Paper Kasus Korupsi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

KASUS KORUPSI

WISMA ATLET DI KAWASAN JAKABARING SPORT CITY


PALEMBANG & JAKARTA

TUGAS UJIAN AKHIR MATA KULIAH ETIK UMB


SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2016/2017

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

DI SUSUN OLEH MAHASISWA:


Muslimin 41213110028

DOSEN PENGAMPU :
Anggraeni Dyah Sulistiowati ST,MT.

i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan paper mata kuliah ETIKA. Kemudian shalawat beserta salam
kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Quran dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Paper ini merupakan salah satu tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Etik UMB di program studi teknik arsitektur lingkungan Fakultas teknik pada
Universitas Mercubuana Jakarta. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Anggraeni Dyah Sulistiowati ST,MT. selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Etik UMB dan kepada teman-teman yang
mengambil mata kuliah ini juga kiranya bisa mengambil manfaat dari isi
penulisan paper ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-


kekurangan dalam penulisan paper ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan paper ini.

Jakarta,27 November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

BAB I....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.3 Pendekatan Masalah ..................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN...................................................................................................... 5

2.1 Latar Belakang Kasus Proyek Tender Wisma Atlet ..................................... 5

2.2 Pejabat Sumsel Rugikan Negara Rp 54 Miliar dalam kasus Wisma Atlet ... 7

2.3 Upaya KPK menangani Kasus Wisma Atlet ................................................ 9

2.4 KPK Periksa Enam Saksi Terkait Dugaan Korupsi PT DGI dan Saham ... 14

Garuda ............................................................................................................... 14

2.5 KPK Periksa Bekas Sesmenpora Terkait Kasus Korupsi Wisma Atlet...... 14

2.6 Alex Noerdin Jadi Saksi Sidang Kasus Wisma Atlet ................................. 15

2.7 Babak Akhir Kasus Wisma Atlet................................................................ 16

2.8 Korupsi Wisma Atlet, Eks Kepala Dinas PU Divonis 3 Tahun Penjara .... 17

2.9 Analisa Kasus korupsi di Wisma Atlet dikaitkan dengan teori etika ......... 20

BAB III .................................................................................................................. 23

PENUTUP ............................................................................................................. 23

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 23

iii
3.2 Saran ........................................................................................................... 23

.DAFTAR PUSTAKA. .......................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap saat kita mendengar pernyataan bahwa saat ini kita hidup di zaman
reformasi,dimana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih dan
modern.Setiap orang dapat dengan mudah menggunakan teknologi yang
ada.Pandangan seperti ini kita ketahui bahwa merupakan suatu fenomena yang
terjadi ini sudah mendunia dan berlangsung sangat pesat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan terobosan di bidang teknologi itu sendiri.Bahkan kemajuan
seperti itu tidak hanya terjadi di bidang teknologi dan Informasi namun di bidang
politik pun masalah yang terjadi sangatlah kompleks.Terutama jika terkait
masalah korupsi dan masalah antar partai politik dua permasalahan ini yang
sangat sering menjadi perbincangan public bahkan sampai sekarang pun masih
baanyak masalah-masalah mengenai Korupsi.
Korupsi dapat terjadi karena adanya politik yang tidak bisa bersifat
transparan bahkan Sistem hukum di Indonesia pun seakan-akan sudah tidak
dihiraukan lagi oleh pelaku korupsi tersebut.Beberapa waktu lalu ini kita tau
berita mengenai kasus penggelapan dana wisma atlet sea games di Palembang dan
Jakarta.Kasus ini sampai sekarang masih menjadi misteri yang belum
terpecahkan.Hal ini terjadi karena Sistem yang digunakan panitia tidak bersifat
transparan/adanya koalisi antara pihak panitia dan tersangka.Adanya koalisi ini
semakin meyakinkan bahwa dalam masalah ini Sistem Hukum dan peraturan di
Indonesia tidak ditaati dengan sungguh-sungguh.Dengan laporan ini penulis
mencoba untuk mengkaji sebab-sebab adanya korupsi tersebut dan bagaimana
sebaiknya pemecahan masalah tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dalam Paper ini rumusan masalah yang ingin ditangani penulis adalah :
1. Bagaimana Untuk Menyelesaikan masalah Korupsi di Indonesia
2. Bagaimana seharusnya sikap seorang Pejabat/Tokoh Nasional dalam
menghadapi suatu masalah.
3. Apa yang seharusnya dilakukan untuk membasmi para Koruptor di
Indonesia
4. Bagaimana menanamkan nilai-nilai pancasila pada setiap warga Negara
Indonesia

1.3 Pendekatan Masalah


Historis
Sejak Awal Orde baru,sudah banyak para Pejabat yang melakukan
korupsi.Mereka kurang mempedulikan nilai-nilai/hukum yang berlaku di
Indonesia sehingga mereka melakukan apa yang menurut mereka benar namun
pada kenyataannya itu merugikan negara.bahkan sejak dulu pun masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun.dan
penanganannya pun tidak pernah mencapai titik terang atau bahkan menggantung.
Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat
pusat sampai daerah, merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para
pejabat pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh
persoalan moralitas belaka?. Kita akan tahu dengan belajar dari sejarah. Kita
tidak boleh serta merta melihat segi moral sebagai aspek tunggal dari praktek
korupsi di Indonesia. Moralitas seseorang sangat ditentukan oleh lingkungan dan
pergaulan sosialnya. Tinggi rendahnya moralitas yang terbangun dalam diri
seseorang, tergantung seberapa besar dia menyerap nilai (pervade value) yang
diproduksi oleh lingkungannya. Selama 32 tahun Orde Baru berkuasa, moralitas
masyarakat direduksi oleh kepentingan politik dominan ketika itu. Negara
melalui pemerintah telah secara sengaja membangun stigma dan prilaku yang
menyimpang (abuse of power), dengan melegalkan praktek korupsi dikalangan

2
pejabat-pejabat pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan oleh bentuk serta pola
praktek kekuasaan yang cenderung menindas sehingga secara terang-terangan
telah melegalkan praktek korupsi, meski di depan mata masyarakat kita sendiri.
ini terjadi karena adanya koalisi antar pihak pejabat/partai.Sampai sekarang pun
masalah korupsi ini menjadi sesuatu yang sangat rumit bagi bangsa
Indonesia,karena sampai sekarangpun penyelesaian masalah ini tidak pernah
terselesaikan.Hal ini sangat berdampak pada keuangan Negara,keadaan moral
Negara.

Sosiologis
Masyarakat Indonesia umumnya hanya berpendidikan sma/sederajat,ini
menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi,perbedaan status pendidikan
antara warga Indonesia menjadikan penyalahgunaan wewenang/jabatan seorang
pejabat untuk melakukan sesuai keinginannya.mereka menganggap bahwa sudah
mempunyai jabatan tinggi mereka dapat .melakukan apa saja yang mereka
inginkan tanpa melihat keadaan masyarakat golongan bawah..Dan warga yang
hanya berpendidikan rendah,mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa yang
dilakukan oleh para pejabat sehingga mereka tidak terlalu ikut campur dengan hal
tersebut.Inilah yang menyebabkan adanya tindak korupsi.Perbedaan pendidikan
inilah yag menjadikan sebab terjadinya korupsi. Secara awam korupsi selalu
diartikan sebagai hal yang menyimpang, sehingga korupsi selalu dianggap
memberikan dampak yang negatif. Kenyataannya ternyata korupsi tidak hanya
berfungsi negatif tetapi juga dapat berfungsi positif. Dari sudut pandang sosiologi
ada beberapa teori yang dapat dipakai untuk mengkaji fenomena korupsi. Uraian
diatas menjelaskan bagaimana teori sosiologi seperti fungsionalisme struktural,
teori konflik dan interaksionisme simbolik secara tidak langsung mengkaji
masalah korupsi. Terbentuknya struktur sosial tertentu tidak selalu ada kaitannya
dengan terjadinya perilaku korupsi. Namun, dalam kondisi tertentu atau terpenuhi
persyaratan tertentu struktur sosial dapat mendorong terjadinya perilaku korupsi..
Sementara itu, setelah membahas tentang struktur sosial, adalah sangat penting

3
untuk membahas nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang dapat mencegah dan
memperluas terjadinya perilaku korupsi.
Yuridis
Para pejabat yang melakukan korupsi tersebut,ini dikarenakan para pejabat
tersebut menyalahgunakan jabatannya,mereka sudah menganggap bahwa diri
mereka yang paling benar tanpa mempedulikan nilai-nilai pancasila dan hukum di
Indonesia.Mereka belum memikirkan dampak apa yang akan mereka terima atas
perbuatan mereka tersebut.Yang sangat tidak berprikemanusiaan adalah para
pejabat yang melakukan kasus korupsi itu dengan mudahnya mereka mengadakan
koalisi dengan aparatur hukum di Indonesia.Sehingga apa yang mereka lakukan
tidak diketahui oleh pihak lain.Ini membuktikan bahwa Hukum yang berlaku di
Indonesia belum berfungsi secara optimal,pasalnya dalam suatu masalah atau
perkara Sistem Hukum kurang berperan dalam penyelesaiannya.misal,seorang
warga biasa yang melakukan kasus sepele,mereka bisa dihukum sampai hukuman
mati,namun jika seorang pejabat yang melakukan kasus berat,mereka hanya
dikenakan hukuman beberapa tahun dan denda.Hal ini yang masih sangat
disayangkan.Banyak orang mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara
Hukum.tapi hukum di Indonesia belum berfungsi secara optimal.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Kasus Proyek Tender Wisma Atlet


Kasus Wisma Altet merupakan satu dari sekian banyak kasus korupsi di
tanah air yang paling mendapat perhatian dari masyarakat menjelang SEA
GAMES XXVI 2011 lalu. Pasalnya, kasus ini mulai mengemuka ketika
pembangunan gedung wisma atlet di kawasan Jakabaring Sport City, Palembang
sedang dalam tahap pengerjaan. Adapun kabarnya, pembangunan gedung wisma
atlet sebagai tempat menginap para atlet dari berbagai Negara peserta SEA
GAMES diusulkan oleh Menteri Olahraga dan Pemuda, Andy Mallarangeng.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Litbang Kompas, kasus suap Wisma
Atlet menempati urutan pertama dalam deretan 10 Isu Terbesar pada tahun 2011
(Erianto, 2012: xvi).
Berdasarkan penelitian Litbang Kompas, kasus korupsi yang paling
banyak menyedot perhatian masyarakat ini menjadi topik terpopuler mengalahkan
isu-isu besar lain yang diangkat media massa sepanjang tahun 2011 (Erianto,
2012: xvii). Adapun pembangunan Wisma Altet ini sejak awal diduga dilakukan
oleh banyak pihak. Sebut saja nama-nama yang terlibat di dalamnya seperti
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Ketua
Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrun, Menteri Pemuda dan Olahraga Andy
Mallarangeng, Angelina Sondakh, Mindo Rosalina Manulang dan sejumlah
oknum pejabat lainnya. Kasus ini juga melibatkan PT. Duta Graha Indah, Tbk
sebagai pemenang tender pembangunan wisma atlet yang diduga kuat merupakan
permainan politik. Maraknya kasus korupsi Wisma Atlet yang menyeret sejumlah
nama dalam Partai Demokrat menjadi alasan lain kasusnya ini menjadi soroton
tajam dari berbagai pihak termasuk di media.
Pengusutan Kasus wisma atlet berawal dari kasus proyek pembangunan
jalan tol tengah di Surabaya, Jawa Timur. Dari perkara itulah dar hasil pelacakan
ditemukan adanya persengkongkolan dalam proyekpembangunan wisma atlet di

5
Palembang. Awal mula Tim KPK melakukan penyelidikan proyek pembangunan
wisma atlet tersebut, atas usulan deputi penindakan KPK berdasarkan
pengembangan dari proyek yang berada di Surabaya.
Sesungguhnya pengusutan Kasus Proyek Wisma Atlet itu berawal dari
ketidak sengajaan. Pada bulan Maret 2011 terkait kasus Jalan Tol di Surabaya.
Pada bulan itu di Surabaya memang tengah ramai kasus Proyek Tol Tengah. Pada
Proyek tersebut terjadi perseteruan antara DPRD Kota Surabaya yang setuju
pembangunan tol dan Walikota yang menolak Pembangunan. Pada akhirnya
perseteruan itu dimenangkan oleh DPRD Kota Surabaya, proyek pembangunan
jalan Tol tengah tersebut hampir mencapai 5 Trilliun, dan dibakal dibiayai
perusahaan konsorsium. Dengan tetap menggunakan nama PT.MJT, saham
perusahaan dibagi menjadi: PT.Jasa Marga 55 persen, PT DGI 20 persen, PT.PP
20 persen dan PT.Elnusa 5 persen. PT DGI yang ikut dalam proyek ini adalah
perusahaan yang kini bermasalah dalam kasus pembangunan wisma Atlet.
Diduga ada permainan tender, maka sampailah sebuah informasi ke KPK
terkait permasalahn pembangunan proyek tersebut. Diduga kuat ada praktik tidak
sehat untuk melancarkan proyek tersebut dan dalam proses tender. Kebetulan
salah satu pejabat KPK yakni Deputi Penindakan Ade Raharja mendapat
informasdi tersebut, apalagi beliau sebelumnya bertugas di kepolisian di
Surabaya. Tidak aneh jika Nazaruddin, dalam pernyataannya menuduh Ade
Raharja sengaja merekayasa kasus dirinya.
KPK mendapat informasi dari masyarakat bahwa ada dugaan main mata
antara anggota DPRD dengan sejumlah perusahaan yang ikut dalam tender proyek
tersebut. Berawal dari informasi tersebut, dimulailah pemantauan terhadap
beberapa politisi di DPRD, demikian juga dengan para perusahaan yang terlibat,
dan salah satunya PT DGI (Duta Graha Indah). Selama jalannya pemantauan,
KPK tidak cukup menemukan bukti yang jelas terkait kasus jalan tol tengah
Surabaya. Yang ada malah secara tidak sengaja, KPK menemukan bahan lain,
yakni terkait PT DGI yang menjadi pemenang tender proyek Wisma Atlet
Palembang. Ketika diselidiki, ternyata ada dugaan proses yang tidak sehat, dan
terdapat deal-dealan dengan pihak tertentu untuk dapat meloloskan perusahaan PT

6
DGI sebagai pemenang tender. Dari situlah KPK mulai focus dan secara intensif
mengawasi para Pejabat PT DGI, salah satunya Manajer Marketing M. EL Edris.
Dan diketahui El Edris melakukan beberapa kontak dengan sejumlah
penyelenggara Negara. Setelah intensif melakukan monitoring dan pengawasan
terkait dugaan suap yang merugikan Negara dan menjalarnya penyakit masyarakat
yakni korupsi dan penggemblungan dana akhirnya membuahkan hasil. Setelah
beberapa kali terkecoh terkait transksi suap karena batal dilakukan, akhirnya
sampailah pada transaksi oleh PT DGI (El Edris dan Rosa) dengan Sesmenpora
Wafid Muharam. Tanggal 20 April KPK mencatat ada komunikasi intens antar 2
pihak tersebut.
KPK pun mulai bergerak, dan kedua pihak tertangkap basah sedang
bertransaksi. Saat penangkapan tidak terjadi insiden yang besar, Wafid panik dan
kemudian menyebar uang dimana-mana. Bahkan cek dan beberapa uang sampai
diberikan ke sopir dan ajudannya. adapula uang yang berserakan dilantai. Dari
peristiwa penggerebekan transaksi tersebutlah, cerita tentang keterlibatan M.
Nazaruddin muncul.

2.2 Pejabat Sumsel Rugikan Negara Rp 54 Miliar dalam kasus


Wisma Atlet
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa bekas Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Selatan, Rizal Abdullah, melakukan korupsi
dalam proyek Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna di Jakabaring, Sumatera
Selatan pada 2010-2011. Jaksa mendakwa Rizal selaku Ketua Komite
Pembangunan Wisma Atlet, telah merugikan negara senilai RP 54,7 miliar.
"Terdakwa (Rizal Abdullah) telah melakukan pengaturan dalam proses pengadaan
barang dan jasa yakni menetapkan PT Duta Graha Indonesia Tbk (PT DGI)
sebagai pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan pembangunan Wisma
Atlet," kata Jaksa Surya Nelli saat membacakan berkas dakwaan di Pengadilan
Tipikor, Jakarta, Rabu (29/7).

7
Jaksa menyebutkan, Rizal telah melakukan lobi politik melalui sejumlah
pertemuan yang dilakukan dengan pihak PT DGI sebelum proses tender usai.
Selain itu, Rizal disebut juga mempengaruhi panitia pengadaan jasa untuk
membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) yang dibuat oleh PT DGI. Padahal, HPS seharusnya dibuat oleh Pejabat
Pembuat Komitmen dari pihak pemerintah alih-alih rekanan.
Rizal didakwa melalukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia
(Seskemenpora RI) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Wafud Muharra,
Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Sekretariat Kemenpora RI dan selaku
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Deddy Kusdinas, Ketua Panitia Pelelangan
Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pembangunan Wisma Atlet Provinsi Sumatera
Selatan M Arifin, Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi, dan
Direktur Operasional PT DGI Karman Hadi.
Rizal menerima uang tunai Rp 350 juta sebagai dan sejumlah fasilitas dari
PT DGI berupa pembayaran Golf Fee Riverside Club Bogor sejumlah Rp 6 juta,
akomodasi menginap di Hotel Santika Jakarta sejumlah Rp 3,7 juta," kata jaksa.
Rizal juga menikmati duit perusahaan rekanan untuk melancong ke Australia
bersama keluarganya, yakni istrinya bernama Meriana Arsyad dan dua anaknya
bernama Lisa Ramayanti dan Yulia Ramaputri. Total duit yang keluar untuk tiket
perjalanan pulang dan pergi dari Jakarta ke Sidney yakni sebanyak US$ 3.300,02.
Sementara itu, untuk akomodasi yakni sebanyak US$ 1.168,32 untuk biaya
menginap di Hotel Sheraton on Park Sidney.
Selain memperkaya dirinya sendiri, Rizal didakwa memperkaya orang lain
diantaranya Musni Wijaya senilai Rp 80 juta, KM Aminuddin senilai Rp 150 juta,
M Arifin senilai Rp 75 juta, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M
Nazaruddin senilai Rp 4,675 miliar, serta memperkaya korporasi PT DGI snilai
Rp 49,01 miliar. Kasus tersebut bermula ketika Gubernur Sumatera Selatan Alex
Noerdin mengaku siap menjadi tuan rumah SEA Games tahun 2011. Dalam
persiapannya, Alex memerintahkan RIzal untuk mempersiapkan wisma atlet.

8
Bantuan yang diberikan dari pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp
416,75 miliar.
Atas tindak pidana tersebut, Rizal didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo
Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana.

2.3 Upaya KPK menangani Kasus Wisma Atlet


Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR Aziz Syamsuddin
mempertanyakan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus Wisma Atlet
SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Menurut Aziz, mengapa KPK
lambat dalam menangani kasus itu dibanding kasus suap di Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. "Kenapa proses kasus Wisma Atlet tidak seperti di
Kemenakertrans. Padahal itu juga menyangkut Badan Anggaran DPR," kata Aziz
Syamsuddin dalam rapat bersama pimpinan KPK di gedung DPR, Jakarta, Senin
3 Oktober 2011. Aziz pun mempertanyakan penanganan kasus Wisma Atlet.
Menurut Aziz, KPK terlihat cepat reaktif dalam menangani kasus dugaan suap di
dalam Kementerian pimpinan Muhaimin Iskandar. "Ada apa di balik ini?" kata
politisi Partai Golkar ini. Ketua KPK Busyro Muqoddas menjawab pertanyaan
Aziz Syamsuddin. Menurut Busyro, kasus dugaan suap dalam pembangunan
proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang lebih kompleks dari kasus suap di
Kemenaketrans. "Wisma Atlet ini lebih kompleks. Tidak mungkin kami lebih
cepat menangani dari kasus yang kedua (Kemenakertrans). Semuanya itu berbasis
data," kata Busyro. Dalam kasus Kemenakertrans, KPK sudah memanggil empat
pimpinan Badan Anggaran DPR sekaligus. Pemanggilan pimpinan Badan
Anggaran itulah yang menuai polemik. DPR menilai, pemanggilan empat
pimpinan Badan Anggaran secara bersamaan mengganggu proses pembahasan
RAPBN 2012. DPR juga mempertanyakan kapasitas pemanggilan empat

9
pimpinan Badan Anggaran, sebagai saksi atau lembaga. KPK menjelaskan,
pemanggilan empat pimpinan Badan Anggaran itu termasuk dalam teknis
penyidikan. Pemanggilan itu dalam kapasitasnya sebagai pribadi. "Dipanggil
sebagai saksi, untuk mengklarifikasi adanya pernyataan dari pihak yang sudah
dipanggil lainnya," kata Busyro. Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi
Alifian Mallarangeng mengaku tidak mau tahu perihal pembangunan Wisma
Atlet SEA Games XXVI Jakabaring, Palembang. Namun, dia juga menyatakan,
mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram, yang menjadi
terdakwa dalam perkara itu, selalu melaporkan setiap kemajuan proyek tersebut.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang
diketuai Marsudin Nainggolan, Rabu (21/9), Andi menyatakan tidak mengetahui
perihal suap senilai Rp 3,2 miliar yang disita penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) saat menangkap Wafid serta pihak penyuap--Mindo Rosalina
Manulang dan Muhammad El Idris di Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kemenpora), 21 April 2011. Dia juga menyatakan tidak pernah dilapori
mengenai penggunaan dana dimaksud. "Kami tidak pernah dilapori mengenai
uang tersebut sebagaimana yang disebut di media massa sebagai dana talangan,"
kata Andi menjawab pertanyaan majelis hakim. Andi juga mengaku tidak tahu-
menahu penggunaan dana talangan dalam setiap kegiatan di Kemenpora. Bahkan,
saat Wafid mengingatkan Andi tentang beberapa kegiatan di kementerian itu
yang menggunakan dana talangan, seperti terkait mendatangkan pesepak bola
Belanda keturunan Indonesia yang tergabung dalam Klub De Jong Indonesia,
bantuan untuk Pemuda Ansor, dan beberapa kegiatan lainnya, Andi juga
mengaku tidak mengetahui bahwa kegiatan itu menggunakan dana talangan.
Bapak Wafid Muhammad saat itu tidak menginformasikan kepada saya bahwa
kegiatankegiatan tersebut tidak menggunakan APBN. Jika saat itu Bapak
mengungkapkan tidak ada dana APBN, saya pasti akan menganjurkan
menggunakan dana yang masih dalam koridor hukum," kata Andi. Andi
Mallarangeng mengakui pernah dikunjungi oleh mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat Muhammad Nazaruddin dan anggota Komisi X DPR Fraksi Partai
Demokrat Angelina Sondakh. Kunjungan itu terjadi juga pada 21 April 2011,

10
beberapa saat sebelum KPK menangkap Wafid, Rosalina, dan Muhammad El
Idris. "Datang bersama dengan anggota DPR dan teman-teman yang lain untuk
bersilaturahmi," ujar Andi. Namun, Andi mengaku lupa apakah saat itu dia minta
ditemani Wafid Muharram untuk menemui anggota DPR tersebut. Tetapi, Andi
mengaku terbiasa meminta ditemani salah seorang anak buahnya jika ada anggota
DPR yang ingin bertanya perihal program atau perkembangan proyek di
kementeriannya. Perlu diketahui, selain dikatakan berperan dalam kasus suap
wisma atlet, Andi Mallarangeng juga dituding mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat, Muhammad Nazaruddin, terlibat dalam mark up proyek pembangunan
kompleks olahraga di Bukit Hambalang, Bogor. Namun, hingga kini Nazaruddin
belum mengungkap lebih terperinci tuduhannya itu. Terkait kasus suap wisma
atlet yang akan digunakan peserta SEA Games XXVI di Palembang, November
nanti, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Suwidya menjatuhkan
vonis pidana penjara kepada Manager Marketing PT Duta Graha Indah (DGI),
Muhammad El Idris, selama dua tahun. Majelis hakim menyatakan El Idris
bersama Direktur PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang, terbukti menyuap
Sesmenpora Wafid Muharram, anggota DPR Muhammad Nazarudin, dan Ketua
Komite Wisma Altet Rizal Abdullah agar PT DGI bisa menjadi pemenang tender
proyek pembangunan Wisma Atlet Jakabaring dan gedung serbaguna di
Palembang, Sumatera Selatan. Selain itu, majelis hakim juga diharuskan
membayar denda sebesar Rp 200 juta yang bisa diganti dengan hukuman
kurungan selama enam bulan. Vonis tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan
jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
sebelumnya meminta majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara selama
3,5 tahun penjara. Namun, tuntutan pembayaran denda terhadap El Idris lebih
ringan, yaitu Rp 150 juta yang bisa diganti dengan empat bulan kurungan. Usai
mendengarkan penjatuhan vonis, Idris kembali mengungkapkan isi hatinya. Kali
ini dia mendesak agar Nazaruddin yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka
dalam perkara itu dijatuhi hukuman seberat-beratnya. "Dan, yang berhubungan
dengan Nazaruddin bukan kami saja," ujar Idris seusai mengikuti persidangan
tersebut. Pada persidangan lain, Pengadilan Tipikor juga menjatuhkan vonis

11
kepada Mindo Rosalina Manulang dengan pidana penjara selama 2,5 tahun (2
tahun 6 bulan). Majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Suwidya
menyatakan hal yang memberatkannya menjatuhkan vonis pidana penjara itu
karena Rosalina telah memberi peluang kepada pejabat negara untuk melakukan
korupsi, sesuatu yang kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah yang tengah
gencar-gencarnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Rosa juga
harus membayar denda Rp 200 juta yang bisa diganti dengan hukuman kurungan
selama enam bulan. Menanggapi vonis itu, Rosalina menyatakan vonis tersebut
pilihan terbaik untuknya, meskipun diakuinya memberatkan hatinya. "Menurut
saya berat, tapi saya yakin, ini yang terbaik buat saya. Dan semoga ini hukuman
yang seadil-adilnya buat saya," ujar Rosa seusai mendengarkan vonis majelis
hakim. Baik Rosa maupun kuasa hukumnya, Djufri Taufik, menyatakan pikir-
pikir untuk mengajukan langkah hukum lanjutan terhadap vonis tersebut. Jika
dalam tujuh hari setelah vonis dijatuhkan, pihak Rosa tidak mengajukan banding,
maka pengadilan menganggap Rosa menerima vonis itu. Saat majelis hakim
Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis kepada Rosalina, di depan pengadilan itu
sejumlah pemuda yang tergabung dalam Komunitas Anak Muda Demokrat
melakukan unjuk rasa, mendesak KPK dan Pengadilan Tipikor untuk mengusut
serta menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku tindak pidana
korupsi (koruptor). Wajah peserta unjuk rasa tampak ditutupi topeng bergambar
wajah para petinggi partai politik. Mereka mendatangi Pengadilan Tipikor
menggunakan sepeda. "Kami minta hakim Tipikor menghukum para koruptor
secara berat. Akibat ulah mereka, negara ini sudah dimiskinkan. Hakim harus
punya hati nurani untuk memutuskan perkara," ujar Koordinator aksi, Herbert
Sitorus, saat berorasi di depan gedung Pengadilan Tipikor. Mereka juga
melakukan hal yang sama di depan gedung KPK. Elsa Syarif, kuasa hukum
tersangka kasus wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, mengungkapkan, ada
permainan antara Badan Anggaran DPR dan pemerintah terkait proyek
pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. "Ada
permainannya (Badan Anggaran). Saya tidak bisa bilang general ya, tetapi untuk
kasus ini, ada," kata Elza di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta,

12
Rabu (12/10/2011) malam, seusai mendampingi kliennya diperiksa. Dia tidak
menjelaskan lebih jauh soal permainan Badan Anggaran yang dimaksud. Menurut
dia, Nazaruddin telah menyampaikan hal tersebut secara rinci kepada penyidik
KPK. "Penyidik juga merasa senang karena ada hal-hal yang selama ini belum
jelas, menjadi jelas, dan peran orang-orang ini jelas, dan permainan antara
pemerintah dan Banggar terbuka," tuturnya. Nazaruddin, katanya, juga
menyertakan bukti-bukti yang mendukung keterangannya itu kepada penyidik.
Namun, saat ditanya bukti apa yang diserahkan ke KPK, Elza enggan
membeberkan. "Nanti kami ungkap di persidangan," katanya. Seusai menjalani
pemeriksaan selama lebih-kurang sembilan jam, Nazaruddin mengaku
mengungkapkan kepada penyidik KPK sejumlah nama kader Partai Demokrat
yang menurut dia terlibat kasus wisma atlet. Mereka yang disebut adalah Ketua
DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Wakil Bendahara Demokrat Mirwan
Amir, Wakil Sekjen Demokrat Angelina Sondakh, dan Ketua Fraksi Demokrat
Djafar Hafsah.

Di antara empat politikus itu, hanya Angelina dan Mirwan yang menjadi
anggota Badan Anggaran DPR. "Saya sudah jelaskan sama penyidik tentang
keterlibatan Anas di wisma atlet. Saya juga jelaskan soal pengakuan Angelina
bahwa dia terima uang Rp 9 miliar, dia distribusikan ke Mirwan, dari Mirwan ke
Anas, ke Djafar, saya jelaskan detail," katanya. Sebelumnya, Nazaruddin
mengungkapkan hal serupa kepada wartawan. Dia menyebutkan adanya aliran
dana Rp 9 miliar ke Banggar DPR melalui Angelina dan Mirwan. Uang tersebut
kemudian ada yang mengalir ke Anas dan Djafar. Selain itu, Nazaruddin kembali
menyebut Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng turut menerima uang
wisma atlet.

13
2.4 KPK Periksa Enam Saksi Terkait Dugaan Korupsi PT DGI dan
Saham

Garuda
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melengkapi berkas
pemeriksaan untuk melengkapi berkas pemeriksaan tersangka Muhammad
Nazaruddin (MNZ). Nazaruddin adalah tersangka dugaan gratifikasi proyek PT
Duta Graha Indah (DGI) dan praktik pencucian uang dalam pembelian saham PT
Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Untuk itu, KPK hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap enam orang
pihak swasta. Mereka antara lain Sutedjo Gunawan, Daniel Parganda Marpaung
(notaris), Dwi Erika Pitasari, Khairul Afdel, Shinta Mareti Purwaningtyas, Sawitri
Dwita Rijanti. "Semuanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ (M
Nazaruddin)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa
Nugraha, Jakarta, Kamis (11/12/2014). Sebelumnya, KPK kemarin juga telah
memeriksa empat saksi lainnya. Mereka adalah team leader PT Bank Mandiri
Bakti Astuti Wredajanti, Nurapendi bin H. Karman, Gunawan Wahyu Budiarto
alias Toto Gunawan dan Polin Sitorus.
Seperti diketahui, PT DGI merupakan pelaksana proyek Wisma Atlet.
Dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna
Provinsi Sumsel tahun 2010-2011, Rizal disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau
Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rizal diduga melakukan mark up
atau pengelembungan anggaran. Adapun nilai kerugian negara dalam kasus itu
sebesar Rp25 miliar.

2.5 KPK Periksa Bekas Sesmenpora Terkait Kasus Korupsi Wisma


Atlet
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa bekas Sekretaris Menteri
Pemuda Olahraga (Sesmenpora), Wafid Muharram. pemeriksaan Wafid terkait

14
kasus korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serba guna Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011. Wafid akan dimintai keterangannya
untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Direktur Utama PT Duta Graha
Indah Dudung Purwadi.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DPW (Dudung Purwadi)," ujar
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Rabu
(27/1/2016). Selain Wafid, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua
saksi lainnya. Para saksi tersebut antara lain Direktur Marketing PT Anak Negeri
Mindo Rosalina Manulang dan pejabat keuangan di Group Permai Yulianis.
Sebelumnya, KPK menetapkan Dudung Purwadi sebagai tersangka dugaan tindak
pidana korupsi pada kegiatan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010-2011. "Penyidik KPK telah
menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan DP sebagai tersangka,"
ujar Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Senin
(21/12/2015). Menurut Yuyuk, Dudung ditetapkan sebagai tersangka karena
diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. "Sehingga
mengakibatkan kerugian negara sekitar 25,8 miliar rupiah," ungkap Yuyuk. Atas
perbuatannya, Dudung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.

2.6 Alex Noerdin Jadi Saksi Sidang Kasus Wisma Atlet


Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menjadi saksi dalam
persidangan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan wisma atlet dan gedung
serba guna Sumsel. "Nanti saja, ini saja belum masuk saya. Nanti setelah selesai,
baru kita ngobrol," kata Alex Noerdin saat tiba di gedung Pengadilan Tindak

15
Pidana Korupsi Jakarta, Senin (31/8). Namun Alex menolak berbicara soal materi
perkara tersebut. Terdakwa dalam perkara itu adalah Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan Rizal Abdullah.
Dalam dakwaan, Alex Noerdin disebut memberi arahan kepada Komite
Pembangunan Wisma Atlet (KPWA) untuk mengkaji gambar desain dan
perencanaan milik Direktur Utama PT Triofa Perkasa, perusahaan subkontraktor
PT Duta Graha Indah (GDI). Padahal penetapan pemenang lelang pembangunan
wisma atlet di Jakabaring, Palembang belum dilakukan. Rizal didakwa menerima
komisis Rp359 juta dan 4.468,34 dolar AS dari PT Duta Graha Indah karena
memenangkan perusahaan tersebut sebagai pemenang tender pembangunan wisma
atlet dan gedung serba guna. Sehingga Rizal didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat
(1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Pasal itu mengatur mengenai setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonornian negara yang terancam pidana seumur hidup atau paling singkat 4
tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan denda
paling banyak Rp1 miliar.

2.7 Babak Akhir Kasus Wisma Atlet


Perkara Wisma Atlet yang melibatkan beberapa pihak diantaranya mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Sekertaris
Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram hampir memasuki tahap
akhir. Salah satu tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan, Rizal Abdullah yang didakwa
melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di
Jakabaring, Palembang telah memasuki sidang perdana di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Jakarta.

16
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
membeberkan perilaku Rizal yang tertera dalam surat dakwaan. Ia dianggap
melakukan tindak pidana korupsi dengan menguntungkan diri sendiri dan orang
lain serta merugikan negara puluhan miliar. "Memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa sejumlah Rp359 juta dan
US$4.468,34," kata Jaksa KPK Nurul Widiasih, Rabu (29/7).
Jaksa juga merinci sejumlah orang yang turut menerima uang haram ini,
yaitu Musni Wijaya Rp80 juta, K.M. Aminudin Rp150 juta, Irhamni Rp40 juta,
Amir Faisol Rp30 juta, Fazadi Afdanie Rp20 juta, M. Arifin Rp75 juta, Sahupi
Rp60 juta, Anwar Rp35 juta, Rusmadi Rp50 juta, Sudarto Rp25 juta, Hery Meita
Rp25 juta, Darmayanti Rp25 juta, Muhammad Nazaruddin Rp4,675 miliar.
Selanjutnya, PT Duta Graha Indah (DGI) juga diuntungkan dari proyek
tersebut sekitar Rp49 miliar. Perusahaan ini merupakan milik Nazaruddin yang
ditunjuk oleh Rizal sebagai pelaksana proyek. Atas perbuatannya ini, Rizal
dianggap turut serta merugikan keuangan negara sebanyak Rp54,7 miliar.

2.8 Korupsi Wisma Atlet, Eks Kepala Dinas PU Divonis 3 Tahun


Penjara
Ketua majelis hakim Sutio Jumagi Akhirno menyatakan mantan Kepala
Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel)
Rizal Abdullah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek
pengadaan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumsel
tahun 2010-2011.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan
kedua. Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp150 juta
subsidair dua bulan kurungan," katanya membacakan amar putusan di Pengadilan
Tipikor Jakarta, Jumat (27/11).
Sutio menjelaskan, majelis tidak sependapat dengan tuntutan 5,5 tahun
penjara yang dimintakan penuntut umum KPK. Sebab, sesuai fakta persidangan,

17
peran Rizal hanyalah sebagai pelaksana skenario yang telah ditetapkan sejak awal
oleh M Nazaruddin, Wafid Muharam, dan Mindo Rosalina Manulang.
Sebagaimana diketahui, meski Rizal terbukti mengetahui proses lelang tidak
dilakukan sebagaimana mestinya, sejak awal, pengadaan Wisma Atlet dan
Gedung Serbaguna Provinsi Sumsel tahun 2010-2011 yang dimenangkan PT Duta
Graha Indah (DGI) Tbk sudah ditentukan oleh campur tangan Nazaruddin, Wafid,
dan Rosa. Oleh karena itu, menurut Sutio, pidana 5,5 tahun penjara yang
dimintakan penuntut umum KPK tidak adil bagi Rizal. Adapun hal-hal yang
meringankan adalah Rizal telah berjasa dalam penyelenggaraan SEA Games ke-
26, mengakui perbuatannya, sudah mengembalikan uang yang dinikmatinya, dan
masih memiliki tanggungan keluarga. "Terdakwa telah berhasil dalam memimpin
pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna. Dengan demikian, terdakwa
memiliki andil dan kontribusi yang cukup besar dalam penyeleggaraan SEA
Games, bahkan Wisma Atlet juga telah digunakan untuk event-event besar lainnya
dan dalam waktu dekat akan digunakan untuk Asian Games," ujarnya.
Hakim anggota Sofialdi menguraikan, berdasarkan seluruh alat bukti di
persidangan diperoleh fakta bahwa Rizal diangkat menjadi Ketua Komite
Pembangunan Wisma Atlet (KPWA) di Sumsel. Rizal bertugas mempersiapkan
pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, melalui pendanaan dari
Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora).
Kemudian, Rizal selaku Ketua KPWA menandatangani perjanjian kerja
sama (PKS) dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenpora, Deddy
Kusdinar, tentang pemberian bantuan pembangunan wisma atlet di Provinsi
Sumsel. Dalam perjanjian tersebut, anggaran kerja sama yang disediakan dalam
DIPA sebesar Rp199,635 miliar. Sebelum proses pengadaan dilaksanakan, Paulus
Iwo yang sebelumnya sudah mendapat arahan dari Sesmenpora Wafid Muharam
mempertemukan Rizal dengan Rosa dan Mohamad El Idris. Rosa menyampaikan
bahwa PT DGI Tbk yang akan mengerjakan proyek pembanguan wisma atlet dan
gedung serbaguna provinsi Sumsel. Selaku perwakilan PT DGI Tbk, El Idris
ditunjuk sebagai orang yang akan berhubungan dengan Rizal. El Idris juga
menginformasikan, Rizal akan menjadi Ketua KPWA dan menjanjikan Rizal akan

18
mendapatkan fee terkait pemenangan PT DGI Tbk dalam lelang umum
pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumsel. Sofialdi
menyatakan, Rizal pun mengaki, sebelum pertemuan itu, ia sudah mendapat
arahan dari Wafid yang meminta agar PT DGI Tbk dapat dibantu dalam proses
lelang. Alhasil, proses lelang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Gambar
desain dan RAB tidak dikerjakan sendiri oleh Dinas PU, melainkan diperoleh dari
orang suruhan PT DGI Tbk, Forest Jieprang. Begitu pula dalam pembuatan HPS.
Sesuai keterangan Ketua Pengadaan Barang dan Jasa M Arifin dan Sahupi, HPS
baru mulai dikerjakan setelah 25 Oktober 2010 atau setelah menerima surat Rizal
yang isinya meminta panitia pengadaan mengundang rekanan yang lulus
prakualifikasi. Panitia hanya mengoreksi harga satuan dari RAB yang disusun
KPWA Sumsel. Hakim anggota Tito Suhud melanjutkan, walau mengetahui
proses lelang dan penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tidak dilakukan
sebagaimana mestinya, "Terdakwa membiarkan PT DGI Tbk yang tidak
memenuhi syarat untuk menjadi pemenang lelang pekerjaan pembangunan Wisma
Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumsel tahu," tuturnya. Setelah PT DGI
Tbk menerima pencairan uang muka, Rizal menerima uang tunai Rp100 juta dan
Rp250 juta dari El Idris. Rizal juga menerima sejumlah fasilitas dari PT DGI Tbk
melalui El Idris berupa pembayaran Golf Fee Riverside Club Bogor Rp6 juta,
akomodasi menginap di Hotel Santika Jakarta Rp3,7 juta, dan tiket pesawat
Garuda. Tidak hanya Rizal, Meriana Arsyad (istri terdakwa), Lisa Ramayanti dan
Yulia Ramaputri (anak-anak terdakwa) juga menerima fasilitas senilai
AS$3300,02 dan akomodasi Hotel Sheraton on Park Sidney senilai AS$1168,32.
Apabila diakumulasikan seluruh fasilitas dan uang yang diterima Rizal berjumlah
Rp359,7 juta dan AS$4468,34 atau setara dengan Rp400 juta. Selain itu,
perbuatan Rizal, telah pula memperkaya PT DGI Tbk sebesar Rp49,010 miliar
dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp54,7 miliar. Dengan
demikian, majelis hakim berkesimpulan, semua unsur dalam dakwaan kedua,
Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP telah terpenuhi
menurut hukum. Menanggapi putusan majelis, Rizal mengambil sikap untuk
tidak mengajukan banding. Ia merasa putusan majelis sudah cukup adil. Ia

19
meyakini hal ini merupakan yang terbaik dari Allah SWT. Ia berterima kasih
kepada majelis, keluarga, dan para pendukungnya. "Kami menerima semua
putusan majelis hakim yang mulia," tandasnya.

2.9 Analisa Kasus korupsi di Wisma Atlet dikaitkan dengan teori


etika
Kasus korupsi di Wisma Atlet SEA tersebut dikaitkan dengan teori etika
sebagai berikut:
1. Divine Command Theory, segala tindakan mendasarkan pada suatu ajaran
sesuai kepercayaan atau agama yang dianut. Menurut kepercayaan kami,
manusia diwajibkan untuk mencari nafkah (berbisnis) dengan cara yang
baik. Sedangkan perbuatan yang dilakukan oleh Direktur PT DGI
merupakan tindakan yang tidak etis dikarenakan melakukan segala cara
untuk memenangkan proyek Hambalang.
2. Dalam teori egoisme yang memiliki dua konsep yaitu egoisme psikologi
dan egoisme etis. Menurut sudut pandang teori egoisme psikologis, semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish).
Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan
kepentingan orang lain. Tindakan yang dilakukan oleh PT DGI dengan
mengkorupsi atau menyelewengkan dan proyek hambalang untuk
kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan pemerintah dan
masyarakat dapat dikatakan etis. Sedangkan menurut sudut pandang
egoisme etis, yang menjadi alasan sebuah tindakan dilakukan hanya
berdasarkan keyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela
kepentingan diri yang menghasilkan keuntungan bagi diri sendiri pula,
sehingga menurut egoisme etis tindakan PT DGI dapat dikatakan etis
karena menguntungkan diri sendiri.
3. Dalam teori utilitarianisme, suatu perbuatan dikatakan etis jika membawa
manfaat, dan manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat secara keseluruhan. Utilitarianisme juga merupakan

20
kondisi umum untuk beberapa pandangan yang memegang tindakan dan
kebijakan yang harus di evaluasi atas dasar analisis manfaat dan biaya
(cost-benefit analysis).
4. Dalam teori deontologi, yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban. Deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu
tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau
dari akibat dari tindakan tersebut. PT DGI menggunakan segala cara untuk
memenangkan proyek hambalang akan tetapi dari segi kewajiban yang
seharusnya dipenuhi ketika pengadaan proyek dan pengajuan proyek tidak
dipenuhi karena menggunakan suap kepada anggota pemerintah untuk
memenangkan proyek. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
tindakan tersebut dikatakan tidak etis.
5. Dalam teori hak, Menurut teori hak, suatu tindakan dianggap etis bila
tindakan tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Teori hak
sebenarnya di dasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat yang sama Hak-hak manusia terdiri dari beberapa (Weiss, 2006),
yaitu: hak hukum, hak moral atau kemanusiaan dan hak kontraktual. Jika
dilihat dari ketiga hal tersebut tindakan yang dilakukan PT DGI dapat
dikatakan tidak etisk karena telah melanggar hukum (hak hukum),
melanggar kepentingan orang lain demi kepentingan diri sendiri (hak
moral), dan melanggar hak kontraktual yang seharusnya dipenuhi dalam
pengadaan proyek hambalang (hak kontraktual)
6. Dalam teori keutamaan yang menyatakan sifat-sifat atau karakter yang
harus dimiliki seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan
sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Sifat manusia
terdiri dari Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Dari kemempat sifat
tersebut PT DGI tidak mempuyai satupun sifat yang dimiliki oleh sifat
manusia terutama yang dilakukan oleh direktur PT DGI. Sehingga dapat
disimpulkan perilaku PT DGI tidaklah etis.
7. Teori Keadilan. Prinsip dasar dari teori keadilan terdiri dari: Prinsip dasar
keadilan distributif, Prinsip dasar keadilan retributif, dan Prinsip dasar

21
keadilan kompensatif. Perilaku PT DGI dapat dikatakan tidak etis karena
menggunakan suap untuk memenangkan tender sehingga mendapat
perlakuan yang khusus (Prinsip dasar keadilan distributif), dan mengelak
dalam mengakui kesalahan yang bertolak belakang dengan prinsip dasar
keadilan retributif dan serta tidak memperbaiki kerugian yang ditimbulkan
yang berkaitan dan bertentangan dengan prinsip dasar keadilan
kompensatif.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan Keseluruhan Proses Analisis dan Pembahasan atas kasus suap
wisma Atlet SEA GAMES penulis mengambil kesimpulan berikut :
1. Adanya politik yang tidak transparan diantara pejabat/partai politik
2. Adanya Penyalahgunaan Jabatan yang dilakukan oleh para pelaku korupsi
tersebut.
3. Kurang tegasnya hukum yang berlaku di Indonesia
4. Kurang tanggapnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus korupsi di
Indonesia
5. Perbedaan pendidikan/jabatan seseorang yang menyebabkan kesewenang-
wenangan.
Dengan ditegakkannya hukum di Indonesia secara jelas dan tepat maka segala
macam masalah yang ada di Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik.

3.2 Saran
Dari serangkaian uraian pada bab-bab sebelumnya penulis meyakini masih
terdapat berbagai macam kesalahan dan kekeliruan,sehingga masalah-masalah di
Indonesia belum dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis memberikan saran guna peningkatan kesadaran dan
supremasi hukum di Indonesia karena pada dasarnya Indonesia adalah Negara
Hukum,dan Hukum harus di tegakkan bagi siapa saja yang melanggarnya. Setiap
warga Indonesia wajib mentaati dan menjunjung tinggi Hukum dan Etika di
Indonesia.
Mereposisi peran pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, sebab korupsi
di lingkungan pemerintah tidak akan terjadi bila pemerintah menjalankan fungsi
kepemerintahan dengan baik, sehingga setiap tindakan pemerintah mulai dari
tahap perencanaan sampai kepada tahap pengawasan berada dalam kontrol yang

23
tepat. Korupsi juga tidak akan terjadi bila pengusaha tidak memberikan suap
kepada pemerintah untuk memperoleh berbagai kemudahan.

Masyarakat merupakan subyek sekaligus obyek dalam kehidupan bernegara perlu


ditingkatkan perannya dalam mengawasi pemerintah. Peningkatan peran tersebut
diantaranya adalah dengan adanya dukungan akan kemudahan untuk memperoleh
informasi (terkait dengan permasalahan peraturan mengenai hak kebebasan
memperoleh informasi), perlindungan hukum atas diberikannya informasi
mengenai korupsi (terkait dengan permasalahan peraturan mengenai perlindungan
saksi dan korban/whisle blower act). Untuk tahap awal, sudah satnya korporasi
dan publik dilibatkan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. .

24
DAFTAR PUSTAKA.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=287274
www.google.com/sosiologi-korupsi
http://www.scribd.com/doc/39639893/Tinjauan-Yuridis-Konseptual-Terhadap-
korupsi
http://nasional.kompas.com
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150729150606-12-68872/kasus-wisma-
atlet-pejabat-sumsel-rugikan-negara-rp-54-miliar/
http://www.kompasiana.com/shinigami.dinar/latar-belakang-kasus-proyek-tender-
wisma-atlet_5508817b8133113422b1e1c2
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/11/kpk-periksa-enam-saksi-terkait-
dugaan-korupsi-pt-dgi-dan-saham-garuda
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/01/27/kpk-periksa-bekas-sesmenpora-
terkait-kasus-korupsi-wisma-atlet
http://www.gresnews.com/berita/hukum/200297-babak-akhir-kasus-hambalang/0/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt565808c292b15/korupsi-wisma-atlet--
eks-kepala-dinas-pu-divonis-3-tahun-penjara
https://yuokysurinda.wordpress.com/2015/11/27/analisa-korupsi-wisma-atlet-
dengan-teori-etika/

25

Anda mungkin juga menyukai