Belajar Mengajar Dalam Perspektif Islam (Kajian Islam Profesi)
Belajar Mengajar Dalam Perspektif Islam (Kajian Islam Profesi)
Belajar Mengajar Dalam Perspektif Islam (Kajian Islam Profesi)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di era modern ini merupakan sebuah kebutuhan bagi masyarakat luas
karena pendidikan merupakan syarat mutlak untuk menjadikan sebuah bangsa menjadi
bangsa yang maju. Pendidikan pada berbagai bidang keilmuan tentu saja memiliki
peranan tersendiri dalam pembangunan sebuah bangsa.
Dengan penanaman etika dalam proses belajar mengajar tentu akan menghasilkan
output pendidikan yaitu menjadi manusia yang memiliki kemampuan intelektual,
emosional dan spiritual yang tinggi. Itulah output yang seharusnya didapatkan dari
pendidikan yang beretika. Di tengah perkembangan teknologi yang luar biasa, sudah
barang tentu memiliki banyak efek negatif seperti pornografi. Disinilah etika berperan
dalam dunia modern. Etika menjadi filter bagi para pengguna teknologi agar bisa memilih
mana yang baik dan mana yang buruk.
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin juga sangat menjunjung tinggi
pendidikan dan etika. Dalam hubungan ini kita dapati di dalam Al Quran penjelasan
pada awal surat yang diturunkan kepada Nabi yang mengajak manusia untuk belajar
membaca dan menulis1 . Malakah ini akan menganalisis konsep belajar mengajar dalam
perspektif Islam mencakup dasar hukum dan karakteristiknya.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana prinsip belajar dalam perspektif Islam?
2) Bagaimana konsep belajar dalam perspektif Islam?
3) Bagaimana sumber belajar dalam perspektif Islam?
4) Bagaimana konsep mengajar dalam perspektip Islam?
5) Bagaimana prinsif mengajar dalam perspektip Islam?
C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan tentang belajar mengajar dalam islam ini adalah agar
pembaca dapat mengerti serta mengamalkan etika belajar mengajar menurut islam dalam
kehidupan sehari-hari.
1
Ali Al Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 7-
8
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam perspektif agama (Islam) belajar merupakan kewajiban bagi setiap individu
yang beriman untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai upaya untuk meningkatkan
derajat kehidupan mereka.
Artinya: Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat kepada orang-orang yang beriman dan
berilmu.
Ilmu dalam ayat di atas tidak hanya sekedar ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang
sekiranya relevan dengan tuntutan kemajuan zaman dan bermanfaat, tentunya ilmu-ilmu yang positif.
Dengan demikian, maka proses belajar dapat dilihat dari sudut kinerja psikologisnya yang utuh dan
menyeluruh, maka dalam proses belajar idealnya ditandai dengan adanya pengalaman psikologi baru
yang positif, sehingga diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap dan kecakapan
yang konstruktif.
Istilah yang lazim digunakan dalam bahasa Arab tentang kata belajar adalah Taallama dan
Darasa. Al-Quran juga menggunakan kata darasa yang231 diartikan dengan mempelajari, yang
sering kali dihubungkan dengan mempelajari kitab.2 Hal ini mengisyaratkan bahwa kitab (dalam hal
ini al-Quran) merupakan sumber segala pengetahuan bagi umat Islam, dan dijadikan sebagai pedoman
hidupnya (way of life). Salah satunya terdapat dalam surat al-Anam ayat 105: 3
Artinya: Dan demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang ayat-ayat Kami agar orang-orang
musyrik mengatakan engkau telah mempelajari1 ayat-ayat itu (dari ahli kitab) dan agar.
Kami menjelaskan al-Quran itu kepada orang-orang yang mengetahui
Kata darasta yang berarti engkau telah mempelajari, menurut Quraish Shihab yaitu
membaca dengan seksama untuk dihafal atau dimengerti.4 Belajar dalam Islam juga diistilahkan
dengan menuntut ilmu (Thalab A-Ilm). Karena dengan belajar, seseorang akan mendapatkan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam Islam, ilmu yang diperoleh harus diaplikasikan
sehingga memberikan perubahan dalam diri pelajar, baik kepribadian maupun perilakunya. Salah satu
hadits tentang belajar mengajar yaitu: Barang siapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu
pengetahuan, maka Allah akan memudahkan ia jalan menuju surga. (HR. Ibnu Majah) 5
2 Marita Lailian Rahman, Konsep Belajar Menurut Islam
3 Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media 2005), hlm. 141.
4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol.4, (Jakarta:
Lentera Hati, 2001), hlm. 224.
5 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 1; Muqaddimah (Beirut: Dar al-Fikri, 1995), hlm. 86.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 2
Allah akan memberikan beberapa keutamaan bagi hamba-Nya yang belajar ilmu
pengetahuan, yaitu: pertama, Allah akan meninggikan derajat orang yang belajar (menuntut
ilmu) dengan menempatkan penyebutan mereka setelah nama-Nya sendiri dan setelah pujian
kepada malaikat 5 sebagaimana Q.S. Ali Imron: 18, yang artinya:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 6
Dalam tataran sosiologis, motivasi belajar tidak saja perintah Allah dan rasul-Nya,
tetapi lebih dikarenakan adanya tuntunan hidup yang selalu berkembang menuju
kesempurnaan dirinya. Belajar menjadi sebuah kebutuhan manusia, baik secara individu
maupun kelompok demi mencapai tujuan hidupnya di dunia. Barang siapa yang ingin
hidupnya bahagia di dunia maupun di akhirat capailah dengan belajar dan menuntut ilmu.
Maka belajar merupakan keniscayaan bagi umat Islam, demi melaksanakan perintah ilahiah
dan akan menjadikannya menuju kesempurnaan dirinya baik secara individual maupun
dalam komunitas bersama. Dengan belajar inilah Allah memberikan keutamaan yang tidak
diberikan kepada yang lainnya yang tidak melakukannya, yaitu berupa derajat, penjagaan
dari makhluk yang suci, permohonan ampunan dari makhluk lain dan keutamaan lainnya.
6 Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media, 2005), hlm. 52
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 3
A. Prinsip Belajar dalam Perspektif Islam
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar dan mudah apabila beberapa
prinsipnya diterapkan dengan benar. Al-Quran dan al-Sunah empat belas abad yang lalu
telah mempraktekkan prinsip-prinsip untuk meluruskan perilaku manusia, mendidik jiwa
dan membangun kepribadian mereka. Adapun penjelasan prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Niat
Dalam Islam, niat merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh setiap
muslim sebelum memulai semua bentuk aktifitas. Karena baik buruknya aktifitas itu
dinilai dari niatnya, belum tentu aktifitas yang positif dinilai sebagai ibadah karena
tidak diniati sebagai ibadah. Dengan niat yang benar (ikhlas), sesuatu yang kecil bisa
menjadi besar nilainya di sisi Allah. Dengan demikian, niat merupakan penentu
segala aktifitas umat Islam, tak terkecuali belajar. Ketika seorang muslim belajar
hendaknya dimulai dengan niat dalam rangka beribadah untuk mendapatkan
keridhaan-Nya. Maka niat ini yang akan memotivasinya untuk senantiasa sabar, tetap
semangat dalam belajar. Niat yang benar akan menentukan kesiapan belajar bagi
peserta didik, baik secara fisik maupun psikis sampai pada tujuan yang dikehendaki.
Dalam hal ini imam al-Zarnuji mengingatkan: Selanjutnya bagi pelajar hendaknya
meletakkan niat selama dalam belajar. Karena niat itu sebagai pangkal dari segala
amal. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw: Sahnya semua perbuatan itu
apabila disertai niat.
2. Hatstsu (Motivasi)
Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan individu melakukan
aktifitas, dalam hal ini belajar. Motivasi ini bisa dibangkitkan dengan cara
memberikan sesuatu yang atraktif, memberikan sesuatu yang mengandung intimidasi
ataupun dengan menggunakan cerita.
3. Tsawab (Reward)
Tsawab (Reward) yang berarti balasan atau ganjaran juga memiliki posisi penting
untuk memotivasi seseorang melakukan respon yang positif. Istilah reward yang
sering digunakan al-Quran adalah tsawab dan al-ajru yang berarti ganjaran atau
pahala. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan balasan atas perbuatan baik
seseorang dalam kehidupan ini atau di akhirat kelak. Dalam surat Ali Imran: 148,
yang artinya: karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan
pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 4
kebaikan. Dalam hal ini, pendidik diharapkan mengikuti nilai-nilai dalam
memberikan ganjaran atau pujian agar efektif. Pemberian tsawab harus direncanakan
dan dilakukan dengan seksama. Ganjaran-ganjaran hendaknya mudah diberikan
dengan harapan akan dapat menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik. Akan
tetapi, pendidik juga harus berusaha agar pelajar tidak hanya berharap akan
mendapat pujian dalam pemberian tsawab ini, sebaliknya menganggap sebagai
tsawab hanya sebagai salah satu instrumen dalam belajar, bukan sebagai tujuan
dalam belajar. Pendidik juga harus memperhatikan efek dari pemberian tsawab
kepada peserta didik. Karena tidak menutup kemungkinan peserta didik yang diberi
pujian menganggap kemampuannya terlalu tinggi sehingga menganggap rendah yang
lain. Jadi, dalam pemberian tsawab ini harus proporsional dan tidak berlebih-lebihan.
Berbicara tentang tsawab, maka selalu diikuti dengan adzab (punishment) yang
berarti hukuman. Dalam Islam, hukuman, teguran atau nasihat hanya diberikan
ketika anjuran-anjuran yang diberikan tidak dilaksanakan. Karena terkadang
sebagian peserta didik masih saja tetap melakukan perbuatan yang dilarang,
walaupun sudah diberitahu. Kenyataan ini sebagimana al-Quran memberikan
teguran-teguran dan peringatan-peringatan para nabi, yang sudah tidak dipedulikan
lagi oleh kebanyakan manusia. Maka di sinilah nampaknya hukuman harus
diterapkan untuk memberi petunjuk tingkah laku manusia. Dengan demikian,
maksud yang dituju dalam pelaksanaan hukuman itu adalah menjadikan manusia jera
sehingga tidak melakukan pelanggaran lagi.
Tsawab merupakan penghargaan yang diberikan kepada pelajar untuk
menimbulkan respon yang positif dalam belajar yang berupa materi maupun pujian.
Akan tetapi, pendidik juga harus memperhatikan agar pemberian tsawab tidak
memberikan dampak negatif bagi peserta didik, sehingga harus dilakukan secara
proporsional. Adzab merupakan konsekuensi dari adanya tsawab. Ketika peserta
didik sudah tidak melakukan aktifitas belajar misalnya, maka konsekuensinya ia
diberi hukuman agar tidak mengulanginya lagi. Dalam pemberian adzab ini
hendaknya dilakukan secara wajar dan bijaksana, artinya jangan sampai berdampak
negatif pula fisik maupun psikologis peserta didik.
7. Tarkiz (Konsentrasi)
Manusia tidak akan dapat mempelajari sesuatu kalau ia tidak berkonsentrasi.
Maka konsentrasi merupakan unsur yang penting juga dalam proses pembelajaran.
Tidak heran kalau para pengajar selalu membangkitkan konsentrasi belajar para
peserta didik dengan harapan mereka mampu menguasai materi yang disampaikan.
Konsentrasi dalam Islam secara implisit berasal dari perintah Allah untuk khusyu
ketika shalat. Khusyu menurut pengertian bahasa adalah tunduk, rendah dan tenang.
Maka khusyu berarti keberadaan hati di hadapan Rabb dalam keadaan tunduk dan
merendah yang dilakukan secara bersamaan.42 Seorang muslim dikatakan shalatnya
khusyu apabila ia telah mampu menghadirkan hatinya dalam shalat, menghayati
yang dibaca, menyelami makna-maknanya dan lainnya. Maka jika diaplikasikan
dalam proses pembelajaran adalah peserta didik harus khusyu, yaitu konsentrasi dan
fokus ketika belajar. Dalam membangkitkan konsentrasi belajar ini dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai cara, seperti dengan memberi contoh yang bermakna,
mengajukan pertanyaan, diskusi, menggunakan berbagai media, ataupun melalui
kisah-kisah yang menarik perhatian.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 7
8. Tadrij (Belajar secara Gradual)
Diantara prinsip-prinsip penting dalam belajar dan dalam proses perilaku
manusia adalah melakukannya secara gradual (bertahap). Mengganti tradisi buruk
menjadi tradisi yang baru tidak mungkin dilakukan secara instan. Al-Quran telah
menerapkan prinsip ini dalam pengharaman khamr dan zina. Al-Quran tidak serta
merta melarang khamr dan zina, namun menerapkan pengharamannya secara gradual
sampai akhirnya hukum keduanya jelas keharamannya. Ali bin Abi Thalib berkata:
Seandainya ayat pertama yang turun adalah janganlah kalian meneguk khamr,
pasti orang-orang mengatakan kami tidak akan pernah meninggalkan khamr, dan
seandainya ayat yang pertama turun adalah janganlah kalian berzina! pasti mereka
akan berkata, kami tidak akan pernah meninggalkan perzinahan. Di antara contoh
prinsip belajar secara gradual yang diterapkan oleh Rasulullah untuk meluruskan
perilaku sahabatnya adalah wasiat beliau yang disampaikan kepada Muadz bin Jabal
ketika akan diutus ke negeri Yaman.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa nabi saw. tidak berwasiat kepada Muadz
untuk menuntut orang-orang Ahlu al-Kitab agar melakukan berbagai kewajiban
secara sekaligus, melainkan bertahap. Yaitu mulai dari materi tentang tauhid, setelah
matang tauhid (aqidah), baru kemudian diberi materi tentang kewajiban shalat.
Setelah mereka mau menunaikan ibadah shalat, kemudian diberi kewajiban tentang
berzakat begitu seterusnya. Belajar secara bertahap sangat diperlukan dalam merubah
perilaku manusia yang sudah mendarah daging dan sulit dirubah secara instan.
Dengan pentahapan dalam belajar, akan memudahkan peserta didik dalam
pencapaian tujuan yang diinginkan. Karena manusia itu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sehingga materi yang diberikan harus mengikuti fase-fase
pertumbuhannya tersebut.
9. Ihtimam (Perhatian)
Sesungguhnya perhatian adalah faktor yang penting dalam belajar, perolehan
pengetahuan dan pencapaian ilmu. Al-Quran pula menujukkan pentingnya
perhatian, sebagaimana disebutkan dalam surat al-Muzzamil, bahwa bangun setelah
tidur menjadikan seseorang lebih perhatian terhadap makna-makna al-Quran dan
lebih mengerti terhadapnya.
Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad Saw., Islam
telah menekankan perintah untuk belajar, ayat pertama juga menjadi bukti bahwa Al-
Quran memandang penting balajar agar manusia dapat memahami seluruh kejadian
yang ada di sekitamya sehingga meningkatkan rasa syukur dan mengakui kebesaran
Allah.
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.
Daya nalar yang tercantum dalam ayat tersebut di atas sangat penting, karena
dengan daya nalar yang tinggi manusia mampu mengelola segala potensi yang ada
dalam dirinya untuk mewujudkan insan kamil. Begitu juga dengan proses belajar yang
merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan dan memfungsikan aspek-aspek
fisio-psikis dalam ajaran Islam yang telah ada sejak diciptakannya Adam sebagai
manusia di bumi. Adapun hal pertama yang diajarkan Allah adalah diperkenalkannya
Adam asma (nama-nama).
Pandangan al-Quran terhadap aktivitas pembelajaran, antara lain dapat dilihat
dalam kandungan ayat 31-33 al-Baqarah:
) 31(
) 32(
)33(
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!
7 QS,Az-Zumar: 9
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini".
Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah
berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?"
Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab, ayat ini menginformasikan bahwa manusia
dianugrahi ALLAH potensi untuk mengetahui nama-nama atau fungsi dan
karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, angin dan sebagainya. Dan ia juga
dianugrahi untuk berbahasa. Itulah sebabnya maka pengajaran bagi anak-anak
bukanlah dimulai melalui pengajaran kata kerja, tetapi terlebih dahulu mengenal
nama-nama . Ini ayah, Ibu, anak, pena, buku danlain sebagainya.
Jadi proses pembelajaran Nabi Adam (manusia pada saat awal kehadirannya)
telah sampai pada tahap praekplorasi fenomena alam, dengan pengetahuan mengenali
sifat, karakteristik dan perilaku alam. Hal ini bisa kita perhatikan pernyataan ayat 31 al-
Maidah:
)31(
Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa manusia yang
tidak terdorong untuk belajar (mendapatkan kebenaran), pada dasarnya adalah
mengingkari watak alamiyahnya, karena belajar itu hakikatnya merupakan kebutuhan
asasi manusia. Dorongan ini ada dalam diri manusia untuk menemukan berbagai
hakikat sebagaimana adanya. Artinya manusia ingin mendapatkan pengetahuan
tentang alam dan wujud benda-benda dalam kaadaan sesungguhnya. Teori ini
diperkuat dengan salah satu doa Nabi saw.,
)9 /" (
.
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 13
Ada hal-hal lain yang menekankan perbedaan manusia dengan mahluk lainnya
dengan kemampuannya untuk mempelajari bahasa dan mempergunakannya untuk
mengungkapkan pikirannya. Sebagaimana firman Allah (Q.S. al-Rahman: 3-4), yang
artinya:
Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.
Islam berpandangan bahwa pada hakikatnya, yang melakukan kegiatan
pendidikan itu adalah Allah Taala. Hakikat ini tampak dalam QS AI-Fatihan ayat 2
yang menegaskan, Segala puji bagi Allah Rabb (Pendidik) alam semesta.di antara
alam semesta itu adalah manusia. Tujuan belajar dan pembelajaran dalam Islam ialah
membina manusia agar mampu melakukah penghambaan yang tulus kepada Allah
semata. Ilmu harus selalu berada dalam kontrol iman. Ilmu dan iman menjadi bagian
integral dalam diri seseorang, sehingga dengan demikian yang terjadi adalah ilmu
amaliah yang berada dalam jiwa yang imaniah.
Dengan begitu, teknologi, yang lahir dari ilmu, akan menjadi barang yang
bermanfaat bagi umat manusia di sepanjang masa. Dan inilah yang mesti menjadi
tanggung jawab umat Islam. Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang-teguhi
oleh Umat Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul , maka sebagai dasar maupun
filosofi bagi belajar adalah juga merujuk dari dua sumber tersebut. Strategi
pengembangan ilmu harus mengintensifkan dan mengekstensifkan belajar atau
pendidikan itu sendiri, dengan berbagai sarana dan presaranannya. Proses penafsiran
Al~Quran tidak boleh berhenti. Pengkajian dan penelitian terhadap Al-Quran
seyogyanya rnenjadi kepentingan utama dalam pengernbangan ilrnu dan seluruh
bidang kehidupan. Terhentinya upaya penafsiran, pengkajian atau penelitian terhadap
Al-Quran hakikatnya merupakan kemandegan dalam kehidupan kaum Muslim.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur.
Artinya : Dan kami tidak menurunkan kepadamu al kitab (Al Quran) ini melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Orang (narasumber)
Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui. (Q.S An Nahl:43)
Lingkungan keluarga
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi nasehat kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar. (Q.S Luqman:13)
Lingkungan Sosial
Artinya : Dan orang-orang yang telah menempati kota madinah dan telah
beriman (Ansar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai
orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan
Belajar Mengajar dalam Perspektif Islam | 16
dalam hati mereka terhadap apa-apa di berikan kepada mereka (orang
Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya; mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Al-Hasyr:9)
Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar, asas adalah kebenaran yang menjadi
pokok dasar berfikir, bertindak dan sebagainya dalam hubungannya dengan pembelajaran
quran dan hadist, berarti prinsip yang dimaksud disini adalah dasar pemikiran yang
digunakan dalam mengaplikasikan metode mengajar khususnya quran dan hadist
(Chatib,Muardi dan Paimun, 1982:47).
Mengajar bukanlah tugas yang sangat ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar
guru berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang
memerlukan bimbingan,dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Siswa setelah
mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa
yang sadar tanggung jawab terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan bermoral.
Menurut Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany, prinsip-prinsip mengajar menurut
Islam adalah :
1. Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
2. Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan
pendidikan.
3. Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik
4. Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik.
5. Memperhatikan kepahaman dan hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan
kelanjutannya, pembaharuan dan kebebasan berfikir
6. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak
didik.
7. Menegakkan uswah hasanah.
Al-Quran telah menjelaskan contoh bagaimana manusia belajar lewat metode peniruan,
dalam hal ini dicontohkan ketika Habil dan Qabil berseteru, ketika Habil terbunuh Qabil merasa
perlu untuk menguburkannya, tetapi ia tidak tahu cara untuk menguburkan. Akhirnya Allah
mengutus burung gagak untuk menggali kuburan bagi gagak lain. Allah berfirman yang artinya:
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya, berkata Qabil:
Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat saudaraku ini karena itu jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang
menyesal. (Q-S; al-Maidah: 31).
Al-Quran memuat ajaran, ibadah yang sekiranya masih perlu penganalisaan lebih lanjut
sehingga umat islam mampu memahami ajaran tersebut. Allah mengutus Rasul-Nya untuk
menjelaskan isi al-Quran tersebut sehingga umat islam dapat memahaminya. Rasul sebagai suri
tauladan member contoh-contoh ibadah yang tidak diterangkan oleh al-Quran secara rinci. Allah
SWT berfirman dalam Q-S al-Ahzab, yang artinya:
Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu
yaitu bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah (kedatangan) hari kiamat dan
banyak mengingat Allah
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka
tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Q-S;Ar-Rum; 7)
Adapun metode ketiga yang ditawarkan Islam dalam belajar adalah berfikir. Sebenarnya
dengan jalan berfikir manusi dapat belajar dengan cara untuk mencari jalan keluar dari problem-
problemnya, selain itu dapat mengungkapkan dan menganalisa berbagai peristiwa, serta dapat
menyimpulkan sehingga menemukan teori baru. Sistem belajar dengan metode berfikir bisa
dalam bentuk berdiskusi, dan meminta pendapat dari para ahli adalah salah satu faktor yang dapat
memperjelas pemikiran. Al-Quran sendiri telah mendorong dan memperjelas konsep tersebut
dengan ayat yang menjelaskan tentang musyawarah:
Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan bersama. (Q-S;Ali Imran [3]: 159)
A. Kesimpulan
Belajar adalah kunci penting dalam usaha pendidikan, pada hakekatnya belajar
adalah proses jiwa bukan proses pisik. Oleh karena itu hakekat belajar itu sendiri sulit di
ketahui. Belajar tidak bisa diketahui dari hasilnya saja, karena belajar merupakan proses
panjang sehingga menghasilkan perubahan-perubahan, tingkah laku manusia melalui
fase-fase tertentu. Belajar sangat penting dalam perkembangan manusia, karena dengan
belajar manusia menjadi lebih dewasa dan lebih sempurna dalam memahami sesuatu.
Proses belajar mengajar dalam islam telah terjadi sejak diciptakannya Adam dan
diturunkannya ia ke muka bumi. Dengan proses pengenalan nama-nama benda dan
komunikasi bahasa. Maka tidaklah mengherankan jika ayat pertama turun adalah tentang
membaca (al-Alaq; 1-5). Belajar dalam perspektif Islam meliputi tiga metode; peniruan
(Trial and error), berfikir dan musyawarah. Ketiga metode tersebut memang harus
dilalui oleh manusia dalam tingkatannya.
B. Saran
1. Untuk memahami sistem belajar mengajar yang baik sesuai ajaran islam hendaknya
merujuk pada Al Quran dan As Sunnah.
2. Belajar mengajar memang ditujukan untuk melatih jiwa agar mendapat ridho dari
Allah Swt., tetapi Al Quran juga memerintahkan untuk sejahtera di dunia dan
akhirat. Maka, peserta didik dan pendidik harus mampu menjalankan etika belajar
sesuai syariat islam tanpa harus melupakan realitas kebutuhan biologis manusia
untuk bisa hidup sejahtera di muka bumi ini.
Quraish Shihab, Prof, Dr, Tafsi al-Mishbah , Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
(Pisangan Ciputat: Lentera Hati, 2010)
Murtadla Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta (terj.) , ( Jakarta : Lentera, 2002 ),
M. Quraish Sjhihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir MaudluI Atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1998) h. 433
Gredler, M.E (2007) Learning and Intruction Theory in to Practice. Ohio:Mirril Prentico.
Hall.
Purwodarminto (2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Langgulung
Muhammad B. Isa bin Surais, Abu Isa Al-Jami al Shahih Sunan Turmidzi. Jild II. Daar fik, tt.
Najati Utsman (1997). Al-Quran dan Ilmu Jiwa., alih bahasa, Ahmad Rofi Utsmanani.
Pustaka. Bandung.
Arif Armai, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: CIPUTAT
PRES.