Tugas Besar Metalografi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik mikro
struktur dan makro struktur terhadap suatu logam, paduan logam dan material
lainnya serta hubungannya dengan sifat-sifat material, atau biasa juga dikatakan
suatu proses untuk mengukur suatu material baik secara kualitatif maupun
kuantitatif berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari material yang
diamati. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat
penting untuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat
fisik dan mekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan
berbeda pula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan
meningkat. Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam
menjadi ulet atau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi
oleh komposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut serta proses
yang dialaminya.
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu
logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan
metalografi dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran
dengan perbesaran 10 kali atau lebih kecil.
2. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran
1000 kali.
Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam tersebut
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop
optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi.
Tujuannya adalah agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan jelas,
karena sangatlah penting hasil gambar pada metalografi. Semakin sempurna
preparesi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh. Adapun
tahapan preparasinya meliputi pemotongan, mounting, pengampelasan, polishing
dan etching (etsa).
1
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum ini yaitu :
1. Untuk mengetahui tujuan serta mampu melakukan pengujian
metalografi.
2. Untuk mengetahui proses serta menjelaskan langkah-langkah dari
pengujian metalografi.
3. Untuk mengetahui bahan serta alat yang digunakan pada pengujian
metalografi.
4. Untuk Menjelaskan hubungan antara struktur mikro dan karakteristik
butir terhadap suatu bahan.

Dengan adanya tujuan tersebut, maka manfaat yang akan diperoleh yaitu :
1. Dapat mengetahui suatu logam atau paduannya yang mempunyai
kekuatan yang tinggi dan ekonomis.
2. Dapat diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan
kebutuhan industri.
3. Dapat mengoperasikan mikroskop untuk pengamatan pada bahan yang
lain.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pandangan Umum


2.1.1 Definisi Connecting Rod
Connecting Rod atau Batang torak adalah suatu komponen utama
mesin yang berfungsi untuk menghubungkan piston ke crankshaft (poros engkol).
Connecting Rod dapat mengubah gerak lurus piston mejadi gerak putar pada poros
engkol lalu memindahkan gaya piston dari hasil pembakaran ke poros engkol dan
membangkitkan momen putar pada poros engkol.
Bagian ujung connecting rod yang berhubungan dengan pin piston disebut
small end. Sedangkan yang berhubungan dengan poros engkol disebut big end.
Poros engkol berputar pada kecepatan tinggi di dalam big end, dan mengakibatkan
temperatur menjadi naik.
Untuk menghindari hal tersebut, maka metal dipasangkan dalam big end.
Metal ini dilumasi dengan oli dan sebagian dari oli ini dipercikkan dari lubang oli
ke bagian dalam piston utuk mendinginkan piston atau torak.

Gambar 1.Connecting Rod atau Batang torak

2.1.2 Bagian-bagian Connecting Rod


Berikut ini bagian- bagian daripada connecting rod, antara lain :
Rod eye, gudgeon-end atau small end berfunsgi sebagai penahan piston
pin bushing
Piston pin bushing. Bushing merupakan jenis bearing yang
mendistribusikan beban dan dapat diganti bila aus.

3
Shank merupakan bagian connecting rod antara small dan big end,
berbentuk I-beam yang kuat dan kaku.
Crankshaft journal bore dan cap terletak pada bagian ujung besar (big
end) connecting rod. Sedangkan Komponen ini membungkus crankshaft
bearing journal dan mengikatkan connecting rod ke crankshaft.
Bolt dan nut rod mengunci rod dan cap pada crankshaft, disebut crank
end atau big end dari connecting rod.
Big-end bearing connecting rod terdapat pada crank-end. Crankshaft
berputar didalam bearing connecting rod, yang membawa beban.
Connecting rod memindahkan gaya hasil pembakaran ke crankshaft dan
mengubah gerakan naik turun menjadi gerak putar.

Gambar 2.Bagian-bagianConnecting Rod

2.1.3 Beban yang Diterima Connecting Rod


Pada umumnya, connecting rod dibuat menggunakan proses casting atau
forging dan menerima beban yang bervariasi, seperti :
1. Beban kompresi pada arah longitudinal. Kerusakan yang terjadi pada
connecting rod disebabkan oleh stress, yang dihasilkan dari beban
kompresi yang besar dan terjadi pada saat pembakaran di ruang
bakar.
2. Beban tarik yang lain, seperti perubahan kecepatan pada piston.
4
3. Beban bending pada lengan connecting rod, seperti pada saat
pergerakan osilasi dari poros pin small end maupun big end.
Frekuensi dari peningkatan beban dengan cepat tergantung pada
meningkatnya putaran dari mesin. Dalam banyak kasus, kegagalan dari mesin
dikarenakan oleh rusaknya connecting rod dan kadang kadang kerusakan terjadi
pada lengan dari connecting rod maupun pada small end dan big end.
Oleh karena itu, batang torak harus dibuat seringan mungkin agar massa
kelembamannya kecil, dan tahan terhadap tekukkan, tekanan maupun puntiran
dengan demikian biasanya konstruksi batang torak dibuat dengan profik I,
karena bentuk ini mempunyai kekuatan yang tinggi dan stabil serta bobotnya
relative kecil.

2.1.4 Material connecting rod


Ditinjau dari kondisi sistem kerjanya maka pemilihan material dan proses
pembentukan dalam proses produksi connecting rod sangatlah penting, dimana
material harus dapat memenuhi syarat-syarat diantaranya : tahan terhadap suhu
tinggi, kekuatan tahan aus dimana proses pembentukan yang dipilih adalah proses
penempaan. Pada proses produksi ini ada beberapa hal yang direncanakan antara
lain menentukan volume dan berat benda kerja, perhitungan gaya yang terjadi dan
daya yang bekerja pada setiap tahapan proses penempaan dan menentukan
dimensi dan toleransi pada proses pemesinan.
Bahan yang akan digunakan pada proses produksi connecting rod adalah
baja dengan standart SAE 4140 yang mempunyai kekuatan tarik = 100 Kg/mm,
serta mengandung unsur paduan antara lain : Carbon (0,38%-0,43%), Mangan
(0,75%-1,0%), Phosfor (<0,040%), Sulphur (<0,040%), Silikon (0,20%-0,35%),
Chromium (0,80%- 1,10%).
Bahan Connecting rod berawal dari batangan alloy steel sepanjang 2m.
Alasan digunakannya bahan alloy steel adalah lebih kuat, tahan karat dan mudah
dalam proses pemotongan. Kemudian batangan dipotong menjadi batangan-
batangan kecil.

5
2.1.5 Baja Karbon
Baja merupakan perpaduan antara besi (Fe) dan karbon (C). Besi adalah
elemen metal dan karbon adalah alamen non metal. Baja sendiri digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu baja bukan paduan (yang hanya terpadu dengan
karbon saja) dan baja paduan (yang terpadu dengan elemen-elemen lain sesuai
dengan kebutuhan dan sifat yang dikehendaki). Elemen paduan yang ditambakan
itu sendiri terdiri dari Mangan, Chrome, Nickel, Wolfram, Silisium, dan lainnya.
Besi Carbide/ Karbon juga dinamakan Zementit.
Prosentase jumlah karbon yang ada di besi sangat berpengaruh juga
terhadap kekerasan dari baja itu sendiri.
1. Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besarlah flek hitam
(Flek-perlit) dan bersama itu berkuranglah flek putih (Ferrit atau besi
murni).
2. Pada kadar karbon mencapai 0.85%, maka besi dalam keadaan jenuh
terhadap karbon. Struktur tersebut dinamakan Perlit Lamelar, yaitu
campuran yang sangat halus yang berbentuk batang kristal. Campuran
kristal tersebut terdiri dari Ferrit dan Zementit.
3. Jika kadar karbon bertambah besar, zementit akan berkurang dan flek
perlit akan berlambah. Kadar jenuh karbon sebesar 0.85% yang berdampak
bertambah juga kekerasan dari baja.

Jenis Baja Karbon Berdasarkan Presentasenya


Baja karbon berdasarkan prosentase kadar karbonnya dikelompokkan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Baja karbon rendah
Kandungan karbon pada baja ini antara 0.10 sampai 0.25%. Karena kadar
karbon yang sangat rendah maka baja ini lunak dan tentu saja tidak dapat
dikeraskan, dapat ditempa, dituang, mudah dilas dan dapat dikeraskan
permukaannya (case hardening). Baja dengan prosentase karbon debawak 0.15%

6
memiliki sifat mach ability yang rendah dan biasanya digunakan untuk konstruksi
jembatan, bangunan, dan lainnya.

2. Baja karbon menengah/Medium


Kandungan karbon pada baja ini antara 0.25 sampai 0.55%. Baja jenis ini
dapat dikeraskan dan di-tempering, dan dilas dan mudah dikerjakan pada mesin
dengan baik. Penggunaan baja karbon menengah ini biasanya digunakan untuk
poros/as, engkol, dan sparepart lainnya.
Struktur mikro baja karbon medium dari gambar dibawah ini terlihat fasa
ferit dan perlit. Fasa ferit adalah fasa yang terlihat berwarna terang, fasa ini
mempunyai mempunyai sifat lunak. Sedangkan fasa perlit yang terlihat berwarna
gelap adalah lapisan ferit dan sementit, fasa ini mempunyai sifat mampu mesin
yang baik.

Gambar 3. Mikrostruktur Baja Karbon Medium


3. Baja karbon tinggi
Kandungan karbon tinggi pada baja ini antara 0.55 sampai 0.70%. Karena
kadar karbon yang tinggi maka baja ini lebih mudah dan cepat dikeraskan dari
pada yang lainnya dan memiliki kekerasan yang baik, tetapi susah dibentuk pada
mesin dan sangat susah untuk dilas. Penggunaan baja ini untuk pegas/per, dan
alat-alat pertanian.
2.1.6 Proses Produksi Connecting Rod Mobil L300
Proses produksi connecting rod dengan metalurgi serbuk menggunakan
penempaan yang dilakukan secara umum adalah melalui tahap edging, blocking,
finishing, pada tahap ini terjadi pembentukan sirip sepanjang sisi connecting rod.
Setelah proses penempaan selesai maka akan dilakukan proses pemotongan sirip
dengan proses trimming dan dilanjutkan dengan proses permesinan yaitu milling
dan drilling.
7
Proses pembentukan connecting rod dengan cara pemukulan/penekanan
termasuk jenis closed die forging. Peralatan yang digunakan yaitu; Drop Hammer,
Hidraulic, dan sekrup penekan.
Prosesnya Closed-die forging dengan flash
Tahapan dalam proses pembuatan Forged Connecting Rod definisinya :
Bahan awal tempa dibuat dari densifikasi bahan dasar yang dipanaskan secara
terus-menerus dengan proses sekali pukul. Sehingga strukturnya sangat padat dan
sesuai untuk pemakaian yang tinggi dimana daya tahan yang tinggi dan kekuatan
diperlukan.
Langkah awal dari proses ini yaitu untuk menyeragamkan bentuk dari bahan
tempa menyerupai bentuk akhir. Kemudian dipanaskan di dalam dapur yang
terkontrol. Kebanyakan dalam produksi otomatis, bahan dipanaskan kemudian
dilanjutkan dengan proses penempaan pada cetakan agar menghasilkan bentuk
struktur yang padat. Bahan dikontrol secara intensif agar mengisi cetakan secara
penuh dan meminimalisasi material yang terbuang (flash) yang biasanya terjadi
pada penempaan umum. Hemat energi adalah keuntungan dari proses tempa yang
langsung diikuti dengan proses pemanasan, mengurangi pemanasan kembali.

Gambar 4. Bagan Produksi Connecting Rod


8
Pembuatan connecting rod melalui beberapa tahap, seperti yang ditampilkan
pada gambar 4. Penjelasan dari bagan tersebut sebagai berikut:
1. Material, pemilihan jenis material sesuai dengan besar kapasitas dari
kendaraan.
2. Cutting of Material, memotong besar dan panjang dari material yang
sesuaidengan jenis kendaraan.
3. Hot Forging, setelah pemotongan material dilakukan selanjutnya diproses
tempa atau hot forging dimana temperaturnya diatas suhu kristalisasi.
Penekan dan cetakan dipanaskan, sementara bahan (billet) dipanaskan
didalam oven, Temperatur pemanasan sama dengan temperatur penekan
dan cetakan yaitu sekitar 11000C 12500C. Kemudian bahan alloy steel
(billet) dikeluarkan dari oven dan diletakkan di atas penekan. Proses
penekanan dilakukan dengan besar tekanan 2000 ton sehingga membentuk
bentuk dasar dari connecting rod.
4. Oven, Setelah proses pendinginan, connecting rod dimasukkan kedalam
oven lagi sebanyak dua kali. Proses yang pertama bertujuan untuk
memperkuat logam dengan temperatur yang tinggi. Proses yang kedua
dilakukan untuk menstabilkan logam dengan temperature rendah.
5. Machining, yaitu proses yang dilakukan adalah proses pembubutan dan
proses milling untuk mendapatkan ukuran yang tepat sebelum dilakukan
heat treatment.
Proses pembubutan, menggunakan mesin bubut untuk memotong
kelebihan ukuran dari bentuk dasar dari connecting rod.
Menjadikannya lebih dekat ke ukuran akhir proses.
Proses Milling, mesin milling digunakan untuk mengurangi sampai
beberapa mm pada setiap sisi dari connecting rod. Ini bertujuan untuk
mengurangi berat keseluruhan dari connecting rod itu sendiri. Proses
milling lainnya mengurangi beberapa logam pada awal proses,
menjadikan bentuknya satu tahap lebih dekat ke bentuk akhir.

9
6. Heat Treatment, ada tiga proses yang dilakukan dalam heat treatment,
yaitu:
Carburizing, proses ini dilakukan untuk mendapatkan kekerasan dan
mengurangi keausan hanya pada small end dan big end. Pada
connecting rod, carburizing dilakukan hanya pada small end dan big
end karena bagian tersebut yang mendapatkan beban yaitu beban
rolling dan sliding.
Quenching, proses carburizing yang mencapai suhu austenit
didinginkan melalui proses quenching sehingga didapatkan struktur
martensit yang keras.
Tempering, struktur martensite hasil dari proses quench bersifat keras
tapibritlle, untuk mengatasi agar sifat bahan menjadi tangguh,
dilakukan proses tempering. Proses ini menyebabkan karbon
membentuk karbida didalam martensit sehingga didapatkan martensit
yang tangguh walaupun mengurangi sedikit kekerasannya.
7. Final Inspection, pemeriksaan akhir untuk mengetahui ada tidaknya cacat
karena produksi sehingga didapatkan hasil yang bisa digunakan oleh
konsumen.

2.2 Pengujian Material


2.2.1 Pengujian Komposisi Kimia
Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur-
unsur pada material. Pengujian komposisi menggunakan spektrometer. Setiap
unsur yang terkandung dalam suatu material akan memberikan pengaruh pada
material tersebut, baik dari kekerasan (hardness), kekuatan (strength), keuletan
(ductility), kelelahan (fatique) maupun ketangguhan (toughness). Dengan
mengetahui komposisi kimia dari suatu material maka dapat diketahui sifat atau
karakteristik dari material tersebut dan dibandingkan dengan referensi.

10
2.2.2 Pengujian KEKERASAN
Uji kekerasan berfungsi untuk mengetahui nilai kekerasan dari material uji.
Kekerasan suatu bahan merupakan kemampuan bahan dalam menghambat
deformasi plastik yang terjadi (dalam bentuk lekukan kecil atau goresan). Uji
kekerasan ada 3, yaitu:
1. Kekerasan Goresan (Scracth Hardness)
Proses pengukuran kekerasan goresan adalah dengan mengukur kedalaman
atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores
yang terbuat dari intan dan diberi baban terbatas.
2. Kekerasan Pantulan (Rebound Hardness)
Proses pengukuran kekerasan pantulan dilakukan dengan cara menjatuhkan
penumbuk ke permukaan logam. Alat uji kekerasan pantulan yang sering
dilakukan adalah Skeleroskop Shore dimana nilai kekerasannya dinyatakan
dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
3. Kekerasan Lekukan (Indentation Hardness)
Uji kekerasan ini menggunakan indenter kecil yang dikenakan gaya ke
permukaan benda uji. Dengan penerapan kondisi pembebanan terkontrol. Hasil
penetrasi indenter ini akan menunjukkan kekerasan material tersebut. Jenis uji
kekerasan lekukan (Indenter Hardness) adalah:
a. Uji Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur dangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan
piramid yang saling berhadapan adalah 136. Karena bentuk penumbuknya
pyramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramid intan.
Angka kekerasan piramid intan (DPH) atau angka kekerasan Vickers (VHN atau
VPH) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. DPH dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

2 sin ( 2) 1,875
= =
2 2
Dimana: P = beban yang diterapkan (Kg)
L = panjang diagonal rata-rata (mm)
11
= sudut antara permukaan intan yang berhadapan (136)

Uji kekerasan Vickers banyak digunakan pada penelitian, karena


metode ini memberikan hasil yang berupa skala kekerasan yang kontinyu untuk
satu beban tertentu dan dapat digunakan pada logam yang sangat lunak yang
mempunyai DPH 5 hingga logam yang sangat keras dengan DPH 1500. Dengan
uji kekerasan Brinell atau Rockwell biasa perlu dilakukan perubahan beban atau
penumbuk pada nilai tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan
yang ekstrim tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain. Karena
jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak
terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak bergantung pada beban.
Kekurangan uji Vickers adalah tidak dapat digunakan pada pengujian yang rutin
karena memerlukan persiapan yang matang baik pada permukaan benda uji
maupun dalam pembacaan diagonal harus benar-benar teliti.

b. Uji Kekerasan Rockwell


Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan
sebagai ukuran kekerasan. Mula-mula diterapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk
menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preparasi permukaan
yang dibutuhkan dan memperkecil kecenderungan untuk terjadi penumbukan ke
atas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan
beban yang besar dan secara otomatiskedalaman lekukan akan terekam pada gage
penunjuk yang menunjukkan angka kekerasan. Penunjuk terdiri dari 100 bagian,
masing-masing bagian menyatakan penebusan sedalam 0,00008 inch.
Berdasarkan nilai dari beban mayor dan minor, ada beberapa uji
kekerasan metodeRockwell, yang sering digunakan adalah Rockwell hardness test
(HRC), Rockwell Bhardness test (HRB) dan Rockwell A hardness test (HRA),
Superficial Rockwell: Rockwell N superficial hardness test (HR 30N).
Rockwell Hardness Test HRC adalah pengujian kekerasan dimana
pengujian metode ini indentasinya menggunakan indenter Brale (kerucut) dengan
sudut puncak120 (puncak berbentuk bulat dengan r = 0,2 mm). Beban minor
12
yang digunakan 10 kg, sedang beban mayor yang digunakan 140 kg, sehingga
total beban 150 kg. Beberapa keuntungan dari metode HRC yaitu digunakan
secara luas pada industri karena pengoperasiannya cepat dan hasilnya dapat secara
langsung dibaca pada mesin. Metode ini sangat cocok untuk pengujian logam
yang dikeraskan (hardened metals) dan logamyang dipanaskan (tempered metal),
dan juga material yang mendapat proses flamehardening dan induction hardening
yang secara normal kekerasannya berada pada 30-70 HRC. Kelemahannya yaitu
tidak cocok untuk material lunak dan material dengan ketebalan di bawah 0.5 mm,
karena semua mesin standar didesain dengan kapasitas beban yang tinggi sekitar
140 kg. Namun, pengujian untuk material tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin khusus yang memiliki kapasitas beban 1-30 kg. Metode ini
hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan yang homogeny.
Rockwell Hardness Test HRB: Metode ini menggunakan bola baja yang
dikeraskan dengan diameter1/16 (1,59 mm) dan juga Brale indenter (indenter
kerucut). Beban total pengujian yang diberikan adalah 100 kg (100,2+90KP),
yaitu beban minor 10 kg dan beban mayor 90 kg. Pengujian ini dapat digunakan
untuk mengukur kekerasan antara 35-110 HRB. Metode ini dapat digunakan
untuk mengukur kekerasan baja annealing, kuningan, perunggu, dan paduan
magnesium sebaik mengukur material hardening dan tempering. Namun, metode
ini tidak cocok untuk logam keras dan tidak seakurat metode Brinell atau Vickers.
Rockwell Hardness Test HRA: Metode ini sama dengan Rockwell
hardness test HRC dan menggunakan indenter yang sama. Perbedaannya adalah
metode ini menggunakan beban hanya 60 kg (100,2+50KP). Kekerasan dapat
langsung dibaca pada cakra angka dalam skala A (HRA) setelah beban mayor
dipindahkan.
c. Uji Kekerasan Brinell
Uji kekerasan Brinell pertama kali dikenalkan oleh J.A Brinell pada
tahun 1900. Uji kekerasan Brinell terdiri dari penekanan suatu bola baja (identor)
yang dikeraskan (Hardened Stell Ball) pada permukaan benda uji. Identor bola
baja berdiameter 10 mm, sedangkan untuk bahan yang sangat keras identor
terbuat dari paduan karbida tungsten, untuk memperkecil distorsi identor. Beban
13
uji yang diberikan untuk logam yang sangat keras adalah 3000 kg, untuk benda
yang lunak beban yang digunakan 500 kg untuk menghindari beban jejak yang
dalam. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik. Permukaan
benda uji harus halus, bebas dari debu dan kerak.
Angka kekerasan Brinell (Brinell Hardness number, BHN) dinyatakan
sebagai beban P dibagi luasan permukaan lekukan. Persamaan untuk angka-angka
kekerasan tersebut adalah sebagai berikut:
2
=
( 2 )
Dimana:
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
t = kedalaman jejak (mm)
Diameter lekukan diukur dengan menggunakan mikroskop daya rendah,
setelah beban tersebut dihilangkan kemudian dicari harga rata-rata dari dua buah
pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus.

2.2.3 Pengujian METALOGRAFI


Pemeriksaan metalografi dilakukan dengan tujuan mempelajari struktur
makro dan mikro dari material uji. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Pengamatan metalografi makro.
Pengamatan struktur logam dengan pembesaran 10 100 kali. Proses
pengujian bahan yang menggunakan mata terbuka dengan tujuan dapat
memeriksa celah dan lubang dalam permukaan bahan. Angka kevalidan
pengujian makro berkisar antara 0,5 sampai 50 kali. Pengujian cara
demikian biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki struktur
kristal yang tergolong besar atau kasar. Misalnya, logam hasil coran
(tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).

14
b. Pengamatan metalografi mikro.
Pengamatan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali. Pengujian
mengenai struktur bahan melalui pembesaran dengan menggunakan
mikroskop khusus metalografi. Dengan pengujian mikro struktur, kita
dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat
proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi.

Untuk melakukan pengujian mikro, maka diperlukan proses metalografi.


Proses metalografi bertujuan untuk melihat struktur mikro suatu bahan ada
beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahapan yang harus dilalui adalah
mounting, grinding, polishing, dan etching. Dari ke-empat proses tersebut, proses
grinding dan polishing merupakan proses yang penting. Sifat-sifat logam terutama
sifat mekanis dan sifat teknologis sangat mempengaruhi oleh mikro struktur
logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya.
Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas
ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.
Proses grinding dan polishing merupakan proses yang sangat penting untuk
membuat permukaan sampel menjadi benar-benar halus agar dapat dilakukan
pengujian.
Perbesaran yang dilakukan tergantung sifat struktur yang akan diamati,
dapat dilakukan dengan mikroskop optik (1000x), SEM (hingga 50.000x), atau
TEM (hingga 500.000x).
Alat yang digunakan dalam metalografi adalah mikroskop optik yang
terdiri dari 3 bagian pokok yaitu:

1. Lensa pemantul (iluminator) yang berfungsi untuk memantulkan


permukaan logam.
2. Lensa obyektif yang mempunyai daya pisah yang berfungsi untuk
membentuk bayangan dari material uji.
3. Lensa mata (eyepiece) yang berfungsi untuk memperbesar bayangan
yang terbentuk lensa obyektif.

15
Pada metalografi yang diperoleh dengan suatu analisa kimia dan metalografi
logam atau paduannya dan potongannya. Disebabkan oleh pembawan heteroen
dari logam tersebut. Pembawaan ketidak homogenan dalam suatu logam lebih
ditentukan dengan macroetching dan pemasarannya dapat dilakukan dengan
menggunakan luas power mikropis, ini dinotasikan olah jenis metalografi data
yang diperlukan atau dibutuhkan.
Pengamatan microetching dapat memberikan gambaran kondisi dalam
mental yang berhubungan dengan satu arah lebih. Untuk hal-hal berikut:
1. Crystalin Heterogencity, hadir dan meluas yang tergantung pada jalannya
solidifikasi akan tumbuhnya kristalin dari logam atau paduannya.
2. Chemicalin Heterogencity, disebabkan oleh tidak berisinya logam atau
padannya dan lokasi pemisah dari susunan kimia tertentu. Pemisah serupa
dapat dengan sengaja (karbon dalam permukaan baja selama proses
karburasi).
3. Mechanical Heterogencity, timbul dari Cold working atau setiap proses
yang menimbulkan tegangan-tegangan permanen dalam logam yang
dituangi.

Selama proses makro suatu logam atau paduannya terdiri dari tiga langkah,
yaitu:
1. Mendapatkan sampel logam yang sesaat untuk tujuan pemeriksaan
2. Menyiapkan microetching teradap penampang yang boleh disiapkan atau
belum disiapkan agar tidak mengalami kesulitan nanti.
3. Menyiapkan secara hati-hati permukaan yang akan dietsa dan kemudian
diperiksa (tidak terlalu layak atau perlu).

Pemakaian macroeching tergantung pada tiga faktor penting, yaitu:


1. Koreksi permukaan logam yang akan dietsa, yaitu apakah tidak kasar,
licin, atau dipoles.
2. Komposisi kimia dari etsa yang dipilih.
16
3. Lama waktu spesimen yang dietsa kebanyakan bagian penting dari
sejumlah metalografi.

Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka


diperlukan preparasi sampel. Berikut ini tahapan kerja preparasi sampel atau
langkah-langkah metalografi :
1. Penentuan wilayah kerja sampel
Dalam pemotongan dan pengambilan sampel, perlu diperhatikan wilayah
daerah kerja sampel yang akan diamati yang biasanya disebut sebagai bidang
orientasi dasar, yaitu:
Bidang transversal: tegak lurus terhadap sumbu deformasi panas.
Bidang planar: sejajar dengan sumbu pengerjaan dan memiliki luas
permukaan yang paling besar dan yang paling sering bersinggungan
dengan rol.
Bidang longitudinal: tegak lurus terhadap bidang planar dan sejejar dengan
arah pengerjaan.

2. Pemotongan sampel
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:
1) Pematahan: untuk bahan getas dan keras
2) Pengguntingan: untuk baja karbon rendah yang tipis dan linak
3) Penggergajian: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
4) Pemotongan abrasi

3. Electric discharge machining


Untuk bahan dengan konduktivitas baik dimana sampel diremdam dalam
fluida di elektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan memasang catu daya
listrik antara elektroda dan sampel.

17
4. Pemasangan sampel (mounting)
Pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran yang kecil
dan tipis, dengan tujuan mempermudah pemegangan benda uji ketika dilakukan
tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan dan polishing. Prosedur
mounting dilakukan apabila sampel terlalu kecil, tak beraturan, sangat lunak mdah
pecah dan berongga. Caranya adalah dengan meletakkan sampel ke dalam cetakan
mounting, lalu masukkan resin yang telah dicampur dengan hardener. Larutan
mounting harus memiliki sifat:
Tidak beraksi dengan sampel.
Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk
padatnya
Adhesi yang baik dengan sampel
Kekuatan dan ketahanan yang sama besar dengan sampel
Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus
ada dibagian bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan
mounting telah siap dan sampel telah siap dipreparasi dengan langkah
berikutnya.

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan
material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah
dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak
diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak
memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-
material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa
bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting
membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan
panas (1490 derajat C) pada mold saat mounting.

18
5. Pengamplasan
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
sampel yang akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu
dengan memakai amplas kasar hingga amplas halus. Pengamplasan kasar
dilakukan dengan menggunakan amplas dimulai dengan grid 60#, hingga
pengamplasan halus menggunakan amplas sampai grid 5000#.

Gambar 5. Berbagai Macam Goresan pada Proses Grinding


Pengamplasan dimulai dengan meletakkan sampel pada kertas amplas
dengan permukaan yang akan diamati bersentuhan langsung dengan bagian kertas
amplas tang kasar, kemudian sampel ditekan dengan gerakan searah. Selama
pengamplasan terjadi gesekan antara permukaan sampel dan kertas amplas yang
memungkinkan terjadinya keaikan suhu yang dapat mempengaruhi mikrostruktur
sampel sehingga diperlukan pendinginan dengan cara dialiri air. Apabila ingin
mengganti arah pengamplasan, Sampel diusahakan berada pada kedudukan tegak
lurus terhadap arah mula-mula. Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi
adanya goresan-goresan pada permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.

Gambar 6. Mesin Grinding Putar beserta Prosesnya

19
6. Pemolesan
Pemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permuaan
sampel yang akan diamati setelah pengamplasan. Seperti halnya pengamplasan,
pemolesan dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan halus. Pemolesan kasar
menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 - 3 m, sedangkan pemolesan
halus menggunakan abrasive sekitar 1 m atau dibawahnya. Sebelum pemolesan
dilakukan, sampel terlebih dahulu dibersihkan dengan air. Pemolesan dimulai
dengan menyalakan mesin poles sambil dialiri air. Sampel digerakkan secara
radial dengan bagian permukaan sampel yang telah dipoles harus dilihat secara
berkala. Berikutnya dilakukan pemolesan halus dengan cara yang sama seperti di
atas tetapi dengan menganti air dengan autosol.

7. Etsa (etching)
Etsa/etching dilakukan dengan mengikis daerah batas butir sehingga
struktur bahan dapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat
etsa bereaksi dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda
tergantung pada batas butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel. Sampel
yang akan dietsa haruslah bersih dan kering. Selama etsa, permukaan sampel
diusahakan harus selalu erendam dalam etsa. Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak sampai gosong karena
pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu sebelum dietsa, sampel sebaiknya
diolesi alkohol untuk memperlambat reaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat
etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya
disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Zat etsa yang umum digunakan untuk besi cor ialah nital. Zat etsa bereaksi
dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda tergantung pada batas
butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel Waktu etsa harus diperkirakan
sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa tidak menjadi gosong karena
pengikisan yang terlalu lama. Untuk logam besi biasanya digunakan larutan Nital
5% (5%HNO3)

20
Langkah-langkah pengetsaan spesimen, yaitu :
a. Benda kerja yang telah dipoles dicuci dengan air bersih yang mengalir
dan dikeringkan dengan kain atau sejenisnya.
b. Setelah permukaan bersih dan kering, teteskan larutan etsa
secukupnya.
c. Amati reaksinya yang terjadi, akan terjadi perubahan kimia yag
ditandai dengan perubahan warna abu- abu atau kehitaman.
d. Kemudian cuci dengan air.
e. Kemudian di swap/usapkan deterjen pada spesimen menggunakan
kapas.
f. Setalah itu bilas benda uji dengan menggunakan alcohol.
g. Terakhir keringkan dengan menggunakan uap panas dari hair dry.

21
BAB III
METODOLOGI

3.1 Langkah-Langkah Pengujian Metalogafi


Sebelum menganalisa specimen yang akan diuji, ada langkah-langkah yang
harus dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang baik ketika diuji
menggunakan mikroskop, adapun analisa yang dilakukan terdapat 2 macam yaitu
analisa makro dan analisa mikro. Persiapan spesimen makro dan mikro sebelum
dietsa langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Pemilihan cuplikan sampel
Dipilih berdasarkan daerah kritis yang terparah mengalami
kegagalan atau daerah yang menarik untuk dilakkan penelitian
Daerah yang dinilai dapat mewakili sifat bahan secara keseluruhan.
Sampel yang digunakan minimal dengan mengambil beberapa titik
pada daerah yang mengalami cacat dan daerah yang dinilai minim
cacat.

Gambar 7. Pemilihan Cuplikan Sample

2. Pemotongan Sampel
Teknik pemotongan sampel dilakukan dengan menggunakan mesin
gerinda atau gergaji, setelah dilakukan pemotongan maka ratakan
permukaan bekas pemotongan menggunakan kikir.

Gambar 8. Pemotongan Sample

22
3. Mounting
Pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran yang
kecil dan tipis, dengan tujan mempermudah pemegagan benda uji ketika
dilakukan tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan polishing.
Bahan-bahan yang disiapkan :
1) Resin
2) Hardener
3) Cetakan
4) Benda uji

Gambar 9. Hardener dan Resin

Langkah-langkah mounting :
1. Siapkan alat dan bahan
2. Bersihkan cetakan dari kotoran dan minyak
3. Letakan benda uji pada cetakan. Posisikan permukaan yang halus
menghadap kebawah.
4. Tuangkan resin secukupnya pada wadah lain. Teteskan harderner
sebanyak 5 tetes. Kemudian aduk hingga rata.
5. Tuangkan resin yang sudah diaduk dengan hardener ke cetakan.
6. Tunggu hingga resin mengeras sekitar 3 jam.
7. Buka cetakan perlahan menggunakan cutter atau pisau.

Gambar 10. Spesimen Hasil Mounting


23
4. Pengamplasan
Tahap ini dilakukan dengan menghaluskan permukaan yang ditujukan
untuk menghilangkan kerak pada permukaan spesimen sampai
didapatkanpermukaan halus, amplas paper yang sering digunakan,
ukurannya mulai dari grid 60,120, 240, 800,1000, 1500.

Gambar 11. Pengamplasan spesimen

5. Pemolesan
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan specimen yang rata
dan mengkilap, tidak boleh ada goresan selama pengujian. Tahap ini
menggunakan kain beludru dan autosol.

Gambar 12. Pemolesan spesimen

6. Cuci potongan spesimen yang sudah dipoles menggunakan deterjen


bubuk yang sudah dicairkan, lalu usapkan menggunakan kapas. Lakukan
hal ini dibawah air mengalir.
7. Kemudian spray atau semprot spesimen dengan menggunakan Alkohol
70%.

24
8. Keringkan spesimen di udara panas menggunakan electric drying
machine.

Gambar 13. Pengukuran spesimen setelah dikeringkan

9. Pengetsaan(etching)
a) Bahan etsa yang dipakai untuk Baja Karbon Medium (Connecting
Rod)

Bahan etsa makro yaitu H2SO4 20% dan H2O 80%

Bahan etsa mikro yaitu Nital 2% (HNO3 + Alkohol) dan Demineral


water 98%.
b) Proses pengetsaan spesimen
Siapkan alat dan bahan :
a. Bahan etsa makro dan d. Alkohol
mikro yang sudah jadi e. Pinset
b. Benda uji f. Hair driyer/pengering
c. Air & sabun deterjen

Gambar 13. Alat dan Bahan Etsa

25
c) Langkah-langkah Pengetsaan :
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pengetsaan, yaitu :
1. Siapkan spesimen yang sebelum dietsa tadi
2. Usapkan/celupkan specimen pada campuran zat kimia etsa makro
yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Setelah didapatkan
permukaan agak buram, angkat spesimennya lalu siram
menggunakan air bersih. Kemudian di swap/usapkan deterjen pada
spesimen menggunakan kapas.

Gambar 14. Proses Pengetsaan

3. Siram lagi dengan air bersih lalu di spray atau semprot


menggunakan alkohol 70%. Kemudian keringkan dengan dryer
atau udara panas.
4. Letakkan benda uji di bawah lensa mikroskop, kemudian aturlah
pembesarannya dan lakukan analisa struktur.

Gambar 15. Spesimen dianalisa menggunakan Mikroskop


26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Struktur Spesimen Hasil Penelitian


Setelah dilakukan persiapan sampel lalu dilakukan analisa menggunakan
mikroskop. Maka didapatlah perbedaan antara bentuk struktur makro dan mikro
pada spesimen baja karbon medium dan dikomentasikan menggunakan mikroskop
STM6-LM.

1) ETSA MAKRO

Etsa Makro
450x

Sebelum dietsa Setelah dietsa dengan


pembesaran 450x
Gambar 15. Spesimen Makro

Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur makro dengan pembesaran 450x.
Terlihat bintik bintik hitam yang teridentifikasi dengan dugaan terdapat Korosi
sumuran (pitting corrosion) pada spesimen ini. Namun pada struktur makro ini
belum begitu terlihat jelas dikarenakan masih pada kondisi pengamplasan grid
kasar (#800) dan pada pembesaran makro yang belum bisa menunjukkan secara
detail.

27
2) ETSA MIKRO
1. Titik 1

Gambar 16. Pengambilan gambar Mikro Titik 1 dengan pembesaran 200X

(a) (b)
Gambar 17. (a) Titik 1 sebelum Etsa, (b) Titik 1 Sesudah Etsa

Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 1 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 1 SEBELUM
DIETSA,
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 1 SEBELUM
DIETSA,

28
Terlihat perbedaan struktur mikro ketika spesimen sebelum dietsa dan
setelah dietsa. Menurut analisa saya dari beberapa sumber distruktur mikro setelah
etsa nampak butir pearlite (pada gambar berwarna hitam atau gelap) lebih
dominan dibanding butir ferrite (pada gambar berwarna terang).
Namun sebagian permukaan ada bentuk menyerupai cekungan atau dapat
disebut korosi sumuran (fitting corrosion) dengan orientasi lebar dan dangkal
(gambar b). Hal ini terjadi karena butir air menggenang lebih lama diatas
permukaan atau dapat disebut juga dengan mekanisme sumuran akibat aerasi
diferensial. Ion hidroksil di daerah katoda terdifusi dengan ion besi, sehingga
terjadi pengendapan produk korosi yang tidak larut disekitar butir air. Karena
oksigen berkurang maka permukaan di daerah butir air menjadi anoda akibatnya
logam larut di bagian tengah butir air dan meningkatkan laju korosi, reaksi ion
logam dengan ion hidroksil menghasilkan hidroksida ferrous (Fe(OH)- )dan
menyebabkan penumpukan produk korosi berwarna karat-merah Fe2O3. Endapan
produk korosi Fe (OH)3 tidak larut dalam air oleh karena itu mengendap yang
disebut juga dengan karat, terdapat dalam besi di lingkungan udara.
Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan lapisan pasif
di permukaan bahan pada antar muka lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan
pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan
menyebabkan lapisan pasif pecah dan terjadi korosi sumuran. Karena suatu
pengaruh fisik maupun metalurgis (adanya presipitasi karbida maupun inklusi)
maka pada permukaan logam terdapat daerah yang terkorosi lebih cepat
dibandingkan lainnya. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi
terjadinya sangat kecil tetapi dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan atau
struktur patah mendadak.
Cara Pencegahan:
1. Meletakkan material tegak berdiri sehingga tidak akan terjadi genangan
air pada permukaan logam
2. Melapisi permukaan logam dengan pelindung atau lazim disebut coating
baik organic maupun yang organic
3. Penambahan inhibitor yang sesuai dengan lingkungannya
29
4. Merubah lingkungan dengan mengurangi faktor utama penyebab
dampak korosi
5. Pemasangan seng anode yang sesuai dengan kondisi dimana korosi
tersebut terjadi

30
2. Titik 2

Gambar 18. Pengambilan gambar Mikro Titik 2 dengan pembesaran 200X

(a) (b)

Gambar 19. (a) Titik 2 sebelum Etsa, (b) Titik 2 Sesudah Etsa

Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 2 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,

31
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,

Terlihat perbedaan struktur mikro ketika spesimen sebelum dietsa dan


setelah dietsa. Menurut analisa saya dari beberapa sumber distruktur mikro setelah
etsa nampak butir pearlite (pada gambar berwarna hitam atau gelap) lebih
dominan dibanding butir ferrite (pada gambar berwarna terang).
Namun sebagian permukaan ada bentuk menyerupai cekungan atau dapat
disebut korosi sumuran (fitting corrosion) dengan orientasi lebar dan dangkal
(gambar b).

32
3. Titik 3

Gambar 20. Pengambilan gambar Mikro Titik 3 dengan pembesaran 200X

(a) (b)

Gambar 21. (a) Titik 3 sebelum Etsa, (b) Titik 3 Sesudah Etsa

Hasil Analisa :
Gambar di atas menunjukkan Foto struktur mikro titik 3 dengan pembesaran
200x yang terlihat di mikroskop STM6-LM.
(a) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 3 SEBELUM
DIETSA,
33
(b) Gambar a, merupakan hasil pengamatan struktur mikro titik 2 SEBELUM
DIETSA,

Terlihat perbedaan struktur mikro ketika spesimen sebelum dietsa dan


setelah dietsa. Menurut analisa saya dari beberapa sumber distruktur mikro setelah
etsa nampak butir pearlite (pada gambar berwarna hitam atau gelap) lebih
dominan dibanding butir ferrite (pada gambar berwarna terang).
Namun sebagian permukaan ada bentuk menyerupai cekungan atau dapat
disebut korosi sumuran (fitting corrosion) dengan orientasi lebar dan dangkal
(gambar b).

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari analisa dan pembahasan dalam tugas makalah ini maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian khususnya untuk spesimen baja karbon menegah pada
connecing rod terbentuk korosi sumuran (fitting corrosion).
2. Baja karbon medium mempunyai kandungan karbon (C) 0,35% 0,5%.
3. Hasil penelitian masih belum terlalu jelas dikarenakan spesimen masih
banyak goresan bekas proses pengampelasan.
4. Ada beberapa titik pada pengambilan gambar struktur mikro yang tidak
lengkap untuk daerah logamnya, kemungkinan dikarenakan zat kimia etsa
yang digunakan kurang tepat sehingga zat kimia tidak bisa merata pada
saat proses pengetsaan pada spesimen.

5.2 SARAN
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis korosi atau
laju korosi yang terjadi pada setiap spesimen dikarenakan jika hanya
melihat sumber masih belum jelas apa yang terjadi pada spesimen
yang diuji.
2. Perlu diperhatikan ketika proses pengetsaan jangan sampai overetch
karena bisa menyebabkan spesimen berwarna gelap (mutung) sehingga
tidak bisa dilihat hasilnya di mikroskop optik.
3. Lebih diperhatikan lagi untuk proses pengampelasan agar tidak terlihat
goresan ketika spesimen diuji
4. Pehatikan safety ketika melakuka proses pengetsaan

35
DARTAR PUSTAKA

http://boo-cah.blogspot.co.id/2013/09/pengujian-struktur-mikro.html
http://iyanarafah.blogspot.co.id/2010/11/praktikum-metalografi.html
http://aldirizaldii.blogspot.co.id/2014/02/laporan-praktikum-metalurgi-fisik.html
http://buatan-danny.blogspot.co.id/2015/04/laporan-metalografi.html

36

Anda mungkin juga menyukai