Perencanaan Pajak - Penyusutan
Perencanaan Pajak - Penyusutan
Perencanaan Pajak - Penyusutan
PERENCANAAN PERPAJAKAN
Perencanaan Pajak Untuk Penyusutan
Disusun oleh:
KELAS : A
Bandung
2017
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG PENYUSUTAN
Dalam menjalankan kegiatan bisnis, perusahaan umumnya memiliki asset berupa bangunan,
mesin, mobil dinas, komputer dan asset berwujud lainnya yang memiliki masa manfaat lebih
dari satu tahun. Selain karena penyetoran modal dalam bentuk aset (inbreng), hibah dan hasil
pemindahtanganan lainnya, kepemilikan asset dapat terjadi karena adanya pembelian.
Perolehan asset tersebut akan dicatat sebagai aktiva di neraca dan biaya perolehannya tidak
dapat dibebankan sekaligus.
Sejalan dengan operasional perusahaan, asset tersebut akan mengalami penurunan nilai.
Penurunan nilai atas asset ini adalah konsekuensi dari penggunaan asset tersebut yang lazim
disebut sebagai penyusutan atau depresiasi. Penyusutan atau depresiasi merupakan salah satu
unsur pengurang dalam menghitung laba/rugi perusahaan.
Perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang
disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga
kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Untuk kepentingan
pajak, perlakuan pengeluaran terhadap beban-beban tertentu kadang dapat menimbulkan
masalah dalam penentuan pajak penghasilan.
Hukum pajak memberikan 4 metode yang berbeda dari akuntansi untuk harga perolehan dari
aset sebagai berikut:
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PENYUSUTAN
Beberapa pengertian penyusutan menurut beberapa ahli lain adalah sebagai berikut:
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak,
kebijakan ekonomi, dan administrasi. Penjelasaannya adalah sebagai berikut:
Penyusutan yang dilakukan dipercepat dapat meningkatkan berjalannya arus kas pada
perusahaan atau organisasi, karena jika penyusutannya besar maka pajak yang dibayar akan
lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi. Metode yang biasanya digunakan
dalam penyusutan adalah sebagai berikut:
Pada Pasal 9 ayat 2 UU PPh yang berbunyi pengeluaran untuk menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tidak diperbolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A. Hal ini sesuai dengan kelaziman
dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan.
Dalam hal ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya
sekaligus pada tahun pengurangannya. Sedangkan dalam perhitungan dan penerapan tarif
penuyusutan untuk keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal karena
dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi.
Undang-Undang Pajak Penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya
penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan, dan penyusutan fiskal harus dilakukan selama
sebulan penuh. Ada beberapa pengecualian dengan ketentuan ini diantaranya adalah:
Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun
selesainya pekerjaan tersebut. Sehingga, walaupun pada umunya penyusutan atas harta/aset
dimulai pada tahun perolehan tapi untuk harta/aset yang pengerjaannya memerlukan waktu
lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta/aset yang
bersangkutan.
Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna khususnya usaha tanpa hak opsi
(operating lease) dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan.
Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh Pasal 11 dan 11A, semua aset tetap berwujud
yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokan terlebih dahulu menjadi dua
golongan yaitu:
Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aset tetap
berwujud bukan bangunan, yaitu metode salon menurun ganda atau metode garis lurus.
Metode mana yang akan digunakan bergantung pada sepanjang dilaksanakan dengan taat
asas. Dan metode yang dipilih harus ditetapkan terhadap seluruh kelompok harta. Aset tetap
bangunan hanya menggunakan satu metode, yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari
adanya perbedaan dua metode penyusutan maka muncul perbedaan presentase dalam
penyusutan fiskal.
Tarif Penyusutan
Kelompok
Bukan Bangunan Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun
Kelompok 1 25,00% 50,00%
Kelompok 2 12,50% 25,00%
Kelompok 3 6,25% 12,50%
Kelompok 4 5,00% 10,00%
Beberapa catatan yang dapat diberikan atas tabel perhitungan penyusutan fiskal di atas, antara
lain:
1) Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat
sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat
dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun, misalnya barak
atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.
2) Jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta yang berwujud (1 s/d 4) dan
ketentuan penyusutan aktiva tetap untuk bidang usaha tertentu seperti pertambangan
minyak dan gas bumi, perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan
ditetapkan lebih lanjut berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.
PENYUSUTAN BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK)
Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 tentang Aset Tetap dan Aset
Lain-lain, serta PSAK No. 17 tentang Akuntansi Penyusutan.
Dalam pengertiannya sendiri, Aset Tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasional perusahaan,
tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai
masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Tanah biasanya memiliki masa manfaat yang
tidak terbatas dan tidak dianggap sebagai suatu aset yang dapat disusutkan. Namun, tanah
yang memiliki masa manfaat terbatas bagi perusahaan diperlakukan sebagai aset tetap yang
dapat disusutkan.
Penyusutan adalah alokasi sistematis suatu nilai aset yang dapat disusutkan sepanjang masa
manfaat yang dapat diestimasi. Penyusutan periode akuntansi dibebankan ke pendapatan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah jumlah perolehan suatu aset atau
jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi
nilai sisanya. Pengukuran untuk penyusutan aset tetap bisa berdasarkan umur ekonomis
maupun umur teknis. Umur ekonomis biasanya bisa lebih pendek dari umur teknis, misalnya
karena perubahan teknologi yang begitu masif serta cepat berubah.
Nilai Sisa (Residual Value) adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan.
Nilai Wajar (Fair Value) adalah suatu jumlah, untuk itu aset mungkin dapat ditukar atau suatu
kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan
transaksi yang wajar (arms length transaction).
Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai buku, yaitu biaya perolehan atas suatu aset
setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Biaya Perolehan
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan
lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai
dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan.
Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga belinya, termasuk biaya impor dan PPN
masukan tidak boleh direstitusikan (nonrefundable), dan setiap biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset
tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan, setiap potongan dagang & rabat
dikurangkan dari pembelian. Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
adalah sebagai berikut:
Masa Manfaat
Metode Penyusutan
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan menurut
kriteria berikut ini:
1. Berdasarkan Waktu
a. Metode garis lurus (straight-line method)
b. Metode pembebanan yang menurun
1) Metode jumlah angka tahun (sum of the years digit method)
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance
method)
2. Berdasarkan Penggunaan
a. Metode jam jasa (service hours method)
b. Metode jumlah unit produksi (productive output method)
3. Berdasarkan Kriteria lainnya
a. Metode berdasarkan jenis & kelompok (group composite method)
b. Metode anuitas (annuity method)
c. Sistem persediaan (inventory systems)
Untuk memudahkan kegiatan administrasi, ada kalanya perusahaan memilih cara penyusutan
dengan mengelompokan aset ke dalam beberapa kelompok. Dalam ketentuan fiskal disebut
dengan golongan harta. Besarnya penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif ke nilai
seluruh aset yang sejenis. Apabila kelompok aset tidak sejenis maka penyusutan dihitung
dengan cara gabungan (composite depreciation). Besarnya penyusutan tiap tahun adalah
penyusutan tiap jenis aset yang dihitung dengan metode garis lurus.
Penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aset tetap yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut. Berbeda dengan
penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial boleh dilakukan untuk
jangka yang lebih pendek.
Dasar Penyusutan
Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian
maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan revaluasi,
maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah revaluasi.
Pengungkapan
Pemilihan suatu metode alokasi dan estimasi masa manfaat suatu aktiva yang dapat
disusutkan adalah merupakan masalah pertimbangan. Pengungkapan metode yang digunakan
dan estimasi masa manfaat atau tingkat penyusutan yang digunakan menyediakan bagi para
pemakai laporan keuangan informasi yang membuat mereka dapat menelaah kebijakan yang
dipilih manajemen dan dapat membuat perbandingan dengan perusahaan lain. Untuk alasan
serupa, adalah perlu untuk mengungkapkan jumlah yang dapat disusutkan yang dialokasikan
daiam suatu periode dan akumulasi penyusutan pada akhir periode tersebut.
Persamaan yang terdapat dalam akuntansi komersial dan akuntansi fiskal adalah sebagai
berikut:
1. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode tidak boleh
langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya, tetapi harus dikapitalisasi dan
disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;
2. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan
bangunan;
3. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memiliki masa
manfaat terbatas
Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam perencanaan
pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan yang padat modal. Berdasarkan pasal 11 UU
PPh metode penyusutan yang dapat digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset
tetap bukan bangunan adalah metode garis lurus atau saldo menurun.
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.1, 2.2, dan 2.3 berikut ini.
Contoh:
PT Abadi membeli aset tetap berupa mesin dengan harga perolehan Rp 1.000.000.000,00.
Mesin tersebut termasuk dalam aset tetap Kelompok 1. Besarnya beban penyusutan dapat
dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Besarnya Beban Penyusutan per Tahun Dihitung dengan Menggunakan
Metode Garis Lurus dan Saldo Menurun
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan per tahun berbeda-beda,
tetapi pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi penyusutan adalah sama.
Dengan demikian, dalam perpajakan perbedaan besarnya beban penyusutan ini dikenal
dengan istilah beda waktu/beda temporer (timing difference/temporary difference). Walaupun
berdasarkan nilai nominal pada akhir masa manfaat besarnya akumulasi beban penyusutan
sama, tetapi jika ditinjau dari nilai tunai (Present value) jumlahnya akan menjadi berbeda.
Dalam contoh ini untuk mengetahui present value, tingkat diskonto yang digunakan adalah
20%. Untuk lebih jelanya dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Besar Beban Penyusutan dan Nilai Tunainya dengan Tingkat Diskon 20%
Dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya sebesar Rp 1.000.000.000,00, pada
akhir masa manfaat (tahun ke-4) deengan discount factor 20% jumlah present value dari
akumulasi beban penyusutan mesin dengan menggunakan metode garis lurus sebesar Rp
647.183.641,90 dan menggunakan metode saldo menurun sebesar Rp 722.897.376,60.
Tabel 2.3 Perbandingan Besar Penghematan Pajak antara Metode Garis Lurus dan
Metode Saldo Menurun dengan Tingkat Diskonto 20 Persen
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang dapat dilakukan
jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung besarnya beban
penyusutan. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak tertinggi, yaitu 30 persen, karena
diasumsikan bahwa perusahaan telah mencapai laba di atas Rp 100.000.000,00. Dengan
tingkat diskonto 20%, besarnya penghematan pajak adalah Rp 216.869.212,96 Rp
194.155.092,59 = Rp 22.714.120,37.
KESIMPULAN
Biaya perolehan atas harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun harus
dibebankan secara bertahap dengan cara melakukan Penyusutan sesuai dengan Pasal 11 ayat
1 UU Nomor 36 Tahun 2008. Secara fiskal metode yang digunakan dalam penyusutan dapat
dilakukan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam penggunaan metode
tersebut harus dilakukan secara taat azas dan konsisten. Pengelompokan jenis harta serta
umur masa manfaat secara fiskal diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penegasan ataupun penetapan
mengenai kelompok harta berwujud kepada DJP bila wajib pajak dapat menunjukan masa
manfaat yang sesungguhnya dari suatu harta berwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Santoso, Iman dan Rahayu, Ning. (2013). Corporate Tax Management. Observation and-Research-of-
Taxation-(Ortax):-Jakarta.
Website
www.kompasiana.com
www.ortax.org
Peraturan Perundang-undangan