Potensi Gandum Sebagai Komoditas Sumber Tepung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

I.

POTENSI GANDUM SEBAGAI KOMODITAS SUMBER


TEPUNG/PATI
1.1 Deskripsi Gandum
Tanaman gandum memiliki nama latin Triticum aestivum L. Gandum merupakan
serealia yang tidak dapat tumbuh dengan baik di negara beriklim tropis seperti
Indonesia, sehingga gandum harus diimpor dari negara-negara sub-tropis yang
dominan berasal dari Australia dan Amerika. Bagian biji gandum yang digunakan
sebagai tepung terigu adalah bagian endosperm. Bagian endosperm gandum
memiliki kandungan protein gliadin dan glutenin yang dapat membentuk jaringan
gluten jika berinteraksi dengan air dan gaya mekanis. Setiap jenis/varietas
tanaman gandum yang digunakan memiliki kadar protein yang berbeda-beda,
sehingga produk yang dihasilkan juga berbeda-beda karakteristiknya, bergantung
pada jenis gandum yang digunakan. Kandungan gizi pada biji gandum adalah
sekitar 60-80% karbohidrat, 6-18% protein, 1,5-2,0% lemak, 1,5% mineral dan
sejumlah vitamin (Aptindo, 2015). Komposisi kimia biji gandum dicantumkan
pada Tabel 4.1.
Struktur biji gandum terdiri dari bagian kulit (bran), lembaga (germ), dan
endosperma. Anatomi biji gandum dapat pada Gambar 4.1.
1. Kulit biji gandum (bran)
Bran merupakan kulit terluar dari biji gandum. Presentase bran adalah
sebesar 14,5-20% dari total berat biji gandum.
2. Endosperm
Endosperm merupakan bagian yang diambil ketika proses penggilingan
dan diubah menjadi tepung terigu dengan tingkat kehalusan tertentu.
Bagian ini merupakan bagian terbesar (80-83%) dari biji gandum.
Kandungan utama dari endosperm adalah protein, pati, dan air serta abu
yang memiliki konsentrasi semakin rendah untuk bagian yang mendekati
endosperm dan semakin besar jika mendekati kulit.
3. Lembaga (germ)
Lembaga merupakan cadangan makanan dari biji gandum yang memiliki
kandungan lemak yang tinggi. Setiap biji gandum memiliki presentase
lembaga sebanyak 2,5-3% (Encyclopedia Britannica,Inc., 2015).
Tabel 1. Komposisi dan Kandungan Gizi Gandum

Sumber : Winarno (2002)


1.2. Jenis dan Karakteristik Gandum
Tanaman gandum termasuk dalam familia Graminae (rumput-rumputan) dan
Genus Triticum. Terdapat banyak spesies gandum yang tersebar di seluruh dunia,
seperti Triticum vulgare, Triticum aegilopoides, Triticum monococum, Triticum
dicoccoides, Triticum dicoccum, Triticum durum, Triticum persicum, Triticum
compactrum, dan Triticum turgidum.
Meskipun demikian, hanya sedikit jenis gandum yang dibudidayakan
secara komersial, yaitu Triticum vulgare, Triticum durum, dan Triticum
compactum (Encyclopedia Britannica,Inc. 2015). Sifat fisik masing-masing
varietas gandum tersebut adalah sebagai berikut.
1. Triticum vulgare merupakan jenis gandum yang paling banyak ditanam.
Warna kulit bervariasi antara putih, merah, dan cokelat. Ada yang
bervarietas musim semi (spring) dan musim dingin (winter). Jenis gandum
ini digunakan dalam pembuatan roti.
2. Triticum durum merupakan jenis gandum khusus yang memiliki sifat fisik
berbeda dari jenis gandum yang lain. Bijinya lebih keras dibandingkan
dengan biji gandum jenis lain dan berwarna kulit cokelat, serta
mengandung protein tingi. Jenis gandum ini digunakan dalam pembuatan
macaroni dan spaghetti. Varietas ini banyak dihasilkan di negara Kanada
dan Amerika.
3. Triticum compactrum merupakah jenis gandum yang paling sedikit
ditanam. Kulitnya berwarna putih sampai merah. Jenis gandum ini sering
digunakan dalam pembuatan cookies dan roti (Azwar dkk., 1988).
Biji gandum juga dikategorikan berdasarkan warna kulit biji (pericarp).
Biji gandum dapat berwarna merah atau putih bergantung pada keberadaan gen
yang memberikan warna merah. Semakin gelap warna biji gandum, maka semakin
tinggi kandungan proteinnya. Selain berdasarkan kekerasan dan warnanya, biji
gandum juga dikelompokkan berdasarkan musim tumbuh, yaitu musim semi
(spring wheat) dan musim dingin (winter wheat). Spring wheat berbiji saat musim
semi kemudian tumbuh melewati musim panas, dan dipanen sebelum musim
dingin berlangsung.
1.3 Budidaya Tanaman Gandum
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, gandum bisa
tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang
untuk pengembangannya (Budiarti, 2005).
Gandum adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh dari permukaan laut
sampai 3000 meter diatas permukaan laut di daerah temperet (Dahlan, 2010).
Gandum termasuk kedalam famili Gramineae, genus Triticum dan spesies
Triticum aestivum L. Gandum di Indonesia telah ditanam di beberapa provinsi
antara lain Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat
(Dahlan, 2010).
Gandum sebagai sumber bahan pangan yang sangat penting, gandum
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti
padi. Gandum dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang luas, dapat
tumbuh di berbagai daerah seluruh dunia, bernilai ekonomis, dan memiliki hasil
panen yang bagus walaupun dibawah kondisi tanpa pemupukan.

1.4 Potensi Gandum di Indonesia


Gandum merupakan tanaman serealia yang relatif toleran terhadap kekeringan.
Pada fase pertumbuhan vegetatif sampai fase primordia (± 60 HST) tanaman
gandum memerlukan cukup air. Pada fase pertumbuhan selanjutnya, kelembaban
yang tinggi tanpa suplai air masih memungkin bagi tanaman gandum untuk
tumbuh optimal dengan bantuan bulu-bulu malai yang mampu mengabsorpsi uap
air di udara. Kebutuhan air untuk pertumbuhan gandum relatif lebih rendah
dibanding tanaman serealia lainnya, berkisar 330 – 392 mm.
Potensi hasil gandum di daerah dataran tinggi (≥ 1000 meter diatas
permukaan laut) di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan negara Asia lainnya.
Hasil gandum di dataran tinggi Indonesia dapat mencapai 5,4 t/ha.
Penggunaan input pada budidaya gandum relatif rendah dan tanaman ini
rensponsif terhadap pemupukan, terutama nitrogen. Jenis organisme pengganggu
tanaman gandum di Indonesia masih sedikit, sehingga aplikasi pestisida dapat
ditekan atau bahkan ditiadakan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
allelopathy pada sistem perakaran gandum yang bermanfaat untuk pengendalian
nematoda pada tanaman kentang, sehingga rotasi tanaman gandum dengan
kentang berpeluang meningkatkan kualitas hasil kentang. Hal ini mengindikasikan
bahwa tanaman gandum mampu berintegrasi dengan tanaman lain secara baik.
Badan litbang pertanian telah menghasilkan teknologi produksi dan
pascapanen gandum. Ketersediaan teknologi pangan berbasis tepung
memungkinkan bagi penanganan hasil gandum dengan baik (Puslitbang Tanaman
Pangan, 2008).
Indonesia mempunyai potensi lahan untuk mengembangkan gandum
seluas 73.455 hektar yang tersebar di 15 provinsi, yang terluas di Provinsi
Bengkulu seluas 30.800 hektar dan terkecil di Sumatera Barat seluas 125 hektar.
Sehingga peluang mengembangkan gandum cukup terbuka (Dirjen Tanaman
Pangan, 2010).
Upaya mengembangkan tanaman gandum di Indonesia telah dilakukan
Badan Litbang Pertanian dengan mengintroduksikan galur atau varietas gandum
dari negara lain. Pengembangan gandum subtropis di Indonesia terkonsentrasi di
dataran tinggi yang luasnya juga terbatas. Oleh karena itu, program pemuliaan
gandum di Indonesia diarahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu
beradaptasi di beberapa ketinggian tempat (Aqil, et al., 2013).

1.5 Potensi Gandum sebagai Sumber Energi


Gandum merupakan komoditas serealia sumber karbohidrat. Sebagian besar
komposisi karbohidrat gandum adalah pati. Gandum dan serealia lainnya
menyimpan energi dalam bentuk pati. Jumlah pati yang terkandung dalam sebutir
gandum bervariasi antara 60-75% dari total bobot kering. Kekurangan pati
gandum adalah tidak dapat diekstrak seperti pati jagung dan sorgum, karena
matriks proteinnya sangat kuat, bahkan membentuk gluten yang apabila
ditambahkan air.
Pati gandum terbentuk pada benih dalam bentuk butiran, memiliki dua
jenis granula pati, besar (25-40 μm) lenticular dan kecil (5-10 μm) yang bulat.
Menurut Stoddard (1999), pati dengan ukuran granula yang kecil baik untuk
dijadikan bahan baku makanan. Pati gandum dengan ukuran granula yang sempit
atau seragam akan menghasilkan produk yang lebih baik. Granula lenticular
terbentuk selama 15 hari pertama setelah penyerbukan. Butiran kecil,
representating sekitar 88% dari total butiran, muncul 10-30 hari setelah
penyerbukan (Belderok et al. 2000). Glenn dan Saunders (1990) mengamati
bentuk dan ukuran granula pati gandum menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) beberapa genotipe gandum. Hasilnya terdapat perbedaan
ukuran, tetapi hanya memiliki dua jenis granula pati.
Ukuran granula pati gandum, jagung, dan sorgum dengan menggunakan
SEM dapat dilihat pada Gambar 1. Terlihat perbedaan bentuk dan ukuran antara
granula pati terigu, pati jagung dan pati sorgum. Bentuk granula pati varietas
gandum Selayar, Nias, dan Dewata relatif sama, hanya ukurannya yang berbeda
(Suarni et al. 2009).
Secara kimiawi, pati merupakan polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin. Pati gandum yang normal biasanya mengandung 20-30% amilosa
dan 70-80% amilopektin (Belderok et al. 2000, Suarni dan Hamdani 2009). Pati
biji gandum terbentuk dari dua jenis polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin (Satorre and Slafer 1999).
Salah satu komponen karbohidrat gandum yang bersifat pangan fungsional
adalah serat pangan yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam
makanan fungsional. Serat dedak gandum dan gum adalah contoh serat makanan
yang sering ditambahkan ke dalam makanan fungsional. Serat makanan yang larut
dalam air seperti polydextrose digunakan dalam minuman fungsional. Manfaat
fisiologis produk yang diberi serat makanan antara lain mengatur fungsi-fungsi
usus, mencegah penyakit divertikulosis, konstipasi, mengendalikan kolesterol
darah, mengatur kadar gula darah, mencegah obesitas dan mengurangi risiko
kanker kolon (Irawan dan Wijaya 2002).
Gambar 1. Bentuk dan ukuran granula pati gandum, jagung, dan sorgum
Sumber: Suarni et al (2009)
Daftar Pustaka
Aqil, M., A.H. Talanca, dan Zubachtirodin. 2013. Highlight Hasil Penelitian Balai
Penelitian Tanaman Serealia tahun 2013. Badan Litbang Pertanian,
Puslitbangtan. 51 p.
Aptindo. 2014. Overview Tepung Terigu Nasional. Makalah dipersentasikan pada
tanggal 11 Juli 2014. Jakarta.
Azwar, R.T., T. Danakusuma, dan A.A. Daradjat. 1988. Prospek pengembangan
terigu di Indonesia. Risalah Simposium II Penelitian Tanaman Pangan
(buku II). PusatPenelitian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Buku II. p.227-239.
Belderok, B., H. Mesdag, and D.A. Donner. 2000. Bread-making quality of wheat.
Springer, New York.
Budiarti, S.G. 2005. Karakterisasi Beberapa Sifat Kuantitatif Plasma Nuftah
Gandum (Triticum aestivum. L). Buletin Plasma Nuftah. Vol:11. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian Bogor.
Dahlan, M. 2010. Teknologi Produksi Benih Gandum. Balai Penelitian tanaman
Serelia. Available at http://agribisnis.deptan.go.id/web/diperta-
ntb/artikel/gandum.htm. Diakses pada tanggal 13 September 2018.
Dirjen Tanaman Pangan. 2010. Gandum. Departemen Pertanian. Jakarta.
Encyclopedia Britannica, Inc. 2015. Fine ground cereal grain.
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/210976/flour (13 September
2018)
Glenn, G.M. and R.M. Saunders. 1990. Physical and structural properties of
wheat endosperm Associated with Grain Texture. 67(2):176-182.
Irawan, D. and C.H. Wijaya. 2002. The potencies of natural foodadditives as
bioactive ingredients. Prosiding Kolokium Nasional Teknologi Pangan.
Puslitbangtan Tanaman Pangan. 2008. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Gandum. Bogor. Available at :
http://pustaka.litbang.deptan.go.id. (diakses 13 September 2018).
Stoddard, F.L. 1999. Survey of starch particle size distribution in wheat and
related species. Journal Cereal Chemistry. 76(1):145-149.
Suarni dan M. Hamdani. 2009. Karakterisasi nutrisi dan sifat fisikokimia beberapa
galur dan varietas unggul gandum. Prosiding Seminar Nasional Balai
Besar Pascapanen. Bogor. hlm. 24-31.
Sattore, E.H. and G.A., Slafer. 1999. Wheat: Ecology and Physiology of Yield
Determination. Food Product Press. Binghamton, NY.
Winarno, F.G. 2002. Laporan Hasil Uji. Bogor: M-BRIO Food Laboratory.

Anda mungkin juga menyukai