaleng & Seng 0,07% 0,53% 0,30%
Botol Kaca 0,00% 6,49% 3,24%
Logam 0,13% 1,59% 0,86%
Sisa makanan & 58,21%
Dedaunan 59,76% 56,64%
Kain 0,66% 0,00% 0,33%
B3 1,58% 0,00% 0,79%
Plastik Kemasan 11,15% 3,64% 7,40%
Lain-lain 5,47% 8,78% 7,12%

Porsi komposisi sampah total yang masuk TPS berdasarkan persen berat
ditunjukkan pada Gambar 5.14.

Lain-lain Plastik
Plastik 7% 6%
Kemasan B3
8% Kertas & karton
1% 16%
Kain
0% Kaleng & Seng
0%
Botol Kaca
3%
Logam
1%

Sisa makanan &


Dedaunan
58%

Gambar 5.14 Komposisi berat basah total sampah yang masuk TPS

Berdasarkan laku dan tidak laku dijual, persentase sampah yang laku
dijual adalah 26,15% dan persentase sampah yang tidak laku dijual adalah
73,85%. Sampah yang laku dijual meliputi sampah plastik (6,15%), kertas &
karton (15,60%), kaleng & seng (0,30%), botol kaca (3,24%), dan logam (0,86%).

V-22
Sedangkan sampah yang tidak laku dijual meliputi sampah sisa makanan dan
dedaunan (58,21%), kain (0,33%), limbah B3 (0,79%), plastik kemasan (7,40%),
dan lain-lain (7,12%).
Dominannya sampah sisa makanan dan dedaunan diakibatkan sampah-
sampah yang masuk ke TPS sebagian besar berasal dari sampah dapur dan
halaman wilayah rumah tangga dan non rumah tangga. Sampah non rumah tangga
sebagian besar didominasi oleh restoran dan sampah dedaunan. Wilayah
Cibeunying cenderung memiliki sampah hijau yang sedikit lebih banyak dari
wilayah lain, karena daerah ini merupakan pusat ruang terbuka hijau Kota
Bandung. Namun, terlihat dari persepsi pasar, sampah sisa makanan dan dedaunan
yang berpotensi untuk didaur ulang, belum dimanfaatkan dengan baik. Sebagian
besar sampah tersebut hanya diangkut dan ditimbun di lahan urug.
Sebagian besar sampah yang dimanfaatkan adalah sampah anorganik.
Pemanfataan ini dilakukan dari proses pemilahan yang dilakukan petugas
pengumpul saat mengumpulkan sampah maupun saat membongkar sampah di
TPS. Pemilahan masih dapat dilakukan di TPS karena luas area masih cukup
untuk dijadikan ruang pemilahan walaupun tidak terkonsentrasi secara khusus.
Sedangkan, sampah organik berupa sisa makanan dan dedaunan yang memiliki
persentase timbulan paling tinggi belum bisa dimanfaatkan karena tidak ada alat
pengolahan, khususnya alat pengomposan. Karena hal ini, sampah organik yang
memiliki potensi untuk dijadikan kompos, harus turut dibuang ke TPA. Pihak TPS
juga tidak memiliki kerjasama dengan pihak yang mampu mengolah sampah
tersebut sehingga tidak ada keuntungan dan tidak ada reduksi sampah organik
yang masuk ke TPA dari TPS ini.
Komposisi sampah rumah tangga dan komposisi sampah non rumah
tangga menunjukkan variasi komposisi total sampah yang masuk ke TPS.
Komposisi sampah yang akan diangkut ke TPA sudah melewati tahapan
pemilahan di TPS. Komposisi ini akan dibandingkan dengan komposisi sampah
yang akan diangkut ke TPA untuk melihat kecenderungan atau tingkat kesuksesan
pemilahan sampah. Data perbandingan komposisi sampah yang akan diangkut ke
TPA ditunjukkan pada Gambar 5.15.

V-23
Plastik Lain-lain Plastik Kertas +
Kemasan 3% 5% karton
18% 14%

Botol Kaca
B3 2%
6%

Kain
2%

Sisa makanan
& Dedaunan
50%

Gambar 5.15. Komposisi berat basah sampah yang akan diangkut ke TPA

Dari hasil pengambilan data, terdapat persentase sampah yang laku dijual
dan sampah yang tidak laku dijual yang terangkut ke TPA. Sampah yang laku
dijual dan terangkut ke TPA memiliki persentase sebanyak 21,11%. Sedangkan
sampah yang tidak laku dan terangkut ke TPA memiliki persentase sebesar
78,89%.
Ada penurunan total sampah yang masuk ke TPA. Hal ini ditunjukkan
dengan komposisi plastik yang menurun dari 6,15% menjadi 4,99% saat akan
diangkut ke TPA. Hal ini juga terjadi pada kertas dan karton, menurun dari
15,60% menjadi 14,11%, botol kaca menurun dari 3,24% menjadi 1,92% dan lain
sebagainya.
Sampah yang laku terjual merupakan sampah yang masih memiliki nilai
jual. Namun dikarenakan penempatan yang tidak tertata rapi menyebabkan masih
adanya sampah yang tidak sengaja terangkut ke TPA. Kertas dan karton memiliki
nilai jual yang tinggi, namun sampah kertas dan karton yang terangkut ke TPA
tersebut merupakan kertas dan karton yang sudah tercampur dengan sampah lain
dan nilainya sudah turun.
Limbah B3 turut bercampur dengan sampah lainnya. Limbah ini dapat
merusak sampah domestik lainnya karena apabila tercampur maka karakteristik
sampah tersebut akan berubah. Namun, TPS Cibeunying tidak memiliki
penanganan khusus untuk sampah B3.

V-24
PD Kebersihan menerapkan peraturan bahwa limbah B3 tidak boleh
memasuki area TPS dan harus diolah pada pihak yang berwajib. Namun, selama
ini TPS Cibeunying melayani limbah B3 yang berasal dari Rumah Sakit X.
Limbah B3 ini diantar oleh pihak RS sebanyak 2 kali seminggu. Limbah ini berisi
jarum suntik, selang infus, kapas, perban, tisu, masker, sarung tangan, kantung
darah, botol obat, plastik obat, dan botol disinfektan. Hal ini diluar kendali PD
Kebersihan.
Kejadian ini melanggar PP-18/1999 jo PP-85/99 mengenai limbah B3,
bahwa seharusnya pihak non rumah tangga yang secara jelas memproduksi limbah
B3 langsung menyerahkan limbah kepada pihak yang mampu mengolah atau
mengolah limbah tersebut secara mandiri dilengkapi dengan dokumen-dokumen
khusus. Limbah ini telah merusak sampah-sampah domestik yang memasuki area
TPA Sarimukti.
Sampah rumah tangga juga turut menyertakan sampah berbahaya namun
bukan limbah B3 seperti baterai, kaleng cat dan oli, lampu, dan putihan ke TPS.
Proses pemilahan tanpa Alat Pelindung Diri dapat menyebabkan kontak langsung
dengan petugas. Hal ini mampu menyebabkan berbagai risiko penyakit khususnya
dari sampah dan limbah berbahaya tersebut (Wilson et al., 2006).
Selain dicampur dengan sampah domestik, kadang-kadang limbah B3 ini
dipilah-pilah oleh petugas pengumpul. Limbah yang sering dipilah adalah selang
infus dan botol-botol bekas disinfektan dan obat. Limbah selang dipilah menjadi
sampah emberan, sedangkan limbah botol dipilah dan bergabung dengan botol
lainnya. Hal ini pun dapat merusak sampah yang akan dijual kembali tanpa
sepengetahuan petugas pengumpul dan pembeli. Komposisi limbah rumah sakit
dapat dilihat pada Gambar 5.16.

Gambar 5.16 Sampah rumah sakit

V-25
V.8 Potensi Guna-Ulang dan Daur Ulang
Sampah memiliki nilai ekonomi dan nilai fungsi. Sampah yang timbul
tidak langsung harus dibuang ke tempat pemrosesan akhir. Guna mengurangi
beban lahan urug, maka ada pendekatan dalam mengendalikan tingginya jumlah
timbulan sampah yang masuk ke TPA sekaligus mengembalikan nilai ekonomi
dan nilai fungsi dari sampah. Kedua hal ini adalah guna ulang dan daur ulang.
Guna ulang adalah upaya untuk memanfaatkan kembali limbah tersebut
secara langsung. Sedangkan daur ulang adalah upaya untuk memanfaatkan limbah
secara tidak langsung yaitu dengan memproses dan mengolah limbah tersebut
untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau sumber energi (Damanhuri
dan Padmi, 2010).
Berdasarkan data komposisi sampah yang ada pada TPS Cibeunying,
sampah-sampah yang timbul adalah sampah plastik, kertas dan karton, botol kaca,
plastik kemasan, logam, dan organik. Secara garis besar, sampah organik
memiliki presentase 58,21%, sedangkan sisanya adalah sampah anorganik.
Sampah yang cocok untuk digunakan kembali dari TPS Cibeunying adalah
sampah botol kaca, logam, dan kertas karton yang masih belum tercampur dengan
sampah lainnya. Sedangkan sampah yang cocok didaur ulang adalah sampah
kertas dan karton yang sudah tercampur, plastik, plastik kemasan, dan sampah
organik. Sampah kantung plastik sudah dimanfaatkan oleh kepala TPS untuk
dileburkan dan dijadikan pelet plastik. Pelet plastik tersebut dijadikan sebagai
bahan dasar pembuat plastik yang baru. Plastik yang dipilah dan diolah di Pabrik
Cipatik tersebut mampu mengolah sampah plastik jenis PP, HDPE, dan PE.
Sampah organik yang terdiri dari sampah sisa makanan dan dedaunan pada
TPS Cibeunying ini berpotensi untuk dijadikan kompos. Kompos ini dapat
menambah pemasukan operasional sampah di TPS Cibeunying dan juga
mereduksi sampah yang ditimbun di lahan urug. Namun, dikarenakan tidak
adanya lahan yang cukup untuk mengolah sampah organik di kawasan TPS, maka
diharapkan pengolahan sampah organik dapat mengikuti tata cara sampah plastik,
yaitu diolah oleh pihak lain.

V-26
V.9 Daerah Layanan
Berdasarkan kondisi eksisting, TPS Cibeunying melayani daerah rumah
tangga dan non rumah tangga. Daerah rumah tangga yang dilayani adalah
Kelurahan Cihapit, Kelurahan Citarum, Kelurahan Cihaurgeulis, Kelurahan
Cicadas, Kelurahan Kacapiring, dan Kelurahan Sukamaju. Sedangkan daerah non
rumah tangga yang teridentifikasi dilayani oleh TPS Cibeunying berjumlah 50
unit yang terdiri dari pertokoan, institusi, industri, pasar, jalan, dan fasilitas
lainnya.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013, daerah
layanan TPS yang efektif, dalam hal ini mengambil persyaratan TPS 3R, tidak
boleh melebihi radius 1 km dari TPS sebagai titik pusat. Dilakukan pemetaan
daerah layanan rumah tangga dan non rumah tangga TPS Cibeunying beserta
radius 1 km. Peta daerah layanan ditunjukkan pada Gambar 5.17 untuk rumah
tangga dan Gambar 5.18 untuk non rumah tangga.

Gambar 5.17 Daerah layanan rumah tangga

Hasil survey menunjukkan bahwa daerah rumah tangga layanan yang tidak
memasuki area radius 1 km adalah Kelurahan Cicadas, Kelurahan Kacapiring, dan
sebagian Kelurahan Citarum serta Kelurahan Cihaurgeulis. Daerah terjauh adalah
daerah Citarum RW 03 dengan jarak 2,5 km. Sedangkan daerah non rumah tangga

V-27
terjauh yang dilayani berada pada kawasan Bandung Selatan yang mengantarkan
sampahnya sendiri ke TPS dengan jarak lebih dari 4 km. Hal ini membuktikan
ketidakefektifan kinerja TPS.

Gambar 5.18 Daerah layanan non rumah tangga

Beberapa daerah layanan TPS baik dari sektor rumah tangga dan non
rumah tangga pada TPS Cibeunying tersebut membuat persyaratan TPS sesuai
kriteria Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tidak terpenuhi.
Selain membandingkan jarak layanan dengan TPS, maka jumlah penduduk
layanan juga harus dibandingkan dengan kapasitas TPS. Berdasarkan standar, 1
TPS maksimal melayani 10.000 jiwa. Sedangkan pada kenyataannya, TPS
Cibeunying melayani 20.467 jiwa. Perbandingan ini memperlihatkan kapasitas
yang sudah melebihi batas pada TPS.

V.10 Pengumpulan dan Pengangkutan


Pengumpulan masih menggunakan pola pengumpulan yang konvensional,
yaitu sistem pengumpulan individu tak langsung. Alat pengumpul yang digunakan
adalah 41 gerobak sampah dan 4 motor sampah. Petugas pengumpul sampah akan
mengumpulkan sampah sesuai dengan jadwal yang telah mereka tetapkan sendiri.

V-28
Tidak ada jadwal resmi dan mengikat dari masing-masing kawasan. Berdasarkan
hasil survey, rata-rata jadwal untuk pengumpulan sampah dari warga adalah setiap
hari sekali atau dua hari sekali. Sedangkan untuk daerah non rumah tangga,
petugas berkewajiban mengumpulkan sampah setiap hari sekali sesuai dengan
kebijakan sektor non rumah tangga tersebut.
Pengangkutan dilakukan oleh dump truk yang berasal dari rental CV
Sarimukti dengan jadwal sesuai dengan standar operasional prosedur yang
berlaku. Jadwal pengangkutan adalah tiga kali ritasi per hari dengan rincian pukul
06.00 08.00, pukul 10.00 12.00, dan pukul 13.00 15.00. Hal ini sudah
dipenuhi oleh petugas truk untuk mengangkut sesuai jadwal terlepas dari faktor
kemacetan.

V.11 Fasilitas
Sesuai dengan kondisi eksisting, TPS ini dilengkapi dengan berbagai
macam fasilitas penunjang, yaitu struktur bangunan, penerangan, sumber air
bersih, drainase, dan alat pengumpul. Dari hal-hal tersebut, evaluasi yang
diberikan adalah:
Struktur bangunan: atap yang dimiliki TPS Cibeunying digunakan untuk
melindungi sampah dari hujan dan angin. Namun terdapat gap yang cukup
jauh antara dinding TPS dengan atap. Dinding yang mengelilingi TPS
hanya memiliki tinggi 3 meter, sedangkan jarak antara dataran dengan atap
adalah lebih dari 8 meter. Hal ini menyebabkan jika terjadi hujan deras
maka air dapat masuk kedalam TPS dengan bantuan angin. Selain itu, bau
yang dimunculkan dari sampah organik yang sudah lama tersimpan di TPS
dapat menyeruak hingga jarak 70 meter dari TPS.
Penerangan: hanya ada dua lampu berjenis neon. Lampu ini tidak memiliki
fungsi yang jelas karena tidak digunakan pula pada malam hari.
Drainase: saluran drainase hanya terdapat pada bagian belakang TPS.
Saluran ini berfungsi mengalirkan lindi dari TPS ke parit pembuangan
tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Lindi ini akan menyatu dengan
berbagai air lainnya. Selain itu, dengan tidak adanya perkerasan lantai TPS
dan saluran yang tidak layak, lindi juga mampu mencemari tanah. Berikut

V-29
saluran drainase TPS yang langsung mengalirkan air lindi dan air buangan
hasil cucian pada parit pembuangan saluran kota pada Gambar 5.18.

Gambar 5.19 Air lindi yang dialirkan menuju parit

Sumber air bersih: pentingnya membersihkan diri setelah bekerja membuat


para petugas sangat tergantung pada sumber air bersih. Namun, satu-
satunya air bersih yang ada tidaklah layak. Air dipompa kemudian
ditampung pada reservoir dan dialirkan dengan selang langsung. Tidak ada
sanitasi penunjang untuk membersihkan diri.
Alat penampung sampah: TPS ini tidak memiliki kontainer atau
pewadahan yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis sampah. Hal
ini sudah dipaparkan pada sub
Alat pengumpul: sebagian besar petugas menggunakan gerobak. Pada SOP
yang berlaku, gerobak tidak diperbolehkan untuk menginap di dalam TPS,
namun hal ini tidak dihiraukan karena tidak ada tempat untuk meletakkan
gerobak. Namun, motor sampah dibawa oleh petugas pengumpul yang
bertanggung jawab akan motor sampah tersebut. Selain itu, gerobak dan
motor sampah yang tidak mendapat lahan untuk menuangkan sampahnya
ke landasan, harus menunggu hingga truk datang di tepi jalan. Hal ini
menuai banyak protes dari warga sekitar akibat gangguan pandangan dan
lalu lintas jalan. Motor sampah dinilai lebih efektif dalam melakukan
pengumpulan. Setiap hari, motor sampah dapat melakukan 4-5 ritasi,
sedangkan gerobak hanya mampu melakukan 2-3 ritasi tiap hari.

V-30
VI BAB VI
PENGEMBANGAN TPS TERINTEGRASI

VI.1 Evaluasi Kondisi Eksisting TPS Cibeunying


Kondisi eksisting TPS Cibeunying dievaluasi sesuai dengan standar
persyaratan teknis TPS yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 3/PRT/M/2013. Menurut hasil evaluasi yang dilakukan, baik dengan
membandingkan kondisi eksisting dengan peraturan pemerintah maupun dari hasil
observasi, hampir seluruh parameter TPS Cibeunying tidak memenuhi kriteria
persyaratan teknis. Untuk itu, dibutuhkan alternatif pengembangan dalam
mengubah TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi.
Evaluasi ini akan dijadikan sebagai acuan untuk membuat konsep
pengembangan TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi dengan
pendekatan menuju TPS 3R yang dikombinasikan dengan potensi TPS
Cibeunying lainnya. Data hasil evaluasi ditunjukkan pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Evaluasi kondisi eksisting TPS Cibeunying


Syarat TPS 3R (Peraturan
No Parameter Menteri Pekerjaan Umum No. Kondisi Eksisting
3/PRT/M/2013)
1 Luas Lebih dari 200 m2 Memenuhi syarat
Terdiri dari sedikitnya 5 jenis,
Sarana
yaitu sampah B3, mudah terurai,
2 Pengelompokkan Tidak ada
reuse, dapat didaur-ulang, dan
sampah
lain-lain.
Jenis wadah Bersifat sementara, bukan
3 Tidak ada
penampung permanen
Luas lokasi dan
4 Harus memenuhi kebutuhan Melebihi kapasitas
kapasitas
Hanya yang ada pada radius 1 km Ada beberapa wilayah
5 Daerah layanan
dari TPS yang diluar radius 1 km
Pengangkutan memiliki
Pengangkutan dan jadwal tetap, namun
6 Memiliki jadwal yang tertata
pengumpulan pengumpulan tidak
memiliki jadwal tetap
Tidak mencemari Lindi, bau yang ditimbulkan, dan
7 Tidak memenuhi
lingkungan persentase lalat
Tidak memenuhi,
Tidak mengganggu keadaan
Estetika dan lalu gerobak yang berada
8 sekitar, yaitu kawasan penduduk
lintas diluar mengganggu
dan jalan
estetika dan jalan

VI-1
Berbagai cara dapat dilakukan dalam mengembangkan TPS ini, salah
satunya adalah dengan meningkatkan fungsi TPS konvensional mendekati fungsi
TPS 3R. TPS 3R mensyaratkan bahwa fasilitas tersebut harus memiliki luas area
lebih dari 200 m2, adanya sarana pengelompokkan sampah paling sedikit lima
jenis, wadah penampung sementara tersedia, luas lokasi dan kapasitas sesuai
dengan kebutuhan, lokasi mudah diakses, tidak mencemari lingkungan, estetika,
dan lalu lintas, dan memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan. Meninjau
potensi yang ada pada TPS Cibeunying, TPS ini mampu mengadopsi beberapa
kriteria TPS 3R namun tidak mampu menjadi TPS 3R sepenuhnya. Hal ini
disebabkan kurangnya unsur daur ulang (recycle) yang dapat diterapkan,
khususnya untuk sampah sisa makanan dan dedaunan (58,21%) akibat terbatasnya
lahan.
Pendekatan sistem penanganan sistem 3R untuk TPS Cibeunying
dilakukan dengan membuat sebuah pra-rancang. Pra-rancang yang dilakukan
berfokus pada pemanfaatan potensi pemilahan sampah yang masuk ke kawasan
TPS dan pengurangan sampah yang akan terangkut ke TPA. Hal ini mencakup
tempat pengelompokkan sampah, pengaturan manajemen dan operasional yang
mendukung, dan fasilitas pendukung lainnya, terutama dalam hal mencegah
pencemaran lingkungan.
Tahapan melakukan pra-rancang diawali dengan evaluasi kondisi
eksisting yang sudah dilakukan pada BAB V, membuat konsep pengembangan,
dan melakukan pra-rancang.

VI.2 Konsep Pengembangan

VI.2.1 Pemotongan daerah layanan


Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3/PRT/M/2013
dalam bagian kriteria persyaratan teknis TPS, disebutkan salah satu peraturan
mengenai standar baku jarak daerah layanan dari TPS. Untuk TPS 3R, radius atau
jarak daerah layanan dari TPS tidak boleh melebihi satu kilometer. Hal ini
diberlakukan agar penanganan sampah berjalan secara efektif dan efisien. Untuk
itu, dalam mengembangkan TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi, maka
jarak layanan baik permukiman penduduk maupun daerah komersial, harus
memenuhi syarat tersebut.

VI-2
Dalam menentukan daerah layanan yang memenuhi syarat, maka
dibutuhkan peta spasial yang memberikan informasi mengenai daerah layanan
permukiman penduduk dan daerah non rumah tangga serta letak radius 1 km dari
TPS menuju daerah layanan tersebut agar diketahui daerah layanan yang
memenuhi syarat.
Tahap pertama adalah dengan mengalokasikan daerah layanan berupa
permukiman penduduk dan daerah non rumah tangga. Kemudian, dibuatlah radius
berjarak 1 km dengan titik pusat TPS Cibeunying ke setiap sektor dengan
menggunakan skala yang ada. Berikut peta spasial untuk permukiman penduduk
dan daerah non rumah tangga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.1 dan
Gambar 6.3.

Gambar 6.1 Peta spasial untuk daerah permukiman penduduk

Daerah layanan untuk permukiman penduduk yang dilayani oleh TPS


Cibeunying adalah Kelurahan Cihapit, Kelurahan Sukamaju, Kelurahan
Cihaurgeulis, Kelurahan Cicadas, Kelurahan Citarum, dan Kelurahan Kacapiring.
Namun setelah dilakukan pemetaan, maka daerah yang memenuhi syarat masih
berada pada radius atau jangkauan 1 km dari TPS adalah Kelurahan Cihapit,
Kelurahan Citarum, Kelurahan Cihaurgeulis, dan Kelurahan Sukamaju. Namun
tidak semua bagian daerah layanan sepenuhnya berada dalam radius 1 km dari

VI-3
TPS sehingga harus mengalami pemotongan. Presentase pemotongan daerah
layanan untuk Kelurahan Cihapit adalah 2,17%, Kelurahan Citarum adalah 27%,
Kelurahan Cihaurgeulis adalah 7,76%, dan Kelurahan Sukamaju adalah 7,48%.
Presentase ini didapatkan dari perhitungan luas area berdasarkan metode grid.
Sedangkan Kelurahan Cicadas dan Kelurahan Kacapiring sama sekali berada
diluar radius 1 km dari TPS sehingga daerah ini tidak memenuhi syarat untuk
dijadikan sebagai daerah layanan baru. Namun, jika ditinjau dari kondisi jalan dan
waktu tempuh eksisting bagian kelurahan yang masih dalam satu wilayah dengan
bagian yang memenuhi syarat radius 1 km, yaitu Kelurahan Cihapit, Kelurahan
Citarum, Kelurahan Cihaurgeulis, dan Kelurahan Sukamaju, maka keadaannya
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Kondisi jalan dan waktu tempuh kelurahan yang terpotong
Daerah yang Waktu tempuh dari
Kelurahan Kondisi jalan
terpotong TPS ke lokasi (menit)
Citarum RW 07, 2 RT Lebar 14
Cihapit RW 07, 1 RT Lebar 6
Sukamaju RW 02, 4 RT Kombinasi 15
Cihaurgeulis RW 01, 2 RT Kombinasi 13
*Lebar: jalan bisa ditempuh dengan motor sampah dan gerobak (>263 m)
Kombinasi: jalan merupakan gabungan antara jalan lebar, sedang, dan sempit.

Meninjau dari data kondisi jalan dan waktu tempuh, maka wilayah
kelurahan yang terpotong dan masih dalam satu bagian yang sama dengan
wilayah kelurahan yang memenuhi syarat masih memungkinkan untuk dilayani.
Selain itu, untuk menghindari semakin banyaknya sampah yang disalurkan ke
TPS lain akibat dipotongnya daerah layanan tersebut, maka diputuskan bahwa
seluruh kawasan Kelurahan Cihapit, RW 07 Kelurahan Citarum, seluruh wilayah
Kelurahan Sukamaju, dan seluruh wilayah Kelurahan Cihaurgeulis tetap akan
dijadikan daerah layanan.
Berdasarkan hasil pemetaan, Kelurahan Citarum RW 03, seluruh
Kelurahan Cicadas, dan seluruh Kelurahan Kacapiring tidak memenuhi kawasan
radius 1 km dari TPS. Selain itu, kondisi lain yang memungkinkan diadakannya
pemotongan wilayah ini adalah karena adanya TPS-TPS yang lebih dekat dengan

VI-4
daerah tersebut. Berikut pemetaan TPS-TPS yang dekat dengan daerah tersebut
pada Gambar 6.2.
Dari hasil pemetaan daerah layanan penduduk dan TPS sekitar, maka
timbulan sampah dari wilayah yang tidak memasuki radius 1 km, yaitu Kelurahan
Citarum RW 03, Kelurahan Kacapiring RW 01, dan Kelurahan Cicadas RW 09,
10, 11, dan 14, akan dialihkan ke TPS terdekat.

Gambar 6.2 Peta daerah layanan penduduk dan TPS sekitar

Kelurahan Citarum RW 03 dapat menyalurkan sampahnya ke TPS


Ambon, Kelurahan Kacapiring RW 01 dapat menyalurkan sampahnya ke TPS
Cianjur dan TPS Sukabumi, sedangkan Kelurahan Cicadas RW 09, 10, 11, dan 14
dapat menyalurkan sampahnya ke TPS PPI atau TPS Cikutra. Jarak dan waktu
tempuh daerah tersebut ke TPS Cibeunying dan TPS-TPS yang terpilih
berdasarkan peta spasial adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 6.3.
Berdasarkan jarak dan waktu tempuh, maka pemotongan daerah layanan
dan pengalihan TPS untuk daerah yang terpotong, akan menjadi lebih efektif.
Jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan akan lebih pendek dibandingkan jika
sampah tersebut disalurkan ke TPS Cibeunying.

VI-5
Tabel 6.3. Jarak dan waktu daerah layanan yang terpotong
Menuju TPS Cibeunying Menuju TPS baru
Kelurahan Daerah TPS baru Waktu
layanan Waktu tempuh
Jarak (m) Jarak (m) tempuh
(menit)
(menit)
Citarum RW 03 Ambon 2250 21 700 8
Cianjur 900 11
Kacapiring RW 01 1930 16
Sukabumi 1100 14
RW 09, 10, PPI 400 5
Cicadas 1700 18
11, & 14 Cikutra 616 9

Setelah dilakukan pemotongan daerah layanan dan pengalihan TPS untuk


daerah layanan yang terpotong, data daerah pelayanan yang baru dapat dilihat
pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4 Data penduduk layanan yang baru
Tahun Citarum Sukamaju Cihapit Cihaurgeulis Total
2009 79 6765 6529 2515 15888
2010 78 6709 6463 2521 15771
2011 73 6661 6394 2533 15661
2012 71 6584 6329 2786 15770
2013 70 6470 6308 2480 15328

Selain melayani daerah permukiman, TPS Cibeunying juga melayani


daerah non rumah tangga. Sama seperti daerah permukiman penduduk, dilakukan
pembuatan peta spasial pada daerah non rumah tangga untuk menentukan daerah
non rumah tangga yang memenuhi syarat berada dalam radius 1 km dari TPS.
Berikut peta spasial untuk daerah non rumah tangga seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 6.3.
Sebelum dilakukan pembuatan peta spasial, daerah non rumah tangga yang
dilayani oleh TPS Cibeunying adalah daerah yang ditunjukkan pada Tabel 4.6
pada butir IV.5.6.2. Sedangkan setelah dilakukan pemetaan, maka ada beberapa
daerah yang tidak memenuhi syarat menjadi daerah layanan TPS Cibeunying
karena telah melebihi radius 1 km dari TPS.

VI-6
Gambar 6.3 Peta spasial untuk daerah non rumah tangga

Daerah yang tidak memasuki jangkauan 1 km dari TPS adalah 6 restoran


atau rumah makan, 1 toko, 2 industri, 4 sekolah atau institusi pendidikan, dan 1
rumah sakit. Berikut data daerah non rumah tangga yang memenuhi syarat radius
1 km dari TPS atau layak dilayani oleh TPS (Tabel 6.5).

Tabel 6.5 Data daerah non rumah tangga yang baru

Jenis lokasi Jumlah


Pasar 1
Restoran 17
Toko 1
Industri 0
Sekolah 6
Hotel 3
Kantor 6
Tempat
2
Ibadah
Total 36

Dari data daerah layanan yang baru, baik data permukiman penduduk
maupun data non rumah tangga, maka akan didapatkan data jumlah penduduk dan

VI-7
non rumah tangga baru untuk mencari timbulan sampah yang baru dalam
merancang kapasitas TPS Cibeunying sesuai dengan kebutuhan.

VI.2.2 Skenario timbulan sampah


Dalam merencanakan sistem penanganan sampah yang tepat, maka harus
diketahui timbulan sampah dari daerah yang dilayani di TPS Cibeunying. Dalam
hal ini, TPS Cibeunying melayani dua daerah, yaitu daerah rumah tangga dan non
rumah tangga. Setelah dilakukan perhitungan timbulan sampah penduduk dan
timbulan sampah yang terangkut ke TPA, maka diketahui bahwa timbulan sampah
yang berasal dari penduduk melebihi kapasitas volume kontainer truk untuk tiga
kali ritasi namun mampu dipadatkan dan menampung timbulan sampah dari
daerah non rumah tangga. Dengan keadaan seperti ini, diasumsikan TPS ini hanya
akan melayani sampah dengan daerah utama permukiman penduduk, namun
mampu menampung sampah dari daerah non rumah tangga yang berada di
jangkauan 1 km dari TPS.
Akan dilakukan proyeksi timbulan sampah dalam rentang waktu 15 tahun
yang tersusun dalam 3 skenario, yaitu:
1. Skenario 1: Pengelolaan sampah di Kota Bandung masih menerapkan
sistem konvensional. Tingkat pendapatan Kota Bandung dan kesadaran
masyarakat mengenai sampah meningkat, namun tidak ada perbaikan
yang signifikan terhadap pengelolaan sampah.
2. Skenario 2: Pengelolaan sampah di Kota Bandung mengalami
peningkatan menuju pengelolaan yang terintegrasi. Tingkat pendapatan
Kota Bandung bertambah diiringi dengan munculnya berbagai aksi
masyarakat dan pengelola usaha untuk menerapkan kegiatan minimasi
sampah pada sumbernya. Hal ini mereduksi timbulan sampah yang
masuk ke TPS.
3. Skenario 3: Pengelolaan sampah dalam keadaan ideal, sesuai dengan
target perencanaan PD Kebersihan dan target ideal sistem penanganan
sampah dari berbagai referensi.
Dalam memproyeksikan timbulan sampah kota, maka ada beberapa faktor
yang dipertimbangkan dalam mencari angka timbulan sampah yang representatif.
Faktor-faktor tersebut adalah jumlah penduduk atau dalam hal ini jumlah

VI-8
penduduk yang dilayani TPS, angka timbulan sampah per orang per hari, usaha
minimasi sampah yang meliputi pembatasan, guna-ulang, dan daur-ulang, dan
tingkat pelayanan.
Faktor-faktor yang memengaruhi kuantitas timbulan sampah tersebut
menjadi bagian dalam perancangan proyeksi timbulan sampah 15 tahun
mendatang. Hasil akhir dari skenario tersebut adalah nilai-nilai faktor yang
memengaruhi timbulan sampah pada tahun 2029, dirangkum dalam Tabel 6.6.

Tabel 6.6 Skenario penanganan sampah tahun 2029


No Parameter Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Penduduk yang diproyeksikan adalah penduduk
1 Penduduk yang dilayani dengan LPP stabil dari tahun 2014-
2019 & LPP 0.8% per tahun dari tahun 2020-2029
Angka timbulan sampah
2 rumah tangga 0,939 0,812 0,66
(kg/orang/hari)
Angka timbulan sampah
3 non rumah tangga 13,51
(ton/hari)
4 Minimasi sampah 5% 9,5% 20%
5 Pelayanan pengumpulan 100% 100% 100%
*LPP: Laju Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan pemotongan daerah layanan, hanya empat kelurahan yang


akan dilayani oleh TPS Cibeunying, yaitu Kelurahan Cihapit, Cihaurgeulis,
Citarum, dan Sukamaju. Pada tahun 2013, total jumlah penduduk yang ada pada
daerah layanan baru ini adalah 30.972 jiwa dengan jumlah penduduk yang
dilayani TPS Cibeunying adalah sebesar 15.328 jiwa.
Jumlah penduduk yang diproyeksikan adalah jumlah penduduk yang
dilayani TPS Cibeunying pada empat kelurahan tersebut, bukan total jumlah
penduduk. Hal ini karena diasumsikan TPS Cibeunying tidak akan menambah
daerah pelayanan tingkat kawasan. Daerah di sekitar TPS Cibeunying sudah
dilayani oleh TPS lainnya.

VI-9
Kelurahan Cihapit, Cihaurgeulis, dan Citarum merupakan kawasan
permukiman dengan kepadatan sedang, sedangkan Kelurahan Sukamaju
merupakan kawasan permukiman padat. Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang
Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, kriteria permukiman
kepadatan sedang berkisar 151 200 jiwa/ha, sedangkan permukiman kepadatan
tinggi berkisar 201 400 jiwa/ha. Pada dasarnya, Kota Bandung hanya mampu
menampung maksimal 200 jiwa/ha sedangkan pada tahun 2013 penduduk Kota
Bandung sudah melebihi kapasitas. Untuk itu, ditetapkan pada Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota dan Perda Kota Bandung No 18 Tahun 2011, tidak
diperbolehkan adanya ekspansi wilayah permukiman secara horizontal namun
diperkenankan bagi wilayah permukiman kepadatan sedang dan tinggi untuk
membangun permukiman secara vertikal dengan tidak membebaskan lahan baru.
Hal ini disebabkan semakin sedikitnya lahan di Kota Bandung.
Selain itu, Pemerintah mengatakan bahwa tingginya lahan terbangun,
meningkatnya proporsi lahan taman yang diperkeras, serta adanya pelanggaran
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan pendirian bangunan di sempadan sungai
akan berdampak terhadap semakin sempitnya daerah resapan.
Atas dasar ini, diasumsikan bahwa tidak ada penambahan area permukiman
baru pada daerah layanan TPS Cibeunying. Hanya akan ada penambahan
permukiman secara vertikal berupa lantai 2 atau lebih pada permukiman yang
sudah ada sejak dahulu. Diasumsikan pula bahwa tidak akan ada imigrasi yang
berarti pada daerah tersebut sehingga penduduk yang baru tetap berasal dari
keluarga yang sudah berdomisili sejak lama dan membutuhkan sarana tempat
tinggal tambahan, dalam hal ini tempat tinggal yang ditambahkan secara vertikal.
Namun, pada kenyataannya, pembangunan lahan vertikal tersebut membutuhkan
waktu kurang lebih lima tahun sehingga diasumsikan selama lima tahun pertama
sejak 2014 hingga 2019, jumlah penduduk yang dilayani dianggap stabil, yaitu
15.328 sesuai dengan jumlah penduduk tahun 2013.
Lima tahun kemudian, lahan vertikal tersebut dapat ditempati hingga akhir
waktu proyeksi yaitu 2029. Selama tahun 2020-2029, terjadi peningkatan jumlah
penduduk yang dilayani namun tidak naik secara signifikan. Pada tahun 2020-
2029, diasumsikan laju pertumbuhan penduduk (LPP) akan terjadi 0,8% per tahun

VI-10
(Dinas Tata Ruang & Cipta Karya, 2011). Berikut hasil proyeksi penduduk yang
dilayani pada Tabel 6.7.

Tabel 6.7 Proyeksi jumlah penduduk daerah layanan


Tahun 2014 2017 2020 2023 2026 2029
Jumlah
Penduduk 15.328 15.328 15.451 15.824 16.207 16.559
(jiwa)

Selain proyeksi jumlah penduduk, dilakukan pula proyeksi timbulan


sampah per orang per hari. Dari hasil pengambilan sampel timbulan sampah
rumah tangga, diketahui bahwa pada tahun 2014, timbulan sampah per orang per
hari daerah layanan TPS Cibeunying adalah 0,52 kg/orang/hari. Angka timbulan
sampah dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam mengonsumsi dan
memproduksi suatu barang, karena semakin banyak barang yang dikonsumsi atau
diproduksi, maka timbulan sampah akan semakin banyak.
Untuk proyeksi timbulan sampah rumah tangga, asumsi kenaikan timbulan
sampah per tahun mempertimbangkan berbagai referensi. Menurut World Bank
(2012), proyeksi angka timbulan sampah untuk negara dengan pendapatan
menengah kebawah, rata-rata persentase kenaikan angka timbulan sampah per
tahun adalah 4%. Menurut Kardono (2007), persentase kenaikan angka timbulan
sampah di Indonesia berada dalam kisaran 2-4%. Sedangkan menurut Agamuthu
et al. (2010), persentase kenaikan timbulan sampah mengalami kenaikan 1,5% per
tahun.
Meninjau berbagai referensi diatas, maka dipilihlah angka kenaikan
timbulan sampah sebesar 4% tiap tahun untuk skenario 1. Hal ini didasari bahwa
kota Bandung memiliki tingkat konsumsi yang relatif lebih tinggi dibandingkan
kota lain dan tidak ada tindakan minimasi sampah yang signifikan sehingga pada
tahun 2029 angka timbulan sampah yang masuk ke TPS Cibeunying adalah
sebesar 0,939 kg/orang/hari.
Untuk skenario 2 dan 3, dipilih kenaikan angka timbulan 3% dimana
diasumsikan tingkat kebutuhan hidup dan jumlah penduduk Kota Bandung

VI-11
meningkat namun dapat menjalankan usaha minimasi sampah yang
memperlihatkan kemajuan signifikan setiap tahunnya. Pada skenario 3, kenaikan
timbulan sampah sebanyak 3% per tahun berhenti dan cenderung tetap di angka
0,66 kg/orang/hari dari tahun 2022 dan seterusnya, dengan asumsi ada
keberhasilan pembatasan timbulan sampah dari pemerintah. Hal ini didasari pada
kondisi Jepang dalam Tanaka et al. (2010) yang menyebutkan bahwa pada tahun
1985-1990 memiliki kenaikan angka timbulan sampah sebesar 3-5% namun
kemudian berhasil menekan kenaikan angka timbulan sampahnya menjadi sekitar
0,6% per tahun dan berhasil mempertahankan nilai angka timbulan
sampahnya pada rentang 1,0-1,1 kg/orang/hari berkat adanya program pembatasan
timbulan sampah yang dirancang pemerintah.
Pada skenario 2, diasumsikan kenaikan angka timbulan sampah sebesar 3%
per tahun yang cenderung tetap dan berhasil ditekan pada nilai 0,812
kg/orang/hari. Pada skenario 2 diasumsikan setiap tahunnya masih terdapat
kenaikan angka timbulan sampah, namun kenaikan tersebut dapat ditekan lebih
kecil 9,2% dari skenario 1 karena ada pembatasan timbulan sampah di sumber.
Dengan jumlah penduduk dan angka timbulan sampah yang telah
ditetapkan, diperolehlah timbulan sampah total rumah tangga yang dilayani TPS
Cibeunying dari ketiga skenario yang ada. Perbandingan timbulan sampah total
daerah layanan TPS Cibeunying dapat dilihat pada Gambar 6.4.
18000
16000 15.583,9 kg/hari
Jumlah Timbulan (kg/hari)

14000
13.481,4 kg/hari
12000
10.961,6 kg/hari
10000
8000 Skenario 1
7.990,43 kg/hari
Skenario 2
6000
Skenario 3
4000
2000
0

Tahun

Gambar 6.4 Perbandingan timbulan sampah rumah tangga

VI-12
Keberhasilan pembatasan timbulan sampah dapat tercapai jika pemerintah
Kota Bandung mau memperbaiki permasalahan persampahan yang ditunjang
dengan fasilitas yang lengkap, sosialisasi yang giat, dan regulasi yang mengikat.
Menurut Tanaka et al. (2010), Jepang menerapkan konsep Masyarakat
Berwawasan Bahan-Daur, di mana sebelum mempersiapkan upaya penanganan
sampah yang terbentuk, hal pertama yang diprioritaskan adalah bagaimana
menekan timbulan sampah dari sumber sebanyak mungkin. Penerapan konsep ini
disertai dengan berbagai regulasi terkait persampahan sejak tahun 1990 berhasil
menekan timbulan sampah dalam angka sekitar 1,1 kg/orang/hari selama 16
tahun.
Sedangkan untuk sampah non rumah tangga, skenario 1, skenario 2, dan
skenario 3 tidak dipengaruhi jumlah penduduk. Untuk itu, perlu adanya
pertimbangan dari kebijakan tata kota yang diatur pemerintah untuk
meproyeksikan banyaknya timbulan yang akan terjadi hingga 15 tahun ke depan.
Menurut Perda No 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bandung, pada tahun 2011 2031 akan dilakukan esktensifikasi dan
intensifikasi sektor pelayanan, jasa, industri, institusi, fasilitas umum, fasilitas
sosial, dan jalan. Hal ini guna memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang
diprediksi akan meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, semakin sempitnya
ruang terbuka hijau akibat pengalihfungsian lahan akan segera diperbaiki dengan
adanya ekspansi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang harus memenuhi minimal
30% dari perkotaan (UU No 26 tahun 2007). Hal ini akan diperbaiki dengan
adanya relokasi dan ekstensifikasi.
Berdasarkan hal diatas, PD Kebersihan dan Dinas Tata Ruang & Cipta
Karya menetapkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2011-2031 bahwa
akan ada kenaikan timbulan sampah dari non rumah tangga seperti pasar, jalan,
komersial, institusi, dan industri sebanyak 2% per tahun.
Pada tahun 2014, rata-rata sampah non rumah tangga yang masuk ke TPS
adalah 10,035 ton/hari. Dengan mengasumsikan bahwa sampah tersebut naik 2%
per tahun, maka pada tahun 2029 timbulan sampah non rumah tangga untuk
skenario 1, 2, dan 3 adalah 13,51 ton/hari.

VI-13
Memasuki bagian minimasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan dalam
mereduksi sampah, terutama dari sumber. Berdasarkan kebijakan dan strategi
pengelolaan sampah di Kota Bandung (Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025), maka Kota Bandung akan menggiatkan pengelolaan sampah dengan
3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) atau mengurangi, menggunakan kembali dan
mendaur ulang. Hal ini tidak hanya diperuntukkan bagi sektor rumah tangga,
tetapi juga sektor non rumah tangga wajib melakukan kegiatan minimasi sampah
dengan ketentuan yang dikutip dari Perda Kota Bandung No 09 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Sampah:
1. Pelaku usaha wajib melaksanakan:
a. pengurangan sampah dari kegiatan usaha, dan
b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan
2. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya
wajib menyediakan:
a. fasilitas pemilahan sampah
b. lokasi dan fasilitas TPS
c. meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan, dan
d. bertanggung jawab terhadap sampah yang ditimbulkan dari
aktivitas kegiatannya
Untuk skenario 1, diasumsikan rata-rata persentase minimasi sampah
setiap tahunnya adalah 5% hingga tahun 2029 karena tidak ada perubahan sistem
pengelolaan sampah yang signifikan. Angka 5% tersebut merupakan angka rata-
rata minimasi yang dilakukan di Indonesia dari timbulan sampah yang dihasilkan
(UNEP, 2010). Untuk skenario 2, diasumsikan setiap tahunnya ada kenaikan
persentase minimasi sebesar 0,3% sehingga pada tahun 2029 diperoleh persentase
minimasi sekitar 9,5%.
Sementara untuk skenario 3 dimana tercipta pengelolaan sampah yang
ideal, maka persen minimasi yang digunakan mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Kota Bandung tahun 2005-2025 (Tabel 6.8).

VI-14
Tabel 6.8 Target minimasi pengelolaan sampah 2005-2025
(PD Kebersihan, 2014)
Indikator Tahap III 2014- Tahap IV Tahap V 2024-
Arah Kerja 2018 2019-2023 2025
pembangunan Indikator Indikator Indikator
(20 Tahun)
capaian capaian capaian
90% sampah 90% sampah 90% sampah 90% sampah
dikelola: dikelola: dikelola: dikelola:
Pengelolaan
Limbah yang
40% 3R, 50% 30% 3R, 60% 35% 3R, 55% 40% 3R, 50%
efektif & bernilai
TPA (30% TPA (35% TPA (35% TPA (30%
ekonomi
teknologi & teknologi & teknologi & teknologi &
landfill 20%) landfill 25%) landfill 20%) landfill 20%)

Diasumsikan bahwa pemerataan reduksi sampah dari 3R dilakukan oleh


sektor rumah tangga dan non rumah tangga. Pada tahun 2014 2018, target
minimasi sampah dari 3R adalah 30%. Dari angka tersebut, diasumsikan 15%
beban untuk rumah tangga dan 15% beban untuk non rumah tangga. Sedangkan
target 3R pada tahun 2019-2023 adalah 35% yang berarti beban 17,5% masing-
masing untuk rumah tangga dan non rumah tangga dan berakhir pada angka 20%
pada tahun 2024 - 2029.
Sampai saat ini, kegiatan daur-ulang di Indonesia belum signifikan,
dimana sebagian besar kegiatan daur-ulang dilakukan oleh sektor informal
yang melibatkan pemulung, lapak, bandar, dan sebagainya (Damanhuri &
Padmi, 2010). Salah satu kegiatan daur ulang yang menonjol adalah
pengomposan. Hal ini merupakan solusi penanganan sampah Indonesia yang
sebagian besar organik. Namun kegiatan ini tidak terlalu diminati di Kota
Bandung dibandingkan Kota Cimahi. Daya minat masyarakat untuk melakukan
pengomposan di Kota Bandung adalah 0,45% dari total timbulan sampah.
Sedangkan daya minat Kota Cimahi terhadap pengomposan adalah 3,18%. Pada
akhir tahun 2006, terdapat tiga belas unit pengomposan komunal yang terletak di
tiga kelurahan besar di Cimahi. Pemerintah Cimahi memegang peran utama
sebagai fasilitator, investor utama, dan pasar utama dari kompos yang diproduksi
(Damanhuri et al., 2009).
Untuk meningkatkan persentase minimasi sampah, diperlukan arah yang
jelas untuk masyarakat dan industri/usaha penghasil sampah. Hal pertama yang

VI-15
harus dilakukan adalah penegasan peraturan daerah yang sudah ditetapkan dengan
cara sosialisasi dan menyediakan fasilitas, khususnya PD Kebersihan sebagai
perusahaan daerah. Sosialisasi dapat dibantu dengan lembaga swadaya masyarakat
dan organisasi untuk menanamkan urgensi dan pemahaman yang konkret kepada
sektor terkait.
Untuk pelaku usaha, sesuai dengan Perda No 9 Tahun 2011, pemerintah
memberikan pilihan untuk melakukan penanganan sampah, yaitu penerapan
teknologi bersih dan nirlimbah, penerapan teknologi daur ulang yang aman bagi
kesehatan dan lingkungan, dan membantu upaya pengurangan dan pemanfaatan
yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat. Usaha ini akan menekan
timbulan sampah ke TPS dan TPA.
Dalam rangka mendapatkan angka prediksi timbulan sampah yang
representatif untuk sepuluh tahun kedepan, maka terdapat satu hal lagi yang harus
dipertimbangkan, yaitu persen pelayanan. Berdasarkan MDGs (Millineum
Development Goals), pada tahun 2015 tingkat pelayanan persampahan ditargetkan
mencapai 80%. Tetapi di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2004, hanya
41,28% sampah yang dibuang ke lokasi tempat pembuangan sampah (TPA),
dibakar sebesar 35, 59%, dibuang ke sungai 14,01%, dikubur sebesar 7,97% dan
hanya 1,15% yang diolah sebagai kompos. Berdasarkan kondisi ini jika tidak
dilakukan upaya pengelolaan sampah dengan baik maka tingkat pelayanan
berdasarkan target nasional akan sulit tercapai (www.sanitasi.or.id).
Persentase pelayanan penting untuk diketahui dalam merencanakan
pelayanan sampah, khususnya TPA. Namun, sistem TPA berbeda dengan TPS.
TPA merupakan suatu fasilitas yang terbatas, contohnya TPA Sarimukti yang
harus melayani daerah Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota
Cimahi. Berdasarkan standar ideal, seharusnya TPA Sarimukti sebagai tempat
pemrosesan akhir sampah harus melayani ketiga daerah tersebut dengan
persentase 100%. Namun, berbagai lembaga pengelola sampah masih belum
sanggup mencapai target pelayanan sesuai dengan MDGs. Saat ini persentase
pelayanan sampah yang terangkut ke TPA dari Kota Bandung adalah 49,45%
sehingga dipastikan masih banyak sampah yang belum terangkut baik dari TPS
maupun dari lokasi lainnya.

VI-16
Sementara itu, TPS merupakan fasilitas berbasis kawasan yang
sepenuhnya diatur oleh kawasan masing-masing. PD Kebersihan tidak memiliki
hak dan kewajiban dalam mengatur sistem TPS, lembaga tersebut hanya bertugas
menyediakan bangunan dan transportasi pengangkutan sampah. Sampai sekarang,
tidak ada standardisasi tingkat pelayanan yang diatur pemerintah pada 162 TPS
yang ada di Kota Bandung termasuk TPS Cibeunying. TPS Cibeunying hanya
melayani 15.328 jiwa dari 30.972 jiwa yang ada dalam empat kelurahan layanan
TPS. Jika TPS Cibeunying yang melayani empat kelurahan tersebut harus
memenuhi standar pelayanan sebesar 80% pada tahun 2015 dan seterusya, maka
dipastikan bahwa TPS Cibeunying akan melayani 80% sampah dari total
penduduk tersebut. Hal ini mengartikan bahwa TPS Cibeunying akan mengambil
sampah dari daerah layanan TPS lainnya atau menambah daerah layanan dari
yang seharusnya. Sedangkan asumsi awal menegaskan bahwa TPS tidak akan
menambah daerah layanan permukiman bahkan memotong daerah layanan yang
tidak masuk area radius 1 km dari TPS.
Hal ini memengaruhi jumlah penduduk yang diproyeksi pada tahap awal.
Jumlah penduduk yang diproyeksikan adalah jumlah penduduk yang saat ini
dilayani TPS Cibeunying. Dengan menganggap bahwa akan ada kenaikan
penduduk pada tahun 2020-2029 karena ada pembangunan rumah vertikal.
Berdasarkan analisis timbulan sampah yang masuk ke TPS, timbulan
sampah yang terangkut ke TPA, dan fasilitas di TPS, TPS Cibeunying tidak
mampu melayani daerah layanan dengan jumlah yang sangat besar, salah satunya
adalah tidak bisa lagi menambah luasan TPS. Jika diprediksi akan terjadi ledakan
penduduk atau penambahan sektor, maka menurut Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bandung setiap pengelola lingkungan, yaitu kawasan yang memiliki sektor
rumah tangga dan non rumah tangga harus memiliki minimal tambahan 1 TPS.
Pada dasarnya, 161 TPS di Kota Bandung berbagi persentase pelayanan.
Di wilayah Cibeunying, sudah ada tujuh TPS yang teridentifikasi yaitu TPS
Tongkeng, Ambon, Cianjur, PPI, Sukabumi, Cikutra, dan Kacapiring yang bisa
membagi beban kerja bersama TPS Cibeunying dalam mencapai persen pelayanan
80%. Ketujuh TPS ini sudah memiliki daerah layanan masing-masing yang
merupakan hak penuh petugas pengumpul sampah. Kepemilikan daerah

VI-17
pelayanan bukan urusan mudah. Untuk mengambil alih kepemilikan daerah
layanan, maka petugas sampah yang memiliki daerah layanan tersebut akan
mengadakan pelelangan yang tidak diketahui PD Kebersihan. Selain itu, jika TPS
Cibeunying melayani 80% dari empat kecamatan tersebut, beban kerja akan
sepenuhnya ditangani TPS Cibeunying dan TPS lain akan tidak berfungsi.
Karenanya, dengan meninjau sistem seperti ini maka daerah layanan yang dilayani
oleh TPS Cibeunying dianggap sudah memiliki tingkat persen pelayanan 100%
untuk setiap skenario.
Dari ketiga skenario yang ada, kemudian dipilih satu skenario untuk
digunakan sebagai landasan konsep pengembangan TPS Cibeunying menjadi TPS
yang terintegrasi. Skenario yang dipilih adalah skenario 2 dengan anggapan
bahwa skenario ini mampu menjembatani skenario 1 dan skenario 3. Skenario 1
tidak dipilih karena menganggap bahwa Kota Bandung tidak memiliki kenaikan
angka minimasi sampah dan tidak adanya peran pemerintah dalam membatasi
timbulan sampah. Sedangkan pada kenyataannya, Kota Bandung memiliki
program kerja sampah dalam program penanganan sampah menuju Bandung
Juara tahun 2014 2018, seperti gerakan zero waste, bank sampah, supermarket
sampah, tempat sampah di RW dan jalan-jalan utama, biogas, TPS bawah tanah,
truk sampah, motor sampah, mesin pencacah, mobil sapu, relawan, insentif,
propaganda, dan TPA Legok Nangka (Pemerintah Kota Bandung, 2013). Hal ini
dapat menjadi jaminan adanya usaha besar dalam mereduksi sampah Kota
Bandung dari sumber hingga TPA. Sedangkan skenario 3 tidak dipilih karena
target pengelolaan sampah yang dirancang PD Kebersihan tidak realistis. Pada
tahun 2005-2008, PD Kebersihan menargetkan persentase pelayanan sampah yang
terangkut ke TPA adalah 80%, sedangkan berdasarkan data aktual, hanya 49,45%
sampah yang terangkut ke TPA pada tahun 2006. Selain itu, pada tahun 2005
2008, PD Kebersihan menargetkan sampah yang dikelola secara 3R adalah 10%,
sedangkan pada kenyataannya minat masyarakat Bandung masih rendah untuk
melakukan minimasi, khususnya pengomposan.

VI-18
VI.2.3 Konsep Pengembangan TPS Cibeunying
Pengembangan TPS Cibeunying dapat dilakukan dalam berbagai cara,
salah satunya adalah dengan melakukan re-desain untuk menunjang perubahan
TPS. Tahapan desain setelah melakukan evaluasi kondisi esksiting adalah
pengembangan konsep desain, pra-rancang, dan desain. Dalam hal ini,
pengembangan hanya akan dilakukan hingga mencapai tahap pra-rancang. Namun
sebelum melakukannya, maka akan dibuat terlebih dahulu konsep desain yang
akan digunakan mengacu pada evaluasi kondisi eksisting yang telah dilakukan.
Konsep desain TPS terdiri dari penentuan kapasitas desain TPS, penentuan
fasilitas yang dibutuhkan, dan rancangan pembangunan tiap tahap.

VI.2.3.1 Kapasitas desain


Berdasarkan hasil evaluasi kondisi eksisting sesuai dengan Peraturan
Kementerian Pekerjaan Umum No 3 Tahun 2013 (Tabel 6.1), potensi
pemanfaatan sampah, pemotongan daerah layanan, dan proyeksi skenario
timbulan sampah yang masuk ke TPS, maka dibuat suatu konsep pengembangan
TPS Cibeunying menuju TPS yang terintegrasi.
Fungsi TPS akan diubah menjadi TPS yang terintegrasi dengan
mengandalkan semua potensi yang ada. TPS harus memenuhi kebutuhan kapasitas
sesuai dengan proyeksi timbulan sampah yang dilakukan untuk 15 tahun ke
depan. Perencanaan pra-rancang dilakukan secara bertahap, dengan angka-angka
persentase skenario 2 pada Tabel 6.6. Perencanaan dimulai pada tahun 2014,
dimulai dengan studi pendahuluan dan pembuatan pra-rancang atau pra-desain.
Kemudian pada tahun 2015 dibuat perancangan DED, realisasi proyek, dan
konstruksi, baru pada tahun 2016 bangunan TPS yang diubah menjadi TPS yang
terintegrasi dapat digunakan hingga 10 tahun mendatang.
Meskipun dilakukan proyeksi timbulan sampah hingga 15 tahun
mendatang, periode layanan TPS terintegrasi yang direncanakan hanyalah untuk
10 tahun masa layan dimulai dari tahun 2016 2026. Hal ini mengacu pada batas
minimal waktu pelayanan fasilitas pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
3/PRT/M/2013. Berikut dasar perencanaan pada tahun 2026 mengacu pada hasil
proyeksi timbulan sampah yang ditunjukkan pada Tabel 6.9.

VI-19
Tabel 6.9 Spesifikasi perencanaan pada tahun 2026
No Parameter 2026
1 Penduduk 16.207
Angka timbulan sampah
2 rumah tangga 0,743
(kg/orang/hari)
Angka timbulan sampah
3 non rumah tangga 12,73
(ton/hari)
4 Minimasi sampah 8,6%
5 Pelayanan pengumpulan 100%

Perencanaan akan dilakukan selama 2 tahap dengan rincian 1 tahap terdiri


dari 5 tahun perencanaan dalam 10 tahun. Pada 5 tahun pertama dari tahun 2016
2021 dan pada 5 tahun terakhir dari tahun 2021 2026, TPS harus mampu
menangani timbulan sampah dengan kapasitas desain sesuai dengan jumlah
proyeksi timbulan sampah pada tahun 2021 dan tahun 2026. Jumlah timbulan
sampah Business as Usual atau jumlah timbulan sampah murni dari sumber,
jumlah timbulan reduksi atau jumlah timbulan sampah setelah adanya minimasi,
dan jumlah timbulan sampah untuk kapasitas desain pada tahun 2016 2026
ditunjukkan pada Tabel 6.10.

Tabel 6.10 Perbandingan timbulan sampah & kapasitas desain


Timbulan Sampah (m3/hari)
Tahun
Business as Usual Reduksi Kapasitas desain
2016 2021 109,12 101,37 105
2021 2026 125,74 114,93 120

Berdasarkan hasil proyeksi timbulan sampah Business as Usual dan


reduksi, maka kapasitas desain yang akan digunakan untuk tahap 1 (2016 2021)
adalah 105 m3/hari dan kapasitas desain yang akan digunakan untuk tahap 2 (2021
2026) adalah 120 m3/hari. Grafik perbandingan antara timbulan sampah

VI-20
Business as Usual, timbulan sampah setelah reduksi, dan kapasitas desain TPS
ditunjukkan pada Gambar 6.5.

140

120 m3/hari 120 m3/hari


120
Jumlah timbulan sampah (m3/hari)

105 m3/hari
100
105 m3/hari

80

60

40

20

0
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026
Tahun

Bussiness As Usual Reduksi


Kapasitas desain 5 tahun pertama Kapasitas desain 5 tahun kedua
Series5 Series6

Gambar 6.5 Perbandingan timbulan sampah dengan kapasitas desain

Pembangunan TPS dalam dua tahap ini bertujuan untuk mengantisipasi


penggantian kebijakan pemerintah dan terbatasnya dana untuk pembangunan.
Untuk tahap pertama, pembangunan akan difokuskan pada instalasi kebutuhan
primer TPS Cibeunying yang terintegrasi, sedangkan tahap kedua akan
difokuskan pada instalasi kebutuhan sekunder, yang meliputi perluasan area dan
penambahan aspek-aspek lain akibat semakin tingginya kapasitas yang
dibutuhkan. Komponen-komponen yang akan dibangun sesuai dengan tahapan
akan mengacu pada penentuan kebutuhan fasilitas yang akan dibahas pada butir
VI.2.3.2.

VI-21
VI.2.3.2 Fasilitas yang dibutuhkan
Hasil evaluasi pada Tabel 6.1 menunjukkan bahwa hanya parameter luas
area dan jadwal pengangkutan yang memenuhi syarat sehingga untuk mencapai
kondisi TPS yang ideal bagi TPS Cibeunying, dibutuhkan perbaikan atau
peningkatan pada parameter lainnya. Namun selain memerhatikan kriteria
persyaratan teknis TPS konvensional berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 3/PRT/M/2013, maka perlu diperhatikan adanya usaha untuk
memanfaatkan sampah yang masih memiliki nilai ekonomi guna mereduksi
sampah yang akan masuk ke TPA. Hal ini dilakukan untuk memperpanjang masa
layan TPA berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008.
Hal yang akan diubah pada TPS Cibeunying akan melibatkan perubahan
fisik dan sistem. Berikut hal-hal fisik yang akan diubah dan diperbaiki guna
mengubah TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi:
1. Pengalihan fungsi area
TPS Cibeunying memiliki area yang masih dapat dikembangkan. Area ini
meliputi area yang masih kosong dan area yang memiliki fungsi lain namun
dapat dialihfungsikan. Berikut contoh potensi pengalihan fungsi pada
Gambar 6.6.
TPS Cibeunying memiliki ketinggian lebih dari 7 meter dari lantai
sehingga berdasarkan tata ruang, TPS ini berpotensi untuk memiliki lantai
tambahan, yaitu lantai 2. Sesuai dengan fungsi TPS, bandar dalam akan
direlokasi karena memperkecil area kerja TPS selama ini. Lahan untuk
gudang akan dibongkar dan dijadikan lahan untuk area kerja TPS. Gudang
didalam TPS tidak memiliki fungsi spesifik dan hanya diperuntukkan untuk
barang-barang simpanan para petugas yang telah dipilah. Gudang diluar TPS
hanya diperuntukkan pula untuk barang-barang pilahan petugas pengumpul
yang lebih besar, seperti kayu batangan dan kaleng. Sedangkan bandar, dapat
dialihfungsikan karena mengganggu fungsi lain di TPS yang lebih penting,
seperti area bongkar muat dan area pemilahan. Untuk itu, dilakukan alih
fungsi lahan guna meningkatkan efektivitas kerja TPS dengan penambah
luasan lahan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat.

VI-22
Gambar 6.6 Alih fungsi area

2. Pembuatan area khusus


Area khusus merupakan area dimana suatu kegiatan spesifik berlangsung.
Berdasarkan potensi TPS dan diagram kerja TPS dari hasil observasi kondisi
eksisting, maka dibutuhkan beberapa area baru dan tertata. Selama ini, tidak
ada area khusus pada TPS sehingga area kerja cenderung tidak beraturan.

VI-23
Dengan adanya pembuatan ini, diharapkan terjadi peningkatan produktivitas
kerja TPS dan merubah sistem kerja TPS menjadi lebih teratur. Beberapa area
yang harus ditambahkan :
a. Area pemilahan: area dimana terjadi proses pemilahan sampah
berdasarkan jenis atau kelompoknya. Pengelompokkan sampah akan
disesuaikan berdasarkan sampah yang dominan pada TPS, yaitu sampah
yang laku dijual dan sampah yang tidak laku dijual. Sampah yang laku
dijual meliputi sampah plastik kresek dan botol/minuman, kaleng dan
seng, logam, botol kaca, dan kertas dan karton. Sedangkan sampah yang
tidak laku meliputi sampah sisa makanan, kain, B3, plastik kemasan lain,
dan lain-lain/residu. Hal ini didasari dengan adanya potensi daur ulang
yang tinggi pada TPS Cibeunying.
Berdasarkan Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum No 03 Tahun
2013, klasifikasi sampah tersebut sudah memenuhi syarat. Pada area ini,
akan ada pengalihan tugas petugas kuli bongkar menjadi petugas
pemilahan yang khusus memilah sampah hasil pilahan petugas sampah.
Namun, petugas sampah yang mengumpulkan sampah tersebut juga
dapat memilah sampah itu sendiri. Akan disediakan 9 wadah kecil berupa
wadah rotan atau ember untuk menampung sampah-sampah tersebut,
kecuali sampah sisa makanan dan dedaunan akan diangkat langsung
dengan gerobak untuk dialihkan ke kontainer khusus sampah sisa
makanan dan dedaunan. Wadah sisa makanan dan dedaunan tidak sama
dengan yang lain dikarenakan sampah ini memiliki jumlah timbulan per
hari yang melimpah. Sebelum memasuki area selanjutnya, sampah yang
telah dipilah dan laku dijual akan ditimbang dan dicatat. Petugas
pengumpul yang memiliki hak atas sampah tersebut dapat menjual
sampahnya langsung ke TPS atau menabung keuntungan dari hasil
pilahannya. Dalam hal ini, TPS berfungsi sebagai bank sampah.
b. Area penyimpanan sampah: merupakan area dimana sampah yang telah
dipilah akan ditampung terlebih dahulu sebelum dijual ke sektor lainnya.
Ada dua area pewadahan sampah, yaitu area pewadahan sampah sisa
makanan dan dedaunan dan area pewadahan sampah yang laku dan tidak

VI-24
laku lainnya. Untuk area pewadahan sampah sisa makanan dan dedaunan,
wadah yang digunakan adalah kontainer dengan volum 13,42 m3.
Volume ini sesuai dengan volum 1 truk pengangkutan. Pencarian volume
pewadahan ini dilakukan berdasarkan perhitungan timbulan sampah hasil
proyeksi dan persentase komposisi sampah yang dibandingkan dengan
timbulan sampah pada tahun 2026.
c. Area bongkar muat: area dimana petugas pengumpul membongkar
sampah yang telah dikumpulkan dari daerah layanan. Area ini terletak
bersamaan dengan area pemilahan. Sampah yang telah dikumpulkan akan
ditumpahkan ke lantai khusus pemilahan. Sedangkan sampah yang telah
dibongkar akan ditandai sesuai dengan nama petugas sampah yang telah
mengumpulkan dan menunggu untuk dipilah pada area pemilahan. Hal
ini akan bertentangan dengan sistem operasional yang ada saat ini,
namun jika seluruh sistem TPS berubah, maka hal ini tidak akan jadi
masalah, terlebih lagi jika seluruh sampah yang masuk akan ditangani
dengan baik.
d. Area pencacahan plastik: Area ini merupakan area dimana plastik-plastik
hasil pemilahan akan dicacah sehingga dapat mengurangi volume area
penyimpanan.
3. Ramp dan katrol
Ramp atau tangga digunakan sebagai penghubung antara lantai 1 dan 2.
Standar ramp untuk pekerja kasar adalah 1:12, dimana ramp tersebut
memiliki slope atau kemiringan yang landai. Namun karena luas lahan
terbatas, maka lemiringan dibuat hanya 1:9. Sedangkan katrol, digunakan
petugas untuk menaikkan barang hasil pilahan dari lantai 1 ke lantai 2.
Akan ada 2 katrol dengan daya angkat 25 ton per katrol.
4. Sanitasi
Pentingnya menjaga kebersihan baik dari petugas maupun lingkungan area
TPS merupakan hal yang harus dijaga. Selama ini, sumber air bersih tidak
difasilitasi dengan baik. Keran air yang ada pada TPS hanya disediakan
seadanya dan petugas biasanya membersihkan dirinya dengan air bak yang
terbuat dari drum di sekeliling drainase yang penuh lindi. Untuk itu,

VI-25
dibutuhkan fasilitas kebersihan yang lebih baik, baik digunakan untuk
mencuci dan memenuhi kebutuhan hygiene petugas, yaitu toilet.
5. Drainase
TPS Cibeunying hanya memiliki satu jalur drainase yang terletak di bagian
belakang TPS. Jalur ini langsung mengalirkan lindinya ke parit
pembuangan. Ketidakmerataan jalur drainase ini akan menyebabkan lindi
masih tertinggal di kawasan TPS. Untuk itu, drainase akan disebarluaskan
di titik-titik area TPS yang memiliki konsentrasi sampah yang tinggi.
6. Tempat penampung lindi
Sejauh ini, tidak ada penampung lindi di TPS Cibeunying sedangkan
dalam rangka menjadikan TPS Cibeunying menjadi TPS yang terintegrasi,
maka pengendalian pencemaran lingkungan harus dilakukan. Dalam hal
ini, akan dibuat suatu penampung lindi yang mampu mencegah
pembuangan lindi ke saluran air yang dapat menyatu dengan air
permukaan lainnya. Lindi yang dihasilkan dari aktivitas TPS akan
dikumpulkan dalam suatu penampung yang nanti akan disalurkan ke
pengolah atau dititipkan pada truk untuk dikirim ke IPL TPA.
7. Pencahayaan:
TPS hanya memiliki dua lampu yang berjenis neon. Berdasarkan hasil
observasi, lampu ini tidak digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pada
dasarnya, TPS hanya memiliki jam kerja efektif hingga pukul 16.00. Tidak
ada kebutuhan untuk penerangan malam. Selain itu, pencahayaan pada
siang hari juga sudah cukup karena ruangan TPS cukup terbuka dan
menyerap banyak sinar alami. Namun, seiring berbagai fasilitas akan
dibangun, termasuk fasilitas pada lantai 2, maka pencahayaan pada siang
hari akan lebih dibutuhkan. Untuk itu, disusun pencahayaan sesuai dengan
standar yang berlaku untuk menunjang pekerjaan di TPS.
8. Aspek Lingkungan:
Perkerasan lantai
Selama ini tanah merupakan lapisan dasar yang digunakan sebagai
landasan TPS. Dengan kebiasaan petugas yang selalu menuangkan sampah
ke landasan sebelum truk datang dan munculnya lindi, maka otomatis

VI-26
terjadi pencemaran tanah. Guna mengendalikan pencemaran tanah yang
bisa saja mengintrusi pipa air bersih, maka lantai akan diberikan
perkerasan. Hal ini juga dapat mengurangi debu yang akan terbawa
kendaraan pengumpul dan pengangkut.
Area taman
Nilai estetika bagi bangunan, khususnya bangunan tempat
penampungan sementar amat penting bagi lingkungan. Taman ini dapat
berupa taman vertikal atau taman horizontal. Hal ini didasari atas
pertimbangan sering adanya protes dari penduduk sekitar maupun jemaat
gereja akibat TPS yang selalu sibuk dengan aktivitasnya sehingga
melupakan unsur tersebut. Selain itu area ini digunakan untuk menyerap
kebisingan dan mendispersikan bau.
9. Keselamatan kerja:
Seringkali petugas TPS memilah sampah tanpa menggunakan Alat
Pelindung Diri, kecuali sepatu boot. Keadaan TPS dan jenis sampah yang
masuk, salah satunya adalah B3 membuat tingginya tingkat kebutuhan
APD untuk petugas TPS. Hal ini menyebabkan banyaknya keluhan
petugas TPS Cibeunying yang merasa gatal-gatal setelah melakukan
pekerjaannya.
10. Pengumpulan dan pengangkutan
a. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
3/PRT/M/2013, maka pengumpulan akan tetap menggunakan pola
individual tak langsung dengan rentang ritasi 2-4 kali/hari dan
menggunakan alat pengumpul berupa gerobak pada rancangan tahun
pertama hingga ketiga dan akan digantikan dengan motor sampah
untuk 10 tahun mendatang. Sistem pengumpulan di Indonesia harus
berubah menjadi lebih baik. Pengumpulan akan dijadwalkan dengan
menerapkan sistem pengumpulan yang baru.
b. Pengangkutan akan menggunakan truk dengan ritasi 3 kali/hari kecuali
hari Minggu tidak ada ritasi.

VI-27
11. Area kantor
Untuk menunjang keberjalanan TPS yang terintegrasi, maka dibutuhkan
hirarki organisasi yang jelas. TPS ini akan membutuhkan ketua dan staf
penunjang yang akan ditempatkan pada suatu area dimana staf tersebut
dapat bekerja dengan nyaman. Area kantor merupakan area yang tepat
sebagai ruang untuk bekerja dimana area tersebut berada di TPS dan
terpisah dari kegiatan operasional.

Sedangkan sistem yang akan diubah pada TPS Cibeunying adalah sebagai
berikut:
1. Penggiatan proses pemilahan
Berdasarkan potensi pemilahan, sampah yang mampu di guna ulang dan di
daur ulang adalah sampah plastik, kaleng dan seng, kertas dan karton,
botol kaca, logam, sisa makanan dan dedaunan, kain, dan plastik kemasan.
Komposisi sampah ini berdasarkan hasil uji adalah 92,08%. Hal ini
mendorong perubahan sistem TPS untuk lebih memanfaatkan sampah
yang dapat dikembalikan nilainya. Tidak hanya mampu mereduksi sampah
yang masuk ke TPA, tetapi juga dapat menambah keuntungan ekonomi
bagi petugas sampah sebagai pemilik sampah tersebut. Akan ada pemilah
khusus yang bertugas untuk memilah sampah.
2. Pengadopsian sistem bank sampah
Untuk menunjang pemilahan sampah tersebut, maka sistem bank sampah
akan diadopsi pada TPS ini. Petugas sampah sebagai pemilik sampah
dapat menjadi nasabah kepada bank sampah, dalam hal ini TPS. Kepala
TPS merangkap peran sebagai kepala yang mengatur pergerakan sampah
ini. Pemilik sampah dapat meminta bantuan pemilah untuk memilahkan
sampahnya, kemudian dilakukan penimbangan, pemilihan sampah tersebut
akan dijual atau hasilnya akan ditabung, pencatatan, dan penyimpanan
sampah yang telah dipilah pada wadah-wadah yang telah disediakan.
3. Penggantian manajemen
Saat ini, TPS hanya diatur oleh kepala TPS yang ditunjuk oleh kelurahan,
kecamatan dan PD Kebersihan. Hal ini tidak cukup dalam mengatur
kelembagaan dan operasional TPS, khususnya jika akan dikembangkan

VI-28
menjadi TPS yang terintegrasi. Dibutuhkan bantuan ketua umum,
sekretaris, dan bendahara untuk menunjang administrasi dan lain-lain.
4. Penggantian sistem pengumpulan
Sistem pengumpulan saat ini masih mengadopsi sistem lama. Akan
diterapkan sistem baru yaitu dengan cara mengganti semua fasilitas
pengumpul dari gerobak menjadi motor sampah. Namun pengembangan
ini membutuhkan waktu. Dalam perencanaan, gerobak hanya akan
digunakan selama 3 tahun dari tahun perencanaan awal, kemudian akan
diganti dengan motor sampah pada 3 tahun setelahnya hingga tahun
terakhir perencanaan.
5. Sistem operasional
Sistem operasional pada TPS Cibeunying dikoordinasikan secara lebih
baik. Berdasarkan konsep, tahap pertama adalah pengumpulan, baik ke
kawasan rumah tangga dan non rumah tangga. Setelah pengumpulan,
petugas akan menuangkan sampahnya ke area bongkar muat dimana para
pemilah khusus akan bertugas untuk memilah sampah tersebut atas nama
petugas. Saat pemilahan telah dilakukan, maka sampah-sampah terpilah
dalam 10 kategori perencanaan yaitu plastik, kertas dan karton, kaleng dan
seng, botol kaca, sisa makanan dan dedaunan, kain, B3, plastik kemasan,
dan lain-lain akan ditimbang. Pada saat itu, sistem bank sampah bekerja,
petugas dapat memilih untuk menjual atau menabung hasil keuntungan
dari sampah pilahan tersebut. Disini petugas berperan sebagai nasabah dan
TPS berperan sebagai bank sampah. Sampah pilahan tersebut akan
ditempatkan pada wadah masing-masing sebelum didistribusikan kepada
pihak berwajib. Tidak akan ada pengolahan pada TPS karena luas area
terbatas. Sampah sisa makanan dan dedaunan akan diangkut ke TPA
namun tidak akan dikubur, melainkan dikomposkan di TPA. Berikut
diagram kerja TPS yang baru seperti ditunjukkan pada Gambar 6.7.

VI-29
Plastik kresek

Kertas & Karton

Pengumpulan
sampah rumah Kaleng & Seng
tangga
TPS Cibeunying Pembongkaran Pemilahan Logam

Penimbangan dan
Pengumpulan Emberan (plastik) pencatatan ke bank Siap
sampah non sampah TPS Dijual
rumah tangga Botol kaca

Pengolahan
Kain atau
Penimbangan dan Penampung
pencatatan ke bank
B3 an khusus
sampah TPS B3

Sisa makanan & Penimbangan dan


Pembuatan
pencatatan ke bank
dedaunan kompos di
sampah TPS
TPA

Pengangkutan
Residu ke TPA

Gambar 6.7 Diagram kerja TPS yang baru

VI-30
VI.2.3.3 Rancangan pembangunan tiap tahap
Berdasarkan rencana pembangunan, maka akan ada dua tahap
pembangunan yang masing-masing tahap memiliki durasi selama 5 tahun untuk
rencana 10 tahun pelayanan. Kapasitas desain tahap 1 (2016 2021) adalah 105
m3/hari, sedangkan kapasitas desain untuk tahap 2 (2021 2026) adalah 120
m3/hari. Sedangkan berdasarkan kebutuhan fasilitas, terdapat dua jenis kebutuhan,
kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder, yaitu:
1. Kebutuhan primer: area bongkar muat, area penyimpanan, ramp,
sanitasi, drainase, timbangan, tangki penampung lindi, alat pengumpul,
dan pencahayaan.
2. Kebutuhan sekunder: lemari penyimpanan alat, area kantor, area
taman, penutup bangunan dan alat pencacah plastik.
Telah disebutkan pada butir VI.2.3.2 bahwa pembangunan tahap 1 akan
difokuskan pada kebutuhan primer, sedangkan pembangunan tahap 2 akan
difokuskan pada kebutuhan sekunder. Namun, tidak semua kebutuhan primer
akan diinstalasi pada tahap 1. Sebagian kebutuhan primer akan diinstalasi pada
tahap 2 bersama dengan kebutuhan sekunder. Berikut komponen dan kebutuhan
lahan yang akan ditambahkan tiap tahap pada Tabel 6.11.

Tabel 6.11 Komponen dan kebutuhan lahan yang akan dibangun


No Nama komponen Tahun berfungsi Jumlah Luas (m2)
1 Area pemilahan dan Area
2016 1 92,8
bongkar muat
2 Area penyimpanan 2016 1 73,5
3 Area pencacahan plastik 2016 1 6,5
Sanitasi:
4 Toilet: terdiri dari kakus 2016 2 4
dan bak mandi 2021 1 2
5 Drainase 2016 - 23,5
Tangki penampung lindi 2016 2 5
6 2021 2 5

VI-31
No Nama komponen Tahun berfungsi Jumlah Luas (m2)
7 Timbangan 2016 3 -
2021 1 -
8 Ramp 2016 1 52,5
9 Motor sampah 2021 15 -
10 Lemari penyimpan alat 2021 4 9,3
11 Kantor 2021 1 35
12 Taman dan area istirahat 2021 1 22,5
13 Alat pencacah plastik 2021 1 -
Total kebutuhan luas 331,6

VI.3 Pra-Rancang
Pra-rancang atau preliminary design adalah tahapan dimana sudah ada
rincian dan dokumentasi kriteria desain yang digunakan untuk pembangunan
sebelum memasuki tahap desain yang sebenarnya. Sesuai dengan konsep
pengembangan, periode layanan TPS Cibeunying yang terintegrasi akan
direncanakan selama 10 tahun dimulai dari tahun 2016 2026. Perencanaan
dimulai pada tahun 2014, dimulai dengan studi pendahuluan dan penyusunan pra-
rancang, lalu dilanjutkan dengan penyusunan detailed engineering design dan
negosiasi proyek oleh pemerintah beserta pihak lain pada tahun 2015 dan
konstruksi dilakukan pada akhir tahun 2015 hingga pertengahan 2016, sehingga
fasilitas TPS Cibeunying yang terintegrasi efektif beroperasi pada tahun 2016.
Tahapan pra-rancang yang dilakukan adalah memperkirakan skenario dan
sistem penanganan sampah 10 tahun masa pelayanan mendatang, menghitung
perkiraan kebutuhan area-area baru dan fasilitas penunjang lainnya, meningkatkan
kinerja sistem pengumpulan dan pengangkutan, dan mengubah manajemen yang
ada.

VI.3.1 Skenario penanganan sampah


Penanganan sampah sistem konvensional dimana pembuangan ke lahan
urug memiliki porsi yang paling besar, masih diterapkan di TPS Cibeunying. Hal
ini tetap dilakukan walaupun banyak cara dalam menangani sampah seperti

VI-32
pencegahan timbulan sampah, pengurangan timbulan sampah, penggunaan
kembali, daur ulang, dan pemrosesan lainnya. Menurut Agamuthu et al. (2010),
pendekatan yang akan digunakan di masa depan akan berbanding terbalik dengan
sistem konvensional tersebut. Sebelum sampah dibuang, akan ada beberapa
langkah yang diprioritaskan sehingga jumlah sampah yang dibuang akan lebih
sedikit Hal ini sesuai dengan tujuan utama penanganan sampah yang tertera pada
UU No 18 Tahun 2008 yaitu mereduksi sampah yang akan dibuang ke lahan urug.
TPS Cibeunying akan dikembangkan menjadi TPS yang terintegrasi.
Dibuat skenario sistem penanganan sampah selama 10 tahun ke depan dengan
menggunakan proyeksi timbulan sampah dari skenario 2 (butir VI.2.2).
Berdasarkan data komposisi sampah rumah tangga dan non rumah tangga
yang masuk pada TPS Cibeunying, terdapat dua kategori sampah yang
mengklasifikasikan sampah tersebut, yaitu sampah yang laku dijual dan sampah
yang tidak laku dijual. Sampah yang laku dijual adalah sampah plastik, kertas dan
karton, kaleng dan seng, dan botol kaca, sedangkan sampah yang tidak laku dijual
adalah sampah sisa makanan dan dedaunan, kain, limbah B3, plastik kemasan,
dan lain-lain. Sampah laku dijual memiliki persentase sebanyak 26,14% dari total
komposisi sampah, sedangkan sampah yang tidak laku dijual adalah sebesar
73,86%. Persentase yang paling dominan dari sampah yang tidak laku dijual
adalah sampah sisa makanan dan dedaunan, yaitu 58,21%, namun pada
kenyataannya sampah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi kompos dan pakan
ternak sehingga berpotensi tidak terbuang ke lahan urug. Namun, kegiatan
pengolahan sampah seperti pengomposan tidak dapat dilakukan pada TPS ini
akibat terbatasnya lahan. Diasumsikan TPS ini tidak mampu dikembangkan lagi
secara signifikan sehingga diasumsikan sampah sisa makanan dan dedaunan
tersebut akan dimanfaatkan pada sektor lain. TPS hanya akan menampung
sampah tersebut hingga sampah tersebut diangkut ke TPA agar diolah menjadi
kompos, sedangkan residu tetap akan diurug. Meninjau potensi tersebut, dengan
mengasumsikan bahwa sampah sisa makanan dan dedaunan akan dimanfaatkan,
maka sampah yang mampu dikembalikan nilai ekonominya memiliki persentase
84,35%. Komposisi sampah dan potensi nilai ekonomi yang dimiliki tersebut,
mendorong TPS Cibeunying untuk menggiatkan proses pemilahan dan

VI-33
pendistribusian sampah tersebut ke sektor lain yang bukan lahan urug, seperti
lapak, industri, dan area pengomposan.
Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan
sebagai kunci awal kegiatan 3R. Dengan meninjau potensi pengembalian nilai
guna sampah pada TPS Cibeunying, maka dibuat skenario penanganan sampah
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.12.

Tabel 6.12 Skenario penanganan sampah di TPS


No Penanganan Skenario A Skenario B Skenario C
1 Pemilahan 50% 65% 80%
Lahan urug
2 50% 35% 20%
(landfill)

Skenario A menggambarkan proses penanganan sampah yang masih


bergantung pada lahan urug. Namun sudah diterapkan sistem pemilahan dengan
tingkat keberhasilan 50%. Walaupun demikian, hal tersebut menunjukkan kurang
efektifnya pemilahan akibat tidak adanya pemilah khusus yang melakukan hal
tersebut. Skenario B dan skenario C memperlihatkan adanya reduksi sampah yang
signifikan terhadap sampah yang akan diangkut ke lahan urug. Skenario B
menargetkan pemilahan sampah atau recovery material sebanyak 65% dari
sampah yang masuk, sedangkan skenario C menargetkan pemilahan sampah
memiliki tingkat keberhasilan 80% dari sampah yang masuk dan hanya 20%
sampah yang akan ditimbun di lahan urug. Diasumsikan bahwa target 80%
tersebut dapat tercapai karena pemilahan tidak lagi mengandalkan petugas
pengumpul sampah, namun ada petugas pemilah khusus yang akan melakukan hal
tersebut sehingga pengumpul sampah hanya akan fokus pada kegiatan
pengumpulan dan dapat bekerja maksimal.
Skenario A tidak dipilih sebagai konsep penanganan sampah karena dinilai
tidak akan efektif mengurangi timbunan sampah yang ditimbun di lahan urug.
Walaupun target tersebut mengacu pada target pemerintah kota untuk mereduksi
sampah hingga hanya 50% sampah yang masuk ke TPA (PD Kebersihan, 2014),
TPS yang terintegrasi masih mampu untuk mereduksi sampah karena adanya
potensi sampah yang bernilai tinggi, seperti sampah sisa makanan dan dedaunan
yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan dengan persentase 58,21%.

VI-34
Skenario B adalah kondisi dimana pemilahan memiliki tingkat
keberhasilan 65% dan persentase sampah yang masuk ke lahan urug adalah
sebesar 35%. Hal ini sudah melebihi target pemerintah dalam mereduksi sampah.
Namun untuk mengoptimalkan reduksi sampah yang masuk ke lahan urug dan
meningkatkan pengembalian nilai ekonomi sampah pada TPS, akan dipilih
scenario C sebagai konsep untuk perencanaan penanganan sampah di TPS
Cibeunying. Tingkat keberhasilan pemilahan memiliki persentase sebesar 80%
dan residu yang akan diproses di lahan hanya berkisar 20%. Hal ini sudah
dibuktikan oleh TPST 3R Mulyoagung Bersatu (Ref) di Kota Malang yang
berhasil mereduksi sampahnya dengan konsep 3R. Persentase hasil pengolahan
TPST 3R tersebut berhasil mengolah 17,55% sampah organik dengan
pengomposan dan mengembalikan nilai ekonomi sampah atau melakukan sistem
jual beli sampah ke lapak-lapak terkait sebanyak 45% sehingga hanya 16% residu
yang diproses di lahan urug (dokumen TPST Mulyoagung Bersatu). Rancangan
penanganan sampah per 3 tahun dapat dilihat pada Tabel 6.13.

Tabel 6.13 Rancangan penanganan sampah per 3 tahun


Tahun Pemilahan Lahan urug
2016-2019 60% 40%
2020-2023 70% 30%

2024-2026 80% 20%

Angka-angka persentase yang muncul pada rancangan penanganan sampah


tersebut sudah mempertimbangkan kemampuan pemilahan petugas sampah yang
baik dan komposisi sampah yang berpotensi untuk dipilah. Terlihat dari Tabel
6.13, kemampuan pemilahan petugas akan meningkat seiring dengan berjalannya
waktu hingga 10 tahun ke depan.
Saat TPS yang terintegrasi sudah mulai beroperasi, petugas yang akan
melakukan pemilahan sampah selain petugas pengumpul sampah adalah petugas
pemilah khusus. Pada tiga tahun pertama, 2016 2019, petugas pengumpul
sampah dan petugas pemilah sampah baru mendapatkan pelatihan untuk memilah
sampah sesuai dengan kategori yang ditetapkan, yaitu sampah plastik, kertas dan
karton, kaleng dan seng, botol kaca, logam, sisa makanan dan dedaunan, kain,

VI-35
limbah B3, plastik kemasan, dan lain-lain. Petugas sampah dan pemilah masih
menyesuaikan untuk terbiasa memilah sampah tersebut dan diberikan persepsi
yang sama mengenai jenis sampah tersebut.
Pada tiga tahun kedua, yaitu tahun 2020 2023, akan semakin banyak
petugas pemilah khusus yang dipekerjakan dan semakin berkurangnya petugas
pengumpul sampah yang turut memilah. Pemilah khusus tersebut sudah mulai
terbiasa melakukan pemilahan sampah sesuai dengan kategori jenis sampah yang
ditetapkan sehingga pada tahun tersebut, persentase pemilahan mencapai 70% dan
residu yang dialirkan ke lahan urug sebesar 30%.
Pada tiga tahun terakhir target perencanaan, yaitu tahun 2024 2026,
seluruh petugas yang berkewajiban memilah sampah adalah petugas pemilah
khusus, sedangkan petugas pengumpul sampah tidak lagi turut memilah sampah.
Petugas pengumpul sampah akan difokuskan untuk mengumpulkan sampah saja.
Petugas pemilah sampah khusus yang semakin lihai dan tangkas dalam memilah
sampah dan petugas pengumpul sampah yang semakin giat, memberikan
kontribusi yang besar dalam pengurangan sampah di TPS. Pada tahun ini,
persentase pemilahan sampah mencapai 80% dan hanya 20% sisa sampah yang
masuk ke TPA.

VI.3.2 Rancangan konsep sistem penanganan sampah terintegrasi


Rancangan sistem penanganan sampah terintegrasi di TPS Cibeunying
merupakan rangkaian proses yang terdiri dari pengumpulan sampah baik dari
pengumpulan sampah rumah tangga dan non rumah tangga, pembongkaran,
pemilahan, penimbangan dan pencatatan sampah pada TPS yang berperan sebagai
bank sampah, penjualan sampah pada lapak atau sektor lain, pengangkutan
sampah sisa makanan & dedaunan dan sampah residu ke TPA Sarimukti namun
dengan menyalurkan sampah sisa makanan & dedaunan tersebut pada area
pengomposan TPA Sarimukti, dan pendistribusian limbah B3 ke tempat
pengolahan atau penampungan khusus limbah B3 yang berwenang.
Para petugas pengumpul sampah yang menggunakan gerobak atau motor
sampah, baik saat akan berangkat dari TPS maupun tiba pada TPS setelah
kegiatan pengumpulan, akan dicatat identitas beserta sektor yang sudah dilayani.
Hasil pengumpulan sampah dari sektor daerah yang dilayani tersebut, yaitu sektor

VI-36
rumah tangga dan non rumah tangga akan dibongkar muat dan dipilah pada area
pemilahan yang telah disediakan. Sistem pemilahan yang dilakukan adalah
pemilahan manual. Menurut Tanaka (2010), pemilahan sampah secara manual di
negara berkembang akan lebih menguntungkan daripada pemilahan dengan mesin
karena biaya yang dibutuhkan lebih sedikit untuk membayar biaya tenaga kerja,
meminimasi dampak terhadap lingkungan, dan konsumsi sumber daya.
Pemilah khusus akan memilah sampah tersebut dan mencatat kepemilikan
sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas terkait, terkecuali sampah sisa
makanan & dedaunan dan residu. Jenis sampah pilahan yang akan dimanfaatkan
seperti sampah plastik, kertas dan karton, botol kaca, kaleng & seng, logam, kain,
dan plastik kemasan akan ditimbang dan dicatat satuannya. Pada saat itu, TPS
dapat berperan sebagai pengelola bank sampah. Petugas yang memiliki sampah
tersebut dapat memilih untuk menjual sampahnya atau menabung hasil
keuntungan dari sampah tersebut pada bank sampah. Dengan mengadopsi sistem
bank sampah, tentu nilai jual sampah yang akan ditabung lebih banyak
dibandingkan nilai jual sampah yang langsung dijual. Hal ini mendorong agar
petugas sebagai nasabah memiliki keinginan untuk menginvestasikan sampahnya
menjadi lebih bernilai selain untuk mereduksi sampah.
Sampah hasil pilahan akan segera ditempatkan pada tempat penyimpanan
yang terletak pada lantai 2. Tidak hanya sampah yang akan dimanfaatkan, tetapi
juga sampah sisa makanan & dedaunan, limbah B3, dan residu. Untuk limbah B3,
tidak diperkenankan sektor yang jelas menghasilkan limbah B3, seperti rumah
sakit dan industri untuk membuang limbah B3-nya ke TPS, kecuali sampah
domestik.
Diagram alir penanganan rancangan sistem penanganan sampah yang
ditunjukkan pada Gambar 6.8, dengan nilai kuantitas sampah yang digunakan
sesuai dengan kapasitas desain lima tahun terakhir masa perancangan (2022-
2026).

VI-37
Plastik kresek
(1,22 ton/hari)

Pengumpulan Kertas & Karton


(3,1 ton/hari)

Kaleng & Seng


(0,059 ton/hari)
TPS Cibeunying Pemilahan
Pembongkaran
(23 ton/hari) (80% keberhasilan) Logam
(0,17 ton/hari) Penimbangan dan
pencatatan ke bank Siap
Plastik kemasan sampah TPS Dijual
(1,47 ton/hari)

Botol kaca
(0,64 ton/hari)

Kain
(0,07 ton/hari)

Pengolahan
Limbah B3 Penimbangan dan atau
(0,157 ton/hari) pencatatan ke bank Penampungan
sampah TPS khusus B3
Sisa makanan & (opsional)
dedaunan
(11,53 ton/hari)

Residu diurug
Residu Pengangkutan
(4,6 ton/hari) ke TPA Pengomposan di TPA

Gambar 6.8 Diagram alir sistem penanganan sampah yang terintegrasi

VI-38
Limbah B3 yang khusus ditangani TPS adalah limbah B3 dari sektor
rumah tangga (PP 85 Tahun 1999). Ada sepuluh area penyimpanan pada lantai 2
yang dilengkapi dengan tirai plastik sebagai penutup pencegah bau. Tempat
penyimpanan sampah sisa makanan & dedaunan dan residu akan terletak terpisah
dengan tempat penyimpanan lainnya. Tempat penyimpanan ini akan diletakkan
tepat diatas area parkir truk pengangkut sehingga disaat truk pengangkut sudah
siap untuk melakukan proses pemindahan, maka sampah sisa makanan &
dedaunan dan residu akan dijatuhkan dari ketinggian ke dalam kontainer.
Walaupun masih menggunakan tenaga manusia untuk mendorong sampah ke
kontainer, hal ini cenderung lebih efektif (Gambar 6.9).

Gambar 6.9 Alur pemindahan sampah ke kontainer truk

Sampah sisa makanan & dedaunan akan dijual ke area pengomposan di


TPA Sarimukti dan residu akan ditimbun di lahan urug. Keuntungan dari
penjualan sampah sisa makanan & dedaunan akan dibagi rata kepada para petugas
dan staf TPS Cibeunying. Konsep ini merupakan konsep bagi hasil, bukan
pemberian gaji tetap. Sementara itu, limbah B3 akan ditangani sesuai dengan
jenisnya dan seluruh staf di TPS Cibeunying akan diberikan pelatihan mengenai
jenis limbah B3 untuk mengurangi risiko paparan dan menolak limbah B3 yang
masuk ke TPS Cibeunying dari sektor yang tidak berwenang (USEPA, 2002).

VI.3.3 Lokasi
Lokasi perencanaan pembangunan TPS yang terintegrasi untuk TPS
Cibeunying ini akan dilakukan di wilayah yang sama, yaitu di Jl. Taman
Cibeunying Selatan, Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan, Kota
Bandung. Tidak ada pemindahan karena pengembangan TPS ini akan

VI-39
menggunakan sumber daya eksisting sebagai dasar pembangunan. Berikut lokasi
perencanaan TPS Cibeunying yang terintegrasi pada Gambar 6.10.
TPS Cibeunying tetap akan berada di sekitar permukiman dan gereja
Maranatha. Untuk itu, dengan mempertimbangkan adanya kegiatan peribadatan
pada Hari Minggu, kegiatan hari Minggu di TPS tidak akan terlalu sibuk.

Gambar 6.10 Lokasi TPS Cibeunying yang terintegrasi

VI.3.4 Fasilitas penunjang


Beberapa fasilitas penunjang bertujuan untuk mendukung perwujudan TPS
yang terintegrasi. Fasilitas-fasilitas penunjang tersebut meliputi area tambahan,
area pemilahan, area pewadahan, area garasi, sanitasi, drainase, pencahayaan,
aspek lingkungan, keselamatan kerja, pengumpulan dan pengangkutan, dan
manajemen.

VI.3.4.1 Area tambahan


Sebagaimana yang telah ditunjukkan pada Gambar 6.6, ada beberapa
area di TPS yang digunakan tidak sesuai dengan fungsinya, seperti gudang dan
bandar dalam. Selain itu ada area gardu listrik bagian atas yang masih bisa
digunakan. Untuk itu, akan dilakukan pengalihan fungsi area di TPS menjadi area

VI-40
lain yang lebih bermanfaat dan membangun lantai 2 pada TPS karena elevasinya
masih mencukupi, yaitu lebih dari 7 meter dari lantai dasar.

VI.3.4.2 Area pemilahan


Penanganan sampah pada sumbernya belum mengalami perubahan yang
signifikan di Indonesia. Selain pemilahan pada tempat pemilahan khusus atau
TPA, tidak ada pemilahan dari sektor rumah tangga dan non rumah tangga yang
berarti. Sedangkan komposisi sampah yang berpotensi untuk dimanfaatkan
kembali, seperti sampah organik memiliki persentase yang besar, yaitu 58% di
Indonesia (Sondari, et al., 2012). Pada kenyataannya, pemilahan merupakan kunci
awal untuk menunjang kegiatan 3R dengan sedikitnya memilah sampah organik
dan sampah anorganik (www.sanitasi.or.id).
Untuk menunjang perubahan sistem TPS Cibeunying yang konvensional
menjadi TPS yang terintegrasi, maka pemilahan yang terkoordinasi merupakan
salah satu faktor keberhasilan. Pemilahan merupakan salah satu penanganan
sampah sesuai dengan UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Dasar
yang ditinjau adalah data komposisi sampah dan prediksi potensi pengembalian
nilai ekonomi sampah tersebut. Pemilahan yang diterapkan akan mengadopsi tata
cara pemilahan yang diterapkan pada TPST 3R Mulyoagung Bersatu Kota Malang
dimana proses pemilahan akan menggunakan tenaga kerja dalam memilah
sampah-sampah tersebut secara manual. Berikut gambaran sistem pemilahan yang
diterapkan pada TPST 3R Mulyoagung Bersatu pada Gambar 6.11.

Gambar 6.11 Skema pemilahan pada TPST 3R Mulyoagung Bersatu

Sampah-sampah yang telah dikumpulkan petugas pengumpul akan


disebarkan di lantai area pemilahan dimana petugas pemilah khusus akan bekerja
memilah sampah-sampah tersebut. Setelah dipilah sesuai jenisnya, sampah-

VI-41
sampah tersebut akan disimpan di area penyimpanan yang telah disediakan.
Kemudian, untuk sampah plastik atau sampah yang bersifat compressible akan
dipadatkan secara manual dan disusun dengan rapi.
Area pemilahan TPS Cibeunying yang terintegrasi akan mengadopsi area
pemilahan TPST 3R Mulyoagung Bersatu, namun akan ditambahkan sedikit
modifikasi. Berdasarkan kapasitas desain tahun terakhir perencanaan, TPS
Cibeunying mampu menerima sampah paling banyak 120 m3/hari. Direncanakan
bahwa akan ada dua hingga tiga kali ritasi per hari. Hal ini berarti akan ada 40 m3
sampah yang masuk setiap kali ritasi. Diasumsikan akan datang 14 motor sampah
dengan membawa 40 m3 sampah per ritasi untuk dipilah di TPS. Untuk itu, dibuat
14 area kecil pada area pemilahan untuk menampung sampah-sampah dari ke-14
gerobak tersebut. Berikut gambaran area pemilahan yang akan diterapkan di TPS
Cibeunying pada Gambar 6.12.

Gambar 6.12 Area pemilahan TPS Cibeunying

Spesifikasi area pemilahan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut:


Luas area pemilahan= 14,5 m x 6,4 m = 92,8 m2
Jumlah area kecil= 14
Ukuran area kecil= panjang x lebar x tinggi = 1,5 x 1,2 x 0,5 m3
Toleransi tinggi tumpukan sampah= 0,3 meter
Jarak antar area kecil= 1 meter dan 0,9 meter
Jumlah pekerja= minimal 14 pekerja (minimal 1 pekerja/area kecil)
Lama pemilahan= 2 jam per ritasi

VI-42
VI.3.4.3 Area penyimpanan
Proses pemilahan menghasilkan 10 jenis sampah pilahan, yaitu sampah
plastik, kertas dan karton, kaleng & seng, botol kaca, logam, kain, plastik
kemasan, limbah B3, sisa makanan & dedaunan, dan sampah lain-lain/residu.
Untuk itu, sebelum didistribusikan ke tempat-tempat yang telah ditetapkan, maka
dibutuhkan area penyimpanan sementara sampah tersebut. Hal ini diterapkan atas
dasar evaluasi persyaratan teknis TPS berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No 3/PRT/M/2013 yang menyatakan bahwa TPS 3R harus menyediakan
sedikitnya lima jenis sarana untuk mengelompokkan sampah. Dalam hal ini, TPS
Cibeunying yang terintegrasi akan menyediakan sepuluh tempat penyimpanan
sampah yang telah dipilah.
Untuk memprediksikan kebutuhan luas masing-masing sarana
penyimpanan sampah yang telah dipilah, maka dilakukan perhitungan dengan
menggunakan prediksi timbulan sampah dari kapasitas desain untuk lima tahun
terakhir target perencanaan.
Tahap pertama adalah dengan memprediksikan persentase sampah yang
berhasil dipilah dari sampah total yang masuk pada tahun 2024. Pada Skenario C
(Tabel 6.12), target sampah yang dipilah dapat mencapai 80%, sedangkan sampah
yang ditimbun di lahan urug hanya 20%. Dengan menghitung berat sampah yang
berhasil dipilah dari total berat sampah yang masuk pada TPS dan mengkalibrasi
berat sampah yang berhasil dipilah menjadi volume sampah untuk setiap jenis
sampah, maka dihasilkan kebutuhan volume awal untuk masing-masing jenis
sampah yang ditunjukkan pada Tabel 6.14.

Tabel 6.14 Volume kebutuhan dasar masing-masing sampah pilahan


% Densitas
Berat Berat Berat Volume
Jenis % Berat Keberhasilan (ton/m3)
(kg/hari) (kg/hari) (ton/hari) (m3/hari)
Pemilahan *

Plastik 6,15% 1.413,98 1.218 1,28 0,065 18,66


Kertas
15,60% 3.588,17 3090,85 3,1 0,069 44,34
&karton
Kaleng &
0,30% 68,42 58,94 0,059 0,089 0,66
Seng
Botol Kaca 3,24% 745 80 641,74 0,64 0,196 3,28

Logam 0,86% 197,65 170,26 0,17 0,32 0,53


Sisa
makanan & 58,21% 13.387,2 11.531,74 11,53 0,291 39,67
Dedaunan

VI-43
% Densitas
Berat Berat Berat Volume
Jenis % Berat Keberhasilan (ton/m3)
(kg/hari) (kg/hari) (ton/hari) (m3/hari)
Pemilahan *

Kain 0,33% 76,02 65,48 0,065 0,065 1

B3 0,79% 182,45 80 157,16 0,157 0,065 2,41


Plastik 7,40% 1.702,86 1.466,84 1,467 0,066 22,27
Kemasan
100%
7,12% 1.638,24 4.598,98 4,6 0,131 35,24
Lain-lain &residu
Total 100,00% 23.000 23.000 23 168,06

* Tchobanoglous, et al. (1993)

Persentase rata-rata total sampah yang berhasil dipilah adalah 80% dengan
rincian sampah yang dapat dipilah memiliki tingkat keberhasilan 86,14%, kecuali
sampah residu. Total sampah yang masuk menyesuaikan dengan kapasitas desain
dari hasil perhitungan, yaitu 23 ton/hari. Dengan menggunakan data komposisi
sampah, maka dapat diketahui berat masing-masing sampah pada total sampah
tersebut. Sebelum dipilah, potensi sampah yang dapat dipulihkan kembali atau
didistribusikan selain ke lahan urug adalah 92,88%, sedangkan sampah lain-lain
atau residu adalah 7,12%. Namun dikarenakan persentase keberhasilan pemilahan
rata-rata sampah total adalah 80%, maka 20% residu akan ditimbun di lahan urug.
Setelah mendapatkan berat sampah masing-masing sampah yang berhasil
dipilah, maka berat sampah pilahan tersebut akan dikalibrasikan menjadi volume.
Hal tersebut dilakukan dengan cara mengkonversi berat sampah dari kg/hari
menjadi ton/hari dan membaginya dengan data densitas masing-masing sampah
sesuai dengan densitas teoritis. Densitas teoritis untuk pengolahan data ini
menggunakan data densitas teoritis menurut Tchobanoglous et al. (1993).
Tahap kedua adalah dengan meninjau faktor-faktor yang dapat
memengaruhi dimensi tempat penyimpanan. Dari hasil perhitungan sebelumnya,
didapatkan volume kebutuhan dasar dari masing-masing sampah. Namun, dengan
mempertimbangkan faktor ritasi, faktor pemadatan, dan safety factor, didapatkan
volume kebutuhan dasar yang kedua. Berikut volume dasar kedua yang
didapatkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada Tabel 6.15.

VI-44
Tabel 6.15 Volume kebutuhan dasar kedua untuk sampah pilahan

Frekuensi Volume
Volume Faktor Faktor
Jenis Safety Factor Pengambilan (m3)
(m3/h) Ritasi Pemadatan
(hari/minggu) (2)

Plastik 16,87 - 0,5 1,5 2 28


Kertas & karton 40,08 - 0,5 1,5 1 33
Kaleng & Seng 0,60 - - 1,5 7 7
Botol Kaca 2,96 - - 1,5 2 10
Logam 0,48 - - 1,5 7 5,5

Sisa makanan & 1


dedaunan 35,86 3 0,5 1,5 10
Kain 0,91 - 0,5 1,5 7 5
B3 2,18 - - 1,5 2 7
Plastik 2
Kemasan 20,14 - 0,5 1,5 33,5
Lain-lain 31,85 3 0,5 1,5 1 9
Total 151,92 148

Faktor ritasi adalah faktor pengangkutan yang dilakukan oleh truk


pengangkut sampah menuju TPA. Sesuai dengan skenario yang diterapkan, hanya
sampah sisa makanan & dedaunan dan residu saja yang akan diangkut ke TPA,
sedangkan sampah lain akan diperjualbelikan atau didistribusikan ke tempat lain.
Pengangkutan yang akan dilakukan adalah minimal tiga kali dalam sehari,
sehingga faktor ritasi untuk sampah sisa makanan & dedaunan dan residu adalah
3, sedangkan tidak ada faktor ritasi untuk sampah lain. Volume kebutuhan awal
sampah akan dibagi dengan faktor ritasi dimana akan terjadi pengambilan sampah
sebanyak tiga kali pula pada TPS. Hal ini dapat menghemat volume tempat
penyimpanan untuk sampah sisa makanan & dedaunan tiga kali lipat.
Selain faktor ritasi, ada pula faktor pemadatan. Diasumsikan bahwa
petugas jaga akan memadatkan sampah yang sudah terpilah sehingga dapat
mengefektifkan tata letak ruang penyimpanan. Berbagai cara dapat dilakukan
untuk memadatkan sampah, salah satunya adalah baling. Menurut Damanhuri &
Padmi (2010), salah satu penanganan sampah yang dapat dilakukan adalah
pemadatan atau baling. Kelebihan alat pemadatan ini adalah dapat mengurangi
volume sampah yang terbuang dan praktis/efisien dalam pengangkutan ke TPA.
Namun kelemahannya adalah biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan relatif

VI-45
mahal, padahal sistem pemadatan ini dianjurkan bila jarak ke pemrosesan akhir
lebih dari 25 km. Hal ini sudah diterapkan pada TPS Tegallega dan TPS Pasar
Induk Gedebage. Menurut PD Kebersihan (2014), mesin pemadatan sampah
mengefektifkan dan mengefesiensikan volume pengangkutan sampah ke TPA
dengan spesifikasi sebelum dipadatkan sampah terangkut 4 5 ton/truk sedangkan
setelah dipadatkan menjadi 7-8 ton/truk. Efisiensi yang dihasilkan dapat
mengurangi volume sampah menjadi 50%. Namun, alat pemadatan ini
membutuhkan luas area minimal 70 m2 seperti yang diterapkan pada TPS 3R
lainnya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013) sehingga tidak
dapat diterapkan pada TPS Cibeunying karena luas lahan terbatas dan
membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Akan tetapi, keterbatasan tersebut
tidak menutupi usaha untuk mengurangi volume sampah seperti halnya yang
dilakukan oleh TPST 3R Mulyoagung Bersatu yang menggunakan alat pemadatan
manual untuk memadatkan sampah (Gambar 6.13).

(a) Alat pemadat sampah (b) Proses pemadatan

(c) Hasil pemadatan


Gambar 6.13 Alat pemadatan dan hasilnya

VI-46
Oleh karena itu, pada 10 tahun perencanaan dengan mengantisipasi
kurangnya biaya operasional yang dimiliki untuk menunjang fasilitas pendukung
TPS Cibeunying yang terintegrasi, maka pemadatan manual akan diterapkan
dengan asumsi persentase pengurangan volum sampah akan terjadi hingga 50%.
Safety factor atau faktor keamanan merupakan hal yang tidak boleh
tertinggal dalam perencanaan desain. Faktor ini merupakan istilah kapasitas
struktur dari suatu sistem yang melebihi muatan yang diperkirakan. Faktor ini
juga diterapkan guna mencegah hal-hal yang tidak terduga. Pemilihan faktor
keamanan tergantung dari beban kerja yang dilakukan. Untuk pekerjaan yang
menggunakan alat-alat berat dan lingkungan kerja yang berbahaya, maka faktor
keamanan cenderung bernilai 5 10. Sedangkan untuk pekerjaan yang ringan atau
perancangan struktur untuk menampung muatan, maka faktor keamanan berkisar
1,4 2 (www.composite.about.com). Dalam hal merancang suatu pewadahan atau
tempat penyimpanan akan menggunakan nilai faktor keamanan sebesar 1,5.
Pertimbangan terakhir adalah dengan meninjau frekuensi pengambilan
sampah. Berdasarkan perencanaan, frekuensi pengambilan sampah untuk setiap
sampah berbeda-beda. Frekuensi pengambilan sampah plastik, botol kaca, limbah
B3, dan plastik kemasan adalah setiap 2 hari/minggu, setiap hari untuk sampah
kertas & karton, sisa makanan & dedaunan, dan residu, setiap 7 hari/minggu
untuk kaleng & seng, kain, dan logam. Sehingga tempat penyimpanan masing-
masing jenis sampah harus mampu menampung sampah tersebut minimal hingga
sampah tersebut didistribusikan ke tempat masing-masing.
Setelah mengikutsertakan faktor-faktor tersebut untuk mempertimbangkan
volume kebutuhan tempat penyimpanan, akan didapatkan volume kebutuhan
tempat penyimpanan tahap 2. Volume kebutuhan dasar tahap 1 dibagi dengan
faktor ritasi, kemudian hasilnya akan dibagi 2 sesuai dengan persentase
pengurangan volum sampah akibat pemadatan, kemudian dikalikan kembali
dengan faktor keamanan (safety factor) dan dikalikan pula dengan periode
pengambilan. Volum kebutuhan tahap 2 akan dijadikan dasar dalam mencari
dimensi minimal yang sesuai untuk pewadahan. Berikut hasil perancangan
dimensi tempat penyimpanan sampah terpilah pada Tabel 6.16.

VI-47
Tabel 6.16 Volume minimal dimensi tempat penyimpanan
Volume Volume minimal wadah/tempat penyimpanan
Kebutuha Freeboard
Jenis panjang lebar Vol. Aktual
n tahap 2 tinggi (m) /Ruang
(m3) (m) (m) (m3)
kosong
Plastik 28 3 5,5 2 41
Kertas +
karton 33 3 5,5 2 41
Kaleng &
Seng 7 2,5 3 2 19
Botol Kaca 10 2,5 3 2 19
Logam 5,5 2,5 3 2 25% dari 19
Sisa volume
makanan & 3 2 2 seharusnya 15
Dedaunan 10
Kain 5 2,5 3 2 19
B3 7 2,5 3 2 19
Plastik
Kemasan 33,5 2,5 4,5 3 42
Lain-lain 9 3 2 2 15

Tempat penyimpanan ini akan diletakkan pada lantai 1 dan lantai 2,


dimana pemilah akan membawa sampah pilahannya dengan wadah atau gerobak
kecil melewati ramp

VI.3.4.4 Area pencacahan plastik


Pada tahun 2021, direncanakan ada penambahan fasilitas pencacah
plastik berjumlah satu unit. Alat pencacah plastik ini digunakan untuk mengurangi
volume sampah plastik yang telah dipilah dan meningkatkan harga jual plastik.
Area ini terletak di area kosong pada lantai 2.
Spesifikasi alat pencacah plastik ini adalah sebagai berikut
(www.tokomesin.com):
Kapasitas= 200 kg/jam
Dimensi mesin= panjang x lebar x tinggi =120 x 100 x 150 cm2
Cutting size= 10 mm
Bahan= plat mild steel

VI-48
VI.3.4.5 Sanitasi
Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja sering diabaikan
karena tidak dipandang memiliki dampak langsung pada produktivitas. Namun,
untuk tetap sehat, pekerja membutuhkan fasilitas di tempat kerja yang memadai
seperti air bersih, toilet, sabun, dan air untuk mencuci. Jika suatu fasilitas tidak
dilengkapi fasilitas ini, produktivitas akan memburuk (ILO, 2013).
Urgensi pembangunan toilet adalah untuk mencegah kegiatan buang air
sembarangan yang kadang kala dipraktikan di TPS. Selain untuk menjaga
kebersihan lingkungan, hal ini juga amat penting dalam menjaga kesehatan
petugas.
Berbagai macam standar yang dapat ditetapkan untuk membangun suatu
toilet atau MCK sesuai dengan jenis pekerjaan dan jumlah pekerja. Jenis
pekerjaan petugas saat ini adalah buruh terampil dimana pekerja menggunakan
tenaga fisiknya dalam melakukan pekerjaan (KKBI). Sedangkan jumlah petugas
TPS saat ini berjumlah 54 pria. Namun pada target perencanaan selama 10 tahun
ke depan, TPS Cibeunying yang terintegrasi sudah berkembang dan memiliki
standar pekerjaan yang menyerupai semi lembaga.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri, persyaratan mengenai toilet untuk karyawan adalah
dengan memisahkan toilet karyawan pria dan wanita serta setiap kantor harus
memiliki toilet dengan jumlah kamar mandi, jamban, peturasan, dan wastafel
minimal 3, 3, 5, 5 secara berturut-turut untuk jumlah karyawan pria antara 51
100. Sedangkan, menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964
tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta penerangan dalam Tempat Kerja
menerangkan bahwa jumlah kakus yang harus tersedia untuk 46 60 orang buruh
adalah 4 kakus.
Dengan mempertimbangkan dua standar tersebut dan juga luas lahan yang
dimiliki TPS, maka TPS Cibeunying akan menginstalasi 3 kakus yang tergabung
dengan kamar mandi dan peturasan, dan 4 wastafel untuk kegiatan mencuci.
Terdapat 2 toilet yang berada di lantai dasar dan 1 toilet di kantor lantai atas.
Toilet tersebut bersifat toilet umum, yaitu tercampur antara pria dan wanita karena

VI-49
tidak ada pekerja wanita di TPS atau setidaknya akan ada pada masa mendatang
dengan jumlah yang lebih sedikit di TPS.

VI.3.4.6 Drainase
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013,
salah satu fasilitas perlidungan lingkungan adalah area drainase. Sejatinya,
drainase adalah susunan atau sistem saluran untuk mengalirkan aliran permukaan
akibat air hujan. Namun, menurut Moduto (1998), ada dua sistem drainase, yaitu
sistem tercampur dan sistem terpisah. Di Indonesia, masih banyak drainase sistem
tercampur, yaitu air limbah domestik bahkan air limbah industri dibuang langsung
kedalam parit terdekat.
Saat ini TPS Cibeunying menerapkan drainase sistem tercampur, dimana
air buangan cucian dan air lindi disalurkan ke parit yang mengarah langsung ke
IPAL terpusat. TPS yang terintegrasi seharusnya mampu mengendalikan
pencemaran (persyaratan teknis TPS dari Peraturan PU tahun 03 tahun 2013).
Untuk mengurangi dampak lingkungan, maka dibuat saluran drainase yang
memisahkan saluran air buangan dan air lindi. Saluran air buangan dari hasil
MCK akan disalurkan ke pipa yang terhubung langsung dengan pipa menuju
IPAL terpusat, sedangkan saluran air lindi akan dihubungkan ke pipa penyalur
lindi menuju tangki penampung lindi.
Saluran air lindi akan diletakkan di sekeliling bangunan TPS, termasuk
lantai 2. Mengadopsi drainase TPA (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
3/PRT/M/2013), maka drainase TPS dapat dibuat dengan kemiringan permukaan
jalan 2 3% ke arah saluran drainase dengan jenis drainase berupa drainase
permanen (di sisi jalan utama, di sekeliling timbunan, daerah sekitar kantor,
gudang, garasi, tempat cuci) dan drainase sementara (dibuat secara lokal pada
zona yang akan dioperasikan). Berikut jenis drainase yang dapat diterapkan pada
TPS Cibeunying yang ditunjukkan pada Gambar 6.14.

VI-50
Gambar 6.14 Unsur-unsur geometris penampang saluran
(Chow, 1959)

VI.3.4.7 Tangki penampung lindi


Lindi merupakan air yang timbul dari sampah. Dengan melihat
komposisi sampah sisa makanan & dedaunan yang cukup tinggi pada TPS, yaitu
58,21%, maka diperkirakan lindi di TPS ini bersifat biodegradable. Ada beberapa
alternatif model pengolahan lindi, misalnya dengan menginstalasi kolam
pengolahan lindi skala kawasan. Menurut Metcalf & Eddy (1991), kolam oksidasi
atau istilah lainnya kolam stabilisasi (stabilization pond) adalah kolam tanah
yang relatif dangkal yang digunakan untuk pengolahan air limbah. Kolam
oksidasi ini cocok untuk pengolahan air limbah komunitas yang kecil
karena biaya pembangunan dan operasinya lebih rendah dibandingkan dengan
pengolahan biologis lainnya. Pengelompokan sistem kolam stabilisasi
berdasarkan keberadaan dan sumber oksigen yaitu kolam anaerob, kolam
fakultatif, kolam aerob, dan kolam aerasi. Namun, berdasarkan hasil survey,
kuantitas timbulan lindi pada TPS tidaklah tinggi dan TPS juga tidak memiliki
luas area yang cukup untuk membangun fasilitas kolam skala kawasan tersebut.
Berdasarkan kriteria SPA atau Stasiun Peralihan Antara pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013, unit penanganan lindi sebagai
bagian dari fasilitas perlindungan lingkungan minimal menyediakan bak
penampung lindi skala kawasan. Volume bak tersebut disesuaikan dengan

VI-51
kapasitas pelayanan kawasan atau jumlah lindi yang dihasilkan. Selanjutnya lindi
tersebut harus ditangani secara berkala melalui penyedotan dan dibawa ke
Instalasi Pengolahan Lindi. TPS Cibeunying dapat menerapkan sistem
penanganan lindi sesuai dengan sistem tersebut. Lindi dari TPS Cibeunying akan
dibawa ke IPL pada TPA Sarimukti untuk diolah lebih lanjut. Berikut alternatif
model pengolahan lindi skala kecil yang dapat diterapkan pada TPS pada Tabel
6.17.
Tabel 6.17 Alternatif model pengolahan lindi skala kecil
(PT Prakarindo Buana, 2012)
No Komponen Spesifikasi
1 Sistem pengolahan air lindi Sederhana
2 Laju air lindi 500 600 liter/hari
3 Kebutuhan lahan Atas permukaan: min 6,5 x 3 m
Bawah permukaan: min. 5 x 3 m
4 Beban organik BOD: 2000 4000 mg/L
COD: 3000 8000 mg/L
5 Efisiensi penyisihan BOD dan 80 85 %
COD
6 Unit proses Bak penampungan/pengendapan
Biofilter anaerob
Biofilter aerob
Bak pengendapan akhir

VI.3.4.8 Pencahayaan
Pada dasarnya, TPS Cibeunying memiliki area setengah terbuka dari
lingkungan sehingga dapat menerima cahaya alami untuk penerangan bangunan.
Cahaya lampu hanya digunakan pada saat cuaca mendung atau menjelang malam
hari. Namun berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan
Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, pencahayaan pada kawasan
industri atau umum dengan pekerjaan kasar harus memiliki tingkat pencahayaan
100 200 lux dengan kelompok renderasi warna 2 atau 3. Renderasi warna

VI-52
merupakan suatu indeks yang menyatakan apakah warna objek tampak alami
apabila diberi cahaya lampu tersebut. Nilai maksimum secara teoritis dari indeks
renderasi warna adalah 100. Kelompok renderasi warna 2 adalah berkisar 70 -85
dengan tampak warna dingin, sedang, dan hangat, sedangkan renderasi warna 3
berkisar 40 70. Jenis-jenis lampu yang dapat digunakan pada TPS Cibeunying
berdasarkan standar tersebut adalah lampu fluoresen standar seperti white dan
cool daylight atau lampu fluoresen super seperti warm white, cool white, merkuri
tekanan tinggi, dan halida metal.

VI.3.4.9 Aspek lingkungan


Sebuah tempat penampungan sementara harus menghadapi permasalahan
yang berhubungan dengan kebisingan, bau, debu, vektor, lalu lintas, dan kotoran.
TPS kawasan kota memiliki kekurangan dibandingkan TPS yang berada didaerah
pinggir kota ataupun desa yaitu adanya keterbatasan lahan. TPS di pinggir kota
atau desa bisa membuat zona buffer yang luas sebagai penghubung antara area
operasional dengan penerima paparan. Karena itu, TPS kawasan kota harus
menerapkan kombinasi dari perencanaan, desain, dan operasional yang baik untuk
meminimasi dampak yang ditimbulkan ke lingkungan sekitar (USEPA, 2002).
Beberapa penanganan paparan pada aspek lingkungan yang akan diterapkan di
TPS Cibeunying adalah sebagai berikut:
a. Lalu lintas
Membuat suatu manuver yang memberikan ruang gerak yang
cukup untuk truk atau alat pengumpul di dalam maupun diluar.
Lokasi pemindahan truk diletakkan di sisi ruang utama yang
masih memberikan ruang untuk pergerakan alat pengumpul dan
lalu lalang petugas.
Memberikan ruang antri untuk alat pengumpul untuk
membongkar muat sampah yang dibawa.
Membuat tanda alur jalan yang mudah dimengerti dan terlihat
jelas pada lantai maupun tanda lain.
Membuat jadwal pengumpulan dan pengangkutan yang baik
sehingga truk dapat menghindari jam sibuk.

VI-53
b. Kebisingan
Membuat pengendali atau peredam bising dari vegetasi alami
yang berwujud pohon, semak-semak, dan tanaman lainnya selain
menggunakan struktur bangunan tertutup pada TPS. Hal ini
dilakukan dengan membuat taman vertikal dan horizontal.
c. Bau
Memberikan waktu bersih untuk TPS terutama setelah selesai
waktu operasi dengan membersihkan semua sampah sisa di area
TPS hingga sudut-sudut kecil yang tak terlihat.
Membersihkan lantai yang biasa digunakan untuk bongkar muat
dan pemilahan secara berkala.
Membersihkan dan/atau mencuci alat pengumpul setiap hari akhir
operasi.
Menanam pengendali bau dari vegetasi alami seperti pepohonan
untuk mendispersikan bau yang muncul dari sampah.
Memasang tirai plastik pada masing-masing tempat penyimpanan
sampah yang telah dipilah khususnya sampah sisa makanan &
dedaunan yang dapat menahan bau keluar dari area tersebut.
d. Debu
Melakukan perkerasan lantai dengan beton atau aspal untuk
mengurangi konsentrasi debu akibat alat pengumpul dan truk
Membersihkan fasilitas jalan dengan sapu atau peralatan lain
secara berkala.
Membersihkan alat pengumpul dan truk dari kotoran dan serpihan
yang dapat mengotori lalu lintas.
Memasang tirai plastik untuk mencegah debu keluar dari sistem.
e. Vektor penyakit
Mengurangi titik-titik yang mampu menarik perhatian dari vektor,
misalnya dengan cara membersihkan seluruh sampah atau
merapikan TPS setiap hari akhir operasi sehingga tidak ada
sampah yang menginap.

VI-54
Membersihkan lantai area TPS, khususnya area bongkar muat dan
pemilhan setiap hari.
f. Kotoran
Menutup sampah yang dikumpulkan oleh alat pengumpul dan
sampah di kontainer truk untuk mencegah sampah berceceran di
jalan.
Menyiram alat pengumpul dan truk yang tertutupi oleh lindi.
Membersihkan drainase pada TPS secara periodik dari batu-batu
kerikil atau sampah yang berpotensi menyumbat saluran.
Membersihkan tumpahan cairan, seperti oli, cat, dan pestisida
dengan absorben atau dengan permbersih sederhana dan tidak
membuangnya ke saluran drainase.
g. Keindahan dan kesejahteraan
Membuat taman horizontal yang menyatu dengan area istirahat
sebagai fasilitas untuk mengembalikan produktivitas petugas.

VI.3.4.10 Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja yang paling disoroti dalam kegiatan TPS ini adalah
alat pelindung diri yang mampu melindungi petugas dari bahaya limbah B3.
Berdasarkan USEPA (2002), petugas TPS yang memiliki waktu kontak yang
intens dengan sampah harus menggunakan Alat Pelindung Diri yang sesuai
dengan standar. APD ini termasuk topi, masker, sepatu boot, dan sarung tangan.

VI.3.5 Pengumpulan dan pengangkutan


VI.3.5.1 Pengumpulan
Pada 10 tahun masa layanan TPS Cibeunying terintegrasi, direncanakan
pada 3 tahun pertama yaitu tahun 2016 2019, alat pengumpul akan tetap
menggunakan alat pengumpul yang sama dengan kondisi eksisting saat ini, yaitu
41 gerobak dan 4 motor sampah. Namun, pada tahun ke-4 hingga tahun terakhir
perencanaan ditargetkan semua alat pengumpul digantikan dengan motor sampah.
Setiap daerah layanan diharuskan memiliki 1 motor sampah pada tahun 2020.
Dikarenakan ada 20 RW sebagai daerah layanan TPS, maka pengumpulan akan

VI-55
menggunakan 20 motor sampah. Hal ini dilakukan agar terjadi efisiensi waktu dan
mengurangi beban tenaga manusia dalam melakukan pengumpulan sampah.
Dengan mempertimbangkan jumlah sampah yang akan masuk sesuai
kapasitas desain pada tahun perencanaan maka dibuat jadwal pengumpulan sesuai
dengan fasilitas yang tersedia pada masing-masing tahap perencanaan yang
ditunjukkan pada Tabel 6.18.

Tabel 6.18 Jadwal pengumpulan masing-masing tahap


Jadwal pengumpulan tahun 2016 - 2019
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
RT RT RT RT RT RT
Sektor
Non Non Non
Non RT RT Non RT RT Non RT RT
Volume awal (m3) 141 96 96 96 96 96
Faktor
pemadatan 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Volume setelah
pemadatan (m3) 99 68 68 68 68 68
Ritasi minimal 3 2 2 2 2 2
Jadwal pengumpulan tahun 2020 - 2026
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
RT RT RT RT RT RT
Sektor Non Non Non
Non RT RT Non RT RT Non RT RT
3
Volume awal (m ) 172 115 115 115 115 115
Faktor
pemadatan 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Volume setelah
pemadatan (m3) 120 80 80 80 80 80
Ritasi minimal 2 1 1 1 1 1

Berdasarkan jadwal tersebut terlihat bahwa ada perbedaan antara jadwal


pengumpulan RT dan Non RT pada hari Minggu. Tidak ada aktivitas
pengumpulan pada hari Minggu dikarenakan tidak adanya pengangkutan sampah
ke TPA. Berdasarkan kondisi eksisting saat ini, pihak gereja yang terletak
disebelah TPS Cibeunying, lembaga terkait dan pengelola kawasan telah sepakat
bahwa tidak akan ada pengangkutan pada hari Minggu untuk menghormati
peribadatan umat gereja. Jika pengumpulan tetap dilaksanakan, maka sampah
yang tidak terangkut akan menginap di TPS. Hal ini bertentangan dengan standar
operasional TPS dan akan mengganggu kebersihan serta mengundang vektor
penyakit. Tidak adanya pengumpulan pada hari Minggu menyebabkan beban

VI-56
pengumpulan akan bertambah pada hari Senin. Namun hal tersebut hanya berlaku
untuk sampah rumah tangga. Sampah non rumah tangga disarankan membuang
sampahnya pada TPS terdekat dan tidak menambah beban sampah TPS pada hari
Senin.
Jadwal pengumpulan sampah organik dan sampah anorganik dari rumah
tangga dan non rumah tangga tidak akan dibedakan. Akan lebih mudah jika
jadwal pengumpulan yang dibedakan dari jenis sampah tersebut dilaksanakan
sehingga memudahkan penanganan sampah. Namun, berdasarkan hasil survey,
pengumpul cenderung tidak setuju jika pengumpulan dilakukan terpisah karena
akan menambah waktu kerja.
Sementara itu, ada perubahan terhadap sistem pengumpulan yang akan
diterapkan. Dengan menggunakan Skenario 2 pada butir VI.2.2 tentang skenario
timbulan sampah, kesadaran masyarakat dan pengelola sampah cenderung
meningkat untuk mendukung kegiatan 3R ataupun minimasi sampah lainnya. Aksi
masyarakat dalam mendukung penanganan sampah yang lebih baik cenderung
meningkat dengan signifikan. Dengan mengasumsikan hal tersebut, maka sistem
jali-jali. Sistem pengumpulan ini dapat diterapkan dengan menggunakan alat
pengumpul berupa gerobak dan motor sampah yang bersekat (sampah basah dan
sampah kering). Operasional pola pengumpulan komunal langsung yang
diterapkan oleh sistem jali-jali adalah sebagai berikut:
Saat petugas menuju jalur jalan yang telah ditentukan gerobak
atau motor sampah memperdengarkan musik/lagu yang telah
ditentukan melalui pengeras suara yang dipasang di atas kabin
gerobak atau motor sampah;
Petugas memperlambat laju kendaraan bila ada masyarakat yang
hendak membuang sampahnya telah siap berdiri di tepi jalan yang
akan dilalui;
Masyarakat memasukkan sampah ke dalam alat pengumpul (dan
membawa wadah kembali ke rumah masing-masing);
Petugas menyelesaikan seluruh jalur jalan pada rute yang telah
ditentukan;

VI-57
Petugas membawa sampah yang telah terkumpul ke TPS dan
membongkar sampah;
Petugas menuju ke jalur jalan berikutnya dan melakukan operasi
pengumpulan yang sama;
Setelah menyelesaikan seluruh rute pengumpulan, petugas membawa
kendaraan kembali ke TPS.

Sistem ini akan diterapkan pada tahun ke-4 periode pelayanan TPS
Cibeunying yang terintegrasi, yaitu tahun 2020 2026. Pada tiga tahun pertama
periode pelayanan TPS, sistem jali-jali baru diujicobakan dan disosialisasikan
pada masyarakat. Setelah masyarakat sudah mampu mengikuti pola pengumpulan
tersebut, ditambah dengan pengadaan alat pengumpul baru berupa 20 motor
sampah, maka sistem ini dapat digunakan hingga tahap akhir periode layanan
dengan efektif. Diasumsikan bahwa masyarakat dan sektor non rumah tangga
sudah lebih aktif dalam melakukan kegiatan pemilahan di sumber, sehingga akan
mengurangi beban pemilahan petugas di TPS. Untuk itu, digunakan motor sampah
bersekat guna menampung hasil pilahan tersebut. Hal ini akan dijelaskan lebih
lanjut pada Tugas Akhir tertentu. Berikut detail sistem pengumpulan sebelum
diterapkannya sistem jali-jali pada tahun 2016-2019 dan sesudah diterapkannya
sistem jali-jali pada tahun 2020 2026 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.19.

Tabel 6.19 Detail sistem pengumpulan


Detail sistem pengumpulan tahun 2016 - 2019
Durasi Jumlah
Lama
Ritasi Berangkat Tiba pengumpulan Sampah (m3/rit) alat
perjalanan
(menit) pengumpul
1 06.00 07.30 60 30 35 25
2 08.30 10.00 60 30 35 25
3 12.00 12.30 60 30 35 25
Detail sistem pengumpulan tahun 2020 - 2026
Durasi Jumlah
Lama
Ritasi Berangkat Tiba pengumpulan Sampah (m3/rit) alat
perjalanan
(menit) pengumpul
1 06.00 07.30 60 30 40 14
2 08.30 10.00 60 30 40 14
3 12.00 12.30 60 30 40 14

VI-58
VI.3.5.2 Pengangkutan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 3/PRT/M/2013,
truk pengangkut yang masih digunakan saat ini adalah dump truck.Truk ini
merupakan kendaraan angkut yang dilengkapi dengan sistem hidrolis untuk
mengangkat bak dan membongkar muatannya. Pengisian masih manual yaitu
dengan tenaga kerja. Kapasitasnya bervariasi yaitu 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 14 m3.
Dump truck yang digunakan pada TPS Cibeunying memiliki volume sekitar 14
m3. Sedangkan compactor truck adalah truk yang dilengkapi dengan sistem
hidrolis untuk memadatkan dan membongkar muatannya. Melihat dari sisi
efisiensi yang ditawarkan, penggunaan compactor truck lebih baik dibandingkan
dump truck. Namun, dilihat dari harga jual dua kendaraan tersebut, harga
compactor truck akan jauh lebih mahal, yaitu sekitar Rp 792.000.000,00
1.006.500.000,00. Sedangkan harga kisaran dump truck adalah Rp 240.000.000,00
676.500.000,00. Dari sisi ekonomi dan volume yang masih mampu ditampung
untuk sampah yang ada pada TPS Cibeunying, maka tetap akan dipilih dump
truck untuk kebutuhan 10 tahun periode layanan. Namun, dump truck ini akan
diberi sekat karena akan mengangkut sampah sisa makanan & dedaunan dan
residu sebanyak tiga ritasi ke TPA.
Proses pemindahan yang dilakukan akan lebih mudah dari biasanya.
Dikarenakan tempat penyimpanan residu dan sampah sisa makanan & dedaunan
berada pada ketinggian lebih dari 3 meter, maka truk hanya tinggal memosisikan
badannya pada titik jatuh sampah tersebut. Petugas sampah akan menyimpan
sampah sisa makanan dan dedaunan serta residu ke area penyimpanan di lantai 2.
Untuk itu, hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk pemindahan.
Meninjau jadwal pengumpulan yang telah ditetapkan pada butir VI.2.5.1
dan waktu pemindahan yang lebih singkat, maka terdapat pergantian waktu tiba
truk pengangkut ke TPS Cibeunying. Waktu tiba truk ini tidak akan sama dengan
waktu tiba alat pengumpul, yaitu motor sampah, agar terhindar gangguan lalu
lintas pada TPS. Jadwal pengangkutan akan dilakukan sebanyak tiga ritasi dengan
waktu ritasi 1 3 berturut-turut adalah 09.30, 12.00, dan 13.00.

VI-59
VI.3.6 Denah TPS

Berdasarkan pra-rancang yang dilakukan, maka denah TPS akan terlihat


seperti pada Gambar 6.15 untuk lantai 1 dan Gambar 6.16 untuk lantai 2.
Denah rinci terdapat pada Lampiran E.

Satuan: meter

Gambar 6.15 Denah TPS lantai 1

VI-60
Satuan: meter

Gambar 6. 16 Denah TPS lantai 2

VI.4 Manajemen
Kurang terlatihnya sumber daya manusia di Indonesia merupakan salah
satu faktor kegagalan dalam menjalankan berbagai hal. Hal ini dapat dibuktikan
dengan permasalahan penanganan sampah yang semakin hari semakin rumit.
Berdasarkan hasil survey, salah satu kegagalan manajemen persampahan di TPS
Cibeunying adalah dengan tidak adanya hirarki organisasi akibat kawasan
kelurahan atau RT/RW yang sebenarnya bertanggung jawab kepada TPS hanya

VI-61
menganggap bahwa TPS adalah jasa bukan kelembagaan. Pengelolaan TPS tidak
berhubungan dengan PD Kebersihan. PD Kebersihan hanya bertugas untuk
menyediakan fasilitas bangunan dan pengangkutan. Daerah layanan TPS juga
tidak ditetapkan oleh PD Kebersihan sehingga pemilihan daerah layanan
cenderung bebas. Kekacauan manajemen ini harus dibenahi dengan cara membuat
struktur organisasi yang mampu mengawasi dan mengayomi kegiatan di TPS,
seperti yang diterapkan pada TPST 3R Mulyoagung Bersatu.
Berdasarkan profil TPST 3R Mulyoagung Bersatu, sistem kerja yang
diterapkan adalah berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
memiliki fungsi sebagai organisasi kemasyarakatan yang bersifat sosial dan
bergerak di bidang pengelolaan sampah di kawasan layanan. Bentuk kegiatannya
adalah pengelolaan sampah yang dilaksanakan sejak dari rumah tangga hingga ke
tempat yang telah disediakan oleh pemerintah yaitu TPS. Pada kawasan TPST 3R
Mulyoagung ini, masyarakat sangat aktif dan partisipatif dalam mengelola
sampah.
Saat ini, tidak ada lembaga yang bertanggung jawab pada TPS. Jika hal ini
terus berlangsung, maka kinerja TPS tidak akan meningkat. Untuk itu, dibutuhkan
suatu kelembagaan yang jelas agar pengelolan sampah di TPS dapat berjalan
dengan baik. Salah satu caranya adalah menempatkan staf khusus, dalam hal ini
berasal dari masyarakat kawasan, untuk menunjang keberhasilan TPS yang
terintegrasi. Setidaknya TPS memiliki ketua, sekretaris, dan bendahara. Namun,
staf khusus ini tidak mempunyai hak untuk mendapatkan upah dari kawasan.
Kawasan hanya berkewajiban untuk memberi upah pada petugas pengumpul.
Akan tetapi, staf TPS tersebut dapat memiliki keuntungan dari hal lain, yaitu dari
sistem bank sampah yang akan diterapkan di TPS.
Pada pra-rancang TPS Cibeunying, TPS ini pun akan menerapkan sedikit
sistem dari bank sampah yang bertujuan untuk mengembalikan nilai sampah dan
mereduksi sampah yang akan dibuang ke TPA. Petugas sampah akan berperan
sebagai nasabah dimana petugas akan berbagi keuntungan dengan pemilah
khusus, sedangkan TPS akan menjadi bank sampah yang menawarkan petugas
sampah untuk menjualkan langsung sampahnya atau menabung keuntungan dari

VI-62
sampah tersebut. Pembagian keuntungan dari bank sampah adalah sebesar 30%
untuk staf dan 70% untuk petugas dan pemilah.
Secara umum, staf TPS berkewajiban untuk mengawasi penanganan
sampah di TPS dan memfasilitasi program bank sampah. Ketua berperan sebagai
pemimpin TPS Cibeunying dengan tugas merumuskan kebijakan, pelaksanaan
teknis operasional, dan tugas lain yang berkaitan dengan TPS Cibeunying secara
umum. Sekretaris mempunyai tugas untuk mengatur sistem manajerial dalam
bidang administrasi, misalnya berupa pencatatan daftar hadir pekerja dan alat
pengumpul yang masuk dan keluar. Sementara bendahara memiliki tugas untuk
mengatur bidang keuangan dan menyusun rencana pendapatan dan keuangan di
TPS.

VI.5 Rencana Anggaran Biaya


Berikut perkiraan rencana anggaran biaya untuk membangun TPS
Cibeunying yang terintegrasi pada Tabel 6.20.

Tabel 6.20 Rencana anggaran biaya


Jenis
No Jumlah Unit Biaya
pekerjaan/fasilitas
1 Pasangan bata merah 41 m2 Rp 2.583.000,00
1:5, plesteran dan acian
2 Penyaluran pipa beton 132,6 m Rp 2.500.000,00
air lindi diameter 15
20 cm
3 Curtain wall (penutup) 150 m2 Rp 5.000.000,00
2
4 Kawat ram 105 m Rp 3.675.000,00
5 Ramp 52,5 m2 Rp 9.000.000,00
6 Tangki penampung lindi 4 buah Rp 23.600.000,00
7 Mesin pencacah plastik 1 buah Rp 15.500.000,00
(kapasitas 200 kg/jan)
8 Keranjang pemilahan 70 buah Rp 3.500.000,00
9 Timbangan mekanik 4 buah Rp 10.000.000,00

VI-63
Jenis
No Jumlah Unit Biaya
pekerjaan/fasilitas
(kapasitas 500 kg)
10 Gerobak sorong 6 buah Rp 1.440.000,00
11 Lemari kayu 1 buah Rp 2.000.000,00
12 Lampu fluoresen 12 buah Rp 420.000,00
13 Alat Pelindung Diri:
Masker 4 paket Rp 120.000,00
Sepatu boot karet 60 pasang Rp 4.200.000,00
Sarung tangan karet 60 pasang Rp 900.000,00
14 MCK:
Kran besi 6 buah Rp 210.000,00
Toilet jongkok 3 buah Rp 630.000,00
Septik tank beton 1 buah Rp 18.000.000,00
(kapasitas >50 orang)
15 Peralatan kantor: 1 paket Rp 12.900.000,00
Meja, kursi, dan
komputer
16 Taman/Area istirahat 22,5 m2 Rp 1.700.000,00
Total anggaran biaya Rp 117.878.000,00

VI-64
VII BAB VII
KESIMPULAN

VII.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey dan observasi, TPS Cibeunying merupakan
TPS konvensional yang belum menerapkan sistem penanganan
sampah yang terintegrasi. Sebanyak 20,70 ton/hari atau 96,9% sampah
yang masuk TPS terangkut ke TPA setiap hari dan hanya 3,1% yang
dimanfaatkan melalui kegiatan pemilahan dan pengembalian nilai
ekonomi sampah ke lingkungan.
Mengacu pada persyaratan teknis Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 3/PRT/M/2013, sistem penanganan sampah pada TPS perlu
diperbaiki, dimana perlu diadakan fasilitas pengelompokkan sampah
sedikitnya lima jenis sampah, menyesuaikan luas area TPS dengan
kapasitas sampah yang masuk, tidak mencemari lingkugan, tidak
mengganggu estetika dan lalu lintas, memiliki jadwal pengumpulan
dan pengangkutan, dan memiliki daerah layanan tidak kurang dari
radius 1 km dari TPS.
Alternatif pengembangan TPS Cibeunying menjadi TPS yang
terintegrasi adalah pra-rancang yang dibuat setelah melakukan
evaluasi kondisi eksisting dan pembuatan konsep pengembangan.
Kebutuhan layanan TPS terintegrasi direncanakan selama 10 tahun
dengan mempertimbangkan proyeksi timbulan sampah dan proyeksi
jumlah penduduk selama 10 tahun periode pelayanan. Atas dasar
pertimbangan tiga skenario penanganan sampah dengan target
skenario terpilih adalah 80% sampah masuk termanfaatkan, sedangkan
hanya 20% sampah ditimbun di lahan urug. Pra-rancang meliputi
diagram kerja TPS yang baru, lokasi, denah, perspektif 3D bangunan
dan kriteria-kriteria fasilitas penunjang yang akan diterapkan pada
TPS Cibeunying.

VII-1
VI-1
VII.2 Saran
Dalam rangka menggiatkan kegiatan minimasi sampah, seperti 3R,
pemerintah dan PD Kebersihan perlu memberi usaha yang besar.
Tidak hanya merangkul masyarakat sebagai pelaku kegiatan, tetapi
juga pelaku usaha-usaha yang cukup banyak menghasilkan sampah di
Kota Bandung.
Sebaiknya diadakan studi lebih lanjut mengenai sistem drainase dan
tangki penampung lindi yang akan diinstalasi di TPS untuk
mengetahui kepastian desain tersebut sesuai dengan karakteristik yang
memengaruhi perhitungan.

VII-2
VI-2
DAFTAR PUSTAKA

Agamuthu, P., Fauziah, S.H., Khidzir, K.M. (2010). Sustainable 3R Practice in


the Asia and Pacific Regions: the Challenges and Issues. In: Agamuthu P.
and Masaru T. (Eds). Municipal Solid Waste Management in Asia and the
Pacific Islands. Bandung: Penerbit ITB.
Alberta Environment. (2008). Alberta Transfer Station Technical Guidance
Manual. Alberta.
Aprilia, A., Tezuka, T., Spaargaren, G. (2013). Inorganic and hazardous solid
waste management: Current status and challenges for Indonesia. Journal
of Procedia Environmental Sciences, 17:640 647.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung. (2013). Master Plan
Persampahan Kota Bandung.
Badan Pusat Statistik. (2013). Bandung dalam Angka. Bandung.
Bank Sampah Malang. (2014). Dokumen Bank Sampah Malang. Malang.
Chaerul, M., Fahruroji, A.R., Fujiwara T. (2014). Recycling of plastic packaging
waste in Bandung City, Indonesia. Journal of Material Cycles Waste
Management, 16:509-518.
Chow, Ven Te. (1959). Open Channel Hydraulics. McGraw-Hill: New York.
Damanhuri, E., & Padmi, T. (2010). Pengelolaan Sampah. Bandung: Penerbit
ITB.
Damanhuri, E. Wahyu, I.M., Ramang, R., Padmi, T. (2009). Evaluation of
municipal solid waste flow in the Bandung metropolitan area, Indonesia.
Journal of Material Cycles & Waste Management, 11:270-276.
Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Analisis Persampahan Indonesia.
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung. (2011). Materi Teknis
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011 2031.
Bandung.
Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya. (2005). Rencana Detail Tata Ruang Kota WP
Cibeunying. Bandung.
Hardjosuprapto, Masduki Moh. (Moduto). (1998). Drainase Perkotaan. Bandung:
ITB.

xiv
ILO. (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Sarana untuk Produktivitas.
Jakarta.
Kardono. (2007). Integrated Solid Waste Management in Indonesia. Proceedings
of International Symposium on EcoTopia Science, Nagoya, Japan.
Kementerian Kesehatan. (2002). Keputusan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2013). Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum
Nomor 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2006). Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum
Nomor 21/PRT/M Tahun 2006 tentang Kebijakan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.
Kementerian Perburuhan. (1964). Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun
1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam
Tempat Kerja. Jakarta.
Pemerintah Kota Bandung. (2006). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pemekaran dan Pembentukan Wilayah Kerja
Kecamatan dan Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
Bandung.
Metcalf & Eddy. (2003). Wastewater Engineering: Treatment and Reuse Fourth
Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Pemerintah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Sampah. Bandung.
Pemerintah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011
tentang Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung. Bandung.
Pemerintah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung. Bandung.
Pengelolaan Sampah di Indonesia: MDGs.www.sanitasi.or.id. Diakses pada
tanggal 3 September 2014.

xv
Perusahaan Daerah Kebersihan (PD Kebersihan). (2007). Album Perencanaan
TPS Cibeunying. Bandung.
PD Kebersihan dan Pemerintah Kota Bandung. (2014). Pengelolaan Sampah di
Kota Bandung. Bandung.
Republik Indonesia. (2007). Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Lembaran Negara RI Tahun
2008, Nomor 69. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. (1999). Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Sondari, R.R., Suzuki, M. M., Itabashi, J. (2012). Municipal Solid Waste
Management Case Studies between Tokyo and Indonesia in Waste Sorting
and Food Waste Processing Activities. Bulletin of The University of
Electro-Communications, 24-1, pp. 41 50.
Standar Nasional Indonesia. (2004). SNI 03-1733-2004: Tata Cara Perencanaan
Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Standar Nasional Indonesia. (1995). SNI 19-3964-1994: Metode Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Dewan
Standarisasi Nasional Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. (1995). SNI 19-3983-1995: Spesifikasi Timbulan
Sampah untuk Kota Kecil dan Sedang. Dewan Standarisasi Nasional
Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. (2001). SNI 03-6575-2001: Tata Cara Perancangan
Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. Dewan
Standarisasi Nasional Jakarta.
Safety factor. www.composite.about.com. Diakses pada tanggal 7 September 2014.

xvi
Tanaka, M. (2010). Sustainable Society and Municipal Solid Waste Management.
In: Municipal Solid Waste Management in Asia and the Pacific
Islands. Bandung: Penerbit ITB.
Tanaka, M., Watanabe, T., & Matsumura, H. (2010). Municipal Solid Waste
Management in Japan. In: Agamuthu P. and Masaru T. (Eds). Municipal
Solid Waste Management in Asia and the Pacific Islands. Bandung:
Penerbit ITB.
Tchobanoglous G., Theissen, H., & Vigil, S.A. (1993). Integrated Solid Waste
Management. Singapore: McGraw-Hill
TPST 3R Mulyoagung Bersatu. (2014). Dokumen TPST 3R Mulyoagung Bersatu.
Malang.
UNEP IETC (United Nations Environment Programme International
Environmental Technology Centre) & CalRecovery, Inc. (2005).
Principles of Municipal Solid Waste Management: Introduction. Solid
Waste Management (p.1). Osaka: UNEP.
United States Environmental Protection Agency (USEPA). (2002). Solid Waste
and Emergency Response. www.epa.gov/globalwarming. Diakses pada
tanggal 7 September 2014.
UNEP. (2010). Municipal Waste Management Report: Status-quo and Issues in
Southeast and East Asian Countries.
USEPA. (2002). Waste Transfer Stations: A Manual for Decision-Making. USA.
Wilson, D.C. Velis C., Cheeseman C. (2005). Role of informal sector recycling in
waste management in developing countries. Journal of Habitat
International, 30: 797-808.
World Bank. (2012). What A Waste: A Global Review of Solid Waste
Management. New York: World Bank Group.

xvii

Anda mungkin juga menyukai