Diversifikasi Olahan Jagung Fix
Diversifikasi Olahan Jagung Fix
Diversifikasi Olahan Jagung Fix
JADI
(Makalah Teknologi Serealia dan Palawija)
Oleh
Kelompok 7 :
A. Latar Belakang
B. Tujuan
A. Jagung
Jagung (Zea mays ssp.) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting di dunia, selain gandum dan padi. Jagung tumbuh
pada suhu 21-30oC, usia rata-rata jagung berkisar tiga sampai empat bulan.
Sebagian jagung merupakan tanaman hari pendek yang pembungaannya
terjadi jika mendapat penyinaran sekitar 12,5 jam. Bagian-bagian jagung
terdiri dari batang, daun, akar, bunga, dan biji(buah). Tinggi tanaman jagung
rata-rata dalam budidaya mencapai 2,0 sampai 2,5 m. Tangkai batang beruas-
ruas dengan tiap ruas kira-kira 20 cm, dari buku melekatlah pelepah daun
yang memeluk tangkai batang (Zenir, 2015).
Daun tidak memiliki tangkai, helai daun biasanya memiliki lebar 9 cm dan
panjang dapat mencapai 120 cm. Bunga betina jagung berupa tongkol yang
terbungkus semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung tersebut
sebenarnya adalah tangkai putik. Sebagai anggota monokotil, jagung berakar
serabut yang dapat mencapai kedalaman 80 cm meskipun sebagian besar
berada pada kisaran 20cm (Zenir, 2015).
Biji jagung tipe mutiara berbentuk bulat, licin, mengkilap dan keras,
bagian pati yang keras terdapat di bagian atas dari biji. Pada waktu
masak, bagian atas dari biji mengkerut bersama-sama, sehingga
menyebabkan permukaan biji bagian atas licin dan bulat. Pada
umumnya varietas lokal di Indonesia tergolong ke dalam tipe biji
mutiara. Sekitar 75% dari areal pertanaman jagung di Pulau Jawa
bertipe biji mutiara. Tipe biji ini disukai oleh petani karena tahan
hama gudang.
Bentuk biji jagung manis pada waktu masak keriput dan transparan.
Biji jagung manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih
tinggi dari pada pati. Sifat ini ditentukan oleh satu gen sugary (su)
yang resesif. Jagung manis umumnya ditanam untuk dipanen muda
pada saat masak susu (milking stage).
Pada tipe jagung pop, proporsi pati lunak dibandingkan dengan pati
keras jauh lebih kecil dari pada jagung tipe flint. Biji jagung akan
meletus kalau dipanaskan karena mengembangnya uap air dalam
biji. Volume pengembangannya bervariasi (tergantung pada
varietasnya), dapat mencapai 15-30 kali dari besar semula. Hasil biji
jagung tipe pop pada umumnya lebih rendah daripada jagung flint
atau dent.
6. Berdasarkan Pembentukannya
Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, artinya
sebagian besar ( 95%) penyerbukannya berasal dari tanaman lain. Pada
umumnya tanaman menyerbuk silang atau bersari bebas, susunan genetik
antar satu tanaman dengan yang lain dalam suatu varietas akan berlainan.
Oleh sebab itu sifat-sifat pada tanaman menyerbuk silang akan
menunjukkan suatu varietas yang besar. Walaupun demikian, varietas
tersebut masih menunjukkan sifat-sifat yang dapat diukur, seperti tinggi
tanaman, bentuk tongkol, tipe biji, warna biji dan sebagianya. Varietas
yang telah mengalami seleksi dan adaptasi pada suatu lingkungan akan
menunjukkan suatu keseragaman fenotipe yang dapat dibedakan dengan
varietas lain (Budi, 2013).
b. Jagung Putih
Selain itu, terdapat beberapa warna biji lainnya, yaitu hitam, ungu,
merah, dan jingga. Hal ini menunjukkan adanya kandungan senyawa
pigmen antosianin (antosianidin, aglikon, glukosida), karotenoid dan
lainnya (Mashudi, 2007).
Tabel 1. Komposisi kimia pada bagian biji jagung berdasarkan bobot kering.
Kandungan zat gizi pada jagung biasa dan jagung manis disediakan pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5. Kadar asam amino penyusun protein jagung varietas Srikandi dan
lokal.
Kandungan zat gizi utama di dalam jagung adalah pati 72-73%, dengan rasio
amilosa: amilopektin berkisar antara 25-30% : 70-75%, namun jagung ketan
(waxy maize) memiliki kadar amilopektin yang dapat mencapai 100%.
Kandungan gula sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-
3%. Balitsereal sedang merakit jagung pulut dengan produksi yang lebih
tinggi dengan tetap mempertahankan kadar amilosa rendah. Amilopektin
merupakan polisakarida bercabang, dengan ikatan glikosidik -1,4 pada
rantai lurusnya dan ikatan -1,6 pada percabangannya. Komposisi amilosa
dan amilopektin di dalam biji jagung terkontrol secara genetik dan
berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada
prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin semakin lunak tekstur,
semakin pulen dan enak rasa jagung (Suarni dan Firmansyah, 2005).
Sebagai sumber pangan, jagung dapat di olah menjadi olahan bentuk setengah jadi
maupun olahan bentuk jadi. Pengolahan aneka bentuk jagung dimanfaatkan
sebagai makanan pokok, sayur mayur serta makanan ringan (snack). Alternatif
produk pangan yang dapat dikembangkan dari jagung menjadi olahan pangan
setengah jadi antara lain jagung pipil kering, beras jagung, tepung jagung, pati
jagung, dan jagung instan. Sementara itu, olahan bentuk jadi dapat berupa tortilla,
kerupuk jagung, bakpia jagung, emping jagung, dan kue jagung (Hambali, 2006).
b. Penepungan Kering
Umumnya pembuatan tepung jagung dilakukan dengan memisahkan
lembaga dan kulitnya. Penepungan dilakukan menggunakan ayakan
berukuran 50 mesh. Selanjutnya tepung dikeringanginkan dan
kemudian diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan
berbagai tingkatan, misalnya butir halus, kasar, agak halus, dan
tepung halus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tepung
jagung tanpa pemisahan lembaga akan didapatkan kadar lemak yang
cukup tinggi (7,33%). Tingginya kadar lemak tersebut berhubungan
dengan ketahanan produk terhadap ketengikan akibat oksidasi
lemak.
Tepung A : cocok untuk bahan baku kerupuk, dan tidak cocok untuk
pembuatan kue, karena bila dibuat kue teksturnya sangat kasar dan keras.
Tepung B : cocok untuk bahan baku kerupuk dan kue. Tepung C : cocok
untuk bahan baku pembuatan aneka kue, karena akibat proses fermentasi
dengan ragi tape, tepung jagung yang dihasilkan menjadi lebih putih,
lebih halus, dan aromanya lebih baik, namun tidak cocok sebagai bahan
baku pembuatan kerupuk, karena warna kerupuk yang dihasilkan pucat
dan kurang menarik (Arief, dkk., 2014).
2. Pati Jagung
Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari fraksi
rantai bercabang (amilopektin) dan fraksi rantai lurus (amilosa). Dengan
demikian secara ratio jika kandungan amilosa pati rendah, maka
kandungan amilopektinnya tinggi. Jenis pati yang berkadar amilosa
rendah hasil penelitian terdapat pada pati jagung varietas pulut. Perbedaan
ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti
dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Pati berkadar amilosa rendah
(amilopektin tinggi) paling sesuai untuk produksi makanan yang
menghendaki tekstur yang agak lengket. Penggunaan pati jagung sangat
luas, baik untuk bahan pangan maupun non pangan. Sebagai bahan
pangan, pati dan tepung jagung dapat digunakan untuk bahan baku
pembuatan dekstrosa, sirup jagung fruktosa tinggi, sirup jagung dan
maltodekstrin. Sebagai bahan industri non pangan, pati jagung dibutuhkan
antara lain dalam industri plastik, industri kertas, industri tekstil dan untuk
bahan perekatan (Alam dan Nurhaeni, 2008).
Gambar 2. Proses Pembuatan Pati Jagung
Sifat fungsional pati jaung adalah sifat yang berkaitan dengan daya serap
air, minyak, kelarutan, viskositas gel, tekstur, kerekatan, dan sebagainya.
Daya serap air dan kelarutan tertinggi diperoleh pada pati jagung varietas
lokal kuning. Sebaliknya daya serap minyak paling tinggi didapatkan
pada pati jagung varietas pulut. Tingkat pengembangan dan penyerapan
air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan
amilosa, kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi
lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan
hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Amilosa termasuk
senyawa yang bersifat polar, oleh karena itu makin tinggi kadar amilosa
pati kelarutannya dalam air juga meningkat. Daya serap minyak yang
tinggi pada pati jagung varietas pulut juga dipengaruhi oleh komponen
kimianya. Molekul amilopektin tersusun dari unit-unit glukosa, rantai
bercabang dengan ikatan 1,4 glikosidik dan 1,6 glikosidik. Diduga
bahwa minyak terperangkap kedalam rantai cabangnya sehingga daya
serapnya terhadap minyak menjadi tinggi. Sifat kelarutan pati jagung
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan (Suarni dan
Yasin, 2011).
Daya serap air dan kelarutan yang tinggi pada pati jagung varietas lokal
kuning disebabkan oleh komponen kimia pati ini yakni kadar amilosanya
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar amilosa pati jagung varietas
lainnya. Kandungan amilosa pati jagung varietas pulut paling rendah
(amilopektin tinggi) dibanding dengan pati jagung varietas lainnya. Sifat
fungsional pati jagung yang diekstrak dengan pelarut natrium bikarbonat
juga menunjukkan perbedaan dengan pati jagung komersial. Daya serap
air, minyak dan kelarutan tertinggi diperoleh pada pati jagung komersial.
Hal ini disebabkan oleh komponen kimia pati ini yakni kadar amilosanya
lebih tinggi daripada kadar amilosa pati jagung yang diekstrak dengan
pelarut natrium bikarbonat. Sifat kelarutan keempat varietas pati jagung
yang diteliti menunjukkan pola yang sama yaitu meningkat dengan
meningkatnya suhu pemanasan, tetapi besarnya kelarutan pada setiap
suhu pengukuran berbeda pada setiap varietas pati jagung. Demikian juga
dengan sifat kelarutan antara pati jagung yang diekstrak dengan pelarut
natrium bikarbonat dengan pati jagung komersial (Alam dan Nurhaeni,
2008).
3. Beras Jagung
Jumlah air yang ditambahkan pada mie terigu umumnya adalah 28-38 %.
Jika melebihi batas 38 %, biasanya adonan menjadi basah dan
menyulitkan dalam proses selanjutnya. Jika air yang ditambahkan kurang
maka adonan menjadi rapuh. Sedangkan dalam pembuatan mie dari beras
(bihun) air yang diperlukan dalam adonan 38-40 %. Pada proses
pencampuran ini tidak dapat dihasilkan massa adonan yang kohesif
sehingga adonan tidak dapat langsung dicetak dalam bentuk lembaran
dan mie. Oleh karena itu, untuk membentuk massa adonan yang kohesif
dan cukup elastis diperlukan proses pengukusan. Proses pengukusan
pertama ini dilakukan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Suspensi
tepung dan air pada saat pengukusan mengalami proses gelatinisasi pati.
Pada saat gelatinisasi, maka granula pati tepung akan mengembang
karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati
dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan
amilopektin (Koswara, 2009).
Tabel 8. Perbandingan komposisi kimia mie jagung instan dan mie terigu
instan
Kebutuhan serat makanan per hari adalah 25-30 gram/orang. Apabila mie
jagung instan disajikan sebanyak 100 gram maka kandungan serat yang
terdapat di dalamnya adalah 6.80 gram. Dengan jumlah tersebut maka
kebutuhan serat yang dapat dipenuhi dari mie jagung instan adalah 23-
27% per 100 gram. Kandungan serat yang terdapat pada mie terigu instan
dalam 100 gram adalah 2.85 gram. Dengan jumlah tersebut maka
kebutuhan serat yang dapat dipenuhi adalah 10-11% per 100 gram.
Kandungan lemak mie jagung instan jauh lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan lemak pada mie terigu instan. Rendahnya lemak (low
fat) pada mie jagung instan dapat menjadi nilai plus bagi produk tersebut.
Tingginya kadar lemak pada bahan pangan merupakan hal yang dihindari
oleh kelompok konsumen tertentu diantaranya karena dapat
menimbulkan kegemukan. Mie jagung instan juga tidak menggunakan
pewarna seperti halnya mie terigu instan (Juniawati, 2006).
Gambar 7. Tortilla
2. Kerupuk Jagung
Kerupuk adalah makanan ringan yang populer, disukai dewasa dan anak-
anak yang dikonsumsi sebagai lauk pauk ataupun makanan kecil.
Umumnya kerupuk merupakan sumber karbohidrat sehingga diperlukan
peningkatan nilai gizinya terutama kandungan proteinnya. Pemanfaatan
jagung dalam pembuatan kerupuk sangat bermanfaat untuk menambah
nilai gizi dari kerupuk. Kecenderungan konsumen yang lebih menyukai
produk makanan ringan yang praktis dan siap santap seperti kerupuk
jagung ini nampaknya memberikan harapan baru bahwa diversifikasi
jagung menjadi kerupuk jagung dapat diterima oleh masyarakat
Indonesia. Mutu produk olahan yang baik dapat meningkatkan nilai jual
dan memperluas pasar (Alami, 2006).
3. Emping Jagung
Emping jagung telah memiliki banyak varian rasa, mulai dari emping
jagung rasa balodo pedas, jagung manis, sapi panggang, dan keju pizza.
Proses pembuatan emping jagung relatif mudah namun memerlukan
kesabaran dan kehati hatian karena bentuknya yang kecil dan tipis. Bahan
yang digunakan hanyalah jagung, garam dan bumbu sesuai selera. Jagung
yang digunakan harus besar dan tua (jagung pipil) agar saat di pipihkan
tidak rusak (Antarlina, dkk, 1994).
Emping jagung mempunyai komposisi berupa kadar air 2,15%, kadar abu
1,38%, kadar asam lemak bebas 0,00766 %, kadar protein 5,56 % dan
kadar cemaran logam timbal (Pb) 0,16 (mg/kg).
4. Marning Jagung
Gambar 12. Marning Jagung
Marning jagung memiliki kadar air 1,586%, kadar abu 1,702%, kadar
lemak 15,01%, kadar protein 19,56%, kadar serat kasar 1,95%, kadar
karbohidrat 62,142 %. Aroma dan rasa marning dapat diperbaiki dengan
cara menambahkan bumbu masak seperti garam, cabai, bawang putih,
bawang merah, dan merica (sesuai selera konsumen). Bumbu masak
dihaluskan dan ditumis, kemudian dicampurkan pada jagung yang sudah
digoreng, diaduk hingga merata, dan dikemas dalam kantong plastik.
Jagung pulut mengandung amilosa rendah dan amilopektin tinggi,
sehingga sesuai untuk olahan jagung marning (Suarni, 2003).
IV. KESIMPULAN
Alam, Nur dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati
Jagung Berbagai Varietas Yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium
Bikarbonat. J. Agroland 15 (2) : 89 - 94, Juni 2008 ISSN : 0854 641X.
Universitas Tadulako, Palu.
Alami, Ericha N. 2006. Studi Pembuatan Kerupuk Jagung (Zea mays L.) : Kajian
Penambahan Tepung Jagung sari Berbagai Varietas dan Konsentrasi
Tepung Tapioka. https://www.researchgate.net/publication/. Diakses pada
12 September 2016 pukul 10.47 WIB.
Arief, R.W., Alvi Y., Asropi1, dan Fatma D. 2014. Kajian Pembuatan Tepung
Jagung dengan Proses Pengolahan yang Berbeda. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. Prosiding Seminar Nasional
Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Banjarbaru 6-7 Agustus
2014 | 611
Hambali. 2006. Membuat Aneka Olahan Jagung. Penebar Swadaya Jakarta. Cet I.
Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah
Berbahan Baku Tepung Jagung. IPB. Bogor. 25-26
Richana, Nur dan Suarni. 2006. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor.
Santoso, Arief D., Warji, Dwi D.N., dan Tamrin. 2013. Pembuatan dan
UjiKarakteristik Beras Sintetis Berbahan Dasar Tepung Jagung.
Universitas Lampung. Lampung.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras jagung: Prosesing dan Kandungan
Nutrisi sebagai Bahan Pangan Pokok. Prosiding Seminar dan
LokakaryaNasional Jagung:Makassar. p. 393-398.
Suarni dan Muh. Yasin. 2011. Jagung sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek
Tanaman Pangan Vol. 6 No.1.
Sutanto, Agus, Dwi N., dan Kendriyanto. 2011. Alternatif Teknologi Pasca Panen
dan Pengolahan Jagung. http://jateng.litbang. deptan .go.id/ind/
publikasi/artikel/jagung.pdf.