Makalah Pengantar Ilmu Pertanian Tentang Ketahanan Pangan
Makalah Pengantar Ilmu Pertanian Tentang Ketahanan Pangan
Makalah Pengantar Ilmu Pertanian Tentang Ketahanan Pangan
KETAHANAN PANGAN
KELOMPOK 3
NAMA NPM
NAJVANIA NAWAAL 17025010002
ANINDYA HAYU P. 17025010003
DEVITA AYUNINGTYAS 17025010012
DWI BETTY HARIYANTI 17025010019
WAHYU ADITIYA P. 17025010021
ZULFIKAR ALVIN N. 17025010023
ANISSA USSHOLIKAH 17025010135
HILDA ADINA RAHMI 17025010136
ALFIRA YUNIANINGRATIH 17025010137
MOHAMMAD ABDULLAH 17025010138
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UPN Veteran JawaTimur
5 September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang terkenal dengan negara agraris sampai saat ini masih belum bisa
lepas dari masalah pangan di negaranya sendiri. Negara yang sebagian besar
masyarakatnya bekerja dibidang agraris masih belum mampu mengembangkan
teknologi pangan yang berkelanjutan untuk pemenuhan pangan. Pangan merupakan
kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya
kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang layak
dipenuhi.
Ketahanan pangan merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional yang
berdampak besar pada seluruh warga negara Indonesia. Pertahanan pangan merupakan
salah satu hal yang mendukung dalam mempertahankan HANKAM, bukan hanya
sebagai hal yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan hal yang memiliki
fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ketahanan pangan?
2. Bagaimana konsep ketahanan pangan?
3. Bagaimana pengukuran dan indikator ketahanan pangan?
4. Bagaimana ketahanan pangan di Indonesia agar berkelanjutan?
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui permasalahan yang ada, maka selanjutnya dapat dibuat
tujuan penelitian yang meliputi:
1. Mengetahui pengertian dasar dari ketahanan pangan.
2. Mengetahui konsep dasar dari ketahanan pangan.
3. Mengetahui indikator dan pengukuran ketahanan pangan.
4. Mengetahui cara agar ketahanan pangan di Indonesia dapat berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Uraian di atas menunjukkan bahwa konsep dari ketahanan pangan sangat luas dan
beragam. Namun demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan
tersebut intinya adalah terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia secara
cukup serta terjaminnya pula setiap individu untuk memperoleh pangan dari waktu
kewaktu sesuai kebutuhan untuk dapat hidup sehat dan beraktivitas. Terkait dengan
konsep terjamin dan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap individu tersebut perlu
pula diperhatikan aspek jumlah, mutu, keamanan pangan, budaya lokal serta
kelestarian lingkungan dalam proses memproduksi dan mengakses pangan. Dalam
perumusan kebijakan maupun kajian empiris ketahanan pangan, penerapan konsep
ketahanan pangan tersebut perlu dikaitkan dengan rangkaian sistem hirarki sesuai
dimensi sasaran mulai dari tingkat individu, rumah tangga, masyarakat/ komunitas,
regional, nasional maupun global.
Sawit dan Ariani (1997) mengemukakan bahwa penentu utama ketahanan pangan
di tingkat nasional, regional dan lokal dapat dilihat dari tingkat produksi, permintaan,
persediaan dan perdagangan pangan. Sementara itu penentu utama di tingkat rumah
tangga adalah akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan risiko yang terkait
dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut. Menurut FAO (1996) salah satu kunci
terpenting dalam mendukung ketahanan pangan adalah tersedianya dana yang cukup
(negara dan rumah tangga) untuk memperoleh pangan.
Indikator ketahanan pangan juga dapat dilihat dari pangsa pengeluaran pangan.
Hukum Working 1943 yang dikutip oleh Pakpahan dkk. (1993) menyatakan bahwa
pangsa pengeluaran pangan mempunyai hubungan negatif dengan pengeluaran rumah
tangga, sedangkan ketahanan pangan mempunyai hubungan yang negatif dengan
pangsa pengeluaran pangan. Hal ini berarti semakin besar pangsa pengeluaran pangan
suatu rumah tangga semakin rendah ketahanan pangannya. Pengukuran seperti ini juga
digunakan oleh Rachman dan Suhartini (1996) dalam mengkaji ketahanan pangan
masyarakat berpendapatan rendah di Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
Tim Pusat Studi Kebijaksanaan Pangan dan Gizi, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor (1990) telah melakukan studi di provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur fokus pada rumah tangga yang mengalami
ketidaktahanan pangan. Indikator yang diteliti cukup luas meliputi: (1) Pendapatan dan
pengeluaran; (2) Konsumsi pangan dan status gizi; (3) Indikator bidang pertanian; (4)
Alokasi tenaga kerja; dan (5) Mekanisme rumah tangga dalam mengatasi rawan
pangan.
Penelitian Jonsson dan Toole (1991) seperti dikutip dan di adopsi oleh Maxwell et
al. (2000) di Greater Accra, Ghana menggunakan indikator pendapatan dan konsumsi
gizi rumah tangga untuk mengukur derajat ketahanan rumah tangga. Dalam hal ini
kedua peneliti tersebut menggunakan indikator pangsa pengeluaran pangan dan
kecukupan konsumsi energi untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga.
Rumah tangga dikategorikan tahan pangan apabila memiliki pangsa pengeluaran
pangan rendah (kurang dari 60% dari pengeluaran rumah tangga) dan cukup
mengkonsumsi energi (> 80% syarat kecukupan energi). Rumah tangga rentan pangan
didefinisikan sebagai rumah tangga yang memiliki pangsa pengeluaran pangan tinggi (>
60% dari pengeluaran rumah tangga) namun cukup mengkonsumsi energi; rumah
tangga kurang pangan apabila memiliki pangsa pengeluaran pangan rendah dan
konsumsi energi kurang (< 80% dari syarat kecukupan). Sedangkan rumah tangga
termasuk kategori rawan pangan apabila memiliki pangsa pengeluaran pangan tinggi
dan tingkat konsumsi energinya kurang.
Survei di Amerika Serikat masih menemukan 800.000 rumah tangga yang masih
mengalami ketidakcukupan pangan (kelaparan) atau kelompok rawan pangan yang
memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: (1) Tidak memiliki rumah tinggal, (2)
Anak-anak miskin, (3) Umumnya kepala rumah tangga perempuan, (4) Pekerja yang
miskin, (5) Migran legal dengan bantuan terbatas, (6) Sebagai orang tua tunggal, (7)
Orang tua terinfeksi HIV, dan (8) Pekerja pertanian musiman dan pekerja migran (FAO,
1999).
dimana:
(1) Prinsip utama program ketahanan pangan harus didasarkan bahwa pangan
merupakan hak azasi dan kebutuhan mendasar bagi manusia, oleh karena tujuan
utamanya adalah melindungi, mempertahankan dan menjamin semua orang untuk
memperoleh pangan secara memadai;
(2) Ketahanan pangan harus diperlakukan sebagai suatu sistem hierarki mulai dari
tingkat global sampai ketahanan pangan tingkat rumah tangga/individu; Sistem
ketahanan pangan perlu memperhatikan tiga elemen, yaitu:
(3) Komponen pendukung dari sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan adalah
perlunya peranan strategis dari pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab,
presure group dan adanya kebebasan pers.
Sementara itu Tabor et al. (1998) mengungkapkan bahwa agar ketahanan pangan
Indonesia bisa berlanjut diperlukan antara lain intervensi jangka menengah yaitu
dengan memfokuskan pada penggeseran reformasi kebijaksanaan dan kelembagaan
ketahanan pangan melalui: (1) Konsentrasi ketahanan pangan dengan perhatian pada
beras; (2) Stabilisasi harga beras dengan menggunakan instrumen finansial dan
perdagangan, dan (3) Reformasi pemasaran pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/47434/6/I11nws_BAB%20II%2
0Tinjauan%20Pustaka.pdf
2. Rachman, H.P.S. dan M. Ariani.2002. Ketahanan Pangan: Konsep, Pengukuran dan
Strategi. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian.Bogor.