Tugas Besar Metalografi
Tugas Besar Metalografi
Tugas Besar Metalografi
PENDAHULUAN
Dengan adanya tujuan tersebut, maka manfaat yang akan diperoleh yaitu :
1. Dapat mengetahui suatu logam atau paduannya yang mempunyai
kekuatan yang tinggi dan ekonomis.
2. Dapat diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan
kebutuhan industri.
3. Dapat mengoperasikan mikroskop untuk pengamatan pada bahan yang
lain.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Shank merupakan bagian connecting rod antara small dan big end,
berbentuk I-beam yang kuat dan kaku.
Crankshaft journal bore dan cap terletak pada bagian ujung besar (big
end) connecting rod. Sedangkan Komponen ini membungkus crankshaft
bearing journal dan mengikatkan connecting rod ke crankshaft.
Bolt dan nut rod mengunci rod dan cap pada crankshaft, disebut crank
end atau big end dari connecting rod.
Big-end bearing connecting rod terdapat pada crank-end. Crankshaft
berputar didalam bearing connecting rod, yang membawa beban.
Connecting rod memindahkan gaya hasil pembakaran ke crankshaft dan
mengubah gerakan naik turun menjadi gerak putar.
5
2.1.5 Baja Karbon
Baja merupakan perpaduan antara besi (Fe) dan karbon (C). Besi adalah
elemen metal dan karbon adalah alamen non metal. Baja sendiri digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu baja bukan paduan (yang hanya terpadu dengan
karbon saja) dan baja paduan (yang terpadu dengan elemen-elemen lain sesuai
dengan kebutuhan dan sifat yang dikehendaki). Elemen paduan yang ditambakan
itu sendiri terdiri dari Mangan, Chrome, Nickel, Wolfram, Silisium, dan lainnya.
Besi Carbide/ Karbon juga dinamakan Zementit.
Prosentase jumlah karbon yang ada di besi sangat berpengaruh juga
terhadap kekerasan dari baja itu sendiri.
1. Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besarlah flek hitam
(Flek-perlit) dan bersama itu berkuranglah flek putih (Ferrit atau besi
murni).
2. Pada kadar karbon mencapai 0.85%, maka besi dalam keadaan jenuh
terhadap karbon. Struktur tersebut dinamakan Perlit Lamelar, yaitu
campuran yang sangat halus yang berbentuk batang kristal. Campuran
kristal tersebut terdiri dari Ferrit dan Zementit.
3. Jika kadar karbon bertambah besar, zementit akan berkurang dan flek
perlit akan berlambah. Kadar jenuh karbon sebesar 0.85% yang berdampak
bertambah juga kekerasan dari baja.
6
memiliki sifat mach ability yang rendah dan biasanya digunakan untuk konstruksi
jembatan, bangunan, dan lainnya.
9
6. Heat Treatment, ada tiga proses yang dilakukan dalam heat treatment,
yaitu:
Carburizing, proses ini dilakukan untuk mendapatkan kekerasan dan
mengurangi keausan hanya pada small end dan big end. Pada
connecting rod, carburizing dilakukan hanya pada small end dan big
end karena bagian tersebut yang mendapatkan beban yaitu beban
rolling dan sliding.
Quenching, proses carburizing yang mencapai suhu austenit
didinginkan melalui proses quenching sehingga didapatkan struktur
martensit yang keras.
Tempering, struktur martensite hasil dari proses quench bersifat keras
tapibritlle, untuk mengatasi agar sifat bahan menjadi tangguh,
dilakukan proses tempering. Proses ini menyebabkan karbon
membentuk karbida didalam martensit sehingga didapatkan martensit
yang tangguh walaupun mengurangi sedikit kekerasannya.
7. Final Inspection, pemeriksaan akhir untuk mengetahui ada tidaknya cacat
karena produksi sehingga didapatkan hasil yang bisa digunakan oleh
konsumen.
10
2.2.2 Pengujian KEKERASAN
Uji kekerasan berfungsi untuk mengetahui nilai kekerasan dari material uji.
Kekerasan suatu bahan merupakan kemampuan bahan dalam menghambat
deformasi plastik yang terjadi (dalam bentuk lekukan kecil atau goresan). Uji
kekerasan ada 3, yaitu:
1. Kekerasan Goresan (Scracth Hardness)
Proses pengukuran kekerasan goresan adalah dengan mengukur kedalaman
atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores
yang terbuat dari intan dan diberi baban terbatas.
2. Kekerasan Pantulan (Rebound Hardness)
Proses pengukuran kekerasan pantulan dilakukan dengan cara menjatuhkan
penumbuk ke permukaan logam. Alat uji kekerasan pantulan yang sering
dilakukan adalah Skeleroskop Shore dimana nilai kekerasannya dinyatakan
dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
3. Kekerasan Lekukan (Indentation Hardness)
Uji kekerasan ini menggunakan indenter kecil yang dikenakan gaya ke
permukaan benda uji. Dengan penerapan kondisi pembebanan terkontrol. Hasil
penetrasi indenter ini akan menunjukkan kekerasan material tersebut. Jenis uji
kekerasan lekukan (Indenter Hardness) adalah:
a. Uji Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur dangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan
piramid yang saling berhadapan adalah 136. Karena bentuk penumbuknya
pyramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramid intan.
Angka kekerasan piramid intan (DPH) atau angka kekerasan Vickers (VHN atau
VPH) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. DPH dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
2 sin ( 2) 1,875
= =
2 2
Dimana: P = beban yang diterapkan (Kg)
L = panjang diagonal rata-rata (mm)
11
= sudut antara permukaan intan yang berhadapan (136)
14
b. Pengamatan metalografi mikro.
Pengamatan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali. Pengujian
mengenai struktur bahan melalui pembesaran dengan menggunakan
mikroskop khusus metalografi. Dengan pengujian mikro struktur, kita
dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat
proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.
15
Pada metalografi yang diperoleh dengan suatu analisa kimia dan metalografi
logam atau paduannya dan potongannya. Disebabkan oleh pembawan heteroen
dari logam tersebut. Pembawaan ketidak homogenan dalam suatu logam lebih
ditentukan dengan macroetching dan pemasarannya dapat dilakukan dengan
menggunakan luas power mikropis, ini dinotasikan olah jenis metalografi data
yang diperlukan atau dibutuhkan.
Pengamatan microetching dapat memberikan gambaran kondisi dalam
mental yang berhubungan dengan satu arah lebih. Untuk hal-hal berikut:
1. Crystalin Heterogencity, hadir dan meluas yang tergantung pada jalannya
solidifikasi akan tumbuhnya kristalin dari logam atau paduannya.
2. Chemicalin Heterogencity, disebabkan oleh tidak berisinya logam atau
padannya dan lokasi pemisah dari susunan kimia tertentu. Pemisah serupa
dapat dengan sengaja (karbon dalam permukaan baja selama proses
karburasi).
3. Mechanical Heterogencity, timbul dari Cold working atau setiap proses
yang menimbulkan tegangan-tegangan permanen dalam logam yang
dituangi.
Selama proses makro suatu logam atau paduannya terdiri dari tiga langkah,
yaitu:
1. Mendapatkan sampel logam yang sesaat untuk tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan microetching teradap penampang yang boleh disiapkan atau
belum disiapkan agar tidak mengalami kesulitan nanti.
3. Menyiapkan secara hati-hati permukaan yang akan dietsa dan kemudian
diperiksa (tidak terlalu layak atau perlu).
2. Pemotongan sampel
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:
1) Pematahan: untuk bahan getas dan keras
2) Pengguntingan: untuk baja karbon rendah yang tipis dan linak
3) Penggergajian: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
4) Pemotongan abrasi
17
4. Pemasangan sampel (mounting)
Pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran yang kecil
dan tipis, dengan tujuan mempermudah pemegangan benda uji ketika dilakukan
tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan dan polishing. Prosedur
mounting dilakukan apabila sampel terlalu kecil, tak beraturan, sangat lunak mdah
pecah dan berongga. Caranya adalah dengan meletakkan sampel ke dalam cetakan
mounting, lalu masukkan resin yang telah dicampur dengan hardener. Larutan
mounting harus memiliki sifat:
Tidak beraksi dengan sampel.
Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk
padatnya
Adhesi yang baik dengan sampel
Kekuatan dan ketahanan yang sama besar dengan sampel
Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus
ada dibagian bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan
mounting telah siap dan sampel telah siap dipreparasi dengan langkah
berikutnya.
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-
material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan
panas (1490 derajat C) pada mold saat mounting.
18
5. Pengamplasan
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
sampel yang akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu
dengan memakai amplas kasar hingga amplas halus. Pengamplasan kasar
dilakukan dengan menggunakan amplas dimulai dengan grid 60#, hingga
pengamplasan halus menggunakan amplas sampai grid 5000#.
19
6. Pemolesan
Pemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permuaan
sampel yang akan diamati setelah pengamplasan. Seperti halnya pengamplasan,
pemolesan dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan halus. Pemolesan kasar
menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 - 3 m, sedangkan pemolesan
halus menggunakan abrasive sekitar 1 m atau dibawahnya. Sebelum pemolesan
dilakukan, sampel terlebih dahulu dibersihkan dengan air. Pemolesan dimulai
dengan menyalakan mesin poles sambil dialiri air. Sampel digerakkan secara
radial dengan bagian permukaan sampel yang telah dipoles harus dilihat secara
berkala. Berikutnya dilakukan pemolesan halus dengan cara yang sama seperti di
atas tetapi dengan menganti air dengan autosol.
7. Etsa (etching)
Etsa/etching dilakukan dengan mengikis daerah batas butir sehingga
struktur bahan dapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat
etsa bereaksi dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda
tergantung pada batas butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel. Sampel
yang akan dietsa haruslah bersih dan kering. Selama etsa, permukaan sampel
diusahakan harus selalu erendam dalam etsa. Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak sampai gosong karena
pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu sebelum dietsa, sampel sebaiknya
diolesi alkohol untuk memperlambat reaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat
etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya
disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Zat etsa yang umum digunakan untuk besi cor ialah nital. Zat etsa bereaksi
dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda tergantung pada batas
butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak menjadi gosong karena
pengikisan yang terlalu lama. Untuk logam besi biasanya digunakan larutan Nital
5% (5%HNO3)
20
Langkah-langkah pengetsaan spesimen, yaitu :
a. Benda kerja yang telah dipoles dicuci dengan air bersih yang mengalir
dan dikeringkan dengan kain atau sejenisnya.
b. Setelah permukaan bersih dan kering, teteskan larutan etsa
secukupnya.
c. Amati reaksinya yang terjadi, akan terjadi perubahan kimia yag
ditandai dengan perubahan warna abu- abu atau kehitaman.
d. Kemudian cuci dengan air.
e. Kemudian di swap/usapkan deterjen pada spesimen menggunakan
kapas.
f. Setalah itu bilas benda uji dengan menggunakan alcohol.
g. Terakhir keringkan dengan menggunakan uap panas dari hair dry.
21
BAB III
METODOLOGI
2. Pemotongan Sampel
Teknik pemotongan sampel dilakukan dengan menggunakan mesin
gerinda atau gergaji, setelah dilakukan pemotongan maka ratakan
permukaan bekas pemotongan menggunakan kikir.
22
3. Mounting
Pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran yang
kecil dan tipis, dengan tujan mempermudah pemegagan benda uji ketika
dilakukan tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan polishing.
Bahan-bahan yang disiapkan :
1) Resin
2) Hardener
3) Cetakan
4) Benda uji
Langkah-langkah mounting :
1. Siapkan alat dan bahan
2. Bersihkan cetakan dari kotoran dan minyak
3. Letakan benda uji pada cetakan. Posisikan permukaan yang halus
menghadap kebawah.
4. Tuangkan resin secukupnya pada wadah lain. Teteskan harderner
sebanyak 5 tetes. Kemudian aduk hingga rata.
5. Tuangkan resin yang sudah diaduk dengan hardener ke cetakan.
6. Tunggu hingga resin mengeras sekitar 3 jam.
7. Buka cetakan perlahan menggunakan cutter atau pisau.
5. Pemolesan
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan specimen yang rata
dan mengkilap, tidak boleh ada goresan selama pengujian. Tahap ini
menggunakan kain beludru dan autosol.
24
8. Keringkan spesimen di udara panas menggunakan electric drying
machine.
9. Pengetsaan(etching)
a) Bahan etsa yang dipakai untuk Baja Karbon Medium (Connecting
Rod)
25
c) Langkah-langkah Pengetsaan :
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pengetsaan, yaitu :
1. Siapkan spesimen yang sebelum dietsa tadi
2. Usapkan/celupkan specimen pada campuran zat kimia etsa makro
yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Setelah didapatkan
permukaan agak buram, angkat spesimennya lalu siram
menggunakan air bersih. Kemudian di swap/usapkan deterjen pada
spesimen menggunakan kapas.
1) ETSA MAKRO
Etsa Makro
450x
Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur makro dengan pembesaran 450x.
Terlihat bintik bintik hitam yang teridentifikasi dengan dugaan terdapat Korosi
sumuran (pitting corrosion) pada spesimen ini. Namun pada struktur makro ini
belum begitu terlihat jelas dikarenakan masih pada kondisi pengamplasan grid
kasar (#800) dan pada pembesaran makro yang belum bisa menunjukkan secara
detail.
27
2) ETSA MIKRO
1. Titik 1
(a) (b)
Gambar 17. (a) Titik 1 sebelum Etsa, (b) Titik 1 Sesudah Etsa
Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 1 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 1 SEBELUM
DIETSA,
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 1 SEBELUM
DIETSA,
28
Terlihat perbedaan struktur mikro ketika spesimen sebelum dietsa dan
setelah dietsa. Menurut analisa saya dari beberapa sumber distruktur mikro setelah
etsa nampak butir pearlite (pada gambar berwarna hitam atau gelap) lebih
dominan dibanding butir ferrite (pada gambar berwarna terang).
Namun sebagian permukaan ada bentuk menyerupai cekungan atau dapat
disebut korosi sumuran (fitting corrosion) dengan orientasi lebar dan dangkal
(gambar b). Hal ini terjadi karena butir air menggenang lebih lama diatas
permukaan atau dapat disebut juga dengan mekanisme sumuran akibat aerasi
diferensial. Ion hidroksil di daerah katoda terdifusi dengan ion besi, sehingga
terjadi pengendapan produk korosi yang tidak larut disekitar butir air. Karena
oksigen berkurang maka permukaan di daerah butir air menjadi anoda akibatnya
logam larut di bagian tengah butir air dan meningkatkan laju korosi, reaksi ion
logam dengan ion hidroksil menghasilkan hidroksida ferrous (Fe(OH)- )dan
menyebabkan penumpukan produk korosi berwarna karat-merah Fe2O3. Endapan
produk korosi Fe (OH)3 tidak larut dalam air oleh karena itu mengendap yang
disebut juga dengan karat, terdapat dalam besi di lingkungan udara.
Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan lapisan pasif
di permukaan bahan pada antar muka lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan
pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan
menyebabkan lapisan pasif pecah dan terjadi korosi sumuran. Karena suatu
pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi)
maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat
dibandingkan lainnya. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi
terjadinya sangat kecil tetapi dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan atau
struktur patah mendadak.
Cara Pencegahan:
1. Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan
air pada permukaan logam
2. Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating
baik organic maupun yang organic
3. Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
29
4. Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab
dampak korosi
5. Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi
tersebut terjadi
30
2. Titik 2
(a) (b)
Gambar 19. (a) Titik 2 sebelum Etsa, (b) Titik 2 Sesudah Etsa
Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 2 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,
31
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,
32
3. Titik 3
(a) (b)
Gambar 21. (a) Titik 3 sebelum Etsa, (b) Titik 3 Sesudah Etsa
Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 3 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 3 SEBELUM
DIETSA,
33
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari analisa dan pembahasan dalam tugas makalah ini maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian khususnya untuk spesimen baja karbon menegah pada
connecing rod terbentuk korosi sumuran (fitting corrosion).
2. Baja karbon medium mempunyai kandungan karbon (C) 0,35% 0,5%.
3. Hasil penelitian masih belum terlalu jelas dikarenakan spesimen masih
banyak goresan bekas proses pengampelasan.
4. Ada beberapa titik pada pengambilan gambar struktur mikro yang tidak
lengkap untuk daerah logamnya, kemungkinan dikarenakan zat kimia etsa
yang digunakan kurang tepat sehingga zat kimia tidak bisa merata pada
saat proses pengetsaan pada spesimen.
5.2 SARAN
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis korosi atau
laju korosi yang terjadi pada setiap spesimen dikarenakan jika hanya
melihat sumber masih belum jelas apa yang terjadi pada spesimen
yang diuji.
2. Perlu diperhatikan ketika proses pengetsaan jangan sampai overetch
karena bisa menyebabkan spesimen berwarna gelap (mutung) sehingga
tidak bisa dilihat hasilnya di mikroskop optik.
3. Lebih diperhatikan lagi untuk proses pengampelasan agar tidak terlihat
goresan ketika spesimen diuji
4. Pehatikan safety ketika melakuka proses pengetsaan
35
DARTAR PUSTAKA
http://boo-cah.blogspot.co.id/2013/09/pengujian-struktur-mikro.html
http://iyanarafah.blogspot.co.id/2010/11/praktikum-metalografi.html
http://aldirizaldii.blogspot.co.id/2014/02/laporan-praktikum-metalurgi-fisik.html
http://buatan-danny.blogspot.co.id/2015/04/laporan-metalografi.html
36