LAPORAN PENDAHULUAN Hemoroid
LAPORAN PENDAHULUAN Hemoroid
LAPORAN PENDAHULUAN Hemoroid
A. DEFINISI
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner &
Suddarth, 2002)
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran
pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut
disebut sebagai venecsia atau varises di daerah anus atau perianus. Pelebaran
pembuluh darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam
susunan pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah,
tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal (Smeltzer,
2001).
B. ETIOLOGI
Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organic kelainan
organik yang menyebabkan gangguan adalah :
a. Hepar sirosis hepatis
Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena
ke hepar sehingga terjadi hipertensi portal. Maka akan terbentuk
kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis.
b. Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis.
c. Tumor intra abdomen, terutama didaerah pelvis, yang menekan
vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus
tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.
2. Idiopatik, tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor -
faktor penyebab timbulnya hemoroid. Faktor faktor yang mungkin
berperan :
a. Keturunan atau heriditer
Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh
darah dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup. Sehingga
darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di
pleksus hemoroidalis.
c. Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat
antara lain :
1) Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk dimana
gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.
2) Gangguan defekasi dan miksi.
3) Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
4) Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.
3. Faktor predisposisi yaitu : Herediter, Anatomi, Makanan, Pekerjaan,
Psikis dan Senilis, konstipasi dan kehamilan.
4. Faktor presipitasi adalah faktor mekanisme (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.
Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi salling
berkaitan.
C. PATOFIOLOGI
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah
anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan
beban. Namun apabila distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena
berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa
disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor
rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak
memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa
menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena
sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan
peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan
mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan
menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan
tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat,
berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari
pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi
yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).
D. PATHWAY
1. Pre Hemoroidektomi
2. Post Hemoroidektomi
E. KLASIFIKASI
Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya :
1. Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis
interna yang kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam
massa jaringan yang mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena.
Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III dan IV sebagai
berikut :
a. Derajat I
Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal
anus dan hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat II
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan
c. Derajat III
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk kembali ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat IV
Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark
2. Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid
eksterna dibagi menjadi :
a. Hemoroid akut
Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan merupakan suatu
hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis atau skin tag
Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Hemoroid
Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal
menurut Mansjoer (2000) diantaranya :
a. Hemoroid internal
Prolaps dan keluar mukus
Perdarahan rektal
Rasa tidak nyaman
Gatal
a. Hemoroid eksternal
Rasa terbakar
Nyeri (jika mengalami trombosis)
Gatal
2. Post Hemoroidektomi :
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat
Konstipasi
b. Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid
adalah :
1. Anoskopi
Untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid
2. Sigmoidoskopi
Anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa
banding untuk perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman seperti pada fisura
anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker
3. Pemeriksaan Barium Enema X-Ray
Pemeriksaan ini dilakukan apda pasien dengan umur diatas 50 tahun dan
pasa pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan
terhadap hemoroid
H. PENATALAKSANAAN
Pasien yang dirawat dengan diagnosa post operasi hemoroidektomi
harus diperlakuakn langsung sebagai pasien, dan berikan pengobatan sebagai
berikut :
1. Konservatif
a. Farmakoterapi, obat-obat farmakoterapi dibagi atas 4 yaitu :
Obat memperbaiki defekasi : Suplemen serat (fiber
supplement), pelincir atau pelicin tinja (stool softener)
Obat simtomatik : Bertujuan menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, pengurangan keluhan sering
dicampur pelumas (lubricant) vasokontriktor, dan antiseptik
lemah. Anastesi lokal digunakan untuk menghilangkan nyeri
serta diberikan kortikosteroid.
Obat menghentikan perdarahan : Dapat diberikan psylium
yang digunakan untuk menghentikan perdarahan pre dan post
op hemoroidektomi.
Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid :
Diberikan diosminthesperidin untuk memperbaiki gejala
inflamasi, kongesti, edema dan prolaps.
b. Non Farmakoterapi
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola
makan dan minum, perbaikan pola / cara defekasi dengan
mengusahakan buang air besar tiap hari (bowel manajemen
program) terdiri dari diet atau pemberian diet tinggi serat jika di
indikasikan (makanan berserat), cairan (minimal 30-40
ml/kgBB/hari), serat tambahan (suplemen serat ), pelicin feses serta
perubahan perilaku buang air besar seperti mengejan yang
berlebihan, rendam duduk dengan PK dapat dilakukan serta
mobilisasi guna mempercepat penyembuhan.
2. Operatif
a. Sclero terapi dilakukan dengan agen sclerosing diantara sekitar
vena yang akan memproduksi reaksi inflamasi dan menimbulkan
fibrosis. Prosedur ini dapat dilakukan dengan pasien rawat jalan
dengan anjuran 1-4 x injeksi pada pasien selama 5-7 hari , dan
kemudian agen tersebut dapat menimbulakan jaringan parut pada
kanal anus.
b. Hemoroidektomi dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa vena hemoroidalis yang melebar yang terlihat dalam
proses ini. Selama pembedahan, spingter rectal biasaya didilatasi
secara digital dan hemorid diangkat dengan klem dan kauter atau
dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
c. Laser Nd : YAG digunakan dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksterna. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan
nyeri, hemoragi dan abses jaringan serta jarang menjadi
komplikasi pada periode pasca-operatif.
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan,
kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit perawatan diri NOC : NIC :
Berhubungan dengan : penurunan atau Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
kurangnya motivasi, hambatan lingkungan, (ADLs) Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
kerusakan muskuloskeletal, kerusakan mandiri.
neuromuskular, nyeri, kerusakan persepsi/ Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kognitif, kecemasan, kelemahan dan selama . Defisit perawatan diri teratas kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
kelelahan. dengan kriteria hasil: Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
Klien terbebas dari bau badan melakukan self-care.
DO : Menyatakan kenyamanan terhadap Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
ketidakmampuan untuk mandi, kemampuan untuk melakukan ADLs normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
ketidakmampuan untuk berpakaian, Dapat melakukan ADLS dengan Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
ketidakmampuan untuk makan, bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
ketidakmampuan untuk toileting Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
Immune Status Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko : Knowledge : Infection control Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif Risk control Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan keperawatan
paparan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama pasien tidak mengalami Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Peningkatan paparan lingkungan patogen infeksi dengan kriteria hasil: umum
- Imonusupresi Klien bebas dari tanda dan gejala Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan Menunjukkan kemampuan untuk Tingkatkan intake nutrisi
respon inflamasi) mencegah timbulnya infeksi Berikan terapi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik Jumlah leukosit dalam batas normal Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi Menunjukkan perilaku hidup sehat Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi Status imun, gastrointestinal, Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan,
- Pertahan primer tidak adekuat genitourinaria dalam batas normal panas, drainase
(kerusakan kulit, trauma jaringan, Monitor adanya luka
gangguan peristaltik) Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Kehilangan volume cairan secara aktif Hydration Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
- Kegagalan mekanisme pengaturan Nutritional Status : Food and Fluid nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
Intake Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
DS : Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
- Haus Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam
DO: selama.. defisit volume cairan teratasi Kolaborasi pemberian cairan IV
- Penurunan turgor kulit/lidah dengan kriteria hasil: Monitor status nutrisi
- Membran mukosa/kulit kering Mempertahankan urine output sesuai Berikan cairan oral
- Peningkatan denyut nadi, penurunan dengan usia dan BB, BJ urine normal, Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50
tekanan darah, penurunan Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam 100cc/jam)
volume/tekanan nadi batas normal Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Pengisian vena menurun Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
- Perubahan status mental Elastisitas turgor kulit baik, membran meburuk
- Konsentrasi urine meningkat mukosa lembab, tidak ada rasa haus Atur kemungkinan tranfusi
- Temperatur tubuh meningkat yang berlebihan Persiapan untuk tranfusi
- Kehilangan berat badan secara tiba-tiba Orientasi terhadap waktu dan tempat Pasang kateter jika perlu
- Penurunan urine output baik Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
- HMT meningkat Jumlah dan irama pernapasan dalam
- Kelemahan batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
DAFTAR PUSTAKA