Crs Patologi Forensik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

1.

Aspek Patologi Forensik


2.1 Lebam dan Kaku Mayat
2.1.1 Lebam mayat (livormortis)
Ketika terjadi kematian, jantung tidak lagi memompa darah keseluruh
tubuh dan tonus muskuler pembuluh darah menghilang. Akibatnya darah
mengalami hipostasis (penurunan) menuju daerah tubuh terendah akibat pengaruh
gravitasi.2,7Keadaan ini menimbulkan lebam berwarna merah kebiruan yang
hilang dengan penekanan. Peristiwa ini dikenal dengan nama lebam mayat.3,4

Kemunculan lebam mayat dapat menjadi indikator perkiraan lama waktu


kematian, yakni 20 menit hingga 2 jam paska kematian. Lebam akan terus
bertambah dan menetap pada 8-12 jam paska mati.2,10,5,2,6

Tabel 1. Waktu munculnya lebam mayat dari berbagai referensi.


Referensi Onset Maksimum
Dahlan5 1-2 jam 12 jam
Budiyanto11 20-30 menit 8-12 jam

Munim6 30 menit 8-12 jam


Dix2 20-30 menit 8-10 jam
Dimaio10 30 menit-2 jam 8-10 jam

Lebam mayat tidak selalu terlihat pada kondisi tertentu, bergantung pada
usia, kondisi darah, dan keadaan lain.3Warna lebam mayat berbeda- beda sesuai
penyebab keracunan, seperti pada kasus keracunan karbon monoksida, sianida,
dan hipotermia, lebam berwarna merah terang atau merah muda. Warna coklat
menunjukkan keracunan nitrobenzen atau potasium klorat.2

Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi tubuh korban setelah

kematian, jika tubuh korban terbaring dalam posisi terlentang, lebam mayat

tampak pada bagian belakang tubuh kecuali pada bagian yang tertekan seperti

belakang kepala, bahu, bokong dan tumit. Jika tubuh korban dalam posisi

tertelungkup, maka lebam mayat akan tersebar pada bagian depan tubuh denga

pengecualian pada bagian tubuh yang tertekan.8


Pada jenazah ditemukan lebam mayat pada wajah, dada, perut, paha sisi depan

warna keunguan dan tidak hilang pada penekanan. Hal ini menandakan bahwa

perkiraan waktu kematian korban sudah lebih dari 12 jam.

2.1.2 Kaku mayat (rigormortis)

Saat kematian, tonus otot akan mulai menghilang, namun tetap


dipertahankan oleh aktivitas pemecahan cadangan glikogen otot. Kaku mayat
terjadi akibat habisnya cadangan glikogen otot sehingga aktin dan miosin
menggumpal.2,5,2

Seluruh otot tubuh mulai kaku secara bersamaan setelah kematian, namun
kekakuan ditandai dari kelompok otot kecil ke kelompok otot besar.2Perkiraan
saat kematian dari kaku mayat dapat ditentukan berdasarkan hal tersebut, yakni
muncul 30 menit hingga 6 jam paska kematian dan maksimal pada 6-12 jam paska
mati. Kaku mayat akan hilang pada 12 jam hingga 6 hari paska mati.2,10,5,2,6

Tabel 2. Waktu munculnya kaku mayat dari berbagai referensi.


Referensi Onset Maksimum Hilang
Dahlan5 6 jam 12 jam 48-54 jam
Budiyanto11 2 jam 12 jam 12 jam
Munim6 2 jam 10-12 jam 36 jam
Dix2 1-3 jam 10-12 jam 24-36 jam
Dimaio10 30 menit-2 jam 6-12 jam 36 jam-6 hari

Dibawah ini adalah indikator pemeriksaan yang digunakan pada


4
temperatur rata-rata:

- Jika tubuh terasa hangat dan lemas, kematian terjadi kurang dari 3jam.
- Jika tubuh terasa hangat dan kaku, kematian terjadi 3 hingga 8jam.
- Jika tubuh terasa dingin dan kaku, kematian terjadi 8 hingga 36jam.
- Jika tubuh terasa dingin dan lemas, kematian terjadi lebih dari 36jam.

2
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain umur,
aktivitas fisik sebelum mati, persediaan glikogen, suhu tubuh yang tinggi, bentuk
tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.5,2

Pada korban ditemukan kaku mayat di seluruh tubuh dan sukar dilawan,

maka kemungkinan perkiraan waktu kematian korban adalah 8 hingga 36 jam

sebelum pemeriksaan.

2.2 Sianosis pada Jari Tangan dan Kaki


2.2.1 Asfiksia
Kondisi asfiksia merupakan suatu keadaan halangan atau hambatan dalam
pertukaran gas di saluran nafas atau paru-paru, sehingga terdapat peningkatan
kadar CO2 disertai penurunan kadar O2 dalam tubuh. Asfiksia mekanik disebabkan
penyumbatan mekanik pada saluran nafas. Pada asfiksia sendiri juga bisa
disebabkan oleh penyakit PPOK, keracunan barbiturat dan kesetrum listrik. 1
Asfiksia mekanik melibatkan beberapa kekuatan fisik dan kelainan fisik yang
akan mengganggu penyerapan dan pengiriman oksigen. Sebagian besar asfiksia
mekanik dapat mempengaruhi pernapasan atau aliran darah yang biasanya
mengarah kepada kompresi dada.2

Menurut letak sumbatan pada asfiksia mekanik terbagi atas : 1

- Sumbatan intraluminer : gagging, chocking

- Sumbatan ekstraluminer : bekap, cekik, jerat, gantung

Fase-Fase terjadinya Asfiksia : 1

- Fase Dispnea : Akibat rendahnya kadar O 2 dan kadar tingginya CO2


yang menyebabkan perangsangan medula oblongta sehingga
meningkatnya frekuensi napas, nadi cepat, tekanan darah tinggi, serta
tanda sianosis pada muka dan tangan. Fase ini lamanya sekitar 4 menit.

- Fase Konvulsi : Peningkatan CO2 mengakibatkan perangsangan sistem


saraf pusat sehingga menyebabkan kejanh klonik, tonik dan akhirnya

3
terjadi opistotonus, dilatasi pupil, serta denyut jantung dan tekanan
darah. Fase ini lamanya sekitar 2 menit.

- Fase Apnoe : Akibat paralisis SSP menyebabkan depresi pusat nafas


hingga nafas terhenti, kesadara menurun, dan terjadi relaksasi sfingter.
Fase ini lamanya sekitar 1 menit.

- Fase Akhir : terjadi paralisis pusat pernapasan menyeluruh dengan


jantung masih berdenyut berapa saat setelahnya. Keseluruhan gejala
berlangsung 4-5 menit hingga menimbulkan kematian

Pada Asfiksia yang merupakan mekanisme kematian akan didapati tanda-


tanda umum pada mayat yaitu, lebam mayat biasanya luas dan gelap, sianosis
pada bibir dan ujung jari, busa halus dan putih, pembendungan dara vena dan
pembendungan yang disertai dengan keadaan hipoksia. 1 Tanda asfiksia juga dapat
ditemukan pada kasus keracunan seperti keracunan CO dan CN dan terkadag pada
keracunan alkohol. Pada keracunan sianida terdapat sianosis diwajah dan bibir.1

Pada mayat ini ditemukan sianosis pada jari tangan dan jari kaki yang
menandakan telah terjadi asfiksia pada mayat tersebut.

2.3 Mata, Hidung, dan Telinga

Mata merupakan salah satu bagian tubuh yang diperiksa pada pemeriksaan
luar. Penilaian pada mata, antara lain:7,4

- Mata terbuka atau tertutup


- Kekeringan sklera
- Ukuran pupil (kecil/sedang/besar) dan nilai apakah sama ukuran pupil mata kanan
dan kiri
- Perdarahan pada konjungtiva
- Lensa kontak, opasitas lensa, defek lainnya
Ukuran pupil pada mayat dipengaruhi oleh kekakuan otot iris. Ukuran
pupil dapat ditemukan sama atau berbeda (anisokor) pada kedua mata. Selain itu,
pada mata perlu diperiksa adanya bintik perdarahan pada kelopak mata,
konjungtiva, maupun sklera.4 Pada mayat ini, mata dinilai pada bagian luar mata,
yaitu bulu mata, hingga konjungtiva.

4
Pada hidung, hal yang dapat dinilai, antara lain keadaan tulang nasal, isi
lubang hidung, apakah terdapat sesuatu yang keluar dari lubang hidung, dan
adakah kering/kemerahan di sekitar hidung.7 Pada mayat ini, hidung mayat
dinyatakan keluar cairan berwarna kemerahan dari lubang hidung.

Pada mulut dan rongga mulut yang dapat dinilai meliputi bibir, lidah,
rongga mulut serta gigi geligi. Pada mayat ini, gigi geligi berjumlah 28 buah,
mulut dalam keadaan tertutup, lidah tergigit dan pada lubang mulut keluar cairan
warna kemerahan.7 Lidah yang tergigit dapat ditemukan pada kondisi kejang.
Gigitan terjadi pada fase klonik saat kejang tonik-klonik umum atau selama
kejang parsial. Hal ini terjadi karena adanya lesi di otak.9

Pada telinga, perlu dinilai apakah ada sesuatu yang keluar dari lubang
telinga, seperti perdarahan, atau lainnya.7 Pada mayat ini, telinga mayat
dinyatakan sedang dan tidak keluar apa-apa dari lubang telinga kanan dan kiri.

2.4.1 Luka-Luka
2.4.1 Luka Lecet

Terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing, misal pada kejadian kecelakaan lalu
lintas, tubuh terbentur aspal jalan atau sebaliknya benda tersebut bergerak atau
bersentuhan dengan kulit.2
Klasifikasi menurut mekanisme :2
- Luka lecet gores (scratch)
- Luka lecet serut (graze)
- Luka lecet tekan Iimpression, impact abrasion)
- Luka lecet geser (friction abrasion)
Perkiraan umur luka lecet :2
- Hari ke 1-3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4-6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7-14 : pembentukan epidermis baru
Tabel 3. Perbedaan luka lecet ante-mortem dengan post-mortem6
Ante mortem Post mortem
Coklat kemerahan Kekuningan
Terdapat sisa-sisa epitel Epidermis terpisah sempurna dari dermis
Tanda intravital (+) Tanda intravital (-)
Sembarang tempat Pada daerah dengan penonjolan tulang

5
Temuan pada mayat ini sesuai dengan teori dimana terdapat luka lecet
berwarna coklat/kemerahan pada lengan atas kanan, pipi kiri tungkai atas kiri,
lutut kiri, tungkai kiri bawah dan tungkai kanan bawah yang menunjukkan luka
tersebut diperkirakan 1-3 hari ante-mortem. Ditemukan juga luka terbuka tepi
tidak rata akibat kekerasan tumpul pada bibir bawah kiri yang mungkin terjadi
karna gigitan atau benturan ketika terjatuh pada korban sebelum terjadi kematian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD, editors.Peranan Ilmu Forensik Dalam
Penegakan Hukum, Jakarta; 2008.
2. Dix J, Graham M, editors.Time of Death (Postmortem Interval) and
Decomposition. In: Time of Death, Decomposition and Identification, an Atlas.
Florida: CRC Press LCC; 1999. pp : 8-80

6
3. James JP, Richard J, Steven BK, John M, editors. Simpsons Forensic
Medicine. London: Hodder Arnold. 2011.
4. Knight B, Sauko P, editors. The Pathophysiology of Death. In: Knights
Forensic Pathology, 3rd Ed. London: Arnold.Florida: CRS Press; 2004. pp:
5290.
5. Dahlan S,editor. Thanatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman
Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2007. pp: 47-65.
6. Munim A, editor. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus
Pemeriksaan Mayat. Dalam: Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam
Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto; 2011. pp: 37-52.
7. Madea B, editor.Handbook of Forensic Medicine. New Jersey: John Wiley &
Sons; 2014.
8. Guharaj P V. Death: its diagnosis and change that follows. In Forensic
medicine. Chennai: Orient Longman;2003. pp 59-73
9. Gupta SN, Gupta VS. Bilateral Tongue Bite during Epileptic Seizure:
Nomenclature and Mechanism. Austin J Neurol Epilepsy. 2014; 1(1). pp: 1-2.
10. Dimaio VD, editor. Time of Death. In: Forensic Pathology. 2nd Ed. Florida:
CRC Press LCC; 2001. pp: 178-216.

11. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Abdul Mun'im, Sidhi,


dkk.,editors. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
12.

LAMPIRAN 1

RSUP Dr. M. Djamil. Standar Prosedur Operasional : Pelayanan Visum et


Repertum Korban Meninggal Di SMF Forensik. Padang; 2014

13. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual; 2011.

Anda mungkin juga menyukai