KSK 33 2019 310120

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 104

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN

No. 33, September 201 9

BERSINERGI
MENDORONG
INTERMEDIASI
BERKUALITAS
di Tengah Berlanjutnya Ketidakpastian Global
I

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
BERSINERGI MENDORONG
INTERMEDIASI BERKUALITAS
DI TENGAH BERLANJUTNYA
KETIDAKPASTIAN GLOBAL

ISSN 2620-9241
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
III

DAFTAR ISI
PRAKATA XIII

RINGKASAN EKSEKUTIF XVII

I. KONDISI MAKROFINANSIAL
1.1 Ekonomi Global Tumbuh Melambat, Didorong oleh Eskalasi Perang Dagang 03
Boks 1.1 Nexus Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok dengan 06
Sistem Keuangan Indonesia
1.2 Risiko Keuangan Global Meningkat Seiring dengan Pelemahan Ekonomi Global 08
1.3 Sistem Keuangan Indonesia Tetap Terjaga di Tengah Kerentanan Keuangan 09
Global

II. KERENTANAN UTAMA
2.1 Perbankan yang Memiliki Eksposur pada Korporasi yang Kinerjanya Terganggu 21
Mengalami Perlambatan Kredit
Boks 2.1 Perbankan Melonggarkan Lending Standard Untuk Mendukung 28
Pertumbuhan Kredit
2.2 Kerentanan Korporasi yang Memiliki Utang Luar Negeri (ULN) Perlu Diwaspadai 30
2.3 Pasar Keuangan Rentan terhadap Risiko Portfolio Rebalancing 32
Boks 2.2 Perkembangan Pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) 36

III. RISIKO DAN KETAHANAN SISTEM KEUANGAN
3.1 Dampak Perang Dagang terhadap Kinerja Korporasi Relatif Terbatas 39
Boks 3.1 Dampak Berlanjutnya Perang Dagang terhadap Pendapatan Korporasi 40
3.2 Korporasi yang Memiliki Eksposur Utang Luar Negeri Masih Memiliki 42
Repayment Capacity yang Baik
3.3 Penurunan Aktivitas Korporasi Berpengaruh Minimal terhadap Likuiditas 45
Perbankan
3.4 Penurunan Kinerja Korporasi Menurunkan Permintaan dan Memperlambat 47
Pertumbuhan Kredit
3.5 Profitabilitas Perbankan Relatif Terjaga Seiring dengan Peningkatan 49
Efisiensi Bank

IV.RESPONS KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
4.1 Kebijakan Makroprudensial Bersifat Pelonggaran 55
Boks 4.1 Fleksibilitas PLM yang Mendukung Pemanfaatan Term Repo 58
Reguler BI oleh Bank
4.2 Peran Investor Institusi dalam Mendukung Pembiayaan Pembangunan 61
Boks 4.2 Cash Waqf-Linked Sukuk (CWLS) Sebagai Alternatif Sumber 63
Pembiayaan Nontradisional
4.3 Sinergi dan Koordinasi dalam Memperkuat Ketahanan Sistem Keuangan 65
Boks 4.3 Komitmen Global terhadap Pencapaian Sustainable Development 69

V. TANTANGAN, PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN


5.1 Stabilitas Keuangan ke Depan Diperkirakan Akan Tetap Terjaga Karena Kondisi 73
Ketahanan Sistem Keuangan yang Memadai
5.2 Kebijakan Makroprudensial Akan Tetap Akomodatif dengan Memantau 75
Perkembangan Sistem Keuangan
5.3 Beberapa Kebijakan Berkaitan dengan Ekonomi dan Keuangan Digital 75
Boks 5.1 Standar Nasional QR Code untuk Pembayaran (QRIS) 77
Boks 5.2 Risiko Siber Perlu Mendapatkan Perhatian Perbankan 79
Boks 5.3 Bank Indonesia Perkuat Pengawasan di Tengah Geliat Fintech 81

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
IV

DAFTAR TABEL
I. KONDISI MAKROFINANSIAL
Tabel 1.1 Pertumbuhan Perekonomian Global 03
Tabel B1.1 Eskalasi Perang dagang AS dan Tiongkok 06
Tabel 1.2 Stance Kebijakan Moneter Beberapa Negara 08
Tabel 1.3 Analisis Network Transaksi Keuangan Triwulan I 2019 (Rp Triliun) 11
Tabel 1.4 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir 12
Periode (% PDB)
Tabel 1.5 Kinerja Pasar Keuangan 13
Tabel 1.6 Pertumbuhan Pembiayaan Swasta Nonkeuangan 14
Tabel 1.7 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Sektor Perekonomian 14
Tabel 1.8 Rasio NPL Sektoral 15
Tabel 1.9 Sumber Pendanaan Bank 16

II. KERENTANAN UTAMA


Tabel 2.1.1 Net Lending/Borrowing Keuangan Menurut Sektor (Rp Triliun) 23
Tabel 2.1.2 LaR per Sektor 26
Tabel B2.1.1 Tiga Pertimbangan Utama Perubahan Kebijakan Penyaluran Kredit 29
Tabel 2.3.1 Volatilitas dan Harga IHSG, SBN dan Nilai Tukar 33
Tabel 2.3.2 Heatmap Pertumbuhan Pendapatan Korporasi Go Public 33
(Pertumbuhan YoY EBITDA)

III. RISIKO DAN KETAHANAN SISTEM KEUANGAN


Tabel 3.1.1 Hasil Simulasi Dampak Berlanjutnya Trade War terhadap Pendapatan Korporasi 40
Tabel 3.1.2 Hasil Simulasi 41
Tabel 3.2.1 Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Nonkeuangan 43
Tabel 3.2.2 Kemampuan Bayar Korporasi Berdasarkan Sektoral 44
Tabel 3.5.1 Suku Bunga Deposito Rupiah Berdasarkan Tenor 49
Tabel 3.5.2 Prosentase Komponen Overhead Cost terhadap Rata-Rata Total Aset 50

IV. RESPONS KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL


Tabel B4.1.1 Skema Pemenuhan PLM 59

V. TANTANGAN, PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN


Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Proyeksinya 74

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
V

DAFTAR GRAFIK
I. KONDISI MAKROFINANSIAL
Grafik 1.1 Pertumbuhan Perekonomian Global 03 Grafik 1.17 Alat Likuid Perbankan 10
Grafik 1.2 World Trade Volume 03 Grafik 1.18 Analisis Network Transaksi 11
Grafik 1.3 WTF / GDB 04 Keuangan Triwulan 2019
Grafik 1.4 PMI Manufaktur Global 04 (Rp Triliun)
Grafik 1.5 Harga Komoditas Global 05 Grafik 1.19 Analisis Transaksi Keuangan Luar 12
Grafik 1.6 Harga CPO 05 Negeri (Rp Triliun)
Grafik 1.7 Harga Minyak Dunia 05 Grafik 1.20 Sumber Pembiayaan 13
Grafik 1.8 Harga Batubara 05 Grafik 1.21 Siklus Keuangan 13
Grafik B1.1 PSI dan RCA Ekspor Indonesia 07 Grafik 1.22 Pertumbuhan Kredit Infrastruktur 15
Grafik B1.2 Debt at Risk 07 Grafik 1.23 Pertumbuhan Kredit Infrastruktur 15
Grafik 1.9 Economic Policy Uncertainty 08 per Subsektor
(EPU) Trade Policy AS Grafik 1.24 Dana Pihak Ketiga 16
Grafik 1.10 Pasar Saham Jepang 08 Grafik 1.25 Net Transaksi Pemerintah 16
Grafik 1.11 Aliran Modal 09 Grafik 1.26 Sumber Pendanaan Bank 16
Grafik 1.12 EMBI dan CDS 09 Grafik 1.27 Profitabilitas Bank 16
Grafik 1.13 Yield Obligasi Pemerintah 09 Grafik 1.28 Hasil Investasi Asuransi 17
Grafik 1.14 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 10 Grafik 1.29 Perkembangan Perusahaan 17
Grafik 1.15 Indeks Risiko Sistemik Perbankan 10 Pembiayaan
Grafik 1.16 CAR Bank 10 Grafik 1.30 Hasil Usaha Dana Pensiun 18

II. KERENTANAN UTAMA


Grafik 2.1.1 Pertumbuhan Pembiayaan 21 Grafik B2.1.3 Perkembangan Suku Bunga 29
Perekonomian, Kredit Perbankan Grafik B2.1.4 Perkembangan LDR Perbankan 29
dan ULN (yoy) Grafik 2.2.1 Pertumbuhan Utang Luar Negeri 30
Grafik 2.1.2 Sales Growth Korporasi 22 (yoy) dan Kontribusi Pertumbuhan
Grafik 2.1.3 Capex Growth Korporasi 22 per Sektoral
Grafik 2.1.4 Profitabilitas Korporasi 22 Grafik 2.2.2 Rasio ULN per GDP 30
Grafik 2.1.5 Perkembangan Arus Kas Korporasi 22 Grafik 2.2.3 Pembiayaan Korporasi 31
Grafik 2.1.6 Leverage Korporasi 23 Grafik 2.2.4 Perkembangan Suku Bunga 31
Grafik 2.1.7 Sumber Pembiayaan Korporasi 23 Kredit Rupiah dan Valas
Grafik 2.1.9 Perkembangan Kredit per Segmen 24 Grafik 2.3.1 Volatilitas Nilai Tukar 32
Grafik 2.1.10 Perkembangan NPL per Segmen 24 Grafik 2.3.2 Capital Inflows 32
Grafik 2.1.11 Pertumbuhan DPK Perseorangan 25 Grafik 2.3.3 Pangsa Kepemilikan Asing di SBN 32
Grafik 2.1.12 Indeks Ekspektasi Konsumen dan 25 dan Saham
Pinjaman 25 Nilai Tukar
Grafik 2.1.13 Kredit Rumah Tangga Grafik 2.3.4 CDS Indonesia dan Negara 34
Grafik 2.1.14 DSR Rumah Tangga berdasarkan 25 Kawasan
Tingkat Pengeluaran Grafik 2.3.5 Perkembangan Yield SBN 34
Grafik 2.1.15 Perkembangan Rasio Loan at Risk 26 Indonesia dan Negara Kawasan
(LaR) Grafik 2.3.6 PER Rasio Bursa Saham 34
Grafik 2.1.16 Perkembangan LDR, 26 Indonesia dan Negara Kawasan
Pertumbuhan Kredit dan DPK Grafik 2.3.7 Perbandingan Kedalaman Pasar 34
Grafik 2.1.17 Perkembangan AL dan AL/DPK 26 Keuangan di Beberapa Negara,
Grafik 2.1.18 Perkembangan Penerbitan SSB 27 Tahun 2018
dan Pinjaman Grafik 2.3.8 Perkembangan Pasar Uang 35
Grafik 2.1.19 Perkembangan Komposisi 27 Grafik 2.3.9 Perkembangan Struktur 35
Sumber Pendanaan Bank Pasar Uang
Grafik B2.1.1 Perkembangan ILS dan 28 Grafik B2.3.1 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 36
Pertumbuhan Kredit terhadap USD di Pasar Spot,
Grafik B2.1.2 Perkembangan ILS per Aspek 29 DNDF Tenor 1 Bulan dan
Kebijakan Bank NDF 1 Bulan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
VI

III. RISIKO DAN KETAHANAN SISTEM KEUANGAN


Grafik 3.2.1 Porsi Denominasi Mata Uang ULN 42 Grafik 3.3.10 Perubahan Komposisi Funding 47
Grafik 3.2.2 Perkembangan ULN Korporasi 42 Grafik 3.4.1 Pertumbuhan Kredit Korporasi, 48
Grafik 3.2.3 Perkembangan Pangsa Pasar 42 Komersial dan Konsumsi
Utang Jatuh Tempo (Berdasarkan Grafik 3.4.2 Kontribusi Kredit Korporasi 48
Sisa Waktu Jatuh Tempo) Grafik 3.4.3 Perkembangan Kredit Sektoral 48
Grafik 3.2.4 Perkembangan Kinerja Keuangan 43 terpengaruh Permintaan Global
Korporasi Publik Nonkeuangan dan Harga Komoditas
Grafik 3.2.5 Perkembangan Kemampuan 44 Grafik 3.4.4 Perkembangan Kredit Sektoral 48
Membayar Korporasi Nonkeuangan terpengaruh Melemahnya Daya Beli
Grafik 3.2.6 Debt at Risk Utang Jangka Panjang 44 Grafik 3.4.5 NPL per BUKU 48
Grafik 3.3.1 Rasio Likuiditas dan Komposisi 45 Grafik 3.4.6 Rasio NPL Berdasarkan Sektor 49
Alat Likuid Grafik 3.5.1 Suku Bunga DPK Berdasarkan Jenis 49
Grafik 3.3.2 Delta Kredit, DPK dan Funding Gap 45 Grafik 3.5.2 Perbandingan Suku Bunga 52
Grafik 3.3.3 AL dan AL/DPK 45 Deposito Rupiah dengan 50
Grafik 3.3.4 Pertumbuhan DPK, Kredit dan LDR 46 Yield SBN
Grafik 3.3.5 NCG dan Operasi Valas BI 46 Grafik 3.5.3 Spread Suku Bunga 50
Grafik 3.3.6 SSB Diterbitkan dan Pinjaman 46 Grafik 3.5.4 NIM per BUKU 50
Grafik 3.3.7 Ketahanan Likuiditas Jangka 47 Grafik 3.5.5 Tren Rasio BOPO dan % Overhead 50
Pendek dan Jangka Panjang Cost terhadap Rata-Rata Total Aset
(Bank Wajib LCR dan NSFR) Grafik 3.5.6 Tren Biaya Tenaga Kerja 51
Grafik 3.3.8 Komposisi Aset 47 Grafik 3.5.7 Perkembangan NIM, NPL dan ROA 51
Grafik 3.3.9 Pertumbuhan Pendanaan 47 Grafik 3.5.8 Perkembangan CAR Industri 51

IV. RESPONS KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL

Grafik 4.1 Kesenjangan Kredit terhadap PDB 55 Grafik 4.2.1 Komposisi Investasi Perusahaan 62
Grafik 4.2 Pencapaian Target Kredit UMKM 56 Asuransi per Juni 2019
Grafik B4.1.1 Volume Lelang Term Repo 2019 58 Grafik 4.2.2 Komposisi Aset Investasi 62
Grafik B4.1.2 Perkembangan Pemanfaatan 60 Perusahaan Dana Pensiun
Term Repo per Juni 2019
Grafik B4.1.3 Perkembangan Rasio PLM 60 Grafik B4.2.1 Pangsa Aset Keuangan Syariah 63
Grafik B4.1.4 Perkembangan DPK, Kredit dan 60 (tidak termasuk saham syariah)
Funding Gap

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
VII

DAFTAR GAMBAR

III. RISIKO DAN KETAHANAN SISTEM KEUANGAN


Gambar 3.1.1 Dampak Perang Dagang terhadap Perekonomian 39
Domestik

IV. RESPONS KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL


Gambar B4.1.1 Skema Pemenuhan PLM 59
Gambar B4.2.1 Mekanisme dan Contoh CWLS 64

V. TANTANGAN, PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN


Gambar B5.3.1 PJSP Cakupan Pengawasan DSSK yang Juga dapat 81
Mencakup Bisnis Penyelenggara Penunjang

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
VIII

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
IX

DAFTAR SINGKATAN
AE : Advanced Economies ECB : European Central Bank
AL : Alat Likuid EDC : Electronic Data Capture
AML : Anti Money Laundering EM : Emerging Market
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara EMBI : Emerging Markets Bond Index
API : Application Program Interface EMEAP WGBS : Executives Meeting of East Asia Pacific Working
AS : Amerika Serikat Group on Banking Supervision
ASEAN : Association of South East Asian Nation EMV : European Master Visa
ASF : Available Stable Funding EPF : Employee Provident Fund
ASPI : Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia EPU : Economic Policy Uncertainty
Settlement System ETP : Electronic Trading Platform
ATMR : Aktiva Tertimbang Menurut Risiko FCI : Financial Condition Index
BCB : Banco Central do Brasil FFR : Fed Funds Rate
BCBS : Basel Committee on Banking Supervision Fintech : Financial Technology
BEI : Bursa Efek Indonesia FKMM : Forum Koordinasi Makroprudensial –
BI SSS : Bank Indonesia Surveillance and Mikroprudensial
Supervision System FK-PPK : Forum Koordinasi – Pembiayaan Pembangunan
BI-7DRR : BI-7 Day Reverse Repo Rate melalui Pasar Keuangan
BNM : Bank Negara Malaysia FSAP : Financial Sector Assessment Program
BoJ : Bank of Japan FSB : Financial Stability Board
BOK : Bank of Korea FTV : Financing to Value
BOPO : Biaya Operasional terhadap Pendapatan FWP : Forum Waqaf Produktif
Operasional GDB : Gross Domestic Bruto
BOT : Bank of Thailand GDP : Gross Domestic Product
BPR : Bank Pengkreditan Rakyat GISWAF : Gerakan Indonesia Sadar Wakaf
Bps : Basis Point GWM : Giro Wajib Minimum
BSP : Bangko Sentral ng Pilipinas HLM : High Level Meeting
BUK : Bank Umum Konvensional IAIS : International Association of Insurance
BUKU : Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha Supervisors
BUMN : Badan Usaha Milik Negara ICBI : Indonesia Composite Bond Index
BUS : Bank Umum Syariah ICR : Interest Coverage Ratio
BWI : Badan Wakaf Indonesia IDMA : Inter Dealer Market Association
CAR : Capital Adequacy Ratio IHKEI : Indeks Harga Komoditi Ekspor Indonesia
CCB : Countercyclical Capital Buffer IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan
CCP : Central Clearing Counterparties IKNB : Institusi Keuangan Non Bank
CDS : Credit Default Swap ILS : Indeks Lending Standard
CCS : Cross Currency Swap IMF : International Monetary Fund
CDR : Customer Data Right IndONIA : Indonesia Overnight Index Average
CeBM : Central Bank Money IOSCO : International Organization of Securities
CKPN : Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Commissions
CoF : Cost of Funds IoT : Internet of Things
CPM : Customer Presented Mode IPO : Initial Public Offering
CPO : Crude Palm Oil IRSP : Indeks Risiko Sistemik Perbankan
CPR : Country Peer Review ISF : Islamic Social Finance
CR : Current Ratio ISSK : Indeks Stabilitas Sistem Keuangan
CSO : Call Spread Option JGB : Japanese Government Bond
CWLS : Cash Waqf Linked Sukuk JIBOR : Jakarta Interbank Offered Rate
DAR : Debt at Risk JST : Joint Stress Test
DER : Debt Equity Ratio KCBA : Kantor Cabang Bank Asing
DLP : Data Loss Prevention KIK-EBA : Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset
DNDF : Domestic Non-Deliverable Forward KIK : Kontrak Investasi Kolektif
DPK : Dana Pihak Ketiga: KK : Kredit Konsumsi
DPLK : Dana Pensiun Lembaga Keuangan KMK : Kredit Modal Kerja
DSR : Debt Service Ratio KPPK : Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian
EBITDA : Earnings Before Interest, Tax, Depreciation, KPR : Kredit Pemilikan Rumah
and Amortization KSEI : Kustodian Sentral Efek Indonesia

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
X

KSK : Kajian Stabilitas Sistem Keuangan PUAB : Pasar Uang Antar Bank
KWAP : Kumpulan Wang Persaraan RBA : Reserve Bank of Australia
KYC : Know Your Customer RBC : Risk Based Capital
LAKU PANDAI : Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam RBI : Reserve Bank of India
Rangka Keuangan Inklusif RBS : Regional Balance Sheet
LaR : Loan at Risk RCA : Revealed Comparative Advantage
LCR : Liquidity Coverage Ratio RCG : Regional Consultative Groups
LDR : Loan to Deposit Ratio RIM : Rasio Intermediasi Makroprudensial
LGA : Listrik, Gas dan Air ROA : Return on Assets
LKD : Lembaga Keuangan Digital ROE : Return on Equity
LKS-PWU : Lembaga Keuangan Syariah – RRH : Rata-rata Harian
Penerima Wakaf Uang RSF : Required Stable Funding
LPEI : Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia RT : Rumah Tangga
LPS : Lembaga Penjamin Simpanan S&P : Standard & Poor’s
LTV : Loan to Value SBI : Sertifikat Bank Indonesia
mbpd : million barrels per day SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah
MPC : Marginal Propensity to Consume SBN : Surat Berharga Negara
MPM : Merchant Presented Mode SBSN : Surat Berharga Syariah Negara
MTN : Medium Term Notes SBT : Saldo Bersih Tertimbang
NBS : National Balance Sheet SCAV : Standing Committee on Assessment of
NCG : Net Claims on Central Government Vulnerabilities
NFA : Net Foreign Asset SCSI : Standing Committee on Standards
NFL : Net Foreign Liabilities Implementation
NIM : Net Interest Margin SDBI : Sertifikat Deposito Bank Indonesia
NK : Nota Kesepahaman SDGs : Sustainable Development Goals
NPL : Non Performing Loan SDM : Sumber Daya Manusia
NSFR : Net Stable Funding Ratio SIEM : Security Information and Event Management
OHC : Overhead Cost SimKrisNas : Simulasi Krisis Nasional
OJK : Otoritas Jasa Keuangan SIP : Sistem Informasi Perbankan
OM : Operasi Moneter SIPP : Sistem Informasi Pelaporan Perusahaan
OPEC : Organization of the Petroleum Pembiayaan
Exporting Countries SPBI : Sistem Pembayaran Bank Indonesia
OTC : Over the Counter SRC : Supervisory and Regulatory Cooperation
PACC : Paris Agreement on Climate Change SSB : Surat-surat Berharga
PDB : Produk Domestik Bruto SSBs : Standard Setting Bodies
PDN : Posisi Devisa Neto SSK : Stabilitas Sistem Keuangan
Pemda : Pemerintah Daerah SukBI : Sukuk Bank Indonesia
Pempus : Pemerintah Pusat TA : Total Asset
PER : Price Earning Ratio TCFD : Task Force on Climate Related Financial
PFMIs : Principles for Financial Market Instructures Disclosures
PJSP : Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran TL : Total Liabilities
PLJP : Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek TO : Turn Over
PLJPS : Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek Syariah TSI : Teknologi Sistem Informasi
PLM : Penyangga Likuiditas Makroprudensial ULN : Utang Luar Negeri
PMI : Purchasing Manager Index UMKM : Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
PMK : Protokol Manajemen Krisis UNGGUL : Universal, Gampang, Untung dan Langsung
PNM : Permodalan Nasional Madani UU PPKSK : Undang-Undang Pencegahan dan
PP : Perusahaan Pembiayaan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
PPIP : Program Pensiun Iuran Pasti UUS : Unit Usaha Syariah
PPMP : Program Pensiun Manfaat Pasti VIX : Volatility Index
PSAK : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan WCP : Waqf Core Principles
PSD : Payment Service Directive WEO : World Economic Outlook
PSI : Product Similarity Indeks WTV : World Trade Volume
PSN : Proyek Strategis Nasional YOY : Year on Year

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XI

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XII

PRAKATA

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XIII

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas menyajikan proyeksi atas kondisi SSK ke depan. Menjawab
selesainya Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 33. KSK proyeksi dan tantangan ke depan tersebut, Bank Indonesia
merupakan kajian utama Bank Indonesia di sektor stabilitas menyampaikan rencana kebijakan yang masih akan bersifat
sistem keuangan (SSK), yang disajikan kepada publik sebagai akomodatif sebagai upaya Bank Indonesia untuk mendorong
salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam menyajikan hasil penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan
asesmen dan riset yang telah dilakukan Bank Indonesia dalam bagi perekonomian. Disadari bahwa upaya Bank Indonesia
pelaksanaan tugasnya sebagai otoritas pengaturan dan menjaga SSK dan mendorong momentum pertumbuhan
pengawasan makroprudensial. ekonomi harus senantiasa dilakukan melalui sinergi dengan
Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan
Di satu sisi, KSK edisi ini mengajak kita untuk tetap optimis Lembaga Penjamin Simpanan, sebagaimana sinergi ke empat
akan kondisi sistem keuangan Indonesia. Asesmen Bank otoritas keuangan tersebut dalam upaya pencegahan dan
Indonesia menunjukkan bahwa SSK pada semester I penanganan krisis keuangan.
2019 masih tetap terjaga, bahkan di tengah meningkatnya
ketidakpastian global yang berlangsung sejak 2018. Melalui penyajian informasi yang berimbang antara kinerja
Ketahanan di sektor korporasi masih terjaga didukung sistem keuangan, sinyal risiko, kerentanan utama sistem
repayment capacity yang cukup baik, ditunjang kehati-hatian keuangan, serta proyeksi dan respons kebijakan Bank
dalam eksposur utang luar negeri sehingga menekan risiko Indonesia, diharapkan buku ini dapat menjadi acuan bagi para
currency mismatch dan liquidity mismatch. Di pasar keuangan, pengambil keputusan di sektor keuangan dalam menyusun
risiko juga masih terkendali, ditopang pergerakan harga aset strategi bisnis ke depan yang optimal dengan disertai kehati-
yang mengikuti pasar keuangan di regional yang mengalami hatian. Kami juga berharap buku ini dapat memperkaya ilmu
perbaikan. pengetahuan, baik sebagai penunjang riset maupun kegiatan
edukasi. Dan sebagai tujuan akhir, kami mengharapkan
Di sisi lain, KSK edisi ini juga menyajikan hasil asesmen Bank informasi dalam buku ini memperkuat keyakinan dan
Indonesia tentang karakteristik kerentanan dalam sistem optimisme seluruh elemen masyarakat akan terjaganya
keuangan Indonesia. Selain itu, mencermati ketahanan stabilitas sistem keuangan kita.
sistem keuangan dan berbagai risiko yang dihadapi, disajikan
proyeksi sistem keuangan Indonesia. Berangkat dari berbagai Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan
riset dan asesmen yang telah dilakukan, didukung data perlindungan dan keberkahan bagi setiap ikhtiar dan doa kita
yang akurat dan metodologi yang handal, Bank Indonesia dalam menjaga SSK Indonesia.

Jakarta, November 2019

Deputi Gubernur Bank Indonesia

Erwin Rijanto

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XIV

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XV

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XVI

RINGKASAN
EKSEKUTIF

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XVII

RINGKASAN EKSEKUTIF

Memasuki tahun 2019, stabilitas sistem keuangan Indonesia proses intermediasi. Antisipasi pada risiko ke depan juga
tetap terjaga, di tengah meningkatnya ketidakpastian global mendorong sektor korporasi untuk menahan diri dalam
yang berlangsung sejak tahun lalu. Di sektor perbankan, ekspansi usahanya dan berupaya tidak menambah utangnya.
risiko likuiditas dan risiko kredit terkendali, rasio modal bank Kondisi ini dikombinasi dengan potensi funding gap akibat
tetap memadai, ditopang oleh profitabilitas terjaga. Di pasar pertumbuhan dana pihak ketiga yang masih lebih rendah dari
keuangan, dinamika pasar keuangan global yang membaik pertumbuhan kredit sehingga pertumbuhan kredit secara
sejak awal tahun juga mendorong meningkatnya stabilitas di agregat melambat.
pasar keuangan domestik sejalan dengan meningkatnya arus
modal masuk. Ke depan, berlanjutnya ketidakpastian ekonomi Di pasar keuangan, menariknya imbal hasil investasi di
dan keuangan global tetap perlu diwaspadai. Pelemahan Indonesia dan meningkatnya peringkat kredit Indonesia
ekonomi global yang berdampak pada melemahnya kinerja dimanfaatkan investor global untuk mencari keuntungan
korporasi domestik berpotensi meningkatkan risiko sistem di tengah ketidakpastian perekonomian global. Sepanjang
keuangan dan terus memperlemah proses intermediasi semester I 2019, risiko di pasar keuangan Indonesia masih
perekonomian. Dalam konteks ini, kebijakan makroprudensial terkendali, dengan pergerakan harga aset yang mengikuti
Bank Indonesia akan terus disesuaikan untuk memitigasi pasar keuangan di regional yang mengalami perbaikan. Ke
potensi risiko yang terjadi. depan, peran investor asing pada pasar keuangan Indonesia
perlu terus diwaspadai. Meningkatnya peran investor di tengah
Selama semester I 2009, perekonomian global yang terus pasar keuangan yang belum terlalu dalam mengharuskan kita
dalam kondisi ketidakpastian mewarnai kondisi stabilitas untuk terus mendorong peran investor dalam negeri dan
sistem keuangan global dan domestik. Berlanjutnya pendalaman pasar keuangan.
perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang
berakibat pada menurunnya kepercayaan dunia usaha Merespons kondisi makrofinansial sepanjang semester
untuk investasi telah mendorong pelemahan ekonomi dunia, I 2019 yang menunjukkan melemahnya siklus keuangan,
menurunnya volume perdagangan, dan melemahnya harga Bank Indonesia melakukan sejumlah pelonggaran kebijakan
sejumlah komoditas. Negara-negara yang perekonomiannya makroprudensial. Dalam upaya memberikan ruangan
bergantung pada sektor perdagangan luar negeri dan ekspor pada perbankan untuk menyerap risiko sehingga tetap
komoditas akan terpengaruh. Kondisi ini diperburuk oleh menggunakan kapasitasnya untuk melakukan pembiayaan
sejumlah risiko global lainnya seperti ketidakpastian Brexit perekonomian, Countercyclical Capital Buffer masih akomodatif
dan meningkatnya risiko geopolitik di sejumlah kawasan. dengan rasio 0% dan fleksibilitas Penyangga Likuiditas
Makroprudensial (PLM) masih dapat digunakan secara
Merespons melemahnya perekonomian ekonomi dan penuh untuk transaksi repo dengan Bank Indonesia. Selain
ketidakpastian global, seluruh bank sentral secara serentak itu, Loan to Value / Financing to Value untuk fasilitas pertama
melakukan kebijakan pelonggaran untuk memberikan kredit kepemilikan rumah (KPR) dibebaskan kepada strategi
stimulus pada perekonomian. Pelemahan ekonomi yang pembiayaan bank. Rasio Intermediasi Makroprudensial
terjadi hampir merata di seluruh dunia ini, bukan saja disesuaikan dari kisaran 80%-92% menjadi 84%-94% seiring
mendorong kebijakan moneter yang longgar di negara-negara dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial yang dapat
maju. Tetapi diikuti juga oleh negara-negara emerging markets mendukung manajemen likuiditas perbankan. Pelonggaran
(EM) yang juga sudah terimbas oleh dampak dari trade kebijakan RIM ini memberikan sinyal kepada bank untuk
rebalancing yang terjadi akibat perang dagang dan negara- menggunakan kapasitasnya dalam fungsi intermediasi.
negara yang kinerja ekonominya menurun akibat penurunan Pelonggaran instrumen moneter Giro Wajib Minimum (GWM)
permintaan global. Namun demikian, perbedaan suku bunga yang dilakukan di awal semester II 2019 pun dilakukan untuk
antara negara-negara maju dan negara-negara emerging mendukung bauran kebijakan yang bersifat akomodatif.
markets serta kebutuhan untuk tetap memperoleh imbal hasil
yang tinggi mendorong investor global untuk mengalihkan Dalam jangka waktu pendek ke depan, kondisi makrofinansial
penempatannya dan mendorong capital inflow ke negara- masih akan terus diwarnai oleh dampak perang dagang dan
negara emerging market. bagaimana dinamika perekonomian dunia dalam menyerap
dampak tersebut. Bank Indonesia akan tetap menerapkan
Rangkaian dampak dari perang dagang pun mewarnai kondisi kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong
makrofinansial Indonesia. Kinerja korporasi dengan orientasi intermediasi, termasuk kebijakan untuk mendorong kapasitas
ekspor telah terkena pengaruh dari melemahnya permintaan bank dalam menyalurkan pembiayaan melalui perluasan
global dan melemahnya harga komoditas, walaupun secara cakupan pendanaan bank dengan memasukkan pinjaman ke
keseluruhan, ketahanan di sektor korporasi ini masih relatif dalam perhitungan RIM, kebijakan pelonggaran LTV dan uang
terjaga. Risiko kredit dari korporasi-korporasi ini pun masih muka kendaraan bermotor, serta mendorong pembiayaan
terkendali dengan repayment capacity yang cukup baik. berwawasan lingkungan (green financing).
Ketahanan sektor korporasi juga ditunjang dengan kehati-
hatian dalam eksposur utang luar negerinya. Ketentuan Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia juga akan
Bank Indonesia yang mewajibkan hedging bagi korporasi terus mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan, dan
yang memiliki utang luar negeri menekan risiko currency memonitor perkembangan ekonomi dan keuangan digital
mismatch dan liquidity mismatch. Namun demikian, di tengah agar tidak menimbulkan risiko yang baru yang dapat
ketidakpastian global yang diperkirakan masih berlanjut, menimbulkan instabilitas pada sistem keuangan. Oleh sebab
penurunan kinerja korporasi telah mendorong perbankan itu, kebijakan diarahkan agar ada sebuah titik keseimbangan
cenderung berhati-hati dan selektif dalam melakukan yang tepat antara upaya mengoptimalkan peluang yang

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
XVIII

diusung oleh inovasi digital dengan upaya untuk memitigasi


risiko. Dalam konteks ini, Bank Indonesia telah menyiapkan
Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang berorientasi
pada upaya membangun ekosistem ekonomi dan keuangan
digital yang sehat sebagai pemandu perkembangan ekonomi
dan keuangan digital di Indonesia.

Agar pembaca dapat menggunakan Kajian Stabilitas


Keuangan No. 33, September 2019 seoptimal mungkin
maka berikut ini disampaikan penjelasan singkat mengenai
sistematika pembahasan. Perkembangan makrofinansial dari
kondisi ekonomi dan keuangan global hingga pengaruhnya
pada perekonomian dan keuangan domestik disampaikan
pada Bab I. Pembaca yang tertarik dengan perkembangan
kondisi stabilitas keuangan secara umum dapat menemukan
data dan analisis yang dapat membantu memberikan
pemahaman mengenai apa yang terjadi pada sistem
keuangan Indonesia pada Bab I ini. Pembaca yang tertarik
pada detil analisis mengenai kerentanan (vulnerabilities)
yang dideteksi oleh Bank Indonesia dan bagaimana pelaku
di sistem keuangan menanggapi dan mengatasi kerentanan
tersebut dapat memperolehnya di Bab II dan Bab III. Di Bab IV
diuraikan bagaimana Bank Indonesia menanggapi kerentanan
dan gangguan, agar sistem keuangan dapat mengatasi
potensi risiko dan kerentanan tidak termaterialisasi menjadi
risiko. Dalam hal ini, Bank Indonesia menggunakan sejumlah
instrumen kebijakan makroprudensial maupun instrumen
kebijakan Bank Indonesia lainnya dan upaya-upaya mitigasi
risiko melalui koordinasi kebijakan dengan otoritas lain. Bab V
(terakhir) ditulis untuk menyampaikan analisis Bank Indonesia
mengenai apa yang sekiranya dapat diekspektasikan terjadi
dalam sistem keuangan berdasarkan apa yang sudah terjadi
pada semester-semester sebelumnya serta berdasarkan
pengalaman Bank Indonesia dalam mengendalikan risiko
sistemik. Bank Indonesia tetap berpendapat bahwa partisipasi
dari semua pelaku keuangan dalam menjaga integritas dan
stabilitas sistem keuangan akan sangat mendukung semua
upaya Bank Indonesia dan otoritas keuangan lainnya untuk
melakukan mitigasi risiko dan menjaga stabilitas sistem
keuangan. Oleh karena itu, kajian/laporan ini dibuat untuk
mengajak para pelaku pasar untuk bersama-sama berupaya
menjaga stabilitas sistem keuangan.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
1

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
2

BAB I

KONDISI
MAKROFINANSIAL
Kondisi makrofinansial Indonesia masih dibayangi oleh risiko perekonomian
global yang meningkat, didorong oleh eskalasi perang dagang antara
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Ketegangan hubungan dagang yang
terus berlanjut memperlambat pertumbuhan ekonomi di kedua negara ini.
Lebih lanjut, risiko geopolitik serta lemahnya permintaan domestik juga
menyebabkan kelambatan perekonomian di berbagai negara lain. Kondisi
ini mendorong turunnya volume perdagangan dunia dan harga komoditas
global.

Risiko keuangan global turut meningkat, seiring dengan pelemahan ekonomi


global. Sebagai respons atas pelemahan ekonomi, sejumlah bank sentral di
negara maju dan negara berkembang menempuh kebijakan moneter yang
lebih longgar. Ekspektasi pelemahan ekonomi dan potensi penurunan suku
bunga di AS mendorong aliran keluar modal asing dari AS. Seiring dengan
itu, aliran dana asing ke Indonesia terus tumbuh sehingga mendorong
peningkatan kepemilikan aset keuangan domestik oleh asing.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia masih terjaga di tengah


kerentanan keuangan global. Untuk menghadapi kondisi ketidakpastian di
pasar keuangan global serta perekonomian domestik, bank terus menjaga
ketahanan permodalan dan likuiditasnya. Pembiayaan perekonomian,
terutama dari perbankan, cenderung melambat seiring dengan turunnya
permintaan pembiayaan dari sektor riil. Kondisi ini membatasi profitabilitas
bank.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
3

1.1. Ekonomi Global Tumbuh Melambat, 6,2% (yoy) pada triwulan II 2019. Eskalasi ketegangan
Didorong oleh Eskalasi hubungan dagang, risiko geopolitik selain akibat dari
Perang Dagang. perang dagang antara AS dan Tiongkok yaitu antara lain
pemilihan pimpinan negara/pemerintahan di berbagai
negara dan kondisi Uni Eropa berkaitan dengan Brexit serta
Pertumbuhan ekonomi global melambat didorong oleh peningkatan utang pemerintah negara-negara Eropa, telah
meningkatnya risiko perekonomian global. Perekonomian AS menurunkan aktivitas perekonomian di berbagai negara.
tumbuh dalam lintasan yang melambat yaitu sebesar 2,7% Tabel 1.1 dan Grafik 1.1 mengilustrasikan kondisi ini.
(yoy) dan 2,3% (yoy) pada triwulan I dan II 2019, terutama Ekonomi Eropa tumbuh stabil 1,2% (yoy) pada triwulan I
disebabkan oleh penurunan ekspor dan investasi. Investasi 2019 dan melambat ke 1,1% (yoy) pada triwulan selanjutnya.
residensial dan non residensial tumbuh melambat karena Seiring dengan itu, perekonomian Jepang tumbuh moderat
tidak berlanjutnya stimulus fiskal pemerintah pada 2019. sebesar 1,1% (yoy) pada triwulan I dan 1,2% (yoy) pada
Sementara itu, ekspor tumbuh melambat pada triwulan triwulan II 2019. Sementara itu, negara-negara EM juga
I 2019 dan kemudian turun pada triwulan selanjutnya mulai terdampak ketegangan hubungan dagang. Ekonomi
akibat ketegangan hubungan dagang dengan Tiongkok India turut melambat dan hanya tumbuh 5% pada triwulan
dan permintaan global yang menurun. Seiring dengan II 2019, lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi
itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat menjadi tahun 2018 yang tercatat sebesar 7,4%.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Perekonomian Global Grafik 1.1 Pertumbuhan Perekonomian Global
9 %
8
7
6
5
4
3
2
1
0
I II III IV I II
2018 2019

Sumber: IMF, Bank Indonesia

Grafik 1.2 World Trade Volume

Sumber: CPB, Bloomberg, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
4
Kondisi Makrofinansial

Volume perdagangan dunia turun seiring dengan melambatnya masing menjadi 0,5 dan 0,8 dari 0,9 di 2018 (Grafik 1.3).
pertumbuhan ekonomi global. Tren penurunan ini tercatat Aktivitas ekspor-impor negara berkembang terkoreksi, setelah
sejak semester II 2018, berlanjut ke 2019. Volume perdagangan peningkatan ekspor dan impor yang cukup tinggi karena aksi
dunia (World Trade Volume atau WTV) tumbuh rendah di frontloading Tiongkok. Kelambatan aktivitas perdagangan
kisaran 0,5% (yoy) pada triwulan I 2019, bahkan turun lebih tercermin pula pada turunnya Purchasing Manager Index
dalam ke kisaran -0,4% (yoy) pada triwulan II 2019 (Grafik (PMI) manufaktur global (Grafik 1.4)1 dan tingkat investasi
1.2). Kondisi ini dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan global. Penurunan PMI terutama dikontribusikan oleh negara
ekonomi global serta penetapan tarif impor oleh AS kepada maju, meskipun penurunan sudah mulai tercatat pula pada
Tiongkok sejak September 2018. Aktivitas ekspor dan impor negara berkembang. Namun demikian, tekanan terhadap
di negara maju juga terus mengalami penurunan sejalan WTV diprakirakan sedikit membaik pada semester II 2019
dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara maju. seiring dengan mulai efektifnya stimulus pemerintah yang
Tren penurunan WTV diprakirakan menyebabkan turunnya mendukung investasi dan mulai beralihnya rantai pasokan
rasio WTV terhadap PDB pada 2019 dan 2020 masing- ke negara yang tidak terkena hambatan tarif.

Grafik 1.3 WTV/GDP


1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018

Grafik 1.4 PMI Manufaktur Global

Sumber: IHS Markit

1
PMI manufaktur adalah indikator yang menunjukkan kinerja sektor manufaktur. Bila nilai PMI Manufaktur di atas 50 menunjukkan sektor manufaktur sedang
dalam ekspansi sementara bila level PMI Manufaktur di bawah 50 menunjukkan sektor tersebut dalam kondisi kontraksi.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
5

Grafik 1.5 Harga Komoditas Global Grafik 1.6 Harga CPO

Okt-17
Des-17
Feb-18

Okt-18
Des-18
Feb-19
Apr-19
Jun-19
Feb-16

Okt-16
Des-16
Feb-17
Apr-16
Jun-16
Agt-16

Apr-17
Jun-17
Agt-17

Apr-18
Jun-18
Agt-18

Nov-10

Feb-12
Jul-12
Des-12
Apr-11
Sep-11

Mei-13
Okt-13
Mar-14
Agt-14
Mar-18
Jun-15
Nov-15

Feb-17
Apr-16
Sep-16

Jul-17
Des-17
Mei-18
Okt-18
Mar-19
Sumber: Bloomberg

H a rg a k o m o d i t a s ke m b a l i t e r t e k a n s e i r i n g d e n g a n dari level harga 53,2 dolar AS per barel akhir Desember 2018
turunnya volume perdagangan dunia. Penurunan harga menuju level 71,9 pada April 2019, seiring berkurangnya
komoditas terjadi pada komoditas pertanian, logam, pasokan. Hal tersebut disebabkan oleh pemotongan produksi
dan pertambangan (Grafik 1.5). Penurunan harga CPO OPEC+ yang telah melebihi target, gangguan ekspor Rusia,
dipengaruhi oleh kondisi pasar CPO yang masih over Venezuela, dan Libya, serta faktor sentimen dari pengumuman
supply seiring tingginya produksi CPO asal Malaysia dan AS mengenai dihentikannya waiver sanksi Iran. Harga minyak
Indonesia di tengah kelambatan permintaan (Grafik 1.6). kemudian menurun ke level 64,4 dolar AS per barel di akhir
Turunnya permintaan CPO didorong oleh implementasi Juni 2019 (Grafik 1.7), dipengaruhi permintaan yang melemah
pelarangan impor CPO untuk biofuel di Eropa secara akibat berlanjutnya ketegangan hubungan AS-Tiongkok.
bertahap sejak Mei 2019 dan turunnya harga produk Penurunan permintaan karena keputusan OPEC+ untuk
substitusi CPO, yaitu rapeseed (substitusi CPO di India) dan memperpanjang oil cuts sebesar 1,2 mbpd selama 9 bulan
kacang kedelai. (hingga triwulan I 2020) masih belum dapat mengimbangi

Grafik 1.7 Harga Minyak Dunia Grafik 1.8 Harga Batubara

Sumber : Bloomberg
Data s.d 26 Agustus '19 *) Reindex for prices before Apr '18

Harga komoditas logam yaitu aluminum didorong oleh penurunan permintaan yang lebih dalam. Seiring dengan itu,
perbaikan persediaan seiring dengan perbaikan pasokan dari harga batubara global juga dalam tren yang menurun. Namun
Brazil dan Rusia setelah sanksi pencabutan embargo serta demikian khusus untuk harga batubara ekspor Indonesia yang
peningkatan produksi bauksit (bahan baku aluminium) asal memiliki kalori rendah, tercatat stabil di level 36,1 dolar AS per
Malaysia. Seiring dengan itu, penurunan harga juga tercatat metric ton (Grafik 1.8).
pada komoditas logam lainnya seperti tembaga dan nikel.
Pengaruh perang dagang yang menghambat pertumbuhan
Harga komoditas energi turun seiring dengan penurunan ekonomi global ini perlu terus diamati. Mengingat potensinya
harga komoditas global. Rata-rata harga minyak Brent pada memberikan instabilitas pada kondisi sistem keuangan
semester I 2019 tercatat sebesar 65,9 dolar AS per barel, lebih domestik. Boks 1.1 Nexus Perang dagang antara Amerika
rendah dari rata-rata harga minyak pada semester II 2018 Serikat dan Tiongkok dengan Sistem Keuangan Indonesia
sebesar 71,5 dolar AS/barel. Namun demikian, dinamika harga memberikan ilustrasi analisis yang menghubungkan antara
minyak menunjukkan harga minyak dalam tren meningkat perang dagang dengan kondisi SSK domestik.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
6
Kondisi Makrofinansial

Nexus Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok dengan


Boks 1.1 Sistem Keuangan Indonesia

Selama semester 1 2019, Amerika Serikat (AS) meningkatkan Product Similarity Indeks (PSI) dihitung dengan formula:
tarif impor dari 10% menjadi 25% kepada barang asal
Tiongkok yang bernilai 200 miliar dolar AS. Selanjutnya,
Tiongkok melakukan balasan berupa peningkatan tarif impor (B1.1) PSIj (ab,k)= 1–
dari 5-10% menjadi 25% terhadap barang asal Amerika Serikat Dimana:
yang bernilai 60 miliar dolar AS (Tabel B1.1). Hal ini kemudian PSIj(ab,k)= Product Similarity Index produk j untuk
direspon oleh bank sentral di berbagai negara dengan ekspor negara a dan b ke negara k
menetapkan arah kebijakan yang cenderung dovish. Sejalan Xj(a,k) = ekspor produk j dari negara a ke negara k
dengan itu, pemerintah di beberapa negara utama (seperti Xj(b,k) = ekspor produk j dari negara b ke negara k
AS, Jepang dan Tiongkok) turut menyediakan stimulus fiskal
untuk mendukung penguatan ekonomi. Sementara itu, Revealed Comparative Advantage (RCA)
dihitung dengan formula:
Pengenaan tarif impor oleh AS terhadap barang dari Tiongkok
k
mendorong terjadinya trade rebalancing yang berpotensi
RCA j= , j = 1, ... , k
menekan kinerja korporasi domestik akibat realokasi ekspor (B1.2) k

Tiongkok (Grafik B1.1). Secara total, 5% ekspor produk Dimana:


nasional diprakirakan akan terdampak perang dagang, RCAj = Revealed Comparative Advantage produk j
terutama komoditas dengan Product Similarity Indeks (PSI) Xj(a,w) = ekspor produk j dari negara a ke seluruh dunia
yang tinggi dan Revealed Comparative Advantage (RCA) yang = ekspor negara a ke seluruh dunia
rendah terhadap komoditas Tiongkok. Xjw = ekspor produk j dari seluruh dunia
Xj(b,k) = ekspor produk j dari negara b ke negara k
k

Tabel B1.1 Eskalasi Perang Dagang AS dan Tiongkok

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
7

Seluruh subsektor yang komoditasnya memiliki PSI tinggi dan Setelah mengidentifikasikan komoditas yang memiliki PSI tinggi
RCA rendah dengan Tiongkok berpotensi mengalami penurunan dan RCA rendah, korporasi yang memiliki keterkaitan dengan
kinerja. Dengan memerhatikan PSI dan RCA, komoditas di ekspor komoditas tersebut dapat diidentifikasikan. Korporasi-
Kuadran III yang berpotensi terkena dampak realokasi produk korporasi tersebut memiliki potensi untuk mengalami penurunan
Tiongkok, khususnya komoditas bahan kimia dan produknya, kinerja yang akan ditransmisikan melalui penurunan produksi
pakan ternak, logam bukan besi, kimia organik, minyak bumi dan kapasitas membayar utang (repayment capacity). Penurunan
dan produknya, dan serat tekstil dan limbahnya (Grafik B1.1). kapasitas yang terakhir ini akan berimbas pada kinerja bank-
Seiring dengan itu, debt at risk beberapa sektor diprakirakan bank yang memberikan pinjaman kepada korporasi-korparasi ini.
memburuk, khususnya subsektor serat tekstil dan limbah Diskusi mengenai potensi risiko yang terjadi di sistem keuangan
serat tekstil (Grafik B1.2). sebagai akibat dari perang dagang akan dilanjutkan di Bab III.

Grafik B1.1 PSI dan RCA Ekspor Indonesia

Grafik B1.2 Debt at Risk

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
8
Kondisi Makrofinansial

1.2 Risiko Keuangan Global Meningkat mengindikasikan tidak akan ada perubahan setidaknya
Seiring dengan Pelemahan hingga triwulan II 2020.Ketidakpastian pasar keuangan
Ekonomi Global. global terus meningkat di tengah pelonggaran kebijakan
bank sentral di berbagai negara maju. Hal ini tercermin
Otoritas moneter di berbagai negara menempuh kebijakan dari peningkatan indikator Economic Policy Uncertainty
yang lebih longgar sebagai respons dari pelemahan (EPU) dan Volatility Index (VIX) (Grafik 1.9). Kekhawatiran
ekonomi global. Meskipun sebagian besar bank sentral atas kelambatan ekonomi AS mendorong investor
masih mempertahankan suku bunga acuan pada triwulan untuk melakukan realokasi penempatan dana sehingga
I 2019, stance kebijakan moneter global menjadi lebih mendorong peningkatan aliran dana investor keluar AS.
dovish pada triwulan II 2019 dengan beberapa bank Hal ini berkontribusi pada kenaikan permintaan Japanese
sentral seperti Reserve Bank of India (RBI), Bangko Sentral Government Bond (JGB) yang menyebabkan turunnya imbal
ng Pilipinas (BSP), Bank Negara Malaysia (BNM), dan hasil (yield) JGB (Grafik 1.10). Seiring dengan itu, terdapat
Reserve Bank of Australia (RBA) telah menurunkan suku peningkatan permintaan atas komoditas emas sebagai
bunga acuan (Tabel 1.2). Sementara itu Fed Funds Rate safe haven assets, yang tercermin pada kenaikan harga
(FFR), yaitu suku bunga kebijakan the Fed (bank sentral emas. Di sisi lain, ekspektasi penurunan suku bunga AS
AS), tidak berubah pada semester I 2019 dengan stance untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berdampak pada
kebijakan moneter the Fed cenderung dovish seiring imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang semakin
tekanan inflasi yang rendah. Sama halnya dengan AS, rendah. Hal tersebut berkontribusi pada terjadinya inverted
European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) yield curve sejak Mei 2019, terutama untuk tenor 3 bulan
j u g a m e m p e r t a h a n k a n s u k u b u n g a a c u a n n ya t e t a p dan 10 tahun. Inversi tersebut dibaca oleh pelaku pasar
sepanjang semester I 2019. Ke depan, ECB dan BoJ sebagai peningkatan ekspektasi terjadinya resesi. Kendati
diprakirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya demikian, prakiraan tersebut tidak didukung oleh kinerja
hingga akhir tahun 2019. Forward guidance dari the Fed ekonomi AS yang masih baik sehingga sebagian analis
mengarah pada berlanjutnya penurunan FFR pada 2019- menganggap bahwa inverted yield curve lebih didorong
2020.Sementara itu, BoJ mempertahankan pelonggaran oleh faktor penawaran dan permintaan biasa.
moneter dan memperkuat forward guidance dengan

Tabel 1.2 Stance Kebijakan Moneter Beberapa Negara

Sumber: Bloomberg, Bank Sentral


Grafik 1.9 Economic Policy Uncertainty (EPU) Trade Policy AS Grafik 1.10 Pasar Saham Jepang
Indeks Indeks
Indeks Indeks Yield Japan 10Y (Skala kanan)
AGT

AGT

AGT

AGT

AGT

AGT

AGT

AGT

AGT

AGT
APR

APR

APR

APR

APR

APR

APR

APR

APR

APR
DES

DES

DES

DES

DES

DES

DES

DES

DES

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Bloomberg

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
9

Aliran masuk modal asing ke negara-negara emerging 1.3 Sistem Keuangan Indonesia tetap
market terus berlanjut, seiring dengan pelonggaran Terjaga di Tengah Kerentanan
kebijakan bank sentral. Aliran modal ini masih tinggi Keuangan Global.
akibat peningkatan ekspektasi penurunan suku bunga
AS yang ditanggapi dengan upaya realokasi penempatan
investor global. Hal tersebut mendorong penguatan mata Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) relatif rendah seiring
uang regional terhadap dolar AS, termasuk Rupiah (Grafik dengan stabilnya sistem keuangan. ISSK konsisten pada kisaran
1.11). Aliran modal ke Emerging Market (EM) juga sejalan Normal-Stabil sepanjang semester I 2019 dan tercatat di level
dengan penurunan risiko negara EM (EMBI spread) yang 0,91 pada akhir Juni 2019, jauh lebih rendah dari threshold
mencapai level 365,8 dan penurunan risiko Indonesia, yang krisis di level 2,00 (Grafik 1.14). ISSK sempat mengalami sedikit
direpresentasikan dengan Credit Default Swap (CDS) yang peningkatan pada Mei 2019, yang didorong oleh peningkatan
mencapai level 102,3 (Grafik 1.12). Kerentanan keuangan volatilitas nilai tukar rupiah pasca pemilihan presiden dan
global meningkat di tengah berlanjutnya capital flows. penarikan tunai oleh masyarakat pada bulan Ramadan.

Grafik 1.11 Aliran Modal Grafik 1.13 Yield Obligasi Pemerintah

Sumber: EPFR Sumber: CPB, Bloomberg, diolah

Grafik 1.12 EMBI dan CDS


Tekanan pada sistem keuangan berangsur mereda seiring
dengan membaiknya kepercayaan masyarakat pasca
pengumuman hasil pemilihan presiden dan kembalinya
setoran uang kas dari masyarakat pasca hari raya Idul Fitri.

Risiko sistemik perbankan tetap terjaga sejalan dengan


stabilnya ISSK. Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP)
menunjukkan risiko sistemik yang masih terkendali selama
semester I 2019, meski menunjukkan sedikit peningkatan
pada akhir semester pada level 1,65, namun masih jauh di
bawah ambang percentile 10% (Grafik 1.15). Peningkatan
IRSP pada Juni 2019 disebabkan oleh tingkat permodalan
perbankan yang sedikit menurun.
Sumber: Bloomberg
Ketahanan bank masih terjaga seiring dengan rendahnya
Eskalasi perang dagang dan perkembangan geopolitik risiko sistemik perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) bank
mendorong pergeseran sentimen pelaku pasar sehingga tercatat sebesar 22,53% (Grafik 1.16) dan rasio Alat Likuid
menyebabkan terjadinya penurunan harga aset berisiko. Di sisi terhadap DPK (AL/DPK) perbankan masih terjaga di level
lain, kondisi ini mendorong turunnya yield obligasi pemerintah 19,05% pada Juni 2019. Seiring dengan itu, bank memiliki
jangka panjang sehingga menyebabkan yield beberapa alat likuid sebesar lebih dari dua kali lipat dari proyeksi
obligasi berada pada rekor terendah (Grafik 1.13). Lebih lanjut, kebutuhan kas keluar selama 30 hari ke depan, tercermin
kerentanan utang perusahaan juga meningkat, didorong oleh dari Liquidity Coverage Ratio (LCR) yang mencapai 208%
peningkatan leverage akibat longgarnya kondisi keuangan di (persyaratan LCR adalah 100%). Lebih lanjut, kebutuhan
tengah berlanjutnya capital flows. Namun demikian, ketahanan pendanaan yang stabil untuk melaksanakan pembiayaan
sistem keuangan global cenderung meningkat, yang tercermin dalam setahun ke depan juga tetap terjaga, tercermin dari
dari meningkatnya rasio permodalan dan turunnya tingkat Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang mencapai 126,2%
leverage jika dibandingkan dengan pra-2008. (persyaratan NSFR adalah 100%) (Grafik 1.17).

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
10
Kondisi Makrofinansial

Grafik 1.14 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan

Grafik 1.15 Indeks Risiko Sistemik Perbankan

Grafik 1.16 CAR Bank Grafik 1.17 Alat Likuid Perbankan

Sumber: OJK

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
11

Aliran dana asing ke Indonesia tetap tumbuh, seiring dengan dana asing. Selama triwulan I 2019, aset sektor luar negeri
terjaganya ketahanan sistem keuangan2. Transaksi aset sektor terbesar ditempatkan pada sektor korporasi, diikuti sektor
luar negeri pada triwulan I 2019 mencapai Rp208,69 triliun pemerintah pusat dan sektor perbankan, yang menunjukkan
atau meningkat lebih dari 200% dibandingkan dengan triwulan masih tingginya ketergantungan pembiayaan dari luar
yang sama tahun sebelumnya (Tabel 1.3). Peningkatan pesat negeri di berbagai sektor. Sementara itu, sektor perbankan
ini sehubungan dengan peningkatan transaksi aset keuangan dalam fungsinya sebagai financial intermediaries melakukan
ke sektor korporasi, pemerintah pusat dan perbankan. Lebih penghimpunan dana dan penyaluran dana, terutama dari
dari 56% transaksi aset sektor luar negeri ditujukan ke sektor simpanan sektor rumah tangga dan penempatan kepada
korporasi dengan nilai sebesar Rp118,41 triliun. Sejalan sektor korporasi nonkeuangan (Grafik 1.18). Di sisi lain,
dengan pola musiman di triwulan I, sektor rumah tangga sektor korporasi merupakan sektor dengan posisi kewajiban
mengalami net borrowing dari sebelumnya pada posisi net keuangan terbesar dan kemudian diikuti oleh perbankan.
lending. Sektor luar negeri merupakan pemilik aset keuangan Interkoneksi sektor korporasi nonkeuangan terutama berasal
domestik terbesar, didorong oleh besarnya aliran masuk dari sektor luar negeri dan perbankan.

Tabel 1.3 Analisis Network Transaksi Keuangan Triwulan I 2019 (Rp Triliun)

Grafik 1.18 Analisis Network Posisi Keuangan Triwulan IV 2018 dan Triwulan I 2019 (Rp Triliun)

Triwulan IV 2018 Triwulan I 2019


Keterangan:
Nodes merepresentasikan net posisi aset keuangan, sementara edges merupakan bilateral exposure antar sektor
Sumber: Financial Account and Balance Sheet Indonesia (FABSI).

2
Dinamika transaksi keuangan antar sektor ekonomi domestik serta keterkaitannya dengan sektor luar negeri tergambar dalam analisis Financial Account
dan Balance Sheet Indonesia (FABSI) yang menggabungkan analisis transaksi keuangan dalam perekonomian baik stock (posisi) maupun flows (transaksi)

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
12
Kondisi Makrofinansial

Porsi kewajiban keuangan domestik terhadap eksternal Struktur keuangan antar sektor masih stabil meskipun
cenderung menurun sejak akhir 2015 di tengah besarnya terdapat penurunan nilai transaksi keuangan. Hal ini
peranan sektor luar negeri. Meskipun sektor luar negeri masih tercermin dari relatif stabilnya struktur jaringan posisi
memiliki porsi besar dalam pembiayaan domestik, namun sektor keuangan pada beberapa periode terakhir, meskipun
domestik masih berperan besar dalam mendorong pertumbuhan tercatat penurunan nilai transaksi (Grafik 1.19). Pendanaan
PDB Indonesia. Hal ini mendorong turunnya posisi neto aset/ dari sektor luar negeri terutama disalurkan kepada sektor
kewajiban keuangan domestik terhadap eksternal dari 31,55% korporasi, perbankan dan pemerintah pusat. Menimbang
pada triwulan I 2018 menjadi 31,40% pada triwulan I 2019 (Tabel pentingnya peran sektor luar negeri terhadap dinamika
1.4). Secara umum, porsi kewajiban keuangan domestik terhadap pembiayaan domestik, ke depan perlu diwaspadai sumber-
eksternal untuk semua sektor cenderung turun, kecuali sektor sumber kerentanan pada sistem keuangan domestik yang
perbankan yang naik dari 9,25% di triwulan I 2018 menjadi 9,75% dapat meningkatkan dampak shock yang berasal dari
pada triwulan I 2019. kondisi perekonomian dan keuangan global.

Tabel 1.4 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir Periode (% PDB)

Grafik 1.19 Analisis Transaksi Keuangan Luar Negeri (Rp Triliun)

Keterangan:
Net Lending Net Borrowing
Nodes merepresentasikan posisi net keuangan, sementara edges merupakan bilateral exposure antarsektor
Sumber: Financial Account and Balance Sheet Indonesia (FABSI), diolah dengan NodeXL.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
13

Kondisi pasar keuangan Indonesia masih terkendali seiring Penguatan ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen positif
membaiknya kinerja pasar keuangan. Hal ini terlihat dari dari dalam negeri, antara lain peningkatan peringkat kredit
penguatan indeks pasar modal dan pasar obligasi baik itu Indonesia oleh S&P yang memicu capital inflows ke pasar
obligasi pemerintah maupun obligasi korporasi (Tabel 1.5). domestik, terkendalinya tingkat inflasi dan penurunan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat ke level suku bunga acuan. Walaupun kinerja pasar keuangan
6.359 di akhir semester I 2019 dan nilai tukar Rupiah berada membaik, pembiayaan perekonomian tumbuh melambat.
di level Rp14.128,- per dolar AS, sementara Indeks Inter Turunnya pembiayaan perekonomian terutama didorong
Dealer Market Association (IDMA) dan Indonesia Composite oleh melambatnya pembiayaan bank dan Utang Luar Negeri
Bond Index (ICBI) menguat ke level 98,7 dan 260 pada akhir (ULN) (Grafik 1.20). Lebih lanjut, pembiayaan melalui pasar
semester I 2019. Di PUAB, meski terjadi kenaikan spread pada modal di semester I 2019 (yoy) turut melambat ke kisaran
semester I 2019, namun masih rendah jika dibandingkan 8,14%, lebih rendah dibandingkan semester II 2018 (yoy) yang
periode yang sama tahun 2018. Likuiditas perdagangan juga tercatat di kisaran 8,49% (Tabel 1.6). Ke depan, pembiayaan
tetap terjaga yang terlihat dari volume perdagangan RRH pertumbuhan diharapkan dapat diakselerasi seiring dengan
yang sebesar Rp12,9 trilliun, sementara pada semester II siklus keuangan selama paruh pertama 2019 yang mulai
2018 sebesar Rp11,9 triliun. menunjukkan fase awal ekspansi (Grafik 1.21).

Tabel 1.5 Kinerja Pasar Keuangan

Grafik 1.20 Sumber Pembiayaan

Sumber: OJK, KSEI

Grafik 1.21 Siklus Keuangan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
14
Kondisi Makrofinansial

Tabel 1.6 Pertumbuhan Pembiayaan Swasta Nonkeuangan

Sumber: OJK, KSEI, Bank Indonesia, diolah

Pertumbuhan kredit mengalami kontraksi seiring dengan di Juni 2019. Dilihat dari segmen penyaluran kreditnya,
melambatnya pembiayaan perekonomian. Kredit tumbuh perlambatan pertumbuhan kredit terutama disebabkan oleh
melambat ke kisaran 9,92% (yoy) pada Juni 2019, akibat kredit korporasi pada sektor yang terdampak oleh penurunan
penurunan permintaan kredit. Hal ini terlihat khususnya harga komoditas dan permintaan global. Secara sektoral,
pada tren penurunan pertumbuhan Kredit Modal Kerja kontraksi pertumbuhan kredit terutama bersumber dari
(KMK) dan Kredit Konsumsi (KK), sementara Kredit Investasi sektor perdagangan, lain-lain dan industri pengolahan, sejalan
sempat meningkat hingga Mei 2019 sebelum turun kembali dengan dampak negatif dari perang dagang (Tabel 1.7).

Tabel 1.7 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Sektor Perekonomian

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
15

Pe m b i aya a n s e k t o r i n f r a s t r u k t u r m a s i h m e n o p a n g demikian, perlu diwaspadai tren peningkatan Loan at Risk


p e r t u m b u h a n k re d i t d o m e s t i k . Pe r t u m b u h a n k re d i t (LaR), khususnya dari kredit restrukturisasi kolektibilitas 2
infrastruktur sebesar 21,9% (yoy), mampu menahan yang terus meningkat.
perlambatan kredit yang lebih dalam (Grafik 1.22). Kontribusi
terbesar pada perkembangan kredit infrastruktur terutama Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh terbatas seiring
bersumber dari subsektor konstruksi, dengan share dan dengan perlambatan pertumbuhan kredit. DPK perbankan tercatat
pertumbuhan kredit tertinggi diantara subsektor lainnya tumbuh sebesar 7,42% (yoy) pada Juni 2019. Dilihat dari trennya,
(Grafik 1.23). Meskipun pertumbuhannya relatif tinggi, namun pertumbuhan DPK cenderung turun sejak triwulan III 2017 yang
sejak awal 2019 kredit infrastruktur cenderung termoderasi terutama disebabkan oleh penurunan DPK korporasi, sejalan
yang disebabkan pola penyaluran bertahap sesuai progress dengan dampak menurunnya kinerja korporasi akibat tekanan
proyek serta telah selesainya sebagian proyek infrastruktur. global (Grafik 1.24). Lebih jauh, tren perlambatan DPK perbankan
juga terkonfirmasi dengan pola kelambatan pertumbuhan Net
Rasio Non Performing Loan (NPL) relatif terjaga di tengah Claims on Central Government (NCG) dan Net Foreign Asset
perlambatan pertumbuhan kredit. Rasio NPL masih relatif (NFA) (Grafik 1.25). Turunnya NFA terutama didorong oleh
rendah di kisaran 2,50% pada triwulan II 2019, meski sedikit kenaikan impor, khususnya impor bahan baku, barang modal,
meningkat dari akhir 2018. Adapun sektor yang menyebabkan serta barang konsumsi. Pada semester II 2019, rencana net
peningkatan NPL tahunan terutama adalah sektor lain-lain, ekspansi pemerintah diperkirakan mampu memberikan dorongan
industri pengolahan, dan perdagangan (Tabel 1.8). Namun terhadap pertumbuhan DPK dan alat likuid bank.

Grafik 1.22 Pertumbuhan Kredit Infrastruktur Grafik 1.23 Pertumbuhan Kredit Infrastruktur Per Subsektor

Tabel 1.8 Rasio NPL Sektoral

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
16
Kondisi Makrofinansial

Sumber dana non DPK terus meningkat di tengah kelambatan Rasio Return on Assets (ROA) tercatat sebesar 2,47% pada
pertumbuhan DPK. Untuk menambah likuiditas, bank terus Juni 2019, sedikit lebih rendah dari posisi akhir 2018 (2,50%).
mengoptimalkan sumber pendanaan non DPK. Modal bank Kondisi ini didorong oleh penurunan margin keuntungan oleh
terus tumbuh rata-rata sebesar 17,7% per tahun. Seiring dengan bank untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan kredit,
itu, bank terus meningkatkan pinjaman, yang rata-rata tumbuh sehingga Net Interest Margin (NIM) turun ke kisaran 4,8% di
30,5% sejak tahun 2005 (Tabel 1.9). Hal ini mendorong naiknya pertengahan 2019 (Grafik 1.27). Meski demikian, kemampuan
pangsa modal dan pinjaman dari total sumber pendanaan (Grafik bank untuk menjaga efisiensi, tercermin dari rasio Biaya
1.26). Kondisi ini berkontribusi pada peningkatan ketahanan Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang
likuiditas dan permodalan bank. Profitabilitas bank relatif relatif stabil di kisaran 80,4%, mampu menahan penurunan
stabil di tengah melambatnya pertumbuhan kredit dan DPK. profitabilitas yang lebih dalam.

Grafik: 1.24 Dana Pihak Ketiga

Grafik: 1.25 Net Transaksi Pemerintah Tabel 1.9 Sumber Pendanaan Bank

Grafik 1.26 Sumber Pendanaan Bank Grafik 1.27 Profitabilitas Bank

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
17

Institusi Keuangan Non Bank menunjukkan kinerja yang relatif (RBC) industri asuransi jiwa sebesar 313,5% dan asuransi
stabil ditengah kelambatan pertumbuhan kredit bank. Industri umum sebesar 662,9% atau lebih tinggi dari threshold 120%.
asuransi mengalami kenaikan hasil investasi, dimana asuransi Di sisi lain, perusahaan pembiayaan menyalurkan pembiayaan
jiwa tumbuh 302,5% (yoy). Sedangkan asuransi umum turun sebesar Rp446 triliun atau tumbuh sebesar 4,29% (yoy) (Grafik
-2,21% (yoy) dan reasuransi tumbuh sebesar 198,8% (yoy) 1.29). Seiring dengan itu, hasil usaha investasi perusahaan
(Grafik 1.28). Sementara itu, tingkat solvabilitas perusahaan dana pensiun juga tumbuh sebesar 20,8% (yoy) (Grafik 1.30).
asuransi cukup terjaga yang tercermin dari Risk-Based Capital

Grafik 1.28 Hasil Investasi Asuransi

Sumber: OJK

Grafik 1.29 Perkembangan Perusahaan Pembiayaan

Sumber: OJK

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
18
Kondisi Makrofinansial

Grafik 1.30 Hasil Usaha Dana Pensiun

Sumber: OJK

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
19

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
20

BAB II

KERENTANAN
UTAMA
Pada semester I 2019, sistem keuangan Indonesia dihadapkan pada
3 (tiga) sumber kerentanan utama yang berpotensi mengganggu ketahanan
sistem keuangan apabila harus menghadapi shock atau gangguan yang
berasal dari perekonomian domestik dan global. Kerentanan pertama
dipengaruhi oleh keterkaitan kinerja perbankan terhadap kinerja korporasi
yang dibiayainya. Terutama apabila terdapat konsentrasi terhadap
korporasi yang bergerak di sektor ekonomi yang terganggu. Pelemahan
kinerja korporasi akibat dampak perang dagang dan harga komoditas
menyebabkan permintaan kredit menurun sehingga pertumbuhan kredit
melambat. Apabila penurunan kinerja korporasi dan perlambatan kredit
berlanjut dapat menimbulkan kerentanan yang berpotensi termaterialisasi
menjadi risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Meskipun permintaan
melemah, di sisi penawaran perbankan masih cukup optimis. Hal ini
ditunjukkan dengan kesiapan likuiditas perbankan dari sumber dana
nonritel untuk menopang pembiayaan di tengah perlambatan sumber dana
ritel. Melonggarnya lending standard perbankan juga menunjukkan bahwa
perbankan masih bersedia memberikan pembiayaan walaupun dalam
praktiknya tetap dilakukan secara selektif.

Kerentanan kedua muncul akibat masih cukup tingginya porsi pembiayaan


valas korporasi. Preferensi terhadap dana valas dipengaruhi oleh relatif
menariknya tingkat suku bunga valas. Besarnya dominasi valas dalam
pembiayaan menyebabkan korporasi berpotensi rentan terekspos risiko
pasar apabila volatilitas nilai tukar meningkat. Korporasi memitigasi risiko
dari kerentanan tersebut, antara lain melalui aktivitas lindung nilai (hedging)
sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan hedging
kepada korporasi yang memiliki ULN.

Kerentanan ketiga dipengaruhi oleh kepemilikan asing dalam investasi


portofolio keuangan di tengah pasar keuangan Indonesia yang belum
dalam. Kondisi ini perlu terus dicermati jika terdapat pergerakan dalam
rangka portfolio rebalancing. Dalam hal ini Bank Indonesia berkoordinasi
dengan otoritas terkait lainnya senantiasa berupaya untuk meningkatkan
pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif dan aman agar pasar
keuangan memiliki ketahanan dalam menghadapi dinamika shock sebagai
akibat dari eksposur asing.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
21

2.1. Perbankan yang Memiliki Eksposur harga produk menjadi relatif mahal. Dengan demikian, di
pada Korporasi yang Kinerjanya tengah penurunan harga komoditas seperti yang terjadi
selama beberapa tahun terakhir sampai dengan semester
Terganggu Mengalami I 2019, menyebabkan kinerja korporasi yang bergerak di
Perlambatan Kredit. bidang perdagangan komoditas menjadi tertekan. Bersamaan
dengan itu perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang
berdampak kepada turunnya volume perdagangan dunia
Perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan domestik menyebabkan permintaan ekspor terhadap hasil produk
sebagai dampak eskalasi perang dagang memengaruhi korporasi domestik turut menurun. Di sisi lain, perang
perlambatan pertumbuhan pembiayaan perekonomian dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang masih
terutama dari kredit perbankan. Pada semester I 2019 terus berlanjut yang diikuti dengan realokasi pemasaran
pembiayaan perekonomian hanya tumbuh sebesar 9,62% produk Tiongkok termasuk ke negara-negara pasar ekspor
(yoy), melambat dibandingkan semester I dan II 2018 Indonesia semakin menekan kinerja korporasi karena ekspor
yang masing-masing tumbuh sebesar 11,80% dan 12,56% Indonesia sulit bersaing dengan Tiongkok yang cenderung
(yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan menawarkan harga lebih murah.
pembiayaan dari kredit perbankan. Terjadinya perlambatan
kredit perbankan terutama dipengaruhi oleh faktor dari sisi Tekanan kinerja korporasi tercermin dari tren penurunan
permintaan seiring penurunan kinerja korporasi terutama penjualan dan belanja modal (capital expenditure / capex)
dari sektor-sektor yang terdampak perang dagang dan harga korporasi nonkeuangan sejak awal tahun 2018, khususnya
komoditas. Sementara di sisi perawatan, perbankan masih di sektor pertanian, pertambangan dan konstruksi. Sejalan
cukup optimis. Hal ini ditunjukkan dengan kesiapan likuiditas dengan penurunan penjualan, profitabilitas juga cenderung
perbankan dari sumber dana nonritel untuk menopang turun sehingga berpotensi menekan kemampuan membayar
pembiayaan di tengah perlambatan sumber dana ritel. korporasi. Secara agregat, ICR korporasi pada triwulan II
Selain itu, melonggarnya lending standard perbankan juga 2019 masih terjaga pada kirasaran 2, namun jumlah korporasi
menunjukkan bahwa perbankan masih bersedia memberikan dengan kemampuan membayar yang menurun, yaitu korporasi
pembiayaan walaupun dalam praktiknya tetap dilakukan dengan ICR < 1,5 mengalami peningkatan. Hal ini tercermin
secara selektif guna mengantisipasi peningkatan risiko kredit dari peningkatan pangsa korporasi dengan ICR < 1,5 dari
terutama dari sektor-sektor usaha yang terdampak perang 34,7% pada semester I 2018 menjadi 38% pada semester
dagang dan harga komoditas. I 2019 (Grafik 2.1.2). Beberapa sektor yang memiliki ICR
rendah antara lain sektor pertanian, pengangkutan dan
Di sisi permintaan, cukup tingginya keterkaitan sektor jasa dunia usahaTerganggunya kinerja sektor korporasi
korporasi nonkeuangan domestik (selanjutnya disebut dengan di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan
korporasi) dengan perekonomian global menyebabkan kondisi penurunan harga komoditas sebagaimana yang terjadi saat
perlambatan pertumbuhan ekonomi global, penurunan ini, menunjukkan tingginya keterkaitan operasional sektor
harga komoditas dan peningkatan eskalasi perang dagang korporasi dalam negeri terhadap faktor global. Terutama
berdampak kepada tertekannya kinerja sektor korporasi. dari sisi pemenuhan bahan baku dan pemasaran produk.
Secara umum, bisnis utama korporasi Indonesia adalah di Sehingga menyebabkan sektor korporasi rentan terhadap
bidang perdagangan komoditas dan manufaktur yang bahan perkembangan perekonomian global dan pergerakan harga
bakunya masih banyak bergantung pada impor sehingga komoditas.

Grafik 2.1.1 Perkembangan Pembiayaan Perekonomian, Kredit Perbankan dan ULN (yoy)

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
22
Kerentanan Utama

Grafik 2.1.2 Sales Growth Korporasi Grafik 2.1.3 Capex Growth Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg, diolah

Grafik 2.1.4 Profitabilitas Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg, diolah


Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 431

Di tengah penurunan kinerja, sebagai antisipasi risiko ke depan, perkembangan arus kas korporasi. Berdasarkan data arus
sektor korporasi cenderung menurunkan pengeluaran investasi kas, terlihat bahwa sejak tahun 2018 arus kas pendanaan
dengan menahan ekspansi usaha serta mengoptimalkan korporasi cenderung mengalami penurunan. Sementara pada
pembiayaan dari internal untuk mengurangi beban utang. periode yang sama arus kas operasional dan investasinya
Optimalisasi penggunaan dana internal ini dapat diamati dari mengalami peningkatan (Grafik 2.1.5).

Grafik 2.1.5 Perkembangan Arus Kas Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
23

Perkembangan ini mengindikasikan dana operasionalnya dana dari luar negeri sejalan dengan peningkatan capital
digunakan untuk kebutuhan ekspansi. Sementara itu, inflow (Tabel 2.1.1). Penurunan net borrowing tersebut
kecenderungan korporasi untuk mengurangi beban utang terutama disebabkan oleh berkurangnya penyertaan
terlihat dari penurunan leverage korporasi (Grafik 2.1.6). modal pemerintah pusat ke korporasi khususnya BUMN
Penurunan sumber pembiayaan korporasi terutama terjadi dan berkurangnya pembiayaan korporasi dari perbankan.
pada pembiayaan dari obligasi dan kredit, sedangkan Sesuai pola tahunan, net borrowing korporasi berpotensi
pembiayaan dari ULN masih menunjukkan peningkatan meningkat di triwulan II. Namun demikian, diperkirakan
pertumbuhan di semester I 2019 dibandingkan dengan tidak akan setinggi triwulan yang sama tahun sebelumnya
semester I dan II 2018 walaupun hanya meningkat tipis karena korporasi masih cenderung wait and see terhadap
(Grafik 2.1.7). Tertahannya ekspansi usaha korporasi juga perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik
dapat diamati dari perkembangan transaksi keuangan setelah proses pemilihan umum dan terus berlanjutnya
sektor korporasi yang mengalami penurunan net borrowing1 aksi perang dagang antara Tiongkok dan US.
di triwulan I 2019 meskipun terdapat peningkatan aliran

Grafik 2.1.6 Leverage Korporasi Grafik 2.1.7 Sumber Pembiayaan Korporasi


% %
18 70
16 60
14 12,19
11,98 50
12
41,11
10 11,01 40
8 30
6
6,32 20
4
2 6,56 10

0 0
Jan-18

Mar-18

Apr-18

Mei-18

Jun-18

Jul-18

Agu-18

Okt-18

Nov-18

Jan-19

Mar-19

Apr-19

Mei-19

Jun-19
Des-18
Feb-18

Sep-18

Feb-19
ULN (yoy) Kredit (yoy) Obligasi (Skala Kanan, yoy)

Sumber: Bank Indonesia, BEI, Bloomberg, diolah


Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 431

Tabel 2.1.1 Net Lending/Borrowing Keuangan Menurut Sektor (Rp Triliun)

Sumber: Financial Account & Balance Sheet Indonesia Triwulan I 2019 (angka sementara)

1
Net borrowing = kewajiban keuangan > asset keuangan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
24
Kerentanan Utama

Penurunan permintaan kredit dari korporasi yang terjadi akibat pangsa kredit terbesar, sehingga perlambatannya berdampak
antisipasi risiko korporasi terhadap tren penurunan kinerja signifikan terhadap pertumbuhan kredit industri (Grafik 2.1.9).
usahanya berdampak kepada perlambatan pertumbuhan Berbeda dengan kredit konsumsi, perlambatan segmen kredit
intermediasi perbankan. Berdasarkan data perkembangan korporasi tidak diikuti dengan peningkatan Non Performing
kredit, perlambatan pertumbuhan kredit mulai terjadi sejak Loan (NPL). Hal ini mengindikasikan bahwa perlambatan
triwulan III 2018. Perlambatan ini terjadi pada hampir semua kredit korporasi yang terjadi sampai dengan semester I 2019
segmen kredit kecuali UMKM, dengan kontributor utama ini lebih dipengaruhi oleh pelemahan permintaan sejalan
perlambatan adalah segmen kredit korporasi dan konsumsi 2. dengan penurunan kinerja usaha sektor tersebut akibat
Kedua segmen tersebut merupakan segmen yang mengalami dampak perang dagang dan harga komoditas yang belum
perlambatan pertumbuhan terbesar dan sekaligus memiliki sepenuhnya pulih (Grafik 2.1.10).

Grafik 2.1.9 Perkembangan Kredit Per Segmen Grafik 2.1.10 Perkembangan NPL Per Segmen

Selain dipengaruhi oleh penurunan kinerja korporasi, dengan instrumen investasi keuangan lainnya. Peningkatan
perlambatan segmen kredit korporasi juga dipengaruhi oleh DPK tersebut menunjukkan bahwa sektor rumah tangga
mulai berkurangnya permintaan kredit dari sektor infrastruktur. masih mempunyai cadangan pendanaan yang cukup untuk
Masifnya pembangunan proyek-proyek infrastruktur sejak pemenuhan kebutuhannya dalam jangka pendek menengah.
2016 telah menjadikan pembiayaan infrastruktur sebagai Namun demikian, kenaikan ini diperkirakan bersifat temporer.
sektor utama penopang pertumbuhan kredit perbankan Sebagai antisipasi risiko atas potensi penurunan penghasilan
sampai dengan akhir 2018. Memasuki 2019, di tengah ke depan, sektor rumah tangga cenderung menahan
menurunnya kinerja korporasi, pembiayaan infrastruktur masih pengeluaran konsumsi dan mengurangi beban utang
tetap diminati dan menjadi penopang utama pertumbuhan sebagaimana tercermin dari hasil survei konsumen (Grafik
kredit. Namun demikian, karena tahap pelaksanaan proyek- 2.1.12), sehingga pendanaan untuk memenuhi kebutuhan
proyek infrastuktur besar pemerintah yang sudah berjalan dan rumah tangga akan dioptimalkan dari pendapatan yang
mendekati akhir maka permintaan kredit dari infrastuktur juga diterima dan dana tabungan tersebut.
mulai berkurang nilainya.
Kecenderungan rumah tangga untuk mengurangi jumlah utang
Di tengah penurunan kinerja korporasi, kinerja sektor rumah berdampak kepada perlambatan pertumbuhan kredit rumah
tangga masih terjaga namun perlu diperhatikan risiko ke depan tangga. Pada semester I 2019, kredit rumah tangga tumbuh
apabila penurunan penghasilan rumah tangga terus berlanjut. sebesar 9,31% (yoy), melambat dibandingkan semester I dan
Penurunan kinerja sektor korporasi belum berdampak II 2018 yang masing-masing tumbuh sebesar 12,34% dan
signifikan terhadap penghasilan rumah tangga. Sektor rumah 12,32%. Perlambatan ini tidak berdampak signifikan terhadap
tangga masih memiliki kemampuan menabung yang cukup total kredit karena pangsa kredit rumah tangga terhadap total
baik yang ditunjukkan oleh peningkatan pertumbuhan DPK kredit relatif kecil (23%). Di tengah perlambatan kredit, risiko
milik perseorangan pada semester I 2019 (Grafik 2.1.11). kredit (rasio NPL) rumah tangga relatif stabil di level 1,8%,
Kenaikan DPK milik perseorangan terutama didorong oleh jauh dibawah rasio NPL industri di level 2,6%. Sejalan dengan
kenaikan deposito milik perseorangan dengan nominal > Rp penurunan jumlah utang, kemampuan membayar utang
2 miliar. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh faktor pemberian rumah tangga juga masih baik tercermin dari tren penurunan
suku bunga deposito yang lebih tinggi sebagai respons atas rasio Debt Service Ratio (DSR) rumah tangga. Namun ke depan,
kenaikan policy rate yang terjadi pada semester II 2018, tetap perlu diperhatikan risiko dari rumah tangga apabila nilai
sehingga investasi dalam bentuk deposito semakin bersaing penghasilan rumah tangga terus mengalami penurunan.

2
Segmen kredit korporasi adalah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja di luar UMKM dengan plafond ≥ Rp100 Miliar
Segmen kredit komersial adalah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja di luar UMKM dengan plafond < Rp100 Miliar
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
25

Grafik 2.1.11 Pertumbuhan DPK Perseorangan Grafik 2.1.12 Indeks Ekspektasi Konsumen dan Pinjaman

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.1.13 Kredit Rumah Tangga Grafik 2.1.14 DSR Rumah Tangga berdasarkan Tingkat
Pengeluaran

12,32
Total DSR 11,77
11,17

19,82
> Rp7 juta 18,77
17,87

17,54
Rp5 s.d. Rp7 juta 16,37
13,97

12,12
Rp1 s.d. Rp5 juta 11,39
10,92

0,00 5,00 10,001 5,00 20,002 5,00

Tw IV 2019 Tw I 2019 Tw II 2019

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Di sisi penawaran, penurunan aktivitas perekonomian Berdasarkan segmennya, peningkatan LaR terutama terjadi
Indonesia juga mendorong sentimen negatif pada proses pada kredit konsumsi dan kredit UMKM. Sementara, risiko
intermediasi perbankan. Faktor kehati-hatian perbankan kredit untuk segmen kredit korporasi masih terjaga dalam
terhadap potensi peningkatan risiko kredit serta tren zona aman. Namun terdapat sektor-sektor tertentu yang
perlambatan pertumbuhan retail funding3 yang masih menjadi perlu diwaspadai karena LaR nya yang tinggi atau mengalami
sumber pendanaan utama perbankan berpotensi menahan pertumbuhan LaR yang signifikan, yaitu sektor pertanian,
laju pertumbuhan kredit. Sejak triwulan III 2017, risiko kredit industri pengolahan, konstruksi, perdagangan dan sektor
perbankan terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) lain-lain (konsumsi) (Tabel 2.1.2). Peningkatan risiko di sektor
yang cenderung stabil dibawah 3%, jauh di bawah batas pertanian terutama terdampak penurunan harga komoditas.
risiko kredit 5%. Namun demikian, perlu diwaspadai potensi Selanjutnya peningkatan risiko di sektor industri pengolahan
peningkatan risiko kredit ke depan karena pada periode yang dan perdagangan terdampak perang dagang. Sedangkan
sama, rasio kredit berisiko (Loan at Risk/LaR) perbankan peningkatan risiko di sektor konstruksi dan sektor lain-lain
berada pada level yang cukup tinggi 10% - 11% dengan (konsumsi) dipengaruhi permintaan terhadap perumahan
rasio kredit restrukturisasi kolektibilitas 2 (dua) yang terus yang masih terbatas. Ke depan, perlu dicermati dampak
meningkat hingga mencapai level tertinggi 2% di triwulan II contagion-nya ke sektor lain apabila kondisi perlambatan
2019 (Grafik 2.1.15). ekonomi dan eskalasi perang dagang terus berlanjut.

3
Retail funding adalah dana pihak ketiga perbankan (DPK)

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
26
Kerentanan Utama

Grafik 2.1.15 Perkembangan Rasio Loan at Risk (LaR) Tabel 2.1.2 LaR per Sektor

Dalam upaya menjaga rasio Non Performing Loan (NPL) dan dengan semester II 2018, pertumbuhan DPK pada semester
profitabilitas, perbankan melakukan pembiayaan secara I 2019 sudah mulai menunjukkan peningkatan dari 6,45%
selektif, yaitu cenderung memberikan pembiayaan kepada (yoy) menjadi 7,42% (yoy) (Grafik 2.1.11). Kenaikan tersebut
debitur-debitur yang berkinerja baik serta merealokasi sejalan dengan capital inflow yang terjadi dan peningkatan
penyaluran kredit pada sektor-sektor yang masih dianggap DPK milik perseorangan. Sementara DPK milik korporasi
menguntungkan. Upaya ini turut memengaruhi perlambatan nonkeuangan masih melambat seiring masih tingginya
kredit karena ketatnya persaingan terhadap debitur-debitur kebutuhan pembiayaan aktivitas usaha menggunakan dana
yang berkinerja baik, serta sektor-sektor yang mengalami sendiri. Meskipun mulai meningkat, namun dalam jangka
peningkatan risiko merupakan sektor-sektor yang secara panjang pertumbuhan DPK masih dalam tren perlambatan.
historis memiliki pangsa kredit besar, antara lain sektor Perlambatan pertumbuhan DPK yang lebih dalam dibandingkan
industri pengolahan, perdagangan, dan sektor lain-lain perlambatan pertumbuhan kredit menyebabkan rasio pinjaman
(kredit konsumsi). terhadap simpanan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) terus
meningkat dan rasio likuiditas menurun walaupun masih pada
Selain dipengaruhi oleh kehati-hatian terhadap peningkatan level yang tinggi (Grafik 2.1.16 dan 2.1.17). Rasio LDR yang
risiko kredit, potensi tertahannya ekspansi kredit dari sisi semakin meningkat dan rasio likuiditas yang semakin turun
penawaran dipengaruhi oleh rendahnya pertumbuhan retail dapat mendorong bank untuk semakin berhati-hati dalam
funding 4 yang masih menjadi sumber pendanaan utama penyaluran kredit dengan memerhatikan kemampuannya
perbankan. Berdasarkan perkembangan data DPK, dibandingkan dalam menghimpun DPK.

Grafik 2.1.16 Perkembangan LDR, Pertumbuhan Kredit dan DPK

Grafik 2.1.17 Perkembangan AL dan AL/DPK

4
Retail funding adalah dana pihak ketiga perbankan (DPK)

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
27

Di tengah tantangan perlambatan pertumbuhan DPK, Ke depan, dengan perluasan sumber pendanaan yang
bank tetap berupaya mempertahankan ekspansi kredit tidak lagi hanya bergantung ke sumber dana ritel namun
d e n g a n m e m p e r l u a s s u m b e r p e n d a n a a n n ya d i l u a r dapat diimbangi dengan penerbitan SSB dan pinjaman,
DPK. Yaitu dari penerbitan surat-surat berharga (SSB) maka rasio likuiditas bank berpotensi semakin melonggar
dan penarikan pinjaman (disebut juga dengan sumber sehingga dapat mendorong kenaikan per tumbuhan
pendanaan nonritel atau wholesale funding) (Grafik 2.1.18). pembiayaan perbankan. Sementara di sisi permintaan, terus
Namun, berbeda dengan semester I maupun semester II berlanjutnya proyek infrastruktur terutama di subsektor
2018, pertumbuhan wholesale funding di semester I 2019 ketenagalistrikan, jalan, jembatan dan tol serta gas dan
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya air diharapkan dapat menopang pertumbuhan kredit ke
kebutuhan wholesale funding di semester I 2019 karena depan. Prospek positif ini sejalan dengan hasil survei
peningkatan pertumbuhan DPK ditengah perlambatan perbankan triwulan II 2019 yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan kredit. Pendanaan dari wholesale funding Indeks Lending Standard (ILS) akan semakin melonggar
di negara maju cenderung dianggap telah berisiko, namun di triwulan III 2019 di tengah tren penurunan suku bunga
dalam hal perbankan Indonesia, eksposur wholesale kebijakan Bank Indonesia. Namun demikian, tetap perlu
funding masih relatif rendah, hanya 5,53% dari total diwaspadai tensi perang dagang AS-Tiongkok karena dapat
sumber pendanaan bank, dan dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi kenaikan lending standard. Penjelasan lebih
menutup kekurangan dari DPK (Grafik 2.1.19). rinci mengenai lending standard dapat dilihat di Boks 2.1.

Grafik 2.1.18 Perkembangan Penerbitan SSB dan Pinjaman

Grafik 2.1.19 Perkembangan Komposisi Sumber Pendanaan Bank

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
28
Kerentanan Utama

Perbankan Melonggarkan Lending Standard Untuk Mendukung


Boks 2.1 Pertumbuhan Kredit

Dalam penyaluran kredit, masing-masing bank mempunyai 2018 masing-masing sebesar 25 bps (Grafik B2.1.3). Namun
strategi kebijakan sesuai dengan kondisi internal bank, demikian, dalam implementasinya bank masih terus menjaga
perkembangan ekonomi, dan regulasi dari otoritas terkait. suku bunga kredit yang rendah meskipun terjadi kenaikan
Indeks Lending Standard (ILS) merupakan indikator perilaku suku bunga dana pihak ketiga sejalan kenaikan suku bunga
kebijakan perbankan dalam penyaluran kredit yang diperoleh kebijakan BI. Hal ini antara lain dipengaruhi tingginya
melalui survei triwulanan kepada 40 bank di Indonesia, persaingan kredit dari debitur-debitur berkinerja baik di tengah
dengan total share kredit sekitar 80%. Perkembangan ILS melemahnya permintaan kredit karena penurunan kinerja
tersebut merepresentasikan perilaku perbankan dalam sektor korporasi. Di sisi lain, tren pelonggaran kebijakan premi
mengeksekusi penyaluran kredit, sehingga menjadi input untuk kredit berisiko ditengarai sejalan dengan tren penurunan
Bank Indonesia dalam melakukan asesmen mengenai sisi Non Performing Loan (NPL) untuk kredit kepada koorporasi
penawaran dari pembiayaan perbankan. Penghitungan ILS pada tahun 2019 (Grafik B2.1.4).
menggunakan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) berdasarkan
bobot kredit per responden terhadap total kredit responden Kebijakan akomodatif untuk penyaluran kredit pada triwulan
dan bobot jawaban (Lebih Ketat (1), Sedikit Lebih Ketat (0,5), I s.d. III tahun 2019 terutama didorong oleh kondisi likuiditas
Tidak Berubah (0), Sedikit Lebih Longgar (-0,5), Lebih Longgar bank yang masih longgar, kemudian peningkatan modal
(-1). Jika nilai ILS > dari 0, maka dapat diartikan bahwa perbankan, toleransi bank terhadap risiko, proyeksi ekonomi
perbankan memperketat penyaluran kredit, sebaliknya jika ke depan yang lebih baik, dan penyesuaian terhadap kondisi
ILS <0 berarti perbankan memperlonggar atau merelaksasi sektor riil terkini. Meskipun secara umum Loan to Deposit
penyaluran kredit. Ratio (LDR) dalam tren meningkat, namun LDR bank BUKU
I dan BUKU II mengalami penurunan pada triwulan I dan II
Perbankan cenderung melakukan kebijakan akomodatif tahun 2019. Sementara bank BUKU III dan IV, meskipun LDR
untuk penyaluran kredit selama periode triwulan I 2016 s.d. nya sudah cukup tinggi namun bank masih memiliki ruang
triwulan III 2019 guna mendorong ekspansi penyaluran untuk meningkatkan pembiayaan karena memiliki alternatif
kredit. Meskipun pada triwulan I 2019 perbankan sempat sumber funding lain di luar DPK (Grafik B2.1.5). Selain itu,
memperketat penyaluran kredit, namun pada triwulan II 2019 secara umum perbankan mempunyai rasio permodalan yang
kembali memperlonggar dan diperkirakan akan semakin cukup kuat. Pelonggaran likuiditas perbankan pada triwulan
longgar pada triwulan III 2019. Indikasi tersebut tercermin III 2019 juga dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia
dari ILS triwulan III 2019 yang relatif rendah sebesar 0,80 atau menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps
menurun dibandingkan triwulan II dan I 2019 yang masing- yang efektif mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2019.
masing sebesar 12,40 dan 13,58 (Grafik B2.1.1).
Grafik B2.1.1 Perkembangan ILS dan Pertumbuhan Kredit
Tren kebijakan akomodatif untuk penyaluran kredit terjadi
pada semua aspek. Kebijakan perbankan yang dianggap
paling longgar adalah persyaratan administrasi pengajuan
kredit, jangka waktu kredit untuk nasabah, dan perjanjian
kredit (Grafik B2.1.2). Sementara itu, meskipun aspek suku
bunga kredit, plafon kredit dan agunan yang dipersyaratkan
merupakan aspek kebijakan yang paling ketat. Namun
secara bertahap telah semakin diperlonggar oleh perbankan.
Pengetatan pemberian suku bunga kredit pada triwulan III
dan IV tahun 2018 ditengarai merupakan respons perbankan
terhadap kenaikan BI 7-day (Reverse) Repo Rate (suku bunga
kebijakan BI) pada bulan Agustus, September dan November

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
29

Grafik B2.1.2 Perkembangan ILS Per Aspek Kebijakan Bank

Sumber: Bank Indonesia

Grafik B2.1.3 Perkembangan Suku Bunga Grafik B.2.1.4 Perkembangan LDR Perbankan

Sumber: Bank Indonesia (diolah)

Tabel B2.1.1 Tiga Pertimbangan Utama Perubahan Kebijakan Penyaluran Kredit

* Perkiraan
Sumber: Bank Indonesia

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
30
Kerentanan Utama

2.2. Kerentanan Korporasi yang ini antara lain terindikasi dari cukup tingginya spread antara
Memiliki Utang Luar Negeri (ULN) suku bunga rupiah dengan suku bunga valas (Grafik 2.2.4).
Selain itu maraknya pembangunan infrastruktur yang terjadi
Perlu Diwaspadai selama beberapa tahun belakangan di Indonesia turut
mendorong meningkatnya kebutuhan pembiayaan valas
Pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada yang membutuhkan impor bahan baku. Di sisi lain, terdapat
semester I 2019 meningkat sejalan dengan peningkatan beberapa korporasi swasta yang sedang mengembangkan
capital inflow. Pada semester I 2019 ULN Indonesia tumbuh pangsa pasarnya di luar negeri sehingga juga membutuhkan
sebesar 10,10% (yoy), meningkat dibandingkan semester tambahan pembiayaan valas.
I dan II 2018 masing-masing dari 5,67% dan 7,05% (yoy).
Peningkatan tersebut terjadi di semua sektor dengan Sehubungan dengan peningkatan ULN tersebut, kerentanan
kontributor terbesar adalah dari ULN pemerintah (Grafik korporasi-korporasi yang memiliki ULN perlu dicermati,
2.2.1). Walaupun secara nasional ULN Indonesia mengalami terutama kerentanan terhadap risiko currency mismatch dan
peningkatan, namun secara agregat, rasio ULN Indonesia risiko nilai tukar pada korporasi yang memiliki Net Foreign
masih dalam level terjaga. Hal ini ditunjukkan oleh rasio ULN Liabilities namun tidak memiliki sumber pendapatan dalam
Indonesia terhadap PDB yang tetap berada pada kisaran 36%, valas. Dari 2.879 korporasi yang memiliki ULN di semester I
relatif lebih rendah dibandingkan negara peers (Grafik 2.2.2). 2019, 82% ULN terkonsentrasi pada korporasi yang bergerak
pada sektor Listrik, Gas dan Air (LGA), Pertambangan dan
Sebagaimana diuraikan dalam Sub.bab 2.1, di tengah Industri.
menurunnya sumber pembiayaan korporasi nonkeuangan
(selanjutnya disebut dengan korporasi), pembiayaan ULN Dari 82% korporasi dengan nilai ULN terbesar itu, 73% di
korporasi masih menunjukkan peningkatan. Meskipun demikian, antaranya sudah mengirimkan laporan Kegiatan Penerapan
berdasarkan pangsa, sebagian besar pembiayaan korporasi Prinsip Kehati-Hatian (KPPK) atas penarikan ULN-nya. Dari
masih disumbang oleh kredit perbankan sebesar 54,5%, diikuti korporasi dengan nilai ULN besar dan sudah lapor KPPS
ULN 41,4% dan obligasi 4,1% (Grafik 2.2.3). Sedangkan dari tersebut hanya terdapat sekitar 10% korporasi diantaranya
aspek denominasi mata uang, porsi pembiayaan valas tetap yang berpotensi terekspos risiko currency mismatch dan
mayoritas meskipun mengalami sedikit penurunan pangsa, nilai tukar. Hal ini karena selain mengalami Net Foreign
dari sebesar 55,5% di semester I 2018 menjadi 54,3% pada Liabilities dan tidak memiliki sumber pendapatan dalam
semester I 2019. Besarnya dominasi valas dalam pembiayaan valas, korporasi-korporasi tersebut juga belum memenuhi
menyebabkan korporasi rentan terekspos risiko pasar apabila ketentuan rasio likuiditas dan rasio hedging yang berlaku5.
volatilitas nilai tukar meningkat. Utang valas tersebut tidak Namun demikian, risikonya cukup terjaga karena kinerja
hanya berasal dari utang luar negeri, tetapi juga dari kredit korporasi-korporasi tersebut sampai dengan semester I 2019
perbankan dalam negeri dan obligasi. menunjukkan perkembangan yang cukup baik, tercermin dari
tingkat utangnya (leverage) yang cenderung menurun dan
Preferensi pemilihan sumber pendanaan korporasi terutama kemampuan membayar yang mulai meningkat. Hal tersebut
dipengaruhi oleh pertimbangan terhadap cost of fund dan ditunjukkan dengan Debt Equity Ratio (DER) yang menurun
risk appetite. Sejak tahun 2018 korporasi cenderung mencari dari 2,19 di triwulan I 2018 menjadi 1,29 di triwulan II 2019,
sumber pendanaan valas disebabkan lebih murahnya cost serta Debt Service Ratio (DSR) yang masih baik dari 58,08 di
of fund pendanaan valas seiring semakin melebarnya suku triwulan I 2018 menjadi 20,69 di triwulan I 2019.
bunga diferensial antara Indonesia dan negara maju. Kondisi

Grafik 2.2.1 Pertumbuhan Utang Luar Negeri (yoy) dan Grafik 2.2.2 Rasio ULN per GDP
kontribusi pertumbuhan per sektoral

5
Rasio berdasarkan ketentuan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) :
a) Rasio Hedging : 25% dari selisih negatif aset dan kewajiban valas 0-3 bulan dan 3-6 bulan; b) Rasio Likuiditas : 70% dari aset valas terhadap kewajiban
valas yang jatuh tempo s.d. 3 bulan ke depan.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
31

Grafik 2.2.3 Pembiayaan Korporasi

Sumber: Bank Indonesia, KSEI, Bloomberg, diolah

Pertumbuhan ULN yang dimiliki oleh korporasi keuangan Grafik 2.2.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit Rupiah dan Valas
perbankan juga mengalami peningkatan namun dengan
pangsa yang relatif rendah. Pada semester I 2019 ULN
perbankan tumbuh sebesar 14,37% (yoy) meningkat
dibandingkan pertumbuhan pada semester I 2018 sebesar
6,88% (yoy), sementara pangsa ULN bank bergerak stabil
pada kisaran 9% terhadap total ULN nasional. Kerentanan
ULN bank terhadap risiko nilai tukar maupun risiko maturity
mismatch masih terjaga. Terjaganya kerentanan terhadap
risiko nilai tukar tercermin dari rasio Posisi Devisa Neto
(PDN) bank yang rendah (di bawah 3%), jauh di bawah
batas minimum 20%. Sementara, terjaganya risiko maturity
mismatch diketahui dari hasil maturity mismatch analysis
yang menunjukkan bahwa likuiditas valas bank masih mampu
memenuhi kebutuhan pembayaran valas baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Sumber: LBU dan Bloomberg, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
32
Kerentanan Utama

2.3. Pasar Keuangan Rentan Aliran Capital inflows di semester I 2019 terutama berupa
terhadap Risiko Portfolio Rebalancing investasi di SBN dan portofolio saham. Perkembangan
tersebut menyebabkan tetap tingginya kepemilikan asing di
SBN dan pasar saham. Pada akhir semester I 2019, pangsa
Di tengah kondisi makroekonomi yang mengalami kesenjangan kepemilikan asing di SBN mencapai 39,1% dan di pasar
negatif antara tabungan dan investasi (saving-investment saham (yang diperdagangkan) mencapai 52,2% (Grafik 2.3.3).
gap), peran investasi dari luar negeri masih tetap diperlukan Capital inflows asing dalam bentuk investasi portofolio, di
untuk menutup kesenjangan tersebut. Namun jika investasi satu sisi memiliki dampak positif sebagai sumber pendanaan
dari luar negeri tersebut berupa investasi portofolio dalam perekonomian nasional serta dapat mendukung pengembangan
jumlah yang signifikan, maka terdapat kerentanan di pasar dan pendalaman pasar keuangan, namun di sisi lain cukup
keuangan domestik yang dapat mengganggu stabilitas rentan terhadap risiko portfolio rebalancing apabila terjadi
pendanaan. Namun demikian, pada semester I 2019, risiko sentimen negatif dan berpotensi memberikan tekanan
di pasar valas relatif terjaga sebagaimana tercermin dari kepada perekonomian. Tekanan terutama muncul pada saat
penurunan volatilitas nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terjadi shock yang mendorong investor asing mengurangi
juga menguat menjadi Rp14.142,- per dolar AS pada akhir eksposurnya pada portofolio domestik secara bersamaan
semester I 2019 dibandingkan dengan akhir semester II 2018 (sudden reversal). Sudden reversal dapat mengakibatkan
yang sebesar Rp14.390,- per dolar AS (Grafik 2.3.1). Masih turunnya harga-harga aset domestik. Lebih lanjut kondisi
tetap menariknya imbal hasil yang diberikan serta berbagai tersebut berpotensi mengurangi nilai kekayaan korporasi
sentimen positif antara lain peningkatan peringkat kredit serta mempengaruhi preferensi korporasi untuk memperoleh
Indonesia oleh S&P menjadi faktor pendorong persepsi positif pendanaan dari pasar modal, baik melalui Initial Public Offering
investor terhadap prospek ekonomi Indonesia sehingga (IPO), right issue, maupun penerbitan obligasi karena kondisi
memicu capital infows (Grafik 2.3.2). pasar modal yang kurang kondusif.

Grafik 2.3.1 Volatilitas Nilai Tukar Grafik 2.3.2 Capital Inflows

Grafik 2.3.3 Pangsa Kepemilikan Asing di SBN dan Saham

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
33

Di tengah kondisi ketidakpastian perekonomian global, risiko terbatas. Minimnya sentimen yang bersifat jangka panjang
pasar keuangan domestik pada semester I 2019 juga masih menjadi salah satu penyebab terbatasnya pergerakan indeks
terkendali. Hal ini ditunjukkan dari turunnya rata-rata volatilitas saham kawasan. Salah satu sentimen negatif yang bersifat
dan naiknya harga aset di pasar saham dan SBN serta nilai fundamental adalah tren turunnya profitabilitas korporasi di
tukar jika dibandingkan dengan semester II 2018. Pergerakan bursa kawasan terimbas perang dagang yang terus menekan
harga aset di pasar keuangan domestik sejalan dengan volume perdagangan dunia sehingga memperlambat
mayoritas pergerakan harga aset di kawasan yang juga pertumbuhan ekonomi global, dan di saat bersamaan rasio
mengalami perbaikan. Investor global masih memandang utang terhadap pendapatan korporasi cenderung naik
risiko di negara emerging markets, termasuk Indonesia, masih sehingga menyebabkan menipisnya margin keuntungan
lebih baik jika dibandingkan dengan akhir triwulan III 2018 dari investor. Kedua faktor ini menyebabkan terus turunnya
disaat nilai Credit Default Swap (CDS) negara kawasan sempat valuasi saham bursa kawasan yang ditunjukkan dari nilai Price
mencapai titik tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Earning Ratio (PER). Pada Juni 2019 nilai PER IHSG sebesar
19,6 kali atau undervalued jika dibandingkan rata-rata jangka
Membaiknya persepsi risiko ini secara tidak langsung ikut panjangnya yang berada di kisaran 23 kali.
menjaga pergerakan harga aset di pasar modal terutama di
pasar surat berharga negara (SBN). Sementara untuk pasar Jika dilihat secara sektoral, dampak dari perlambatan
saham, penguatan yang terjadi sejak awal tahun hingga awal ekonomi global mulai terasa pada semester I 2019. Hal ini
triwulan II 2019 sempat hilang pada bulan Mei 2019 setelah terlihat dari heatmap pertumbuhan pendapatan korporasi go
AS menaikkan tarif untuk barang impor dari China. Indeks public yang mulai menunjukkan banyak warna kuning dan
pasar saham kawasan kembali rebound setelah otoritas merah di semester I 2019 dibandingkan tahun 2018 meskipun
setempat memberlakukan kebijakan pelonggaran ekonomi belum separah tahun 2015-2016. Sektor pertanian mengalami
untuk menopang pertumbuhan. dampak terburuk seiring melemahnya harga komoditas dunia
seperti CPO. Ke depan, dengan adanya proyeksi penurunan
Meskipun secara umum pasar saham Indonesia dan kawasan pertumbuhan ekonomi global dan apabila eskalasi perang
sudah rebound dari titik terendah di semester I 2019, namun dagang terus berlanjut, maka kinerja korporasi go public perlu
jika dilihat dari awal tahun pergerakan harganya relatif terus diwaspadai.

Tabel 2.3.1 Volatilitas dan Harga IHSG, SBN dan Nilai Tukar

Sumber: Bloomberg

Tabel 2.3.2 Heatmap Pertumbuhan Pendapatan Korporasi Go Public (Pertumbuhan YoY EBITDA)

Sumber: Bloomberg, diolah


Keterangan Index Warna :
Semakin tua, pertumbuhan pendapatan memburuk
Pertumbuhan pendapatan moderat
Semakin tua pertumbuhan pendapatan membaik

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
34
Kerentanan Utama

Grafik 2.3.4 CDS Indonesia dan Negara Kawasan Grafik 2.3.5 Perkembangan Yield SBN Indonesia dan Negara
Kawasan

Sumber: Bloomberg

Selain peran asing dalam investasi portofolio keuangan, pasar korporasi (Grafik 2.3.7). Hal ini dapat menyebabkan kerentanan
keuangan Indonesia yang belum dalam portfolio rebalancing. pasar keuangan domestik terhadap gejolak yang terjadi
Pada tahun 2018, kedalaman pasar keuangan Indonesia, yang dalam perekonomian global. Dalam rangka memperdalam
diukur dengan beberapa rasio terhadap PDB, berada pada pasar keuangan, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa
level yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan senantiasa
peers, yaitu 47% untuk pasar saham, 39% untuk kredit dan melakukan koordinasi melalui Forum Koordinasi Pembiayaan
piutang, 16% untuk obligasi negara dan 3% untuk obligasi Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPK).

Grafik 2.3.6 PER Rasio Bursa Saham Indonesia dan Grafik 2.3.7 Perbandingan Kedalaman Pasar Keuangan di
Negara Kawasan beberapa Negara Tahun 2018

Sumber: World Bank, Asian Development Bank

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
35
Kerentanan Utama

Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk uang melalui penggunaan IndONIA (Indonesia Overnight
memperkuat tren pendalaman pasar keuangan, antara Index Average) sebagai acuan dalam transaksi di pasar uang
lain dengan mendorong peningkatan volume transaksi maupun derivatif suku bunga, menggantikan Jakarta Interbank
dan outstanding di pasar uang. Upaya-upaya tersebut Offered Rate (JIBOR) juga semakin didukung oleh pelaku pasar.
sejauh ini telah menunjukkan perkembangan yang positif.
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), sebagai instrumen Dalam upaya pengembangan pasar valas sekaligus agar dapat
utama yang digunakan oleh bank dalam mengelola berkontribusi pada stabilitas pasar keuangan domestik, Bank
likuiditas jangka pendek terus mengalami peningkatan Indonesia secara berkesinambungan berupaya mendorong
volume transaksi (Grafik 2.3.8). Sementara itu, FX Swap peningkatan aktivitas lindung nilai terhadap nilai tukar Rupiah
sebagai salah satu transaksi pasar uang juga mengalami melalui pengembangan pasar derivatif nilai tukar. Pada tahun
peningkatan volume transaksi dan outstanding (Grafik 2.3.9). 2018, selain tetap mengembangkan instrumen yang telah
ada seperti Call Spread Option (CSO) dan Cross Currency
Bank Indonesia juga terus melanjutkan pengembangan Swap (CCS), Bank Indonesia juga melakukan pengayaan
transaksi/instrumen pasar uang lainnya seperti transaksi repo instrumen lindung nilai melalui penerbitan instrumen
dan pengembangan instrumen surat utang jangka pendek baru, yaitu Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
sektor swasta dalam upaya mendorong peningkatan variasi Penjelasan lebih rinci tentang perkembangan transaksi
dan likuiditas transaksi instrumen pasar uang. Pengembangan DNDF dapat dilihat dalam Boks 2.2. Instrumen DNDF ini
instrumen derivatif suku bunga Rupiah guna mendorong sudah cukup banyak dimanfaatkan oleh pelaku pasar. Ke
aktivitas lindung nilai terhadap perubahan suku bunga depan diharapkan instrumen ini dapat semakin banyak
Rupiah juga dilakukan. Selain itu, upaya Bank Indonesia digunakan sehingga mendukung terwujudnya volatilitas nilai
untuk meningkatkan kredibilitas acuan suku bunga pasar tukar yang lebih rendah dan pasar valas yang lebih dalam.

Grafik 2.3.8 Perkembangan Pasar Uang Grafik 2.3.9 Perkembangan Struktur Pasar Uang

Rp triliun
350
300
250
200
150
100
50
0
RRH Volume Transaksi Pasar Uang - Skala Kiri Des-13 Des-14 Des-15 Des-16 Des-17 Des-18 Jun-19
FX Swap SPN PUAB Repo NCD

Sumber: Bank Indonesia, KSEI

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
36
Kerentanan Utama

Boks 2.2 Perkembangan Pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF)

Untuk memperluas alternatif lindung nilai atas risiko nilai spekulasi dapat direduksi. Seiring berjalannya waktu, NDF
tukar, sejak September 2018 Bank Indonesia meluncurkan offshore mulai melihat harga DNDF sebagai acuan untuk
instrumen DNDF. Peraturan Bank Indonesia No 20/10/ bertransaksi di pasar NDF. Pada tahap awal pembentukan
PBI/2018 Tentang Transaksi Domestic Non-Deliverable pasar DNDF, Bank Indonesia berperan penting memberikan
Forward merupakan landasan hukum bagi pelaku pasar price guidance bagi price discovery di pasar dengan
untuk melakukan transaksi DNDF. Dalam perkembangannya, melakukan lelang reguler di pagi hari pada pukul 08.30 – 08.45
instrumen DNDF telah dimanfaatkan oleh pelaku pasar, Waktu Indonesia Barat (WIB) untuk tenor 1 bulan dan 3 bulan.
terutama investor asing dan bank, sebagai mitigasi risiko Hasil lelang tersebut dijadikan salah satu acuan untuk harga
atas volatilitas nilai tukar ditengah ketidakpastian global yang NDF offshore. Sejak diterbitkannya DNDF, spread antara NDF
meningkat saat ini. offshore dan spot cenderung menurun.

Setelah introduksi DNDF6, mulai terlihat adanya perubahan Sebagai suatu instrumen baru, pemahaman pelaku pasar
pilihan piranti lindung nilai oleh investor maupun bank. Jika terhadap DNDF perlu ditingkatkan secara berkesinambungan.
sebelumnya, bank cenderung melakukan transaksi spot untuk Dalam rangka edukasi kepada pelaku pasar dan pelaku
cover posisi atas transaksi forward dengan nasabahnya, saat ekonomi, Bank Indonesia secara aktif mensosialisasikan
ini bank telah mulai menggunakan DNDF untuk cover posisi. instrumen DNDF kepada perbankan, investor asing serta
Perubahan perilaku tersebut bermanfaat untuk mengurangi korporasi baik eksportir dan importir sebagai bagian dari
tekanan permintaan pada pasar spot yang selama ini upaya pengembangan dan pendalaman pasar keuangan
sebagian berasal dari kebutuhan lindung nilai. Dengan adanya domestik. Selain itu, untuk mendorong tumbuhnya transaksi
DNDF, pelaku pasar yang belum membutuhkan likuiditas valas antar-pelaku pasar, pada tanggal 17 Mei 2019 Bank Indonesia
dengan segera tidak perlu bertransaksi di pasar spot. Pada merelaksasi underlying transaksi DNDF sebagaimana
gilirannya hal ini turut mengurangi tekanan pada nilai tukar tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 21/7/PBI/2019
Rupiah yang terjadi di pasar spot sehingga volatilitas niliai tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No
tukar berada pada kisaran normal (reduce excess volatility on 20/10/2018 Tentang Transaksi Domestic Non-Deliverable
spot market). Forward. Relaksasi underlying yang ditempuh antara lain
adalah: i) tidak diperlukan underlying untuk transaksi jual
Selain pengaruh penawaran dan permintaan, hal lain yang DNDF untuk nominal transaksi hingga USD 5,000,000.00 (lima
turut memengaruhi volatilitas nilai tukar Rupiah di pasar juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi
spot adalah pergerakan harga NDF offshore. Pelaku pasar untuk setiap Nasabah atau setiap Pihak Asing; ii) pengakhiran
domestik menggunakan harga NDF offshore sebagai transaksi (unwind) dapat dilakukan tanpa underlying transaksi;
indikator ekspektasi pasar terhadap sentimen global yang dan iii) underlying untuk transaksi jual DNDF dapat bersifat
berpengaruh terhadap Indonesia. Dengan demikian, harga final atau bersifat perkiraan dan dokumen pendukung.
NDF offshore berperan sebagai salah satu variabel acuan
dalam transaksi spot di pasar valas domestik. Dalam kondisi Tersedianya instrumen DNDF sebagai alternatif piranti bagi
tersebut, mengingat pasar NDF offshore bersifat unregulated pelaku ekonomi untuk lindung nilai dan langkah-langkah
sehingga pelaku pasar dapat melakukan transaksi NDF tanpa relaksasi untuk mendorong tumbuhnya transaksi antar-pelaku
persyaratan tertentu, volatilitas harga NDF dapat bergerak pasar (bukan hanya dengan Bank Indonesia), hal tersebut
tanpa kendali dan dapat menjadi ajang spekulasi. Sementara dapat mendukung terwujudnya volatilitas nilai tukar yang lebih
itu, pasar DNDF bersifat regulated yang mengedepankan rendah dan pasar valas yang lebih dalam. Pada gilirannya,
lindung nilai sebagai tujuan dari transaksi. Dengan kerangka stabilitas pasar keuangan dapat lebih terjaga sehingga
pengaturan yang ada, potensi DNDF digunakan sebagai ajang mendorong terwujudnya stabililitas sistem keuangan.

Grafik B2.3.1 Pergerakan NIlai Tukar Rupiah Terhadap USD di Pasar Spot, DNDF tenor 1 bulan dan NDF 1 bulan

Sumber: Reuter (diolah)

6
Baca juga mengenai DNDF di Boks 6.2 Laporan Perekonomian Indonesia 2018 yang dapat diakses di www.bi.go.id

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
37

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
38

BAB III

RISIKO DAN
KETAHANAN
SISTEM KEUANGAN
Pada semester I 2019, di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dunia,
dampak shock yang berasal dari perekonomian dan pasar keuangan global,
terhadap sistem keuangan Indonesia relatif terkendali. Eskalasi perang
dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, membawa implikasi kepada
perekonomian Indonesia secara tidak langsung. Dampak perang dagang
tersebut tertransmisi ke perekononomian Indonesia melalui 3 (tiga) jalur,
yaitu jalur perdagangan, jalur komoditas, dan jalur finansial. Ketiga jalur
tersebut memengaruhi kinerja ekspor korporasi baik secara langsung
maupun tidak langsung. Walaupun terjadi trade rebalancing dan kinerja
beberapa korporasi terutama sektor manufaktur di Indonesia melambat
akibat menurunnya pangsa pasar di negara tujuan ekspor, namun dampak
perang dagang tersebut relatif terbatas. Korporasi yang memiliki Utang Luar
Negeri (ULN) tinggi secara umum masih memiliki repayment capacity yang
baik. Analisis granular yang dilakukan terhadap korporasi yang memiliki
eksposurnya pada sektor yang berisiko hanya mengambil porsi yang sangat
kecil pada total ULN korporasi nonbank.

Penurunan aktivitas korporasi juga berpengaruh minimal terhadap likuiditas


perbankan. Indikator likuditas menunjukkan kondisi yang masih relatif
terjaga. Pengelolaan risiko perbankan cukup baik, hal tersebut tercermin dari
sejumlah rasio likuiditas yang masih berada jauh di atas threshold. Ketahanan
likuiditas perbankan membaik, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
Dana Pihak Ketiga (DPK) di tengah melambatnya pertumbuhan kredit.
Dari sisi ketahanan dalam jangka pendek, rasio alat likuid terhadap DPK,
Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial
(PLM) terjaga di atas threshold, sedangkan dalam jangka panjang Loan
to Deposit Ratio (LDR) masih relatif tinggi. Namun, diimbangi dengan Net
Stable Funding Ratio (NFSR) yang relatif terjaga.

Penurunan kinerja korporasi juga memengaruhi permintaan pada kredit


perbankan, di tengah penawaran kredit yang relatif terjaga sebagaimana
telah dijelaskan di bab sebelumnya. Walaupun terjadi perlambatan
kredit korporasi terutama pada sektor pertambangan dan manufaktur,
pembiayaan pada sektor infrastruktur masih relatif tinggi dan mampu
menahan perlambatan kredit lebih dalam. Perlambatan kredit juga menekan
profitabilitas perbankan yang tercermin dari penurunan margin keuntungan
oleh bank untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan kredit. Meski
demikian, kemampuan bank untuk menjaga efisiensi yang relatif stabil,
mampu menahan penurunan profitabilitas yang lebih dalam.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
39

3.1. Dampak Perang Dagang perlambatan perekonomian Indonesia. Ketiga jalur tersebut
terhadap Kinerja Korporasi memengaruhi kinerja ekspor korporasi baik secara langsung
maupun tidak langsung (Gambar 3.1.1).
Relatif Terbatas
Walaupun terjadi trade rebalancing dan kinerja beberapa
Dampak perang dagang terhadap sistem keuangan korporasi terutama sektor manufaktur di Indonesia
Indonesia diidentifikasikan melalui 3 (tiga) jalur transmisi, melambat, dipengaruhi oleh menurunnya pangsa pasar
yaitu jalur perdagangan (trade channel), jalur komoditas di negara tujuan ekspor, namun dampak perang dagang
(commodity channel), dan jalur finansial (financial channel). tersebut relatif terbatas. Analisis dampak berlanjutnya
Jalur pertama adalah jalur perdagangan. Pertumbuhan perang dagang terhadap pendapatan korporasi dibahas lebih
ekonomi dan volume perdagangan dunia yang melambat detil dalam kajian yang disampaikan di boks 3.1. Kajian ini
mengakibatkan permintaan produk global atas produk menunjukkan bahwa walaupun semua sektor terpengaruh
Indonesia terbatas. Jalur kedua adalah jalur komoditas. dampak perang dagang, dampak terbesar dirasakan oleh
Perlambatan ekonomi dunia berpengaruh pada penurunan sektor pertambangan dan industri pengolahan. Namun
berbagai harga komoditas global, termasuk harga minyak. demikian, dampaknya dinilai masih relatif terbatas. Di Bab
Ketiga adalah jalur finansial. Ketegangan hubungan dagang II juga telah dijelaskan bahwa sektor korporasi berupaya
yang meningkat mengakibatkan meningkatnya aliran modal menghadapi kondisi ini dengan menurunkan eksposur
dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju. utangnya, sehingga disinyalir cukup efektif untuk menjaga
Dampak penurunan aliran modal ke Indonesia mengakibatkan pendapatannya.

Gambar 3.1.1 Dampak Perang Dagang terhadap Perekonomian Domestik

Ketegangan Aliran Sentimen


hubungan modal ke negatif
Indonesia terhadap Rp
Financial dagang
Channel

Pertumbuhan
ekonomi
global
PERANG Trade Perekonomian
DAGANG Channel Indonesia

Vol Perdagangan
Dunia (WTV)

Commodity Kinerja Ekspor


Channel Korporasi
Harga komoditas
global

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
40
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

Boks 3.1 Dampak Berlanjutnya Perang Dagang terhadap Pendapatan Korporasi.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan pada bab 3.1, Data pendapatan/penjualan dari 543 perusahaan korporasi
kajian singkat ini bertujuan untuk menganalisis dampak non finansial yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)
perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok terhadap kinerja periode triwulan II 2005 sampai dengan triwulan IV 2018
perusahaan non finansial di Indonesia terutama dari sisi dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) sektor perekonomian,
pendapatan.Dampak perang dagang tersebut dapat dilihat yaitu pertanian, industri, manufaktur, listrik gas dan air,
dari hubungan antara variabel-variabel makroekonomi utama perdagangan, pengangkutan, konstruksi, jasa dunia usaha,
terhadap pendapatan korporasi nonfinansial. Pertumbuhan pertambangan, jasa sosial, dan lain-lain. Data pendapatan
penjualan masing-masing korporasi non finansial di Indonesia penjualan diperoleh dari Bloomberg sedangkan data variabel
dimodelkan dengan menggunakan pendekatan panel data makroekonomi yang digunakan bersumber dari Bank
fixed effect auto regressive distributed lags yang secara Indonesia.
umum dapat dituliskan sebagai:
Hasil estimasi panel data menunjukkan bahwa untuk
setiap sektor, pertumbuhan perekonomian merupakan
(3.1)
variabel makroekonomi utama yang berpengaruh secara
positif terhadap penjualan. Hal ini menunjukkan bahwa
Dimana dlsales it adalah pertumbuhan penjualan korporasi penjualan sangat dipengaruhi dari sisi permintaan. Di sisi
sektor i di waktu t, gpdbrl t-j adalah pertumbuhan riil lain, pertumbuhan harga komoditas yang meningkatkan
perekonomian Indonesia pada waktu t - j, polraterl adalah pendapatan dari penjualan kecuali pada sektor jasa sosial
perubahan suku bunga kebijakan riil, exrate adalah perubahan dan sektor konstruksi. Secara umum 70% variasi data dapat
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan comprice adalah ditangkap oleh model (Tabel 3.1.1).
inflasi harga komoditas dunia.
Angka di dalam tabel adalah sum of coefficient dan (marginal
Kajian ini memperhitungkan adanya lag waktu hingga significance) masing-masing variabel penjelas. Pertumbuhan
satu lag dari pertumbuhan pendapatan/penjualan sebagai harga komoditas menggunakan harga CPO untuk sektor
variabel penjelas. Di lain pihak, untuk variabel makroekonomi pertanian, sektor listrik, gas dan air menggunakan harga
digunakan lag hingga empat triwulan karena dampak dari minyak nasional sektor pertambangan menggunakan harga
variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan pendapatan batu bara, dan harga IHKEI untuk sektor lainnya.
penjualan membutuhkan waktu yang relatif panjang dan
tidak terjadi dalam waktu yang singkat.

Tabel 3.1.1 Hasil Simulasi Dampak Berlanjutnya Trade War terhadap Pendapatan Korporasi.

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
41

Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan dengan


menggunakan hasil estimasi di atas, perang dagang yang
menekan volume perdagangan dunia dan memperlambat
per tumbuhan ekonomi global pada gilirannya akan
memengaruhi pendapatan perusahaan. Berdasarkan kondisi
makroekonomi ke depan pada kedua skenario tersebut,
secara umum pendapatan korporasi nonfinansial berpotensi
mengalami penurunan hampir di seluruh sektor sebagai
dampak adanya perang dagang. Pendapatan korporasi non
finansial berpotensi turun sebesar 0,04% sampai dengan
0,93% pada akhir 2019 dan sebesar 0,02% sampai dengan
4,92% pada akhir tahun 2020 dibanding kondisi baselinenya.
Dampak terbesar terjadi pada sektor pertambangan terkait
penurunan harga komoditas, khususnya komoditas batubara
dan industri manufaktur terkait melambatnya permintaan
global (Tabel 3.1.2).

Tabel 3.1.2 Hasil Simulasi

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
42
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

3.2. Korporasi yang Memiliki Eksposur Berdasarkan data BI, sampai dengan posisi semester
Utang Luar Negeri Masih Memiliki I 2019, sebanyak 2.554 korporasi nonkeuangan yang
memiliki eksposur ULN jatuh tempo dalam waktu 3 - 6 bulan
Repayment Capacity yang Baik. kedepan, sejumlah 2.267 korporasi (88,8%) diantaranya
sudah memenuhi kegiatan lindung nilai (hedging), dengan
Perkembangan sumber pembiayaan korporasi masih dalam
rasio hedging rata-rata mencapai 90,35%, dan sebanyak
tren yang melambat. Hal ini terutama disebabkan oleh
2.259 korporasi (88,45%) sudah memenuhi rasio likuiditas
menurunnya penerbitan surat utang (obligasi) korporasi,
valas untuk 3 bulan ke depan, dengan rata-rata rasio
sementara pembiayaan dari kredit dan ULN masih relatif
likuiditas valas sebesar 86,28%. Hanya sebagian kecil
stabil. Sementara dari sisi aspek denominasi mata uang,
korporasi yang belum memenuhi rasio hedging (pangsa
porsi pembiayaan valas cukup besar yang tidak hanya
jumlah korporasi 11,2%). Jika dicermati lebih dalam,
berasal dari utang luar negeri, tetapi juga kredit dalam
U LN k orporasi m ayoritas berjangk a wak tu panjang
negeri dan obligasi (Grafik.3.2.1). Jika ditinjau lebih lanjut,
(83%), sehingga beban yang dimiliki oleh korporasi tidak
peningkatan ULN korporasi yang terjadi dalam satu tahun
menumpuk dalam satu waktu dan dapat dikelola dengan
terakhir, secara umum dipergunakan untuk membiayai
leluasa (Grafik 3.2.3).
proyek infrastruktur strategis, meningkatkan kapasitas
produksi dan memperluas pangsa pasar ekspor. Pada
Grafik 3.2.1 Porsi Denominasi Mata Uang ULN
posisi laporan, total ULN korporasi nonkeuangan adalah
sebesar USD149 miliar atau tumbuh relatif stabil sebesar 100% 18

11,01% yoy.

54%
90%

56%
16
80% 14
70% 12
60%
10
Terdapat dua sektor yang mengalami pertumbuhan di 50%
40%
8

atas pertumbuhan ULN secara keseluruhan yakni sektor


6
30%

44%
4

46%
20%

pertambangan dan sektor listrik, gas dan air. Pertumbuhan 10%


0%
2
-

ULN sektor pertambangan sebesar 33,05% yoy meningkat


18

18

18

18

18

19

19

19
-1

r-1

-1

l-1

t-1

t-1

-1

-1

r-1

-1
n-

b-

n-

p-

s-

n-

b-

n-
ar

ei

ov

ar

ei
Ju

Ag

Ok
Ap

Ap
De
Ja

Ju

Ja

Ju
Fe

Se

Fe
M

M
M

M
cukup tinggi dibanding semester II 2018 sebesar 25,72%

N
dengan nilai sebesar USD31,38 miliar (pangsa 21%). Sektor
kedua adalah sektor listrik gas air dengan pertumbuhan
sebesar 24,70% yoy menjadi sebesar USD32,28 miliar
(pangsa 22%) menurun tipis dibandingkan semester Grafik 3.2.2 Perkembangan ULN Korporasi
sebelumnya sebesar 24,88% yoy. Sementara sektor industri 33,05%

pengolahan memiliki posisi ULN terbesar yaitu sebesar 32%


25,72%
USD35,3 miliar (pangsa 24%), dengan pertumbuhan yang 27% 24,70%
relatif menurun menjadi -1,15% yoy dibandingkan semester 22% 24,88%
II 2018 sebesar 1,13% (Grafik.3.2.2). 17%

12% 10,93% 10,94%


Maraknya pembangunan yang terjadi selama beberapa
7%
tahun belakangan di Indonesia, juga mendorong kebutuhan 1,13%
2%
pembiayaan yang berasal dari luar negeri. Kebutuhan ini -1,50%

-3%
misalnya terkait pembangunan beberapa pembangkit Jun-18 Jul-18 Agu-18 Sep-18 Okt-18 Nov-18 Des-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-19 Mei-19

listrik, pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan dan Total Pertambangan LGA Pengolahan
bandar udara, serta impor bahan baku. Di lain sisi, terdapat
beberapa korporasi swasta yang sedang mengembangkan Sumber: Bank Indonesia, KSEI, Bloomberg, diolah
pangsa pasarnya di luar negeri sehingga membutuhkan
biaya relatif besar.
Grafik.3.2.3 Perkembangan Pangsa Utang Jatuh Tempo
Bank Indonesia mewajibkan korporasi (nonbank) dalam (berdasarkan sisa waktu jatuh tempo*)
negeri yang memiliki ULN untuk melakukan lindung nilai
(hedging) 1 . Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah
risiko volatilitas nilai tukar, terutama pada korporasi
yang memiliki eksposur pembiayaan dalam bentuk valas,
serta korporasi yang melakukan aktivitas perdagangan
impor. Peraturan BI ini menjadi sangat relevan di tengah
ketidakpastian perekonomian global, yang dipicu di
antaranya oleh perang dagang AS dan Tiongkok, kebijakan
moneter negara maju, serta permasalahan perekonomian
negara emerging market. Korporasi yang dinilai memiliki
kerentanan karena eksposurnya pada sektor yang berisiko
sebagai akibat kondisi global hanya mengambil porsi * Keterangan :
yang sangat kecil pada total ULN oleh korporasi nonbank. Jangka Pendek: < 1 tahun, Jangka Panjang: > 1 tahun

1 Peraturan Bank Indonesia 16/21/PBI/2014 tentang Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) diterapkan pada ULN Korporasi Nonbank, dimana Korporasi Nonbank yang memiliki ULN wajib memenuhi:
a. Rasio Lindung Nilai sebesar 25% dari: b. Rasio Likuiditas min. tertentu sebesar 70% dengan menyediakan Aset Valas terhadap Kewajiban Valas yang akan jatuh tempo s.d. 3 bulan ke depan
• Selisih negatif antara Aset Valas dan Kewajiban Valas yang jatuh tempo s.d. 3 bulan ke depan.
• Selisih negatif antara Aset Valas dan Kewajiban Valas yang jatuh tempo 3 s.d. 6 bulan ke depan.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
43

Kinerja korporasi yang memiliki eksposur utang dalam valuta tercermin dari tingkat utang (leverage) yang cenderung
asing, walaupun melambat masih relatif terjaga. Pelemahan menurun. Hal tersebut ditunjukkan dengan Debt to Equity
nilai tukar yang terjadi sejak 2014 telah berimbas pada Ratio (DER) yang menurun dari 0,66 pada semester II 2018
kinerja keuangan korporasi, terutama bagi korporasi yang menjadi 0,58 pada semester I 2019 (Grafik 3.2.4).
memiliki ketergantungan dengan bahan baku impor dan
pembayaran utang dalam valas. Pelemahan permintaan Secara sektoral, perlambatan kinerja korporasi paling
global akibat perang dagang AS dan Tiongkok yang disertai dalam terjadi pada sektor pertanian dan konstruksi.
melemahnya permintaan domestik, turut menambah beban Masih melemahnya permintaan global terhadap beberapa
korporasi dalam mengelola kinerja keuangan. Dengan melihat komoditas utama khususnya CPO, yang berdampak pada
data kinerja keuangan korporasi publik yang memiliki ULN penurunan harga. Serta kebijakan beberapa negara partner
pada semester laporan, secara umum aktivitas korporasi dagang Indonesia yang memproteksi produk dalam negerinya
cenderung melambat, tercermin dari penurunan produktivitas menjadi salah satu penyebab tertekannya kinerja korporasi
(asset turnover dan inventory turnover). Penurunan aktivitas terutama yang bergerak pada sektor pertanian. Sementara itu,
tersebut menekan kinerja keuangan korporasi, tercermin dari melemahnya daya beli masyarakat terhadap produk properti
rasio profitabilitas (return on asset dan return on equity), jika terutama pada segmen perumahan dan telah bergulirnya
dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya, proyek-proyek infrastruktur pada tahun 2019 menjadi faktor
walaupun mulai terjadi peningkatan pada triwulan II 2019. perlambatan kinerja keuangan sektor konstruksi (Tabel 3.2.1).
Namun demikian, risiko korporasi masih relatif terjaga yang

Grafik 3.2.4 Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi Publik Nonkeuangan

Keterangan: Jumlah korporasi Nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 431.


Sumber: BEI, Bloomberg, diolah.

Tabel 3.2.1. Indikator Kinerja Keuangan Korporasi Nonkeuangan

Keterangan: Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 431.


Sumber: BEI, Bloomberg, diolah.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
44
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

Korporasi yang memiliki eksposur utang dalam valuta Sebaliknya, sektor pertanian dan Listrik, Gas dan Air (LGA)
asing masih memiliki kemampuan membayar (repayment mengalami pemburukan kemampuan bayar utang, yang
capacity) yang baik. Terjaganya risiko akibat peningkatan ditengarai belum pulihnya beberapa harga komoditas seiring
ULN korporasi nonkeuangan juga tercermin dari indikator dengan pelemahan perekonomian global. Meskipun demikian,
kemampuan membayar pokok dan bunga utang yang sedikit kemampuan membayar korporasi masih dalam batas yang
membaik, masing-masing diwakili oleh Debt Service Ratio tetap terjaga (DSR<100) (Tabel 3.2.2).
(DSR)3 dan Interest Coverage Ratio (ICR)4. Rasio kemampuan
membayar utang (DSR) pada semester I 2019 sebesar Dampak dari perang dagang perlu dimanfaatkan untuk
70,47%, membaik dibandingkan dengan posisi yang sama mengevaluasi strategi korporasi dalam merespons tantangan
pada tahun sebelumnya yang sebesar 75,05%. Sejalan dengan dan peluang yang berpotensi mengganggu kinerjanya.
membaiknya DSR, kemampuan korporasi dalam membayar Peningkatan daya saing korporasi sangat diperlukan untuk
bunga (ICR) juga masih dalam level yang terjaga, yaitu dapat berkompetisi dengan produk negara pesaing. Peluang
sebesar 2,93 pada semester I 2019 (Grafik 3.2.5). ekspor dengan menggantikan peran Tiongkok pada beberapa
produk tertentu menjadi salah satu opsi. Strategi membuka
Di Bab II telah dijelaskan bahwa pada triwulan II 2019 ICR akses pasar baru, meningkatkan promosi perdagangan
masih dalam level yang terjaga meskipun jumlah korporasi sangat diperlukan. Ketergantungan pada produk khususnya
dengan kemampuan bayar yang menurun mengalami produk yang berbasis komoditas perkebunan seperti sawit
peningkatan. Namun dilihat dari Debt at Risk (DaR)2 , pangsa dan produk pertambangan khususnya batubara, merupakan
utang jangka pendek dengan ICR < 1,5 terhadap total utang tantangan bagi korporasi untuk mengembangkan sektor
jangka pendek serta pangsa utang jangka panjang dengan alternatif yang masih berpotensi berkembang dan cenderung
ICR < 1,5 terhadap total hutang jangka panjang cenderung tidak terdampak adanya perang dagang serta perlambatan
mengalami penurunan (Grafik 3.2.6). ekonomi global. Akan menjadi lebih baik jika produk-produk
ini kemudian dikembangkan untuk menjadi substitusi dari
Secara sektoral, sektor jasa dunia usaha mengalami produk-produk yang memiliki nilai tambah yang selama ini
perbaikan DSR dan ICR tertinggi sejalan dengan menurunnya masih harus diimpor ke Indonesia.
utang korporasi di sektor tersebut selama setahun terakhir.

Grafik 3.2.5. Perkembangan Kemampuan Membayar Korporasi Tabel 3.2.2 Kemampuan Membayar Korporasi Berdasarkan Sektoral
Nonkeuangan

Keterangan: Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 431.


Sumber: BEI, Bloomberg, diolah.

Grafik 3.2.6. Debt at Risk Utang Jangka Panjang

2
DaR : ST Debt ICR< 1,5/Total ST Debt ; LT Debt ICR<1,5/Total LT Debt.
3
DSR: cicilan pokok + biaya bunga / EBITDA; EBITDA: earnings before interest, tax, depreciation and amortization.
4
ICR: EBIT / biaya bunga; EBIT: earnings before interest and taxes.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
45

3.3. Penurunan Aktivitas Korporasi dimana rasio likuiditas bank alat likuid terhadap DPK (AL/
Berpengaruh Minimal terhadap DPK) menurun hingga 3% karena mengalami funding gap
yang cukup dalam (Grafik 3.3.3).
Likuiditas Perbankan
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada semester I 2019 juga
Pada semester I 2019, penurunan aktivitas korporasi cenderung stabil, hanya meningkat tipis dari 94,04% menjadi
berpengaruh relatif minimal terhadap likuiditas perbankan. 94,28%. Perlambatan pertumbuhan kredit di tengah relatif
Likuiditas perbankan cenderung stabil, terjaga di atas rendahnya Net Claim on Government (NCG), diimbangi dengan
threshold, dengan rasio pada level 19,05%, hanya sedikit peningkatan DPK (Grafik 3.3.4)6. Pada semester I 2019, NCG
menurun dari 19,4% dibanding semester sebelumnya. berada dalam posisi terendah sejak 3 tahun terakhir. Pola
(Grafik 3.3.1). NCG tersebut memang cukup berbeda dibanding 3 tahun
terakhir dan lebih menyerupai pola NCG pada tahun 2015,
Funding gap yang relatif minimal memengaruhi relatif dimana ekspansi yang relatif rendah pada semester I. Relatif
stabilnya likuiditas perbankan. Pada semester I 2019, funding rendahnya ekspansi tersebut dipengaruhi pembayaran
gap hanya sebesar Rp4 Triliun dibandingkan gap akhir tahun utang luar negeri pemerintah pada semester I 2019 (Grafik
2018 sebesar Rp 89 Triliun, maupun semester yang sama 3.3.5). Bank membiayai funding gap melalui penerbitan
di tahun sebelumnya sebesar Rp127 Triliun (Grafik 3.3.2) 5. surat-surat berharga (SSB) yang meningkat pada semester
Hal ini cukup berbeda dengan kondisi pada semester I 2018, I 2019 (Grafik 3.3.6).

Grafik 3.3.1 Rasio Likuiditas dan Komposisi Alat Likuid

Grafik 3.3.2 Delta Kredit, DPK dan Funding Gap Grafik 3.3.3 AL dan AL/DPK

5
Funding gap merupakan selisih antara penambahan DPK dikurangi penambahan kredit (jika positif maka disebut sebagai funding surplus).
6
Net Claim on Government adalah tagihan bersih sistem moneter kepada Pemerintah Pusat
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
46
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

Grafik 3.3.4 Pertumbuhan DPK, Kredit dan LDR

Grafik 3.3.5 NCG dan Operasi Valas BI

Grafik 3.3.6 SSB Diterbitkan dan Pinjaman

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
47

Terjaganya ketahanan likuiditas juga tercermin dari rasio Grafik 3.3.10 Perubahan Komposisi Funding
Liquidity Coverage Ratio (LCR)7 dan Penyangga Likuiditas
Makroprudensial (PLM) 8 (Grafik 3.3.7). Sedangkan dalam
jangka panjang LDR masih relatif tinggi diimbangi dengan
Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (NSFR) 9 yang
di atas threshold 100%. Berdasarkan tren jangka panjang,
buffer likuiditas perbankan cenderung kian menipis seiring
penurunan pangsa alat likuid terhadap total aset. Hal
tersebut dipengaruhi peningkatan pangsa kredit terhadap
total aset dan menurunnya alat likuid pada periode-periode
funding gap Namun demikian rasio likuiditas AL/DPK
masih terjaga di atas 10% (Grafik 3.3.8). Sementara itu, di
sisi pendanaan, berdasarkan tren jangka panjang terjadi
penurunan pangsa DPK seiring peningkatan pendanaan non
DPK, seperti penerbitan SSB, pinjaman, dan modal. Hal ini
turut memengaruhi tren kecenderungan peningkatan LDR
(Grafik 3.3.9 dan 3.3.10).
Grafik 3.3.7 Ketahanan Likuiditas Jangka Pendek dan Jangka 3.4. Penurunan Kinerja Korporasi
Panjang (Bank Wajib LCR dan NSFR10)
Menurunkan Permintaan dan
Memperlambat Pertumbuhan Kredit

Pada semester I 2019, kredit tumbuh dalam tren melambat,


terutama didorong oleh perlambatan kredit korporasi.
Pertumbuhan kredit korporasi melambat dari 19,07% (yoy)
pada semester akhir tahun 2018 menjadi 16,15% pada
semester I 2019 (yoy) (Grafik 3.4.1). Perlambatan kredit
korporasi menjadi penyumbang terbesar perlambatan kredit
(Grafik 3.4.2). Perlambatan kredit pada segmen korporasi
dan komersial disebabkan oleh penurunan permintan
dari korporasi terkait dengan penurunan kinerja di tengah
penawaraan kredit yang relatif terjaga (baca juga Boks
Grafik 3.3.8 Komposisi Aset
2.1 “Perbankan Melonggarkan Lending Standard untuk
Mendukung Pertumbuhan Kredit” di Bab II).

Secara sektoral, perlambatan kinerja korporasi berdampak


pada perlambatan kredit terutama berasal dari sektor lain-
lain (konsumsi), perdagangan dan perlambatan industri
pengolahan. Beberapa penyebab perlambatan sektoral
antara lain menurunnya kinerja sektor manufaktur (industri
pengolahan) akibat melambatnya permintaan global dan
perang dagang serta sektor pertanian dan pertambangan
akibat penurunan harga komoditas. Sementara perlambatan
kredit pada sektor perdagangan, konsumsi dan jasa dunia
usaha diakibatkan melemahnya daya beli masyarakat
terhadap properti dan kendaraan bermotor (Grafik 3.4.3
Grafik 3.3.9 Pertumbuhan Pendanaan dan 3.4.4).

Di tengah penurunan kinerja korporasi, perbankan tetap menjaga


risiko kredit, dengan cara merealokasi penyaluran kredit pada
sektor-sektor yang masih dianggap menguntungkan. Meskipun
sedikit meningkat, rasio NPL gross terjaga di level yang cukup
rendah pada kisaran 2,5%. Rasio kredit dengan kolektibilitas
(kol) 2 terhadap total kredit juga relatif stabil di level 6% dari
total kredit. Namun apabila dilihat secara BUKU dan sektor,
terdapat peningkatan risiko pada bank-bank kecil dan beberapa
sektor tertentu. Bank kecil menghadapi persaingan yang cukup
ketat dalam penyaluran kredit dan terbatas pada segmen
kredit komersial. Selain itu, beberapa sektor yang mengalami
peningkatan risiko kredit terutama sebagai dampak dari perang
dagang AS dan Tiongkok (Grafik 3.4.5).

7
LCR adalah perbandingan antara High Quality Liquid Asset dengan total arus kas keluar bersih (net cash outflow) selama 30 (tiga puluh) hari kedepan dalam skenario stress. Penetapan
LCR bertujuan untuk memastikan ketahanan likuiditas pada saat market-wide stress selama 30 hari ke depan, sebagaimana diatur oleh POJK No.42/POJK.03/2015 tentang Kewajiban
Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) bagi Bank Umum.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
48
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

Grafik 3.4.1 Pertumbuhan Kredit Korporasi, Komersial dan Grafik 3.4.2 Kontribusi Kredit Korporasi
Konsumsi

Grafik 3.4.3 Perkembangan Kedit Sektoral terpengaruh Grafik 3.4.4 Perkembangan Kedit Sektoral terpengaruh
Permintaan Global dan Harga Komoditas Melemahnya Daya Beli

Grafik 3.4.5 NPL per BUKU

8 PLM merupakan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya yaitu Giro Wajib Minimum Sekunder (GWM Sekunder) yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi
risiko lain menjadi risiko sistemik. Sama seperti besaran GWM Sekunder yang sebelumnya berlaku bagi BUK, besaran PLM ditetapkan sebesar persentase tertentu dari DPK dalam rupiah, yang saat ini ditetapkan sebesar 4% dari DPK BUK dalam rupiah.
Selengkapnya mengenai PLM dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.31, September 2018.
9 NSFR adalah perbandingan antara pendanaan stabil yang tersedia (Available Stable Funding atau ASF), dengan pendanaan stabil yang diperlukan (Required Stable Funding atau RSF). Nilai NSFR yang wajib dipenuhi bank adalah paling rendah sebesar
100% (seratus persen). Penetapan NSFR bertujuan untuk memastikan bahwa bank memelihara pendanaan stabil (di atas satu tahun) yang disesuaikan dengan komposisi aset dan rekening administratif, sebagaimana diatur oleh POJK No. 50/POJK.03/2017
tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) bagi Bank Umum.
10 Sesuai POJK Nomor 42/POJK.03/2015 dan Nomor 50/POJK.03/2017, bank wajib LCR dan NSFR adalah bank BUKU 4, BUKU 3, dan dengan Kepemilikan Asing.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
49

Pada semester I 2019, seluruh sektor ekonomi mencatat serta listrik, gas dan air), serta sektor alternatif seperti
NPL terjaga di bawah threshold 5%. NPL meningkat tipis pendukung sektor pendidikan dan rumah sakit yang masih
dibandingkan dengan semester II 2018. Secara sektoral, berkembang dan cenderung tidak terdampak adanya perang
NPL tertinggi pada sektor perdagangan, konstruksi, dan dagang dan perlambatan ekonomi global.
pertambangan. Sektor-sektor dengan pangsa besar, yaitu
industri pengolahan (manufaktur) dan sektor lain-lain
(konsumsi) mengalami peningkatan risiko kredit. Peningkatan 3.5. Profitabilitas Perbankan Relatif
risiko kredit pada sektor manufaktur terutama dari sub sektor
logam besi dan baja, industri barang dari plastik, dan industri
Terjaga Seiring dengan Peningkatan
pakaian jadi yang produknya sulit bersaing di pasar domestik Efisiensi Bank.
dengan produk impor dari China. Pada sektor perdagangan,
peningkatan risiko kredit terutama dari subsektor perdagangan Penurunan suku bunga kredit di tengah perlambatan kredit
eceran bahan makanan dan minuman dan perdagangan berdampak pada penurunan jumlah pendapatan bunga
dalam negeri bahan konstruksi lainnya. Sedangkan pada yang diterima bank. Sementara dari sisi penghimpunan DPK,
sektor lain-lain (konsumsi), peningkatan risiko pada subsektor kebutuhan likuiditas yang relatif tinggi yang tercermin dari
rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 70, tipe LDR yang relatif meningkat mendorong perbankan untuk
diatas 70 dan keperluan multiguna lainnya (Grafik 3.4.6). meningkatkan pertumbuhan DPK dengan meningkatkan
suku bunga simpanan (Grafik 3.5.1). Peningkatan suku bunga
Ke depan, perlu diwaspadai potensi peningkatan risiko tersebut didorong kenaikan suku bunga deposito bertenor
kredit apabila kol 2 berubah menjadi NPL, antara lain lebih dari 3 bulan dan giro, sementara deposito dengan tenor
sebagai akibat penurunan kinerja korporasi, khususnya yang lebih pendek dan tabungan sudah menunjukkan penurunan
terdampak faktor global. Berdasarkan hal tersebut, upaya seiring ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan (Tabel
mitigasi risiko kredit akan terus dilakukan dan perbankan 3.5.1). Kenaikan suku bunga deposito bertenor lebih panjang
masih akan menerapkan lending standard yang prudent 11 terindikasi dipengaruhi preferensi deposan besar untuk
serta mengutamakan pertumbuhan kredit yang berkualitas. memperoleh suku bunga yang tetap lebih tinggi dibandingkan
Perbankan memfokuskan peningkatan penyaluran kredit pada yield SBN, di tengah ekspektasi penurunan suku bunga
sektor yang terkait infrastruktur (konstruksi, telekomunikasi, kebijakan (Grafik 3.5.2).

Grafik 3.4.6 Rasio NPL Berdasarkan Sektor

Grafik 3.4.6 Rasio NPL Berdasarkan Sektor

Grafik 3.5.1 Suku Bunga DPK Berdasarkan Jenis Tabel 3.5.1 Suku Bunga Deposito Rupiah Berdasarkan Tenor

11
Berdasarkan ekspektasi Indeks Lending Standard pada semester I 2019

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
50
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

A r a h s u k u b u n g a k re d i t d a n D P K ya n g b e r l a w a n a n , net transaksi spot dan derivatif turut mendorong efisiensi


dimana suku bunga kredit menurun dan suku bunga DPK perbankan. Peningkatan pendapatan operasional bunga
meningkat menyebabkan spread suku bunga kredit dan lebih dipengaruhi oleh tingginya kenaikan volume kredit.
DPK (intermediation spread) menyempit (Grafik 3.5.3). Peningkatan efisiensi OverHead Cost (OHC) perbankan
Margin keuntungan perbankan menurun ke kisaran 4,7% di terjadi pada setiap komponen, kecuali beban tenaga kerja
pertengahan tahun 2019 dibanding semester II 2018 sebesar yang meningkat antara lain karena pembayaran tantiem
5% (Grafik 3.5.4). Di sisi lain, penurunan NIM diimbangi direksi dan komisaris serta bonus atau jasa produksi pada
dengan upaya peningkatan efisiensi Overhead Cost (OHC), semester I 2019 (Tabel 3.5.2). Dalam tren jangka panjang,
tercermin dari rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan penurunan beban OHC terutama didorong oleh efisiensi
Operasional (BOPO) (Grafik 3.5.5) yang relatif stabil di beban tenaga kerja yang terindikasi disebabkan semakin
kisaran 80,4%, sehingga mampu menahan penurunan maraknya digitalisasi produk dan layanan perbankan,
profitabilitas yang lebih dalam pada semester I 2019. serta merger beberapa bank yang diikuti rasionalisasi
jumlah pegawai (Grafik 3.5.6). Pembentukan beban CKPN
Perbaikan efisiensi operasional perbankan terutama meningkat seiring kenaikan risiko kredit, namun terdapat
bersumber dari kenaikan pendapatan operasional dan k o re k s i a t a s b e b a n C K P N d i a w a l t a h u n 2 0 1 9 ya n g
penurunan beban operasional, terutama Cadangan menambah pendapatan operasional. Kenaikan pendapatan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kenaikan pendapatan neto transaksi spot dan derivatif diperkirakan juga akan
operasional disumbangkan juga dari kenaikan pendapatan turut mendorong efisiensi perbankan.

Grafik 3.5.2 Perbandingan Suku Bunga Deposito Rupiah Grafik 3.5.3 Spread Suku Bunga
dengan Yield SBN

Grafik 3.5.4 NIM per BUKU Grafik 3.5.5 Tren Rasio BOPO dan % Overhead
Cost terhadap Rata-Rata Total Aset

*) Penggolongan Bank menggunakan BUKU OJK per September 201


Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah

Tabel 3.5.2 Prosentase Komponen Overhead Cost terhadap Rata-Rata Total Aset

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
51

Semakin efisiennya sektor perbankan berkontribusi pada Strategi perbankan menahan kenaikan suku bunga kredit
relatif terjaganya profitabilitas di tengah melambatnya merupakan upaya mempertahankan ekspansi kredit di
pertumbuhan kredit, sebagaimana tercermin pada Return tengah peningkatan persaingan untuk mendapatkan
On Asset (ROA) yang berada di level tertinggi dalam 3 tahun debitur berkualitas dan turut serta memberikan kontribusi
terakhir (Grafik 3.5.7). Profitabilitas yang masih terjaga pada untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Perbankan
level di atas 2%, tercermin dari ROA perbankan sebesar 2,47% diperkirakan akan tetap menjaga profitabilitas dengan
pada semester I 2019 hanya menurun tipis dari 2,5% pada mengupayakan peningkatan efisiensi dan mengoptimalkan
semester II 2018 (Grafik 3.5.7). sumber pendapatan selain bunga. Ke depan, tekanan risiko
kredit, persaingan penghimpunan DPK, dan pemberlakuan
Ketahanan perbankan juga tetap terjaga didukung oleh relatif Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 71)
tingginya permodalan bank, dan terjaganya risiko kredit dan berpotensi menahan peningkatan profitabilitas bank12. Di sisi
likuiditas. Ketahanan permodalan bank masih relatif tinggi, lain, bank perlu melanjutkan strategi dan langkah-langkah
tercermin dari CAR dalam tren meningkat hingga mencapai antisipatif atas persaingan DPK seperti penggunaan sumber
22,53% pada semester I 2019 (Grafik 3.5.8). Secara komposisi, pendanaan alternatif non-DPK di samping buffer alat likuid,
permodalan bank masih didominasi oleh Tier 1, yaitu mengupayakan peningkatan efisiensi, dan mengoptimalkan
komponen modal yang paling tinggi kualitasnya sehingga dapat sumber pembiayaan.
dipergunakan untuk menyerap risiko secara cepat.

Grafik 3.5.6 Tren Biaya Tenaga Kerja Grafik 3.5.7 Perkembangan NIM, NPL dan ROA

Keterangan: Persentase Biaya Tenaga Kerja terhadap Rata-


Rata Total Aset

Grafik 3.5.8 Perkembangan CAR Industri

ATMR (Rp Triliun) - Skala Kanan

12
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 71 tentang instrumen keuangan yang merupakan adopsi dari IFRS 9 Financial Instruments yang dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Board (IASB) per 1 Januari 2016 yang berlaku efektif 1 Januari 2018. PSAK 71 mengatur perubahan persyaratan terkait instrumen keuangan seperti
klasifikasi dan pengukuran, penurunan nilai, dan akuntansi lindung nilai.
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN
No. 33, September 2019
52
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
53

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
54

BAB IV

RESPONS KEBIJAKAN
MAKROPRUDENSIAL
Selama semester I 2019, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian,
kebijakan makroprudensial cenderung bersifat pelonggaran namun tetap menjaga
dan memerhatikan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Perkembangan siklus
keuangan Indonesia masih menunjukkan ada ruang untuk ekspansi kredit. Oleh
karena itu, Bank Indonesia melakukan relaksasi melalui penyesuaian batas atas dan
batas bawah Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Selain itu, sejalan dengan
siklus keuangan yang masih dalam tahap awal fase ekspansi, Bank Indonesia
kembali menetapkan besaran Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%.

Di tengah tekanan pelemahan ekonomi global, kebijakan makroprudensial


menghadapi tantangan yang cukup berat. Walaupun intermediasi perbankan
melambat, namun ketahanan sistem keuangan masih relatif terjaga. Pada semester
I 2019, intermediasi perbankan tumbuh 9,92% (yoy) atau lebih rendah dari realisasi
akhir tahun 2018 yakni sebesar 11,05% (yoy). Meskipun melambat, pertumbuhan
kredit tersebut masih menjadi penopang utama sumber pembiayaan domestik.
Dari sisi ketahanan, indikator kinerja sistem keuangan secara umum masih terjaga.
Kebijakan Bank Indonesia dalam mengawal stabilitas sistem keuangan melalui
kewenangan di bidang makroprudensial tidak terlepas dari upaya penguatan
asesmen dan surveilans yang dilakukan serta sinergi dan koordinasi dengan
otoritas/institusi terkait lainnya yang semakin baik.

Bank Indonesia juga terus melakukan kajian dan upaya-upaya pendalaman pasar
keuangan dan menggali kemungkinan pengembangan instrumen pembiayaan baru
yang dapat mendukung efisiensi pasar dan mendorong inklusi keuangan. Kajian
dan upaya-upaya ini termasuk menggali kemungkinan meningkatkan pendanaan
dari investor dan instrumen yang sudah ada, seperti pendayagunaan dana yang
dikumpulkan oleh asuransi dan dana pensiun. Pengembangan instrumen-instrumen
pendanaan baru juga dikaji untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan non
tradisional. Selain itu, berbagai upaya dan kajian juga dilakukan untuk memenuhi
komitmen reformasi keuangan global yang juga bertujuan meningkatkan integritas
sistem keuangan Indonesia.

Kebijakan Bank Indonesia dalam mengawal stabilitas sistem keuangan melalui


kewenangan di bidang makroprudensial tidak terlepas dari upaya penguatan
asesmen dan surveilans yang dilakukan serta sinergi dan koordinasi dengan
otoritas/institusi terkait lainnya yang semakin baik. Koordinasi yang dilakukan
di level nasional dengan otoritas keuangan lainnya yang tergabung dalam
Komite Stabilitas Sistem Keuangan, baik secara bilateral maupun multilateral.
Di level internasional, Bank Indonesia terus mewakili Indonesia dalam negosiasi
reformasi keuangan global dan bekerja sama dengan otoritas keuangan lainnya
untuk menjaga momentum pengembangan pasar keuangan Indonesia di tengah
berbagai implementasi standar pengaturan internasional.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
55

4.1. Kebijakan Makroprudensial Berdasarkan evaluasi implementasi instrumen RIM,


Bersifat Pelonggaran masih terdapat bank yang berpotensi untuk didorong
intermediasinya. Asesmen terkait bank yang berpotensi
didorong tersebut juga telah mempertimbangkan aspek-
aspek prudensial seperti likuiditas (rasio AL/DPK dan LDR)
Asesmen Bank Indonesia terhadap kondisi perekonomian yang berada di atas threshold dan juga risiko kredit (rasio NPL)
dan sistem keuangan memberikan kesimpulan bahwa upaya- yang masih tetap terjaga. Hal lain yang juga dipertimbangkan
upaya untuk memberikan ruang gerak kepada perbankan adalah perbankan masih dapat meningkatkan intermediasinya
melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial, sebagai di atas batas atas yang disyaratkan sepanjang didukung
bagian dari pengelolaan risiko, perlu dilakukan sambil tetap dengan permodalan yang memadai, yakni rasio kecukupan
berkontribusi pada pembiayaan perekonomian. Pelonggaran modal (Capital Adequacy Ratio/ atau CAR) di atas 14%.
kebijakan makroprudensial dapat terlihat dari perubahan
kisaran RIM untuk mendorong akselerasi pertumbuhan, Penyesuaian kisaran RIM tetap diikuti oleh monitoring dan
rasio Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk KPR evaluasi RIM secara berkala untuk melihat apakah ada indikasi
yang masih dibebaskan untuk fasilitas pertama, fleksibilitas risk taking behavior perbankan terhadap siklus keuangan
likuiditas dalam PLM dan besaran CCB yang masih tetap 0%. (procyclicality). Apabila terdapat kecenderungan peningkatan
perilaku prosiklikal, Bank Indonesia dapat mengevaluasi target
Penyesuaian Kisaran RIM kisaran RIM untuk mencegah peningkatan akumulasi risiko
Pada Maret 2019, Bank Indonesia melakukan penyesuaian sistemik. Meskipun penyesuaian kisaran RIM baru efektif
batas atas dan batas bawah RIM yang tujuannya antara berlaku pada tanggal 1 Juli 2019, namun rasio RIM sudah
lain memberi sinyal bagi perbankan untuk menggunakan menunjukkan kenaikan yakni dari 92,62% pada bulan Maret
kapasitasnya dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan 2019 menjadi 94,82% pada bulan Juni 2019.
kredit. Penyesuaian batas atas dan bawah tersebut
merupakan penyempurnaan lanjutan dari perluasan Penetapan Kembali Countercyclical Capital Buffer (CCB) 0%
komponen RIM pada tahun 2018 yang telah memasukkan Pada semester I 2019, Bank Indonesia kembali menetapkan
komponen wholesale funding berupa Surat-Surat Berharga besaran CCB sebesar 0%. 1 Keputusan tersebut ditempuh
(SSB) pada sisi pembiayaan. Dengan adanya penambahan setelah mempertimbangkan asesmen SSK yang belum
opsi pembiayaan melalui SSB tersebut dapat memberi mengindikasikan adanya pertumbuhan kredit secara
ruang bagi perbankan untuk meningkatkan intermediasinya berlebihan. Hal ini tercermin dari indikator utama kesenjangan
selain melalui penyaluran kredit. Sejalan dengan hal tersebut kredit terhadap PDB (credit to GDP gap) yang masih berada
dan dalam rangka mendukung pelonggaran kebijakan di bawah batas bawah threshold. Kondisi ini didukung oleh
makroprudensial, Bank Indonesia menaikkan kisaran RIM indikator pelengkap lain seperti indikator makroekonomi,
yang sebelumnya berada pada 80% - 92% menjadi 84% - 94%. indikator perbankan, dan harga aset.

Grafik 4.1 Kesenjangan Kredit terhadap PDB

Sumber: Bank Indonesia

1
CCB merupakan tambahan modal sebagai buffer yang akan digunakan untuk menyerap potensi kerugian yang timbul apabila terjadi pemberian kredit yang berlebihan.
Bank Indonesia melakukan evaluasi atas besaran CCB minimal sekali dalam 6 bulan.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
56
Respons Kebijakan Makroprudensial

Penetapan CCB sebesar 0% sejalan dengan kebijakan Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar 50
makroprudensial akomodatif. Kebijakan ini tidak menghambat bps. Kebijakan moneter tersebut ditempuh dalam rangka
perbankan untuk tetap melakukan pemberian kredit dan menjaga kecukupan likuiditas perbankan yang antara
berkontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal lain dapat digunakan untuk meningkatkan pembiayaan
ini sejalan dengan siklus keuangan Indonesia yang masih perekonomian sebagai bagian dari bauran kebijakan Bank
memiliki ruang untuk peningkatan pertumbuhan kredit. Indonesia. Penurunan GWM ini sejalan dengan pelonggaran
Namun demikian, Bank Indonesia secara berkala akan kebijakan makroprudensial dalam memberikan ruang bagi
melakukan evaluasi besaran CCB minimal sekali dalam perbankan untuk meningkatkan intermediasinya. Dengan
6 bulan sebagai bagian dari antisipasi peningkatan risiko adanya penambahan ketersediaan likuiditas tersebut
sistemik. Hal ini disebabkan karakteristik pertumbuhan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perbankan
kredit yang bersifat prosiklikal dapat berpotensi terjadinya dalam menyalurkan kredit.
akumulasi risiko sistemik, sehingga penyaluran kredit perlu
dijaga sesuai dengan kebutuhan atau tidak berlebihan Perluasan Akses Keuangan Melalui Pemenuhan Rasio
serta didukung dengan tingkat permodalan yang memadai. Kredit UMKM
Bank Indonesia tetap berupaya untuk mendorong peningkatan
Sukuk Bank Indonesia sebagai Agunan Pinjaman Likuiditas akses keuangan melalui peningkatan kredit ke UMKM.
Jangka Pendek (PLJP/S) Sektor UMKM merupakan sektor usaha yang memiliki
Bank Indonesia menerbitkan Sukuk Bank Indonesia (SukBI) kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia,
sebagai instrumen operasi moneter berdasarkan prinsip baik dari sisi jumlah unit usaha maupun jumlah tenaga
syariah. SukBI merupakan instrumen yang memiliki kerja. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa mendorong
underlying asset, baik aset fisik maupun aset keuangan peningkatan akses keuangan bagi UMKM, salah satunya
milik Bank Indonesia. Beberapa bank sentral negara melalui penetapan target rasio kredit UMKM. Pada akhir
lain juga telah menerbitkan sukuk sebagai instrumen 2018, batas minimum rasio kredit UMKM yang harus
moneter yaitu Bank Negara Malaysia dan Bank Sentral dipenuhi oleh perbankan adalah sebesar 20% dari total
Bahrain. Adapun SukBI menggunakan akad Musyarakah kredit.
Muntahiya Bit Tamlik.
Rasio UMKM secara industri pada semester I 2019
Penerbitan SukBI selain sebagai bagian dari reformulasi berada di atas target yang ditetapkan. Penyaluran kredit
kerangka operasional kebijakan moneter, juga sebagai ke UMKM meningkat dengan risiko kredit yang relatif
upaya untuk akselerasi pendalaman pasar keuangan terjaga. Pada Juni 2019, rasio kredit UMKM, termasuk
Syariah khususnya dalam melengkapi term structure dan pembiayaan ekspor non migas bagi Kantor Cabang Bank
mendorong peningkatan trading di pasar sekunder. SukBI Asing (KCBA) dan bank campuran, mencapai 20,46%
dapat menjadi alternatif instrumen penempatan dana bagi dengan rasio NPL kredit UMKM sebesar 3,85% (Grafik
perbankan syariah (terutama yang mengalami kelebihan 4.2). Pencapaian tersebut ditopang oleh sebagian bank
likuiditas) sekaligus memperkuat manajemen likuiditas yang secara individu telah memenuhi rasio kredit UMKM
perbankan syariah. Dengan demikian SukBI bersifat likuid minimum. Namun di sisi lain, beberapa bank masih
dan tradable sehingga dapat menjadi alat likuid perbankan. menghadapi keterbatasan infrastruktur dan juga bisnis
model yang fokus pada pembiayaan korporasi. Berbagai
Dengan adanya SukBI terdapat beberapa ketentuan Bank upaya telah dilakukan bank untuk mengatasi kendala
Indonesia yang perlu disesuaikan antara lain ketentuan ini antara lain dengan menerapkan strategi pembiayaan
mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) bagi rantai pasokan (supply chain), mengembangkan dan
Bank Umum Konvensional dan Pembiayaan Likuiditas Jangka meluncurkan produk baru bekerjasama dengan lembaga
Pendek Syariah (PLJPS) bagi Bank Umum Syariah, dengan penyalur, serta mengembangkan kapasitas organisasi dan
menambahkan SukBI sebagai perluasan cakupan agunan sumber daya manusia.
untuk PLJP dan PLJPS. Dengan demikian saat ini SukBI
telah masuk sebagai salah satu agunan berkualitas tinggi Grafik 4.2 Pencapaian Target Kredit UMKM
(berupa surat berharga) selain Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Sertifikat
Deposito Bank Indonesia (SDBI), Surat Berharga Negara
(SBN) dan surat berharga yang diterbitkan badan hukum
lain. Adapun SukBI yang dapat digunakan sebagai agunan
PLJP bagi bank umum konvensional adalah SukBI yang
dimiliki oleh bank umum konvensional melalui pembelian
di pasar sekunder, maupun SukBI yang dimiliki oleh Unit
Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Nilai
agunan SukBI ditetapkan sebesar 100% (seratus persen)
dari plafon PLJP yang dihitung berdasarkan nilai jual
SukBI, begitu pula dengan PLJPS.

Penurunan Giro Wajib Minimum sebagai Bauran Kebijakan


Bank Indonesia
Pada bulan Juni 2019, Bank Indonesia menurunkan GWM
Rupiah untuk Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
57

Pengawasan dan Surveilans Sistem Keuangan


Selama semester I 2019, Bank Indonesia tidak mengubah
ketentuan instrumen Loan/Financing to Value (LTV/FTV)
dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sejak
kedua instrumen tersebut dimodifikasi pada semester
sebelumnya. Namun demikian Bank Indonesia terus
memantau perkembangan dari semua indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi bagaimana instrumen
tersebut memberikan dampak pada sistem keuangan.
Secara khusus, mengenai perkembangan instrumen PLM
dan kaitannya dengan fleksibilitas untuk melakukan repo
kepada Bank Indonesia disampaikan di Boks 4.1.

Bank Indonesia senantiasa memperkuat surveillance dan


asesmen dengan metodologi pengukuran risiko yang
komprehensif disertai kelengkapan data dan informasi
yang akurat. Pengawasan makroprudensial antara lain
dilakukan dalam rangka memetakan risiko instabilitas
di sistem keuangan yang dapat menyebabkan terjadinya
risiko sistemik. Adanya interconnectedness menjadi salah
satu dasar perlunya pengawasan sistem keuangan secara
menyeluruh (system wide) sebagai bagian dari upaya
mitigasi timbulnya risiko sistemik, terutama difokuskan
pada bank-bank besar dan korporasi yang memiliki peran
signifikan dalam sistem keuangan. Analisis dengan
menggunakan cakupan data yang menyeluruh dalam
National Balance Sheet (NBS)/Regional Balance Sheet
(RBS) terus dikembangkan untuk mengidentifikasi financial
imbalances yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik.
Pelaksanaan diskusi, tukar menukar data dan infomasi
dengan otoritas terkait, pemerintah, maupun lembaga
lain terus dilakukan secara berkala.

Aspek pengawasan makroprudensial juga terus diperkuat


melalui upaya pencegahan dan penanganan krisis dalam
kerangka Protokol Manajemen Krisis (PMK). Simulasi
Krisis (Simkris) baik di internal Bank Indonesia maupun
dengan otoritas lain dilakukan secara rutin dan berkala
guna meningkatkan kesiapan teknis, termasuk mekanisme
koordinasi internal dan eksternal pada saat krisis terjadi.
Pada semester I 2019 telah dilakukan simulasi krisis di
internal Bank Indonesia dan juga dengan otoritas terkait
melalui kegiatan Simulasi Krisis Nasional (SimKrisNas).

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
58
Respons Kebijakan Makroprudensial

Fleksibilitas PLM yang Mendukung Pemanfaatan Term Repo


Boks 4.1
Reguler BI oleh Bank

Tantangan pengelolaan likuiditas perbankan pada tahun adanya Term Repo yang reguler dan terjadwal, diharapkan
2019 semakin meningkat sejalan dengan naiknya kebutuhan dapat mendukung efektivitas pelaksanaan operasi moneter,
likuiditas antara lain untuk mendorong penyaluran kredit dan memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang, serta
memperluas pembiayaan bagi perekonomian di tahun 2019. mendukung pendalaman pasar keuangan.
Di sisi lain, sumber pendanaan bank memiliki keterbatasan
yang dipengaruhi oleh faktor otonom. Antara lain kondisi Selain itu, relaksasi peraturan pemenuhan instrumen
ketidakpastian global terkait arus aliran masuk modal asing, Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dapat
potensi peningkatan kebutuhan uang kartal di tahun 2019 membantu bank yang memiliki keterbatasan agunan.
pada periode musiman (bulan Ramadan dan akhir tahun), Relaksasi tersebut membuat bank dapat mengikuti lelang
serta perubahan pola belanja, penerimaan dan pembiayaan Term Repo tanpa berimplikasi pada penurunan rasio PLM.
pemerintah tahun 2019. Kedua kebijakan ini (term repo reguler dan fleksibilitas PLM)
bersifat saling sinergi dan mendukung satu dengan yang
Dalam rangka memastikan kecukupan likuiditas dan lain. Dengan adanya Term Repo reguler dan terjadwal dapat
meningkatkan efisiensi pasar uang, serta memperkuat memberikan kepastian bagi bank untuk melakukan repo ke
transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan Bank Indonesia setiap saat membutuhkan. Kebijakan ini juga
penguatan strategi operasi moneter sejak 24 Januari 2019 merupakan bagian dari upaya Bank Indonesia melakukan
dan melakukan penguatan two sided monetary operation re-distribusi likuiditas. Kecukupan likuiditas di pasar uang
sejak 6 Mei 2019. Penguatan strategi operasi moneter ini dapat membantu menurunkan risiko likuiditas perbankan
salah satunya dilakukan melalui peningkatan frekuensi lelang yang pada akhirnya dapat mendorong terciptanya stabilitas
Term Repo secara reguler (setiap hari) dan terjadwal. Dengan sistem keuangan. Oleh karena itu, kebijakan lelang term repo

Grafik B4.1.1 Volume Lelang Term Repo 2019

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
59

reguler didukung dengan fleksibilitas pemenuhan PLM melalui tercermin dari rasio PLM yang dimiliki berada di atas batas
pelonggaran threshold repo PLM dari 2% menjadi 4% yang minimum 4%, walaupun distribusi rasio PLM antar kelompok
berlaku sejak akhir 2018. Selain itu, pada Juni 2019, BI juga BUKU cenderung bervariasi. Kelompok BUKU yang paling
mengumumkan penurunan GWM Rupiah sebesar 50 bps, banyak (berdasarkan nominal) memanfaatkan term repo
berlaku efektif pada 1 Juli 2019. adalah BUKU 4 (hingga 2,5% dari DPK rupiah), sedangkan
kelompok BUKU dengan jumlah bank yang paling banyak
Pembukaan term repo BI memungkinkan bank yang memiliki memanfaatkan term repo adalah BUKU 2 dan BUKU 3.
surat-surat berharga (SSB) yang memenuhi kriteria tertentu Sementara itu bank yang memanfaatkan fleksibilitas PLM
(antara lain SBI, SBIS, SUKBI dan SBN/SBSN) untuk me-repo- (SSB PLM non repo hingga di bawah 4% dan sisa kewajiban
kan surat berharga tersebut ke BI guna memenuhi kebutuhan PLM dipenuhi dari PLM repo) berasal dari kelompok BUKU 1.
likuiditasnya. Dengan adanya pelonggaran threshold PLM
dari 2% menjadi 4% yang dapat di-repo-kan oleh bank ke BI, Peningkatan pemanfaatan term repo pada periode lebaran
maka bank semakin memiliki fleksibilitas dalam mengelola (Mei 2019) terutama disebabkan adanya funding gap yang
likuiditasnya. cukup besar pada periode tersebut (hingga Rp111 Triliun)
karena tertahannya penambahan DPK (pengaruh outflow
Pemanfaatan term repo BI oleh bank cenderung meningkat uang kartal periode lebaran yang bersifat temporer) di
terutama pada periode kondisi likuiditas agak ketat, tengah peningkatan pencairan kredit (musim lebaran).
khususnya pada periode lebaran di Mei 2019. Hal ini tercermin Peningkatan funding gap secara temporer tersebut terjadi
dari peningkatan volume term repo (mencapai Rp98 Triliun), merata di seluruh kelompok BUKU. Kebijakan term repo
jumlah bank yang memanfaatkan term repo (35 bank), memberikan fleksibilitas bagi perbankan dalam mengelola
serta jumlah bank yang memanfaatkan fleksibilitas PLM (3 likuiditasnya sehingga tetap dapat melakukan ekspansi
bank)Berdasarkan kelompok BUKU, secara umum seluruh kredit ketika terjadi outflow kartal lebaran yang bersifat
kelompok memiliki ruang untuk memanfaatkan term repo temporer.

Gambar B4.1.1 Skema Pemenuhan PLM

Tabel B4.1.1 Distribusi Rasio PLM

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
60
Respons Kebijakan Makroprudensial

Grafik B4.1.2 Perkembangan Pemanfaatan Term Repo

Grafik B4.1.3 Perkembangan Rasio PLM

Rasio PLM (SSB Non Repo) Rasio PLM (SSB Repo)

Grafik B4.1.4 Perkembangan DPK, Kredit dan Funding Gap

Delta DPK, Kredit dan Funding Gap (FG) Jumlah Bank yang Memanfaatkan Fleksibilitas Term Repo

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
61

4.2 Peran Investor Institusi dalam secara konvensional yakni mengandalkan saving-lending
Mendukung Pembiayaan business. Hingga Juni 2019 Loan-to-Deposit Ratio (LDR)
perbankan mencapai 94,28%. Selain itu, DPK perbankan
Pembangunan yang umumnya bersifat jangka pendek akan menimbulkan
potensi mismatch apabila digunakan untuk pembiayaan
Bank Indonesia juga melakukan berbagai kajian dan upaya dalam jangka yang sangat panjang. Untuk itu diperlukan
untuk melakukan pendalaman pasar keuangan. Salah satu penguatan investor institusi yang dapat menyediakan
hasil kajian Bank Indonesia berkaitan dengan potensi investor pembiayaan jangka panjang dengan sumber dana yang
institusi dalam mendukung pembiayaan pembangunan juga relatif panjang.
sekaligus memperdalam pasar keuangan Indonesia. Dalam
sub bab ini Bank Indonesia menyoroti institusi asuransi dan Secara umum asuransi dan dana pensiun mempunyai
dana pensiun yang dinilai memiliki potensi besar dalam kemampuan untuk menjadi investor institusi dalam
berkontribusi bagi pembiayaan perekonomian. Sementara itu, mendukung pembiayaan perekonomian karena sumber
dalam keuangan syariah, Bank Indonesia melakukan kajian dananya relatif jangka panjang sehingga dapat berinvestasi
mengenai potensi Cash Waqf–linked Sukuk (CWLS) untuk ke jangka waktu yang lebih panjang juga. Namun demikian,
mendukung pembangunan perekonomian bagi kepentingan dari sisi kapasitas masih terbatas karena dana yang dihimpun
publik yang sesuai dengan prinsip syariah sebagaimana dari premi asuransi dan iuran pensiun masih rendah yang
disampaikan di Boks 4.2. menyebabkan investasi yang dapat dilakukan juga masih
rendah. Hal ini dapat tercernin dari rendahnya porsi nilai
Ketersediaan sumber pembiayaan menjadi salah satu faktor investasi perusahaan asuransi dan dana pensiun dibandingkan
kunci untuk mendukung keberlangsungan pembangunan. dengan kredit perbankan. Oleh karena itu diperlukan upaya
Pasar keuangan menjadi salah satu tempat yang dapat yang terintegrasi dan berkesinambungan dari berbagai pihak
menyediakan berbagai instrumen pembiayaan. Sebagaimana untuk mendorong dan meningkatkan keterlibatan masyarakat
pasar secara tradisional, selain instrumen sebagai komoditas dan pekerja di asuransi dan dana pensiun.
yang diperjualbelikan, pasar keuangan juga berfungsi sebagi
platform intermediari yang mempertemukan pihak penjual Apabila belajar dari pengalaman negara lain yakni Malaysia,
(yang memerlukan dana) dengan pihak pembeli (yang memiliki materialitas size investor institusi terbentuk sebagai
kelebihan dana). Pihak yang membutuhkan dana umumnya dampak dari pembentukan pengelolaan dana pensiun yang
adalah korporasi sebagai agen ekonomi di berbagai bidang tersentralisasi melalui dana pensiun publik (Kumpulan Wang
usaha. Sementara pihak penyedia dana atau investor cukup Persaraan (KWAP) untuk pegawai negeri dan Employee
beragam mulai dari investor individu, hingga investor institusi. Provident Fund/EPF untuk pegawai swasta. Dengan
Jika dilihat dari jumlah dananya, maka investor insititusi pengelolaan dana pensiun yang tersentralisasi, aset EPF
berupa lembaga keuangan memiliki dana relatif besar dan dapat mencapai hingga 56,4% PDB Malaysia. Hal ini dapat
masih mendominasi pasar keuangan domestik. memperbesar peluang terhadap pengelolaan yang lebih
efektif dan efisien dengan memperoleh economies of scale
Investor institusi memiliki kapasitas pembiayaan yang besar. atas dana kelolaan. Besarnya kontribusi tersebut didukung
Investor institusi tersebut antara lain perusahaan asuransi, oleh tingginya penetrasi peserta. Jumlah peserta pensiun
dana pensiun, hedge fund dan perbankan. Dana yang di Malaysia mencapai 95% yakni 14,2 juta dari 14,9 juta
diinvestasikan oleh investor institusi umumnya adalah dana pekerja tercatat sebagai peserta dana pensiun.
kumpulan milik peserta. Misalnya iuran dana peserta yang
dihimpun dana pensiun dan premi asuransi yang dihimpun Total investasi perusahaan asuransi menunjukkan peningkatan
oleh perusahaan asuransi. Hal ini yang menyebabkan yakni dari Rp533 Triliun (Juni 2018) menjadi Rp565 Triliun
investor institusi memiliki kapasitas pembiayaan yang besar. (Juni 2019) atau sekitar 10,5% dari total kredit perbankan
Kapasitas ini yang kemudian dapat menentukan bagaimana (Juni 2019). Nilai tersebut masih relatif kecil tapi berpotensi
pengembangan pasar di suatu negara. Semakin besar untuk tumbuh dan dapat menjadi salah satu sumber alternatif
kapasitas (aset/dana) yang dimiliki oleh investor institusi, pembiayaan ekonomi. Saat ini komposisi investasi perusahaan
semakin besar pula penyerapan dana yang dapat dilakukan asuransi masih didominasi oleh produk perbankan, pasar
di pasar keuangan. Dengan demikian, kapasitas investor keuangan dan pasar modal. Kedepan komposisi tersebut
institusi cukup menentukan efektifitas pasar keuangan di diharapkan dapat diperbanyak alokasinya ke Surat Berharga
suatu negara dalam menyediakan sumber pembiayaan. Negara (SBN), obligasi, Medium Term Notes (MTN) dan
surat berharga lainnya terutama yang diterbitkan di pasar
Di Indonesia, investor institusi (bank, dana pensiun, asuransi primer baik oleh pemerintah maupun korporasi sehingga
dan lembaga penjamin) masih didominasi oleh perbankan, dapat digunakan sebagai sumber dana/pembiayaan bagi
dimana total asetnya mencapai Rp8.243 Triliun atau sekitar pemerintah dan korporasi (selain kredit perbankan). Saat ini
84% dari aset investor institusi secara agregat per Juni 2019. jumlah perusahaan asuransi yang tercatat adalah sebanyak
Sementara itu, pangsa total asset perusahaan asuransi dan 133 dengan rincian 53 perusahaan asuransi jiwa, 74 asuransi
dana pensiun masih relatif kecil yakni masing-masing sebesar umum, dan 5 perusahaan reasuransi. Adapun data asuransi
13,05% dan 2,85%. Dominasi sektor perbankan berpotensi yang digunakan dalam pembahasan ini adalah asuransi
menyebabkan terbatasnya laju peningkatan size pasar jiwa, umum dan reasuransi, tidak termasuk asuransi sosial
keuangan mengingat perbankan domestik masih beroperasi dan wajib.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
62
Respons Kebijakan Makroprudensial

Perbaikan kinerja pasar modal menyebabkan naiknya hasil dan jenis program pensiun mempengaruhi pola penempatan
investasi perusahaan asuransi, terutama yang mayoritas investasi perusahaan dana pensiun. Investasi untuk Program
komposisi investasinya dalam bentuk saham dan obligasi. Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan Program Pensiun Iuran
Kewajiban pembayaran klaim pada asuransi jiwa yang Pasti (PPIP) lebih banyak ditempatkan dalam bentuk SBN
bersifat jangka panjang serta preferensi nasabah produk dan obligasi/sukuk. Sementara penempatan investasi untuk
unit link untuk menempatkan dana pada instrumen investasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) lebih banyak dalam
yang memiliki keuntungan tinggi, menyebabkan komposisi bentuk deposito.
investasi asuransi jiwa didominasi oleh saham dan reksadana
(terutama saham dan obligasi) (Grafik 4.2.1). Secara industri, total investasi perusahaan dana pensiun
pada semester I 2019 naik menjadi Rp273 triliun atau tumbuh
Penguatan harga SBN dan obligasi korporasi serta perbaikan 8,01% (yoy), lebih besar dibandingkan posisi Desember
harga saham pada semester I 2019 mendorong hasil 2018 (2,54%) dan Juni 2018 (2,97%). Jika dibandingkan
investasi asuransi jiwa naik menjadi Rp. 15,20 Triliun atau dengan kredit perbankan maka porsinya sekitar 4,99% per
tumbuh 302,51% (yoy). Sementara itu, asuransi umum Juni 2019. Alokasi portofolio investasi perusahaan dana
dan reasuransi, yang komposisi investasinya didominasi pensiun didominasi oleh deposito dan SBN dengan porsi
deposito, tetap mencatatkan hasil investasi yang positif masing-masing sebesar 27,29% dan 23,65% (Grafik 4.8).
meskipun untuk asuransi umum lebih rendah dari semester Sebagaimana investasi perusahaan asuransi, nilai investasi
sebelumnya. Di sisi lain, hasil investasi reasuransi mengalami perusahaan dana pensiun tersebut dapat menjadi alternatif
kenaikan setelah di semester II 2018 mengalami penurunan sumber pembiayaan perekonomian terutama jika ke depan
seiring dengan penempatan portofolio yang didominasi oleh secara bertahap alokasinya diperbanyak ke SBN, obligasi/
deposito. (Grafik 4.2.1) sukuk, MTN dan surat berharga lainnya yang diterbitkan oleh
pemerintah dan korporasi di pasar primer. Walaupun total
Berbeda dengan perusahaan asuransi, perbaikan kinerja pasar investasi perusahaan dana pensiun mengalami peningkatan,
modal tidak langsung mempengaruhi hasil usaha investasi namun hasil usaha investasi pada semester I 2019 tumbuh
pada industri dana pensiun. Hasil usaha investasi perusahaan negatif sebesar 3,11% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh
dana pensiun selain dipengaruhi oleh pendapatan investasi, laba pelepasan investasi yang berasal dari PPMP dan PPIP
juga dipengaruhi oleh beban investasi. Preferensi nasabah tumbuh negatif masing-masing sebesar 61,21% dan 26,52%.

Grafik 4.2.1 Komposisi Investasi Perusahaan Asuransi per Juni 2019

Sumber: OJK

Grafik 4.2.2 Komposisi Aset Investasi Perusahaan Dana Pensiun per Juni 2019

Sumber: OJK

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
63

Cash Waqf-Linked Sukuk (CWLS) sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan


Boks 4.2
Non Tradisional

Sistem ekonomi dan keuangan syariah menempatkan sektor Rp708,1 triliun atau meningkat 5,36% (yoy). Apabila tidak
komersial dan sosial secara berdampingan karena keduanya memperhitungkan porsi pasar saham syariah, maka share SBSN
saling melengkapi dan mendukung. Pada sektor komersial, tercatat sebesar 52% dari total aset keuangan syariah yang
Sukuk sebagai instrumen investasi atau pembiayaan syariah berarti mendominasi pangsa keuangan syariah di Indonesia.
telah berkembang pesat dan digunakan di berbagai negara
termasuk Indonesia. Sedangkan pada sektor sosial, wakaf, Sejak pertama kali diterbitkan pada 2008 sampai dengan akhir
khususnya wakaf uang memiliki potensi yang besar untuk Juni 2019, penerbitan SBSN telah mencapai Rp1.148,45 triliun
menjadi lebih produktif dan bermanfaat bagi kesejahteraan dalam denominasi IDR dan USD. SBSN turut berkontribusi
masyarakat. Model-model keuangan syariah berbasis Islamic dalam pembiayaan pembangunan nasional yang tercermin dari
Social Finance (ISF) bermanfaat tidak hanya untuk sosial rata-rata pangsa SBSN mencapai 30% dari total pembiayaan
namun juga meningkatkan fungsi intermediasi keuangan Surat Berharga Negara (SBN) setiap tahunnya.
melalui pemanfaatan dana-dana berlebih (idle liquidity) yang
belum produktif untuk mendukung pembiayaan pembangunan Wakaf uang memiliki potensi yang sangat besar. Berdasarkan
bagi kepentingan publik. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dan perhitungan Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensinya di
prinsip dasar ekonomi syariah yang mengupayakan secara Indonesia mencapai Rp180 Triliun per tahun. 2 Besarnya
maksimal pencapaian tujuan sosial dengan menafkahkan potensi wakaf uang ini juga memiliki potensi realisasi yang
sebagian harta untuk kepentingan bersama. cukup tinggi jika melihat posisi Indonesia sebagai negara
dengan tingkat kedermawanan tertinggi di dunia pada tahun
Perkembangan sukuk di Indonesia sangat positif sebagaimana 2018, setelah sebelumnya berada pada peringkat kedua.
tercermin dari perkembangan di triwulan II 2019. Pasar sukuk Dengan total skor 59%, skor untuk membantu orang lain
meningkat dengan akumulasi outstanding Surat Berharga adalah sebesar 46%, berdonasi materi 78%, dan melakukan
Syariah Negara (SBSN) dan sukuk korporasi sebesar kegiatan sukarelawan 53%.3

Grafik B4.2.1 Pangsa Aset Keuangan Syariah (tidak termasuk saham syariah)

2
Perhitungan BWI sebagaimana disampaikan oleh Ketua Divisi Humas, Sosialisasi dan Literasi BWI kepada Republika.co.id pada 16 Oktober 2018.
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/18/10/16/pgovmd384-potensi-wakaf-tunai-capai-rp-180-triliun
3
Laporan Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018, A Global View of Giving Trends, yang dipublikasikan pada Oktober 2018

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
64
Respons Kebijakan Makroprudensial

Salah satu bentuk integrasi sektor keuangan komersial investasi pada instrumen wakaf. Keempat, penciptaan
dan sosial syariah adalah Cash Waqf-Linked Sukuk (CWLS). multiplier effect yang lebih besar dan berdampak langsung
CWLS adalah suatu instrumen penempatan atau investasi pada kesejahteraan umum karena imbal hasil penempatan
dana wakaf uang (baik dari dalam maupun luar negeri) yang pada SBSN digunakan untuk membangun sarana dan
dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) atau Nadhzir infrastruktur publik serta memberikan manfaat ekonomi
(pengelola dana wakaf) dalam negeri pada SBSN dengan kepada masyarakat. Kelima, imbalan SBSN yang disalurkan
skema fiduciary untuk mendukung program pemerintah melalui mitra Nadhzir untuk program/kegiatan sosial juga
dalam pembangunan sarana publik. Berbeda dengan SBSN dapat meningkatkan taraf hidup dan daya beli masyarakat
umumnya, skema CWLS memungkinkan pembelian SBSN yang tergolong mustahik (8 golongan masyarakat penerima
untuk proyek tertentu (targeted project/investment) misalnya zakat, termasuk fakir miskin). Dengan demikian, hal ini
pembiayaan infrastruktur yang terkait dengan SDGs dan dapat menjaga tingkat konsumsi dan permintaan sekaligus
pembangunan sarana sosial. Adapun mekanisme dan mengurangi angka kemiskinan.
contoh CWLS adalah sebagaimana gambar di bawah ini.

Gambar B4.2.1 Mekanisme dan Contoh CWLS

Sumber: Bank Indonesia

Skema CWLS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan Untuk menjawab tantangan pertama dan kedua diatas, BI
skema pembiayaan tradisional sebagai sumber pembiayaan bersama pihak terkait seperti BWI, Forum Wakaf Produktif
pembangunan nasional. Pertama, CWLS menambah (para Nadhzir) dan UNIDA Gontor secara berkesinambungan
kapasitas pembiayaan pembangunan karena merupakan melakukan sosialisasi kepada masyarakat salah satunya
sumber baru (bukan shifting dari sumber dana komersial/ melalui Gerakan Indonesia Sadar Wakaf (GISWAF). Sedangkan
produktif lainnya) yag berasal dari dana wakaf yang untuk menjawab tatangan ketiga, BI telah menginisiasi dan
selama ini belum produktif (idle). Kedua, CWLS memiliki menyusun Prinsip-Prinsip Pokok Tata Kelola Wakaf atau
Cost of Funds (CoF) yang sangat rendah dalam memenuhi Waqf Core Principles (WCP) bersama BWI dan IRTI-IDB
kebutuhan investasi jangka pendek pemerintah khususnya didukung anggota International Working Group on WCP yang
untuk pembangunan sarana/infrastruktur sosial/publik. Hal terdiri dari Awqaf South Africa, Awqaf New Zealand, Awqaf
ini disebabkan dana wakaf tidak menjanjikan nilai imbalan Bosnia Herzegovine, Awqaf Nigeria dan Awqaf Australia.
tertentu kepada wakif (orang/pihak yang menyediakan dana
wakaf). CoF yang rendah akan berdampak positif bagi biaya Penerbitan perdana CWLS dengan seri Sukuk Wakaf
penerbitan SBSN dan beban APBN. Ketiga, CWLS, khususnya SW-001 direncanakan senilai Rp50 miliar dengan tenor
dengan skema permanen (perpetual) yaitu wakif tidak akan 3 tahun. Saat ini BI terus melakukan koordinasi secara
menerima kembali dana wakafnya, tidak memiliki risiko intensif dengan stakeholders terkait yaitu Kemenkeu, BWI,
kredit dan likuiditas karena tidak memerlukan repayment. Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-
CWLS menciptakan segmen investor baru yaitu investor PWU) dan Forum Wakaf Produktif (FWP) dalam rangka
sosial (wakif) yang tidak mengharapkan keuntungan dari penerbitan tersebut.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
65

4.3 Sinergi dan Koordinasi dalam pelaksanaan pemeriksaan bank oleh Bank Indonesia–OJK,
Memperkuat Ketahanan Sistem serta pelaksanaan Joint Stress Test (JST) perbankan. Di
sektor sistem pembayaran, Bank Indonesia juga melakukan
Keuangan koordinasi dan diskusi dengan OJK antara lain terkait
dengan pembahasan perkembangan digital banking dan
Dalam rangka merumuskan kebijakan makroprudensial keuangan digital. Isu lainnya yang dibahas adalah mengenai
dan kebijakan di sektor keuangan, selama semester I 2019, pemenuhan Principles for Financial Market Infrastructures
Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi dengan (PFMIs) dengan mengimplementasikan Central Bank Money
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin (CeBM) untuk setelmen transaksi di Pasar Modal yang
Simpanan (LPS) baik secara bilateral maupun trilateral. Bank mencakup transaksi surat berharga negara (SBN) dan non-
Indonesia melakukan koordinasi dan kerjasama dengan OJK SBN oleh bank kustodian dan perusahaan efek.
secara rutin melalui forum Koordinasi Makroprudensial–
Mikroprudensial (FKMM) yang tujuannya antara lain untuk Koordinasi antara Bank Indonesia dengan OJK dilakukan
melakukan sinergi kebijakan dan peraturan dalam rangka melalui FKMM pada level teknis dan juga High Level Meeting
meminimalkan potensi cross cutting issues, redudansi dan (HLM). Pertemuan HLM antara Anggota Dewan Gubernur
inkonsistensi. Sementara itu, koordinasi dan kerjasama Bank Indonesia dan Anggota Dewan Komisioner OJK telah
antara Bank Indonesia dengan LPS difokuskan pada membahas beberapa topik strategis antara lain kepesertaan
persiapan dan pelaksanaan simulasi terkait Bank Perantara BPR dalam sistem pembayaran, transaksi derivatif dan
dan penjualan SBN oleh LPS ke BI, perpanjangan Nota pendalaman pasar keuangan, serta sinergi implementasi
Kesepahaman dan penyusunan petunjuk pelaksanaan BI – Lembaga Keuangan Digital (LKD) oleh Bank Indonesia
LPS. Selain itu, Bank Indonesia juga berkolaborasi dengan dan Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka
OJK dan LPS dalam melakukan finalisasi Nota Kesepahaman keuangan inklusif (LAKU PANDAI) oleh OJK. Ke depan, Bank
tentang pembangunan dan pemeliharaan integrasi pelaporan Indonesia dan OJK akan terus melakukan sinergi kebijakan
di sektor perbankan. sebagaimana keputusan bersama masing-masing lembaga.

Koordinasi Kebijakan Makroprudensial dan Mikroprudensial Koordinasi Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin
Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Simpanan
Koordinasi dan kerjasama BI dan OJK pasca pengalihan tugas Kerja sama dan koordinasi BI-LPS berdasarkan pada Nota
dan fungsi pengawasan perbankan ke OJK selama semester Kesepahaman BI - LPS tanggal 28 Juni 2016.4 Pada semester
I 2019 dilaksanakan secara baik dan lancar. Koordinasi I 2019, kerjasama dan koordinasi antara Bank Indonesia
rutin yang dilakukan antara lain berupa pembahasan dan dengan LPS tersebut berjalan baik. Bank Indonesia dan LPS
permintaan masukan terhadap draf peraturan, diskusi melakukan koordinasi terkait pembelian Surat Berharga
mengenai kondisi terkini di sektor keuangan dalam rangka Negara (SBN) milik LPS oleh Bank Indonesia berupa simulasi
penetapan kebijakan di kedua otoritas serta pertukaran data/ yang difokuskan pada pelaksanaan settlement penjualan SBN
informasi. Pertukaran data yang rutin dilakukan antara lain milik LPS ke Bank Indonesia. Pelaksanaan simulasi tersebut
rasio-rasio likuiditas dan kinerja bank, jaringan kantor bank berlandaskan pada Perjanjian Kerja Sama penjualan SBN
umum, data Sistem Informasi Perbankan (SIP) serta data LPS kepada BI.5
Sistem Informasi Pelaporan Perusahaan Pembiayaan (SIPP).
Te r k a i t d e n g a n p e n d i r i a n B a n k Pe r a n t a r a o l e h L P S
Selanjutnya, untuk meningkatkan mekanisme pertukaran sebagai salah satu pilihan metode resolusi bank, pada
data dan informasi yang terintegrasi, Bank Indonesia dan akhir tahun 2018 Bank Indonesia telah menerbitkan
OJK telah menyusun Blueprint integrasi pelaporan yang ketentuan mengenai hubungan operasional Bank
rencananya akan diimplementasikan secara penuh pada Perantara dengan Bank Indonesia dan menyusun
2020. Integrasi pelaporan ini diharapkan dapat memberikan pedoman pelaksanaannya sebagai dasar pelaksanaan
kemudahan bagi perbankan dalam menyampaikan laporan mekanisme kegiatan antar satuan kerja di internal Bank
kepada otoritas dan mencegah terjadinya penyampaian Indonesia. 6 Sebagai tindak lanjut terhadap ketentuan
laporan yang redundan dan inkonsisten. Lebih lanjut, kedua dimaksud maka Bank Indonesia selaku otoritas sistem
lembaga telah membenahi mekanisme transisi pelaporan pembayaran bersama LPS sedang menyusun petunjuk
bank termasuk pengenaan sanksi pelaporan yang masih pelaksanaan tata cara koordinasi dan kerja sama dalam
berlaku sebelum implementasi pelaporan secara penuh. rangka pelaksanaan ketentuan mengenai hubungan
operasional Bank Perantara dengan Bank Indonesia.
Penguatan koordinasi Bank Indonesia dan OJK tidak Petunjuk Pelaksanaan tersebut diperlukan LPS dan Bank
hanya terkait dengan perumusan kebijakan namun juga Indonesia agar proses pengalihan persetujuan dan/atau
penguatan koordinasi pengawasan makroprudensial izin dari Bank Indonesia untuk Bank Perantara dalam
dan mikroprudensial. Secara berkala, koordinasi antara kaitannya dengan Sistem Pembayaran Bank Indonesia
lain dilakukan dalam penetapan dan pengkinian bank (SPBI), Operasi Moneter (OM) dan Penyelenggara Jasa
sistemik yakni setiap enam bulan sekali, persiapan dan Sistem Pembayaran (PJSP) dapat berjalan dengan lancar.

4 Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor: (18/12/NK/GBI/2016)/(MOU-3/DK/2016) tentang Koordinasi dan Kerjasama dalam rangka Pelaksanaan Fungsi, Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
dengan Lembaga Penjamin Simpanan.
5 Perjanjian Kerjasama BI dan LPS No. (18/3/PKS/DpG/2016)/(PKS-1/KE/2016) tentang Penjualan Surat Berharga oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
6 PBI No. 20/15/PBI/2018 tanggal 21 Desember 2018 tentang Hubungan Operasional antara Bank Perantara dengan Bank Indonesia.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
66
Respons Kebijakan Makroprudensial

Dalam rangka mengukur efektivitas pelaksanaan tugas Keanggotaan Otoritas Indonesia di Financial Stability Board
dan wewenang setiap otoritas, Bank Indonesia dan LPS (FSB)
melaksanakan simulasi Bank Perantara. Sebagai lanjutan Keanggotaan Indonesia pada forum FSB telah diupayakan
dari pelaksanaan simulasi ketentuan yang dilaksanakan pada untuk mengikutsertakan otoritas yang relevan sesuai mandat
akhir 2018, simulasi kembali dilakukan untuk mengevaluasi dan kewenangannya agar Indonesia dapat memberikan
proses pengalihan persetujuan dan/atau izin yang diberikan kontribusi dan manfaat keanggotaan yang optimal. Dalam
Bank Indonesia kepada LPS untuk pendirian Bank Perantara. hal ini termasuk menjaga kepentingan Indonesia sebagai
Bank Indonesia dan LPS juga telah melakukan pembahasan negara emerging market ketika diskusi perumusan kebijakan
perpanjangan Nota Kesepahaman (NK) antara Bank sektor keuangan global serta penguatan kebijakan sektor
Indonesia dan LPS yang akan berakhir pada bulan Juli 2019. keuangan domestik sesuai rekomendasi dan best practice
Dengan dilakukannya perpanjangan NK tersebut, kedepan BI global dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
dan LPS secara berkesinambungan akan melakukan kerja
sama yang mencakup antara lain pertukaran data/informasi, • Pada level FSB Plenary, keanggotaan Indonesia diwakili
sosialisasi bersama, pengembangan potensi pegawai, dan oleh Bank Indonesia dan Kemenkeu. Keanggotaan ini
penugasan pegawai serta finalisasi petunjuk pelaksanaan diharapkan dapat memperkuat koordinasi dalam rangka
terkait Bank Perantara. mendorong implementasi rekomendasi yang bersifat
lintas sektoral dan melibatkan kewenangan berbagai
Koordinasi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan otoritas.
Lembaga Penjamin Pinjaman • Keanggotaan pada Standing Committee on Assessment
Kolaborasi dan sinergi antara Bank Indonesia dengan OJK of Vulnerabilities (SCAV) diwakili oleh Bank Indonesia.
dan LPS tercermin dari adanya kesepakatan bersama dalam Pembahasannya fokus pada isu terkait aspek kerentanan
pembangunan dan pemeliharaan integrasi pelaporan di sektor dalam perekonomian dan transmisinya ke sektor keuangan.
perbankan. Komitmen ketiga lembaga sangat diperlukan • Keanggotaan pada Standing Committee on Supervisory
untuk pengembangan integrasi pelaporan dengan mekanisme and Regulatory Cooperation (SRC) diwakili oleh Bank
pelaporan yang berbasis metadata yang akan dilaksanakan Indonesia dan OJK. Fokus tugas di forum ini terkait
oleh perbankan. Implementasi Integrasi Pelaporan dimaksud dengan pengaturan dan pengawasan makroprudensial
ditargetkan pada akhir Desember 2019 dan ketiga lembaga dan mikroprudensial sektor keuangan.
secara intensif melakukan pembahasan bersama baik dari • Keanggotaan pada Standing Committee on Standards
aspek ketentuan, data, mekanisme dan sistem pelaporan. Implementation (SCSI) diwakili oleh Kemenkeu. Tugasnya
Sebagai tindak lanjut dari publikasi monograf riset BI-OJK- memantau perkembangan implementasi rekomendasi/
LPS pada 2018, di semester I 2019 BI bersama OJK dan standar untuk mendukung monitoring implementasi
LPS sepakat untuk melakukan riset bersama pada 2019 rekomendasi/standar internasional G20/FSB yang
dengan topik yang sejalan dengan tugas dan wewenang bersifat lintas sektoral dengan melibatkan kewenangan
masing-masing lembaga. Hal ini dilakukan sebagai bagian berbagai otoritas.
dari kebijakan berdasarkan riset (research based policy) dan • Ketiga otoritas (Bank Indonesia, OJK, Kemenkeu) juga
juga untuk meningkatkan kualitas penelitian masing-masing menjadi anggota dalam struktur Regional Consultative
lembaga. Groups (RCG) Asia sehingga dapat memberikan landasan
pemahaman yang sama bagi otoritas di Indonesia terhadap
Upaya koordinasi, kerjasama dan harmonisasi kebijakan isu strategis yang berkembang dan relevan di kawasan.
dengan otoritas lain, tidak terlepas pula dari peran dan • Pada berbagai forum FSB level teknis (secara struktur
dukungan ADG Bank Indonesia yang ditugaskan sebagai berada di bawah standing committee), otoritas Indonesia
Ex-Officio di OJK dan LPS untuk menjembatani rencana turut berpartisipasi aktif sebagai anggota dalam
kebijakan, pengaturan dan isu strategis dari Bank Indonesia mendukung perumusan dan inisiatif penyusunan standard,
yang muncul dan perlu mendapatkan masukan dari OJK panduan serta rekomendasi kebijakan internasional di
dan LPS maupun sebaliknya. Di masa yang akan datang, area stabilitas sistem keuangan. Peran otoritas Indonesia
pertukaran data dan informasi akan terus dilakukan secara dalam forum teknis tersebut mencakup area nonbank
rutin. Selain itu Bank Indonesia bersama OJK dan LPS secara financial intermediation, fintech, cyber risk, financial
berkesinambungan akan selalu berkoordinasi dalam sinergi benchmark, resolusi perbankan dan evaluasi dampak
kebijakan di masing-masing otoritas. reformasi keuangan global.

Selain bekerjasama dengan otoritas domestik, Bank Indonesia Penguatan partisipasi otoritas Indonesia dalam berbagai fora
juga senantiasa melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan internasional membutuhkan dukungan dan komitmen penuh
lembaga-lembaga keuangan internasional guna mengadopsi dari otoritas domestik guna memastikan efektivitas dan
dan menghasilkan kebijakan di sektor keuangan yang sesuai manfaat keanggotaan. Pertimbangan tersebut menginisiasi
dengan international best practice. Tujuannya antara lain pembentukan forum gugus tugas reformasi sektor keuangan
memperkuat sistem keuangan domestik sehingga dapat ikut global yang melibatkan Bank Indonesia, Kemenkeu, OJK dan
menjaga stabilitas sistem keuangan baik di tingkat nasional LPS serta otoritas terkait lainnya untuk memperkuat koordinasi
maupun global. otoritas domestik dalam menghadapi perkembangan isu sektor

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
67

otoritas terkait lainnya untuk memperkuat koordinasi otoritas Komoditi (Bapppebti). Indonesia sebagai anggota G20 dan
domestik dalam menghadapi perkembangan isu sektor Financial Stability Board (FSB) telah berkomitmen untuk
keuangan yang bersifat dinamis dan lintas sektoral, misalnya mengimplementasikan agenda reformasi sektor keuangan
dalam rangka persiapan menghadapi asesmen dari lembaga global di Indonesia. Reformasi sektor keuangan global
internasional seperti FSB Country Peer Review dan IMF tersebut merupakan tindak lanjut terhadap mandat Pemimpin
Financial Sector Assessment Program (FSAP). Di samping itu, G20 untuk memperkuat sektor keuangan global dengan
forum gugus tugas juga menjadi platform sharing informasi memperbaiki kelemahan, termasuk supervisory dan regulatory
antar otoritas terkait perkembangan isu strategis di fora gaps yang berkontribusi pada krisis keuangan global 2008.
internasional yang membutuhkan tindak lanjut bersama. Secara berkala, komitmen anggota G20 tersebut dimonitor
dan dinilai oleh FSB antara lain melalui pelaksanaan Country
Keanggotaan Otoritas Indonesia dalam Forum Internasional Peer Review.
Lainnya di Bidang SSK
Selain keanggotaan di FSB, Bank Indonesia bersama OJK juga FSB Country Peer Review merupakan asesmen yang
menjadi anggota di Basel Committee on Banking Supervision difokuskan pada area reform G20/FSB yang masih
(BCBS). BCBS merupakan standard setting body yang mengalami kelemahan atau gap dari sisi waktu implementasi
menerbitkan standard minimum ketentuan kehati-hatian dan maupun konsistensi atau efektivitas. Asesmen juga dapat
merupakan wadah kerjasama pengawasan sektor perbankan meliputi tindak lanjut atas rekomendasi utama Financial
secara global. Selain itu, Indonesia juga berpartisipasi Sector Assessment Program (FSAP) serta area pengaturan,
dalam forum regional seperti Executives Meeting of East pengawasan dan kebijakan lain yang belum dicakup namun
Asia Pacific Working Group on Banking Supervision (EMEAP relevan dan penting bagi penguatan stabilitas sistem keuangan
WGBS). EMEAP WGBS beranggotakan bank sentral dan domestik. FSB telah menetapkan Indonesia sebagai salah
otoritas pengawas dari wilayah Asia Timur dan Pasifik. satu negara yang akan menjalani Country Peer Review pada
Forum ini memfasilitasi diskusi di area pengaturan dan tahun 2019/2020 dengan topik OTC Derivatif.
pengawasan sektor keuangan serta memfasilitasi pertukaran
informasi di area reformasi keuangan global yang menjadi Pelaksanaan FSB Country Peer Review pada 2019/2020
kepentingan bersama otoritas sektor keuangan di kawasan. merupakan asesmen yang kedua kalinya bagi Indonesia.
Dalam perkembangannya, EMEAP WGBS memperluas Pertama kali, pelaksanaan FSB Country Peer Review dilakukan
partisipasi otoritas hingga mencakup otoritas resolusi untuk pada 2013/2014 dengan topik institutional arrangement
memfasilitasi diskusi mengenai isu resolusi sektor keuangan. sektor keuangan dan kerangka manajemen krisis di Indonesia.
Dalam hal ini, keterwakilan Indonesia oleh Lembaga Penjamin Pemilihan topik tersebut didasarkan pada proses peralihan
Simpanan (LPS). pengawasan sektor perbankan dari Bank Indonesia kepada
OJK serta adanya proses penyusunan Undang-Undang
Sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memperkuat Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU
stabilitas makroekonomi dan ketahanan sistem keuangan PPKSK). Sementara itu, pemilihan topik OTC Derivatif untuk
melalui penguatan inisiatif yang mendukung pembangunan periode 2019/2020 didasarkan pada reform pasar OTC
berkelanjutan, Bank Indonesia akan mendorong partisipasi Derivatif yang merupakan satu dari empat area reformasi
otoritas Indonesia dalam berbagai inisiatif forum regional dan prioritas yang ditetapkan FSB dan implementasinya masih
internasional di area sustainable finance dan yang mendukung dihadapkan pada berbagai tantangan. Adapun area reformasi
pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), seperti prioritas lainnya mencakup: (i) penguatan resiliensi lembaga
Network for Greening Financial System (NGFS). Bank Indonesia keuangan, (ii) mengatasi permasalahan too-big-to-fail, dan (iii)
juga tengah melakukan langkah-langkah untuk memperkuat intermediasi nonbank financial institutions yang sebelumnya
perannya dalam mendukung pencapaian Paris Agreement on dikenal sebagai shadow banking.
Climate Change dan Sustainable Development Goals (SDGs),
sebagaimana telah menjadi komitmen pemerintah7. Hal Bank Indonesia turut aktif dalam pelaksanaan FSB Country
ini didasarkan pada pemahaman bahwa perubahan iklim/ Peer Review sehingga diharapkan dapat memperkuat
lingkungan berpotensi meningkatkan risiko keuangan, yang kerangka hukum pengaturan dan pengawasan pasar derivatif
dalam jangka menengah-panjang dapat berdampak pada di Indonesia, serta mendorong harmonisasi kebijakan oleh
sistem keuangan dan stabilitas makroekonomi secara lebih otoritas domestik dalam rangka melakukan pendalaman
luas. Secara khusus mengenai komitmen global terhadap pasar keuangan. Penguatan tersebut diperlukan untuk
pencapaian SDGs ini disampaikan di Boks 4.3. mengakselerasi implementasi reformasi OTC Derivatif yang
menjadi rekomendasi dari G20/FSB, meliputi pembentukan
Country Peer Review (CPR) dengan topik Over the Counter Central Clearing Counterparties (CCP), Electronic Trading
Derivative (OTC Derivatif) Platform (ETP), perbaikan akses pelaporan terhadap trade
Pada tahun 2019-2020, Indonesia sebagai salah satu negara repository, pengenaan persyaratan margin dan beban modal
anggota G-20 dan FSB akan menjalani Country Peer Review lebih tinggi bagi transaksi derivatif yang tidak melalui kliring.
(CPR) dengan topik Over the Counter Derivative (OTC Derivatif).
Pelaksanaan CPR akan melibatkan beberapa lembaga terkait, Koordinasi dan kerjasama lintas otoritas di Indonesia telah
yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dilakukan sejak akhir 2018 dalam rangka mempersiapkan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan pelaksanaan Country Peer Review. Penguatan koordinasi
(LPS) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka melalui pertemuan rutin dan komunikasi yang intensif menjadi

7
Komitmen pemerintah Indonesia untuk melaksanakan Paris Agreement on Climate Change yang dituangkan dalam UU Nomor 16 tahun 2016 dan
Sustainable Development Goals yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Perpres Nomor 59 tahun 2017.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
68
Respons Kebijakan Makroprudensial

salah satu kunci keberhasilan mengingat area reformasi OTC


Derivatif bersifat lintas sektoral, yaitu melibatkan kewenangan
dari Bank Indonesia, OJK, Kemenkeu, dan Bappebti.

Publikasi hasil asesmen FSB Country Peer Review nantinya


diharapkan dapat disajikan dengan berimbang dengan tidak
hanya menginformasikan gap implementasi, namun juga
tantangan dan hambatan yang dihadapi negara berkembang
dalam mengadopsi reformasi pasar OTC Derivatif tersebut.
Hal ini terutama dengan mempertimbangkan keterbatasan
kedalaman pasar dan infrastruktur pasar keuangan domestik
dibandingkan dengan advanced economies.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
69

Boks 4.3 Komitmen Global terhadap Pencapaian Sustainable Development

Isu sustainable development mulai marak didiskusikan dari kebijakan makroprudensial guna mencapai stabilitas
dalam berbagai fora regional maupun internasional. Hal ini keuangan yang lebih luas. Terkait hal ini, instrumen kebijakan
mencerminkan upaya untuk mendorong tercapainya komitmen bank sentral yang berpotensi untuk dikembangkan dalam
Paris Agreement on Climate Change (PACC) dan Sustainable mengimplementasikan green financing adalah instrumen
Development Goals (SDGs). Tujuan jangka panjang Paris green LTV yang memberikan kelonggaran kepada debitur
Agreement's adalah untuk menjaga peningkatan rata-rata yang peduli iklim/lingkungan.
suhu global di bawah 2 °C di atas level pre-industrial; dan
membatasi kenaikan sebesar 1,5 °C. SDGs merupakan Hingga saat ini, agenda di area sustainable development
kesepakatan agenda tujuan pembangunan global yang yang banyak dilakukan oleh lembaga internasional dan/atau
disahkan oleh anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) standard setting bodies fokus pada mitigasi risiko mikro
pada 25 September 2015. Agenda tersebut terdiri dari 17 lembaga keuangan. Sedangkan hal-hal terkait sustainable
tujuan dan 169 target yang merupakan rencana aksi global development atau climate-related risk secara lebih holistik
untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), dalam kerangka stabilitas sistem keuangan (SSK) belum
guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan banyak dibahas. Hal inilah yang mendasari mulai maraknya
melindungi lingkungan. SDGs berlaku bagi seluruh negara diskusi tentang risiko iklim/lingkungan dalam konteks SSK
(universal), sehingga seluruh negara memiliki kewajiban di berbagai fora internasional pada tahun 2019.
moral untuk mencapai tujuan dan target SDGs. Pemerintah
Indonesia sebagai anggota G20 telah berkomitmen untuk Di tataran regional, EMEAP WGBS telah membentuk Interest
melaksanakan PACC dan SDGs sebagaimana dituangkan Group (IG) Sustainable Banking dengan rencana kerja
dalam UU Nomor 16 tahun 2016 dan Perpres Nomor 59 2019-2020 yang terutama bertujuan untuk menyamakan
tahun 2017. pandangan anggota dan memetakan arah kebijakan, best
practices serta pendekatan otoritas di masing-masing negara
Bank Indonesia sebagai bank sentral, memiliki peran strategis EMEAP. Sementara itu, di ASEAN, BNM juga membentuk Task
sesuai mandat dan kewenangannya di bidang Moneter, Force on the roles of central banks in addressing climate
Makroprudensial dan Sistem Pembayaran (SP) untuk turut and environmental-related risks, dimana BI turut berperan
mendukung pencapaian PACC dan SDGs tersebut yang serta. Task force tersebut dibentuk untuk menginisiasi studi
dapat berkontribusi pada terjaganya stabilitas keuangan mengenai peran bank sentral dalam memitigasi risiko iklim/
dan makroekonomi. Hal ini dapat dilakukan antara lain lingkungan, antara lain dengan mengidentifikasi pentingnya
melalui penguatan tools dan kerangka surveillance SSK, keterlibatan dan juga limitasi bank sentral di area tersebut,
yang mengintegrasikan aspek perubahan iklim/lingkungan melakukan stock-take inisiatif regional terkait mitigasi risiko
sebagai salah satu sumber peningkatan risiko keuangan. iklim/lingkungan di sektor keuangan, serta menyoroti area
Risiko iklim/lingkungan dapat menimbulkan physical risk atau tantangan yang membutuhkan respon lebih lanjut dan
dan transition risk. Physical risk merupakan dampak dari rekomendasi non-binding best practice yang mendukung
biaya ekonomi dan keuangan yang berpotensi timbul sustainable ASEAN.
akibat peningkatan frekuensi dan intensitas perubahan
iklim, terhadap penurunan nilai aset keuangan dan/atau Sementara itu, di level internasional, FSB berencana
peningkatan kewajiban. Transition Risk adalah risiko yang memperdalam analisis jalur transmisi risiko iklim/lingkungan
timbul dalam periode transisi menuju ekonomi rendah pada sistem keuangan dengan fokus pada potensi terjadinya
karbon, termasuk dampak perubahan desain kebijakan untuk amplifikasi risiko dan dampak cross-border. Tujuannya adalah
memitigasi dan menyesuaikan perubahan iklim terhadap untuk mengidentifikasi dampak risiko iklim/lingkungan
nilai aset keuangan dan kewajiban. Risiko keuangan dalam terhadap SSK yang relatif berbeda dari jenis kerentanan
jangka menengah-panjang berpotensi menimbulkan tekanan pada umumnya. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat
terhadap SSK dan gangguan makroekonomi yang apabila membantu pemenuhan rekomendasi Network for Greening
terus berlanjut dapat memperbesar tekanan di pasar the Financial System (NGFS), khususnya terkait integrasi
keuangan melalui feedback loops. risiko iklim dalam kerangka monitoring SSK sebagaimana
disampaikan dalam laporan publikasi NGFS.
Secara global, semakin disadari pentingnya peran bank
sentral dalam memitigasi kerentanan sistem keuangan Selain itu, FSB juga telah membentuk Task Force on Climate-
dari risiko iklim/lingkungan yang berpotensi mengganggu related Financial Disclosures (TCFD) yang dijalankan oleh
perekonomian. Keberpihakan dan kontribusi bank sentral sektor swasta. TCFD bertujuan memberikan rekomendasi
dalam mendorong sustainable development antara lain mengenai pengungkapan informasi keuangan dan non-
dapat melalui green financing yang merupakan bagian keuangan terkait iklim yang konsisten, dapat diperbandingkan,

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
70
Respons Kebijakan Makroprudensial

diandalkan, jelas, efisien dan membantu pengambilan


keputusan pemberi pinjaman. Rekomendasi tersebut akan
dilaporkan oleh TCFD kepada FSB untuk mendapatkan
persetujuan pada September 2020. Saat ini, TCFD tengah
mempertimbangkan area pekerjaan selanjutnya terkait
pengembangan pedoman dan analisis berbasis skenario
iklim/lingkungan.

Standard Setting Bodies (SSBs) seperti International


Organization of Securities Commissions (IOSCO) dan
International Association of Insurance Supervisors (IAIS)
juga telah menginisiasi sejumlah inisiatif yang mendukung
sustainable development. Sementara BCBS terus memperkuat
sharing informasi dengan NGFS untuk memetakan fokus
area pekerjaan kedepan yang berkaitan dengan risiko iklim/
lingkungan. IOSCO memiliki Sustainable Finance Network
yang mendorong anggota IOSCO untuk bertukar pengalaman
mengenai inisiatif dan pendekatan pengaturan di area
keuangan berkelanjutan. Sebagai langkah awal, jaringan
tersebut melakukan survei dan stock take terhadap otoritas
pasar keuangan di masing-masing anggota yurisdiksi serta
lembaga internasional lainnya.

Di sektor asuransi, International Association of Insurance


Supervisors (IAIS) telah mempublikasikan laporan mengenai
dampak risiko perubahan iklim terhadap sektor asuransi
pada Juli 2018. Laporan tersebut menggambarkan pengaruh
risiko perubahan iklim terhadap sektor asuransi dan potensi
implikasinya ke depan, serta bagaimana perkembangan
tersebut relevan dengan pengaturan dan pengawasan sektor
asuransi. IAIS bersama dengan Sustainable Insurance
Forum (SIF) yang merupakan jaringan global untuk regulator
dan pengawas sektor asuransi, akan menerbitkan laporan
mengenai hasil implementasi TCFD dan best practice
pengelolaan risiko iklim/lingkungan di sektor asuransi.

Mencermati terus meningkatnya komitmen global


dalam mewujudkan ekonomi dan sistem keuangan yang
berkelanjutan, Bank Indonesia akan terus mendukung serta
berpartisipasi aktif dalam berbagai inisiatif forum regional
dan internasional di area tersebut. Bank Indonesia juga
akan terus memperkuat tools dan kebijakan green dalam
rangka membangun ekosistem keuangan berkelanjutan
yang dibutuhkan untuk mendukung terjaganya stabilitas
makroekonomi dan SSK dalam jangka panjang.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
71

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
72

BAB V

TANTANGAN, PROSPEK
DAN ARAH KEBIJAKAN
Menghadapi perkembangan perekonomian global dan domestik yang saat ini
sedang berlangsung, stabilitas sistem keuangan Indonesia diperkirakan masih
akan terjaga. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan otoritas terkait
lainnya untuk memastikan tersedianya ruang bagi institusi keuangan untuk
meningkatkan fungsi intermediasi di dalam sistem keuangan sehingga dapat
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok diperkirakan


masih akan berlanjut dan tetap mempengaruhi kinerja perekonomian
global. Melemahnya perekonomian global tersebut diperkirakan masih akan
menekan harga komoditas karena menurunnya permintaan. Sementara
itu, kebijakan suku bunga rendah dari beberapa otoritas moneter sebagai
respons terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan masih
akan dipertahankan. Pada akhir 2019 perekonomian domestik diperkirakan
akan tumbuh 5,08%, sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada
semester I 2019. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh membaiknya
kinerja investasi terkait dengan penyelesaian Proyek Strategis Nasional
(PSN). Memperhatikan perkembangan perekonomian global dan domestik
tersebut, sistem keuangan Indonesia diperkirakan masih akan terjaga. Sistem
keuangan Indonesia masih memiliki ketahanan yang baik untuk menyerap
risiko. Sementara itu, ruang bagi institusi keuangan untuk terus meningkatkan
intermediasi juga masih terbuka.

Berdasarkan kondisi di atas, Bank Indonesia akan menerapkan kebijakan


makroprudensial yang longgar sepanjang masih dibutuhkan untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Dalam kaitan dengan itu, Bank Indonesia akan terus memastikan tersedianya
ruang bagi institusi keuangan untuk menggunakan kapasitasnya dalam
melaksanakan fungsi intermediasi. Penerapan kebijakan makroprudensial ke
depan dari sisi pendanaan diarahkan untuk memperluas kapasitas pembiayaan
perbankan melalui perluasan komponen pendanaan dalam perhitungan
RIM. Dari sisi penyaluran kredit, kebijakan makroprudensial diarahkan untuk
menunjang sektor-sektor utama perekonomian domestik serta sektor yang
berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan. Sementara itu, kebijakan makroprudensial Bank Indonesia
lainnya akan dievaluasi secara periodik, termasuk berkoordinasi dan bersinergi
dengan otoritas lainnya dalam merumuskan dan memastikan kebijakan yang
dihasilkan agar turut mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dengan
tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan.

Bank Indonesia juga mengamati perkembangan layanan keuangan digital


yang berlangsung akhir-akhir ini. Terdapat dua sisi yang perlu mendapatkan
perhatian yang sama dalam hal ini, yaitu bagaimana perkembangan ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendukung fungsi sistem keuangan dan
meningkatkan customer experience dan bagaimana risiko yang muncul dari
implementasi teknologi digital dapat dimitigasi sehingga stabilitas sistem
keuangan nasional tetap terjaga.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
73

5.1. Stabilitas Keuangan ke Depan Sementara itu, stance dovish dari beberapa otoritas moneter
Diperkirakan Akan Tetap Terjaga negara di dunia pada Semester I 2019 diperkirakan masih
akan terus berlanjut pada Semester II 2019. The Fed
Karena Kondisi Ketahanan Sistem diperkirakan masih akan menurunkan FFR sebanyak 2
Keuangan yang Memadai kali dengan besaran 25 bps, begitu pula dengan Reserve
Bank of Australia dan Bank of Korea. Beberapa bank
Berlanjutnya perang dagang antara AS dan Tiongkok sentral lain juga masih akan mempertahankan suku
diperkirakan masih akan memengaruhi kinerja perekonomian bunga kebijakan rendah, seperti European Central Bank,
global sampai dengan akhir 2019. Perlambatan ekonomi Reserve Bank of India (RBI), Bangko Sentral ng Pilipinas
global di semester I 2019 masih akan berlanjut di semester (BSP), Bank Negara Malaysia (BNM), Bank of Thailand
II 2019. Kebijakan moneter longgar sebagai respon terhadap (BOT). Suku bunga negatif di Jepang juga diperkirakan
perlambatan ekonomi global juga diperkirakan masih akan masih akan dipertahankan.
dipertahankan oleh sebagian besar otoritas moneter di negara-
negara maju. Respons kebijakan moneter tersebut akan lebih Sentimen penurunan policy rate dan suku bunga kebijakan
mendorong aliran modal ke negara-negara emerging market. rendah di sejumlah Advanced Economies (AE) tersebut
ser ta berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan
Perekonomian Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok dan Jepang global paska dialog perang dagang di akhir Juni 2019
diperkirakan akan mengalami perlambatan. Hal ini tercermin berpotensi mendorong aliran modal masuk ke negara-
antara lain dari indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) negara EM hingga akhir tahun 2019. Pada Juni 2019,
Manufaktur yang terus mengalami penurunan di negara- negara-negara EM mencatatkan net inflows, berbalik dari
negara tersebut. Sementara itu, melemahnya perekonomian posisi Mei 2019. Untuk Indonesia, capital inflow turut
global tersebut mendorong pelemahan harga komoditas didorong oleh peningkatan investment grade Standard &
dunia. Harga komoditas dunia seperti minyak bumi dan Poor (S&P) pada akhir Semester I 2019. Capital inflow ke
logam diperkirakan masih akan mengalami tekanan seiring negara-negara EM diperkirakan masih akan terus berlanjut,
dengan melemahnya permintaan dunia. Penurunan harga ditopang oleh kebijakan akomodatif dari negara-negara
logam dipengaruhi oleh proyeksi melemahnya perekonomian AE yang mendukung meningkatnya likuiditas global. Di
Tiongkok yang menjadi konsumen utama logam dunia. sisi lain, beberapa indikator risiko di negara-negara EM
Sementara itu, potensi kuat dari no-deal Brexit juga memberi juga menunjukkan perbaikan sehingga turut menopang
dampak pada perkiraan perekonomian global yang cenderung prospek meningkatnya capital inflow.
bias ke bawah.
Berbagai permasalahan serta tantangan global di semester
Berlanjutnya ketegangan perdagangan dan melambatnya I 2019 berimbas pada perekonomian domestik. Pada
perekonomian global diperkirakan akan menekan volume semester I 2019, ekonomi domestik tumbuh 5,05%, sedikit
perdagangan dunia. Pada Juni 2019, AS mulai memberlakukan lebih rendah dari Triwulan I yang tumbuh 5,07%. Perlambatan
tarif terhadap impor produk dari Tiongkok. Produk mulai pertumbuhan terutama disumbang oleh ekspor yang
dari berbagai jenis mineral yang digunakan dalam industri masih mengalami kontraksi serta melambatnya investasi.
manufaktur hingga tas kulit senilai USD $200 miliar dikenakan
tarif sebesar 25%. Pemberlakuan tarif ini menyebabkan Sampai dengan akhir tahun 2019, perekonomian domestik
semakin turunnya volume perdagangan dunia, mengingat diperkirakan tumbuh 5,08%. Pertumbuhan diperkirakan
perdagangan dunia saat ini didominasi oleh perdagangan akan ditopang oleh membaiknya investasi. Penyelesaian
antara US dan Tiongkok, yaitu dengan pangsa 26% ekspor Proyek Strategis Nasional (PSN) di semester II 2019
tujuan dunia. Pada triwulan I 2019, realisasi pertumbuhan diperkirakan dapat membantu kinerja investasi khususnya
World Trade Volume (WTV) melambat menjadi 0,5%, lebih sektor konstruksi. Dukungan kebijakan Bank Indonesia
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,6%. berupa pelonggaran kebijakan moneter dan kebijakan
Perlambatan pertumbuhan WTV tersebut menyebabkan makroprudensial diperkirakan mampu memberikan ruang
outlook WTV mengalami bias yang cukup dalam, yakni menjadi untuk kegiatan investasi para pelaku ekonomi. Konsumsi
sebesar 2,5% pada 2019, lebih rendah 0,9% dibandingkan diperkirakan akan melambat disebabkan oleh tren penurunan
bias pada outlook sebelumnya. upah pekerja informal, termasuk melambatnya bantuan
sosial (bansos) setelah frontloading di semester sebelumnya.
Pada triwulan II 2019, World Economic Outlook (WEO) merevisi Ekspor diperkirakan masih akan mengalami kontraksi
perkiraan pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2%, atau meski sudah menunjukkan perbaikan. Sementara itu,
lebih rendah 0,1% dari proyeksi pada triwulan sebelumnya. impor diperkirakan masih terkontraksi akibat melambatnya
Bias ke bawah tersebut utamanya didorong oleh pelemahan prospek permintaan domestik dan ekspor yang menurun.
pertumbuhan di negara emerging market (EM), seperti Mexico, Pendapatan Pemerintah diperkirakan masih akan terbatas
Brazil, Rusia, China dan India. Selain itu, bias ke bawah pada seiring dengan melambatnya perekonomian. Hal tersebut
ekonomi Jepang juga turut berkontribusi pada turunnya berdampak pada proyeksi pengeluaran fiskal yang tumbuh
proyeksi pertumbuhan ekonomi global. lebih rendah dari tahun sebelumnya.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
74
Tantangan, Prospek dan Arah Kebijakan

Kebijakan makroprudensial akan tetap akomodatif dengan masih berada di level yang tinggi dan berada di atas
tetap memantau dan memerhatikan perkembangan sistem batas minimum. Rasio kecukupan alat likuid terhadap
keuangan. Di tengah berbagai tantangan perekonomian DPK (AL/DPK) berada pada level 19,05%. Rasio LCR dan
global dan domestik yang disampaikan di atas, Stabilitas NSFR perbankan sebesar 208,47% dan 126%, jauh di atas
Sistem Keuangan (SSK) Indonesia diperkirakan masih tetap level minimum 100%. Sementara itu, peningkatan capital
terjaga, dengan ruang ekspansi yang masih memadai. Buffer inflow diperkirakan juga akan meningkatkan kapasitas
permodalan institusi keuangan dinilai masih memadai untuk likuiditas perbankan. Indikator Financial Condition Index
dapat menyerap risiko yang timbul dari kegiatan operasional (FCI1) yang merupakan indikator kemudahan mendapatkan
maupun kemungkinan tambahan risiko dari ekspansi pembiayaan domestik, juga membaik (easing) sejak awal
intermediasi yang dilakukan. tahun. Memerhatikan hal tersebut maka ruang untuk terus
meningkatkan pertumbuhan pembiayaan masih terbuka.
Likuiditas institusi keuangan juga masih relatif tinggi untuk Siklus keuangan juga masih menunjukkan level tahap awal
dapat mendukung peningkatan pertumbuhan intermediasi. ekspansi dan belum terlihat adanya indikasi peningkatan
Dari sisi kebijakan, pelonggaran kebijakan moneter dan perilaku ambil risiko dari para pelaku di sistem keuangan.
kebijakan makroprudensial di semester I 2019 diharapkan Dari sisi kebijakan, penurunan suku bunga kebijakan 25bps
dapat terus menjaga SSK Indonesia sekaligus mendorong pada Juni 2019, serta kebijakan makroprudensial berupa
ekspansi intermediasi di sistem keuangan. perubahan batas bawah dan batas atas Rasio Intermediasi

Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Proyeksinya

* Perkiraan
Sumber: IMF World Economic Outlook Update

Secara umum, ketahanan perbankan sebagai institusi Makroprudensial (RIM) juga diperkirakan dapat mendorong
keuangan yang paling dominan di dalam sistem keuangan, intermediasi perbankan pada level yang optimum.
masih terjaga. Rasio permodalan perbankan (CAR) berada Mempertimbangkan perkembangan perekonomian global
di level 22,53%, jauh diatas level minimum. Risiko kredit dan domestik, serta kondisi sistem keuangan domestik,
perbankan juga terjaga di level yang rendah. Rasio NPL Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit dan
perbankan sebesar 2,5%, masih jauh dibawah threshold DPK Perbankan pada 2019 berada pada rentang level 10%
waspada.Kapasitas perbankan untuk melanjutkan fase - 12% dan 8% - 10%. Proyeksi tersebut masih sesuai dengan
ekspansi juga masih memadai. Likuiditas Perbankan proyeksi kredit dan DPK pada awal 2019.

1
FCI merupakan indikator yang diadaptasi dari IMF yang terdiri dari indikator-indikator Interest Rate Valuation, Asset Price Valuation, dan Risk Appetite.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
75

Beberapa hal berpotensi dapat menjadi faktor penghambat berwawasan lingkungan (Green Financing), untuk mendukung
pencapaian proyeksi kredit dan DPK tersebut. Dari sisi kredit, sektor dengan risiko minimal dan kriteria yang sustainable.
permintaan kredit dari korporasi diperkirakan akan terbatas Untuk mendorong pembiayaan pada sektor green tersebut,
sejalan dengan melemahnya permintaan global dan domestik insentif merupakan salah satu instrument yang dapat
yang berlanjut. Di sisi lain, mayoritas perbankan juga merevisi digunakan untuk mendorong intermediasi perbankan kepada
ke bawah angka pertumbuhan kredit dalam Rencana Bisnis sektor yang berwawasan lingkungan.
Bank (RBB). Revisi ke bawah ini mayoritas terjadi pada sektor
yang rentan terhadap pertumbuhan ekonomi global, seperti Bank Indonesia tetap memerhatikan pembiayaan pada sektor
sektor industri pengolahan, perdagangan dan konsumsi. UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.
Beberapa sektor yang masih berpotensi menjadi penunjang Pembiayaan Perbankan kepada UMKM akan terus didorong.
pertumbuhan kredit yaitu sektor listrik, pengangkutan dan Instrumen rasio minimum pembiayaan UMKM akan tetap
jasa sosial, sejalan dengan pelaksanaan proyek infrastruktur. dimaksimalkan dengan beberapa penyempurnaan antara
Sementara itu, capital inflow ke negara-negara EM serta lain memperhitungkan faktor pembiayaan pada sektor-sektor
peningkatan rating Indonesia diperkirakan akan menunjang inklusif atau pada sektor yang memiliki kaitan dengan UMKM.
aktivitas pembiayaan pasar modal. Perkembangan Selain itu, Bank yang tidak memiliki keahlian di sektor UMKM
pembiayaan dari perusahaan-perusahaan fintech juga namun ingin tetap berkontribusi pada pengembangan UMKM
diperkirakan masih bergerak dalam tren meningkat. perlu diberikan jalan keluar agar dapat memenuhi ketentuan
tersebut. Bank Indonesia terus mengkaji berbagai instrumen
Dari sisi DPK, penurunan kinerja korporasi berpotensi yang dapat digunakan oleh bank yang tidak memiliki keahlian
menahan pertumbuhan penghimpunan dana dari sisi di bidang UMKM tersebut agar dapat memenuhi ketentuan.
korporasi sehingga mempengaruhi pertumbuhan DPK Berbagai rencana penyempurnaan kebijakan makroprudensial
keseluruhan. Untuk deposan individual, penurunan suku tersebut diharapkan dapat terus mendorong intermediasi
bunga DPK berpotensi menyebabkan shifting ke instrumen sistem keuangan yang berkualitas. Bersama-sama dengan
yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Sementara itu, otoritas lainnya, Bank Indonesia terus berkoordinasi dan
faktor penunjang pencapaian DPK adalah capital inflow yang bersinergi merumuskan berbagai kebijakan dalam rangka
diperkirakan masih berlanjut, meski terbatas. mendukung perkembangan perekonomian nasional dengan
tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan.
5.2. Kebijakan Makroprudensial akan
Tetap Akomodatif dengan Memantau 5.3. Beberapa Kebijakan Berkaitan
Perkembangan Sistem Keuangan dengan Ekonomi dan
Keuangan Digital
Untuk mendukung proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan
tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia Perkembangan layanan keuangan yang memanfaatkan
secara konsisten akan terus menerapkan kebijakan teknologi digital akhir-akhir ini perlu terus diamati. Jika
makroprudensial yang dapat memberikan ruangan kepada diperkenalkan istilah sistem keuangan digital untuk
perbankan untuk menyerap risikonya dan tetap melakukan mengidentifikasi bagian dari sistem keuangan yang sudah
intermediasi. Kebijakan makroprudensial ini diterapkan memanfaatkan teknologi digital, maka terdapat 2 sisi yang
sebagai bagian dari bauran kebijakan Bank Indonesia. Aspek perlu menjadi perhatian. Di satu sisi, sistem keuangan digital
kehati-hatian akan tetap dikedepankan untuk menjaga SSK merupakan bagian dari ekonomi digital yang meliputi setiap
dari berbagai spillover risk global dan domestik. Selain itu, aktivitas dalam perekonomian yang memanfaatkan kemajuan
fase siklus keuangan serta kapasitas perbankan juga menjadi teknologi untuk: 1) mendorong terbentuknya kapabilitas
faktor pertimbangan dalam perumusan kebijakan. baru dalam meningkatkan produktivitas dan menyediakan
kesempatan baru bagi masyarakat dalam meningkatkan
Dalam rangka memperluas kapasitas intermediasi perbankan, tingkat pendapatan; 2) mengelola sumber daya ekonomi
kebijakan makroprudensial diarahkan untuk memperkuat secara efisien yang dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi
intermediasi antara lain melalui perluasan komponen (economic value added) yang bermuara pada pertumbuhan
pendanaan dalam ketentuan perhitungan Rasio Intermediasi ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan; 3) meningkatkan
Makroprudensial (RIM). Penyempurnaan RIM dilakukan kualitas hidup melalui aspek kemudahan dalam melakukan
dengan mengeksplorasi sumber pendanaan lain yang eligible aktivitas dalam perekonomian. Di sisi lain, risiko dari
dimasukkan dalam perhitungan RIM. Saat ini, sumber implementasi teknologi digital perlu terus diwaspadai agar
pendanaan RIM yang diperhitungkan adalah DPK dan surat- tidak menimbulkan risiko sistemik yang dapat menyebabkan
surat berharga yang diterbitkan. Untuk memperluas kapasitas instabilitas pada sistem keuangan secara keseluruhan atau
intermediasi perbankan, Bank Indonesia sedang mengkaji mengurangi integritas dari sistem keuangan nasional.
perluasan komponen pendanaan bentuk lainnya dalam
penghitungan RIM. Pertanyaan yang muncul akhir-akhir ini adalah ketika setiap
agen dalam ekonomi mencoba untuk mengimplementasikan
Penguatan intermediasi juga akan diarahkan pada sektor- beberapa aspek kemajuan teknologi dalam aktivitas
sektor yang menjadi penunjang utama perekonomian ekonomi, bagaimanakah rancangan terbaik untuk suatu
domestik serta pada sektor yang berwawasan lingkungan. sistem interkonektivitas yang dimotori oleh Internet of
Bank Indonesia akan mendorong pembiayaan di sektor yang Things?. Dalam literatur ilmu ekonomi, kita diajarkan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
76
Tantangan, Prospek dan Arah Kebijakan

untuk menggunakan sumber daya secara efisien dan penting untuk penegakan market discipline, transparansi,
distribusi sumber daya secara tepat dapat menjadi salah prinsip KYC (Know Your Customer), dan AML (Anti Money
satu solusi. Konsep Application Program Interface (API) Laundering). Hal itu juga mendorong berkembangnya
bukanlah merupakan sesuatu yang baru, terlebih pada produk dan jasa baru, daya saing perbankan serta user
era kali ini telah terevitalisasi melalui meningkatnya experience.
penggunaan gawai (gadgets /mobile devices) dan kebutuhan
terhadap aspek interkonektivitas melalui Internet of Things Sebagai contoh, untuk mendorong transparansi informasi
(IoT). API adalah sebuah teknologi yang memungkinkan dari penyedia jasa pembayaran, Uni Eropa telah menerbitkan
pertukaran informasi atau data antara dua atau lebih Payment Service Directive 2 (PSD2) yang mengatur market
aplikasi perangkat lunak. Dengan kata lain, API membuat rules dan business conduct rules. Dalam perkembangannya,
dua atau lebih aplikasi komputer untuk mengerti satu perlindungan konsumen (consumer protection) menjadi
sama lain mengenai data/informasi yang dipertukarkan. topik dalam perubahan aturan PSD2. Aturan perlindungan
API dapat digunakan untuk merancang interkonektivitas k o n su m e n ju g a d a p a t d ig u n ak an u n tu k m e n d orong
dalam sistem keuangan digital. Adapun manfaat yang pengembangan dan penggunaan inovasi pembayaran
dapat diperoleh adalah bukan hanya data yang dapat online dan mobile. PSD 2 mendukung open banking yang
ditransfer ketika suatu transaksi finansial berlangsung, mendorong perbankan agar membuka data nasabahnya
namun juga sumber data data informasi tersebut dapat (open banking initiative) dalam skema kerjasama dengan
digunakan bersama-sama. fintech untuk meningkatkan daya saing bank dan user
experience nasabah. Sementara itu, Australia telah
Dalam era revolusi industri 4.0, data telah menjadi suatu menerapkan kebijakan Consumer Data Right (CDR) yang
komoditas yang berharga. Data yang terdistribusikan menekankan bahwa masyarakat merupakan pemilik hak
secara tepat, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas otoritas penuh akan penggunaan data pribadinya. Penerapan
agen di dalam sistem keuangan digital untuk melakukan CDR di Australia mendorong transparansi informasi pada
berbagai inovasi dengan mengasumsikan para agen sektor keuangan (perbankan), energi, dan telekomunikasi.
tersebut memiliki kesempatan akses yang sama terhadap
berbagai sumber data dan informasi. Namun dalam hal Arah kebijakan baru ini mendorong negara-negara lainnya
ini, penggunaan API perlu mendapat persetujuan dari mulai ikut menerapkan kebijakan yang sama dalam
pemilik data (customer) yang memberikan datanya untuk keterbukaan data nasabah, seperti Jepang, Hongkong,
dipergunakan bersama-sama dengan penyedia jasa keuangan Singapura, Malaysia, dan beberapa negara lainnya.
digital lainnya. Jika seandainya pemilik data telah sepakat Kebijakan implementasi open banking memungkinkan
dalam hal transaksi dan penggunaan data, maka agen adanya interkoneksi keterbukaan data untuk mendukung
lain dalam sistem keuangan dapat memanfaatkan data kegiatan intermediasi perbankan atau produk dan jasa
tersebut melalui akses menggunakan API. keuangan lainnya. Entitas yang terlibat juga tidak terbatas
hanya dalam industri perbankan melainkan juga industri
Melalui desain interkonektivitas yang disertai dengan non bank, seperti Institusi Keuangan Non Bank (IKNB),
persetujuan pemilik, setiap pihak dapat bersama-sama fintech, e-commerce dan lainnya.
menggunakan data serta lebih lanjut dapat menjalin
kerjasama bisnis satu pihak terhadap pihak lainnya Bank Indonesia masih terus melakukan kajian terhadap
dalam rangka meningkatkan pengalaman dan kepuasan rancangan open banking yang paling sesuai dengan
pemakai (customer experience and satisfaction) dalam kondisi sistem keuangan Indonesia. Rancangan yang tepat
menggunakan jasa keuangan digital. Dalam kasus ini, diharapkan dapat mengakselerasi perkembangan layanan
tujuan utama dari sistem keuangan digital ialah untuk keuangan digital yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
mengikutsertakan sebanyak mungkin pengguna melalui untuk meningkatkan fungsi intermediasi sistem keuangan
pemanfaatan data sehingga akan tercapai akumulasi dana yang dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
yang lebih besar serta mendorong dana teralokasikan nasional. Tentunya rancangan ini perlu mempertimbangkan
secara inklusif dalam perekonomian. Dengan demikian jasa berbagai aspek yang harus memastikan keberlangsungan
keuangan dapat lebih mudah diakses dan dimanfaatkan lembaga keuangan, pengendalian risiko berkaitan dengan
oleh berbagai pihak di dalam sistem keuangan digital penerapan teknologi digital dan kaitannya dengan risiko
sehingga dapat mendorong perekonomian. Hal lain yang sistem keuangan lainnya, serta menjaga integritas sistem
diharapkan adalah adanya akuisisi dari teknologi terbaru keuangan Indonesia.
yang muncul dari salah satu pihak oleh pihak lainnya
melalui ragam interaksi dalam sistem keuangan digital Dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi digital,
yang diharapkan juga dapat memiliki spillover effect. Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya yang
mendukung pengembangan sekaligus upaya mitigasi risiko.
Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia Berbagai upaya tersebut disampaikan juga dalam beberapa
adalah rancangan interkoneksi antar perba nkan dengan boks berikut, yaitu Boks 5.1. “Standar Nasional QR Code
Fintech yang saat ini disebut Open Banking. Di beberapa untuk Pembayaran (QRIS)”, Boks 5.2. “Risiko Siber Perlu
negara, digitalisasi keuangan model open banking menjadi Mendapatkan Perhatian Perbankan” dan Boks 5.3. “Bank
tren baru didukung oleh adanya kebijakan keterbukaan dan Indonesia Perkuat Pengawasan di Tengah Geliat Fintech.”
transparansi data. Keterbukaan data dipandang sangat

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
77

Boks 5.1 Standar Nasional QR Code untuk Pembayaran

Untuk mewujudkan visi Sistem Pembayaran Indonesia mengandung makna, pertama Universal, yakni penggunaan
2025, diperlukan inovasi untuk mendukung pengembangan QRIS bersifat inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat
ekonomi dan keuangan digital. Salah satu inovasi yang dan dapat digunakan untuk transaksi pembayaran di
berkembang dan mulai banyak digunakan adalah layanan domestik dan luar negeri. Kedua, Gampang, Masyarakat
pembayaran digital berbasis QR Code. Layanan pembayaran dapat bertransaksi dengan mudah dan aman dalam satu
berbasis QR Code makin berkembang antara lain karena genggaman gawai (gadget). Ketiga, Untung, Transaksi dengan
pembangunan infrastrukturnya lebih efisien jika dibandingkan QRIS menguntungkan pembeli dan penjual karena transaksi
dengan kanal pembayaran lainnya seperti Electronic Data berlangsung efisien melalui satu QR Code yang dapat
Capture (EDC). Bank Indonesia menilai bahwa layanan digunakan untuk semua aplikasi pembayaran pada gawai.
pembayaran tersebut sangat bermanfaat untuk mendorong Keempat, Langsung, transaksi dengan QRIS langsung terjadi,
terciptanya efisiensi perekonomian, mempercepat keuangan karena prosesnya cepat dan seketika sehingga mendukung
inklusif, dan memajukan UMKM. kelancaran sistem pembayaran.

Bank Indonesia juga memandang bahwa perkembangan Sesuai dengan perkembangan layanan pembayaran QR Code,
layanan pembayaran QR Code tersebut perlu diikuti dengan saat ini terdapat 2 model QR Code yaitu:
penerapan standar nasional QR Code. Selama ini layanan
pembayaran menggunakan QR Code dikeluarkan oleh 1. Merchant Presented Mode (MPM): QR Code ditunjukkan
berbagai PJSP sebagai contoh LinkAja, Gopay, OVO, Go oleh merchant sehingga customer hanya perlu
Mobile CIMB Niaga dan Sakuku BCA. Hal tersebut berpotensi melakukan scan QR. Pada model ini QR dapat bersifat
menimbulkan in-efisiensi karena tidak adanya interoperabilitas statis atau dinamis. QR statis adalah QR yang bersifat
dan interkoneksi. Standar nasional QR Code diperlukan untuk tetap dan tidak berubah biasanya berbentuk stiker atau
mengantisipasi inovasi teknologi dan meningkatkan efisiensi akrilik. Sementara QR dinamis seperti namanya bersifat
sistem pembayaran. Melalui penggunaan satu standar dinamis dan berubah-ubah. QR ini biasanya dicetak/
QR Code, penyedia barang dan jasa (merchant) tidak perlu ditampilkan melalui EDC/Point of Sales.
memiliki berbagai jenis QR Code dari berbagai penerbit. Selain
itu, pengguna jasa juga tidak perlu memiliki banyak aplikasi 2. Customer Presented Mode (CPM): QR Code ditunjukkan
untuk dapat melakukan pembayaran dengan QR Code. oleh customer sementara Merchant akan menscan
QR. Pada model ini, QR Code hanya berbentuk dinamis
Standar Nasional QR Code untuk Pembayaran (QRIS) yang karena QR Code ini di- generate oleh user setiap akan
diluncurkan pada 17 Agustus 2019 adalah standar QR Code melakukan transaksi.
untuk sistem pembayaran Indonesia yang dikembangkan
oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Untuk tahap awal, spesifikasi QRIS yang telah dikeluarkan
Indonesia (ASPI). Untuk tahap awal, implementasi QRIS terdiri dari spesifikasi QR Code MPM dan didukung oleh
akan diprioritaskan untuk segmen mikro atau UMKM karena spesifikasi interkoneksi penyelenggara. Untuk tahap
tidak membutuhkan investasi yang tinggi. Transaksi QRIS selanjutnya, setelah implementasi QRIS dengan metode
menggunakan sumber dana berupa simpanan dan/atau MPM, QRIS akan dikembangkan juga dengan model CPM.
instrumen pembayaran berupa kartu debet, kartu kredit, dan/ Untuk mendukung implementasi QRIS, Bank Indonesia telah
atau uang elektronik berbasis server. QRIS menggunakan menerbitkan ketentuan berupa PADG No.21/18/PADG/2019
standar European Master Visa Co (EMV Co) yang diadopsi tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code
untuk mendukung interoperabilitas antar penyelenggara, untuk Pembayaran pada tanggal 16 Agustus 2019. PADG
antar instrumen, termasuk antar negara. Standar EMV Co. tersebut antara lain mengatur ruang lingkup penggunaan QR
tersebut juga telah digunakan di berbagai negara seperti India, Code untuk pembayaran, implementasi QRIS sebagai standar
Thailand, Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. nasional, serta laporan dan pengawasan. Implementasi
QRIS secara nasional efektif wajib berlaku mulai 1 Januari
Penerapan QRIS yang mengusung semangat UNGGUL 2020, guna memberikan masa transisi persiapan bagi PJSP
(UNiversal, GampanG, Untung dan Langsung) bertujuan untuk penyelenggara QRIS. Pihak-pihak yang telah menggunakan
mendorong terciptanya efisiensi transaksi, mempercepat QR Code pembayaran sebelum ketentuan QRIS berlaku, wajib
inklusi keuangan, serta memajukan UMKM. Semua hal menyesuaikan QR code pembayaran yang digunakannya
tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi untuk sesuai dengan QRIS paling lambat tanggal 31 Desember
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. QRIS UNGGUL 2019.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
78
Tantangan, Prospek dan Arah Kebijakan

Kewajiban penggunaan QRIS dalam setiap transaksi


pembayaran berlaku juga bagi transaksi pembayaran di
Indonesia yang difasilitasi dengan QR Code dengan sumber
dana dan/atau instrumen pembayaran yang diterbitkan di
luar wilayah NKRI. Dalam hal ini, pihak yang menatausahakan
sumber dana dan/atau menerbitkan instrumen pembayaran
yang diterbitkan di luar wilayah NKRI tersebut harus
bekerjasama dengan penerbit dan/atau acquirer di Indonesia
berupa Bank BUKU 4.

Meski memberikan banyak kemudahan, layanan pembayaran


berbasis QR bukannya tanpa risiko, terutama terkait
keamanan dan ketidakstabilan transaksi. Oleh karena
itu, implementasi QRIS akan dilakukan secara bertahap
dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam
pelaksanaannya.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
79

Boks 5.2 Risiko Siber Perlu Mendapatkan Perhatian Perbankan

Untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah, bank terus Penerapan solusi pengamanan untuk memitigasi risiko siber
melakukan berbagai inovasi dalam kegiatan operasionalnya yang dapat dilakukan bank antara lain meliputi pemantauan
antara lain melalui penerapan digital banking berupa layanan pengamanan, pencegahan atas kehilangan data, sistem
mobile/internet banking dan uang elektronik (wallet & QR), deteksi dan blokir hasil deteksi, segmentasi jaringan, dan
termasuk berkolaborasi dengan fintech dan e-commerce. enkripsi. Pemantauan pengamanan dapat dilakukan melalui
Penerapan digital banking tersebut memberikan berbagai Security Information and Event Management (SIEM) yang
manfaat bagi nasabah dalam bentuk kemudahan dalam dapat memonitor risiko siber dari seluruh aplikasi dan
bertransaksi, efisiensi biaya, dan harga yang lebih kompetitif. jaringan. SIEM perlu juga dilengkapi dengan prosedur,
Semakin berkembangnya penerapan digital banking menuntut respons dan pemulihan insiden, serta pelaporan yang
sistem operasional perbankan menjadi semakin terbuka memadai. Untuk bank dengan kompleksitas dan skala
terhadap berbagai sistem operasional yang ada di dalam usaha yang lebih kecil, pemantauan pengamanan tersebut
maupun di luar industri perbankan. Sistem operasional dapat dilakukan dengan menunjuk vendor penyedia jasa
tersebut memiliki standar pengamanan sistem yang pengamanan (Managed Security Service Provider). Solusi
bervariasi. Hal ini meningkatkan eksposur risiko terutama pengamanan yang diterapkan bank harus dapat menjaga
risiko siber pada industri perbankan, mengingat kecepatan integritas data sehingga data yang ada dapat dipercaya
inovasi atau perkembangan teknologi baru dalam sistem keakuratannya. Integritas data perbankan perlu dijaga
operasional yang digunakan tidak selalu dapat diimbangi dari serangan siber (cyber attact/fraud) untuk memberikan
dengan kapasitas untuk mengelola risiko yang timbul perlindungan dan menjaga kepercayaan masyarakat.
karena perubahan tersebut. Untuk itu, bank perlu melakukan enkripsi atas data dan
menerapkan solusi Data Loss Prevention (DLP) yang mampu
Risiko siber didefinisikan oleh Financial Stability Board mencegah terjadinya kebocoran, kehilangan, maupun
(FSB) sebagai kombinasi probabilitas insiden siber (cyber kerusakan data pada saat digunakan (endpoint actions),
incidents) yang terjadi dan dampaknya. Risiko siber pada perpindahan (network traffic), dan penyimpanan (storage).
suatu bank dapat bertransmisi menjadi risiko sistemik Sistem pertahanan (intrusion detection system/intrusion
yang berdampak terhadap SSK karena peran bank sebagai prevention system) untuk mendeteksi dan mengatasi
institusi keuangan dan penyelenggara sistem pembayaran. serangan siber perlu dibangun dan dievaluasi secara berkala.
Sebagai institusi keuangan yang sangat bergantung kepada Selain itu, segmentasi jaringan juga perlu dilakukan untuk
kepercayaan nasabah, terjadinya insiden siber pada satu membatasi akses dan memperkuat pertahanan atas data-
bank dapat menurunkan tingkat kepercayaaan masyarakat data nasabah yang bersifat kritikal.
terhadap bank yang bersangkutan atau bahkan terhadap
industri perbankan secara keseluruhan. Insiden siber pada Selain pemenuhan infrastruktur teknologi informasi
aktivitas sistem pembayaran yang difasilitasi Bank Indonesia sebagai solusi penanganan atas serangan siber, prosedur
(Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional), serta awareness pegawai maupun nasabah bank juga
transaksi online, transaksi menggunakan kartu, maupun penting dalam meningkatkan ketahanan siber industri
yang difasilitasi pihak lain (SWIFT, Gerbang Pembayaran perbankan. Prosedur operasional layanan nasabah dan
Nasional-GPN, Prima, dan Link) juga dapat disebabkan sistem aplikasi pendukung perlu didisain untuk dapat
oleh serangan siber pada suatu bank yang gagal dalam meningkatkan kemampuan antisipasi sistem terhadap
melindungi setiap end point dalam sistem operasionalnya. serangan siber. Untuk memastikan efektivitasnya, maka
perlu dilakukan supervisi, monitoring, dan audit secara
Peran perbankan dalam memitigasi risiko siber menjadi berkala terhadap prosedur dan sistem pendukungnya.
sangat penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Selain itu, bank juga perlu melakukan berbagai program
Dalam setiap pengembangan produk dan layanan digital, edukasi untuk meningkatkan risk awareness terhadap
bank juga harus mengembangkan sistem dan prosedur serangan siber bagi pegawai maupun nasabah bank.
yang mampu mengidentifikasi, melindungi, mendeteksi, Kematangan manajemen risiko siber pada industri perbankan
merespons, dan memulihkan diri dari insiden siber. Bank sangat dipengaruhi oleh risk appetite, kompleksitas dan
juga perlu memperhatikan governance dan ketersediaan skala usaha, strategi, serta visi dan misi perbankan.
sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung implementasi Untuk itu, diperlukan sebuah pengaturan yang baku untuk
manajemen risiko siber yang efektif. Sementara itu, untuk menciptakan industri perbankan yang aman dan handal
memitigasi risiko siber dari setiap end point, bank perlu dalam mengantisipasi serangan siber. Pengaturan risiko
menerapkan prosedur, mekanisme dan solusi teknologi siber pada industri perbankan melibatkan berbagai otoritas,
informasi untuk memitigasi risiko siber akibat terkoneksinya yaitu Otoritas Jasa Keuangan selaku otoritas pengawasan
sistem bank dengan sistem di luar bank, seperti marketplace, lembaga keuangan, Bank Indonesia selaku fasilitator
e-commerce dan fintech. dan otoritas sistem pembayaran, dan Badan Siber dan

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
80
Tantangan, Prospek dan Arah Kebijakan

Sandi Negara selaku otoritas pengamanan siber nasional.


Kejelasan dan harmonisasi cakupan pengaturan menjadi
hal yang perlu diperhatikan oleh semua otoritas yang
terlibat untuk menghindari pertentangan dan redundancy
pengaturan, serta memastikan semua otoritas memiliki
pemahaman yang sama terhadap risiko siber.

Kolaborasi antara pelaku industri perbankan dan otoritas


terkait juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran,
antisipasi, dan respons terhadap risiko siber. Kolaborasi
dapat dilakukan dengan membentuk Information Sharing
Platform yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas
manajemen siber industri perbankan. Risiko atau insiden
siber beserta penanganannya dapat diinformasikan kepada
sesama pelaku industri perbankan untuk mencegah terjadinya
risiko yang sama pada bank lain dan mengurangi efek
contagion dari suatu serangan siber. Selain itu, peningkatan
kapabilitas manajemen risiko siber juga dapat dilakukan
melalui penyelenggaraan forum atau diskusi bersama
antara pelaku industri perbankan dengan otoritas terkait.
Interkoneksi antar institusi keuangan yang melakukan
aktivitas siber seharusnya memotivasi kolaborasi ini untuk
meningkatkan kemampuan manajemen risiko siber, sehingga
tidak ada institusi yang melalaikan kewajibannya untuk
membatasi risiko siber yang dapat berdampak negatif
bagi institusi yang terhubung dengan jaringan sibernya.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
81

Boks 5.3 Bank Indonesia Perkuat Pengawasan di Tengah Geliat Fintech

Dengan semakin menjamurnya penyedia jasa sistem Untuk saat ini, Bank Indonesia belum melakukan pengawasan
pembayaran yang memanfaatkan teknologi (fintech) untuk terhadap perusahaan penyedia digital currency (apabila ada),
memberikan layanan keuangan digital kepada masyarakat, karena digital currency belum diakui sebagai alat pembayaran.
Bank Indonesia mengembangkan kerangka pengawasan
terhadap fintech. Obyek pengawasan fintech Bank Indonesia Bank Indonesia mengkategorikan pelaku bisnis sistem
adalah Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) pembayaran menjadi sembilan jenis yaitu: prinsipal,
yang telah memperoleh izin PJSP dan/atau persetujuan penyelenggara switching, penerbit, acquirer, penyelenggara
dari Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan payment gateway, penyelenggara kliring, penyelenggara
Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tanggal 29 November penyelesaian akhir, penyelenggara transfer dana,
2017 tentang Penyelenggara Teknologi Finansial. Tujuan penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara jasa
Pengawasan untuk memastikan, agar dalam melakukan sistem pembayaran lainnya yang ditetapkan oleh Bank
pengembangan produk, para pelaku fintech senantiasa Indonesia. PJSP merupakan pelaku bisnis di bidang sistem
menerapkan prinsip perlindungan konsumen ser ta pembayaran yang telah mendapatkan izin dan menjadi
manajemen risiko dan kehati-hatian guna tetap menjaga objek pengawasan Bank Indonesia. Bisnis fintech secara
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem implisit termasuk ke dalam salah satu dari sembilan jenis
pembayaran yang efisien, lancar, aman dan andal. PJSP tersebut. Selain PJSP, terdapat bisnis yang sebagian
besar memanfaatkan teknologi untuk memperlancar
Financial Stability Board (FSB) membagi fintech ke dalam proses kelangsungan usaha PJSP atau disebut dengan
empat kategori berdasarkan jenis inovasi yaitu: Payments, penyelenggara penunjang. Penyelenggara penunjang tersebut
Clearing & Settlement; Deposits, Lending, Capital Raising; antara lain penyedia terminal, pembuat aplikasi, data center,
Market Provisioning; dan Investment & Risk Management. froud and risk management, penyedia router pemrosesan,
Mengacu pada kategorisasi fintech menurut FSB tersebut di dan lainnya. Penyelenggara penunjang yang beberapa di
atas, penyelenggara fintech yang menjadi obyek pengawasan antaranya termasuk dalam fintech juga dapat menjadi obyek
Bank Indonesia adalah fintech yang bergerak di bidang pengawasan Bank Indonesia. Pengawasan dan kegiatan
payment, clearing & settlement. Fintech yang menjadi obyek pemeriksaan secara rutin dilakukan terhadap PJSP dan
pengawasan tersebut antara lain mobile payment dan web- penunjang dalam suatu ekosistem utuh sistem pembayaran.
based payment, termasuk yang menggunakan digital currency.

Gambar B 5.3.1. PJSP Cakupan pengawasan DSSK yang juga dapat mencakup bisnis penyelenggara penunjang

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
82
Tantangan, Prospek dan Arah Kebijakan

Dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggara


fintech yang tergolong dalam PJSP, Bank Indonesia terus
melakukan penguatan pengawasan. Penguatan pengawasan
dilakukan pada tiga aspek, yaitu:

1. Aspek SDM
Peningkatan kompetensi pengawas melalui capacity
building di bidang cyber security, fintech and marketplace,
serta memberikan pembekalan mengenai framework
dan standar pengawasan. Proses pengawasan saat
ini dilakukan oleh tenaga pengawas yang memiliki
pemahaman menyeluruh mengenai produk dan bentuk
kerja sama sistem pembayaran. Dibantu oleh kelompok
pengawas spesialis yang salah satunya memiliki tugas
khusus dalam pengawasan Informasi dan Teknologi (IT).

2. Aspek Prosedur
Untuk memperoleh gambaran menyeluruh atas PJSP
yang menjadi obyek pengawasan, proses pengawasan
dan pemeriksaan saat ini dilakukan secara full scope
dan terintegrasi terhadap semua izin yang dimiliki PJSP
dengan pendekatan kepatuhan dan berbasis risiko,
berubah dari sebelumnya yang dilakukan secara tematik.
Selain itu juga dilakukan kegiatan pra asesmen salah
satunya melalui risk profiling, yaitu dengan pembuatan
matriks yang dapat memetakan sejauh mana risiko
inheren yang dimiliki masing-masing PJSP sehingga
treatment pengawasan dapat dilakukan secara lebih
baik dan robust.

3. Aspek Infrastruktur
Penguatan infrastruktur pengawasan dilakukan melalui
inisiasi suptech yang secara implisit dilakukan dalam
pengembangan sistem penunjang pengawasan di
Bank Indonesia. Pengembangan Bank Indonesia
Surveillance and Supervision System (BI SSS), diyakini
dapat menunjang data pengawasan secara lebih efisien
dan akurat sehingga dapat membantu pengawas untuk
memperoleh asesmen PJSP secara lebih cepat seiring
perkembangan bisnis PJSP yang progresif.

Melalui penguatan pengawasan terhadap kegiatan operasional


fintech payment system, diharapkan Bank Indonesia dapat
menjaga integritas sistem pembayaran Indonesia, sehingga
dapat menunjang SSK.

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
83

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019
84

BANK INDONESIA

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN NO.33, SEPTEMBER 2019

PENGARAH
Erwin Rijanto – Juda Agung – Retno Ponco Windarti – Yanti Setiawan – Clarita Ligaya

KOORDINATOR DAN EDITOR UMUM


Cicilia A. Harun – Januar Hafidz – Riza Putera – Hesti Werdaningtyas – Reska Prasetya – Heru Rahadyan

TIM PENYUSUN
Agus Fadjar Setiawan, Bayu Adi Gunawan, Vienella Zharmida, Lisa Rienelda, Risa Fadila, Revol Ulung Bisara, Ibrahim Adrian
Nugroho, Syaista Nur, Astrid Fiona, Mestika Widantri, Yulia Santi, Heny Sulistyaningsih, Khairani Syafitri, Ina nurmalia,
Saraswati, Ronggo Gundala Yudha, Sri Rayahu Condrowati, Ni Wayan Ariastini, Christian Armantyo, Misha Nugraha
Ramadhan, Iman Gunadi, Nita Sari, Abdul Khalim, Akmal, Ai Yunengsih, Abidin Abdul Haris, Rani Wijayanti

KONTRIBUTOR
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM)
Departemen Pengelolaan Moneter (DPM)
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK)
Departemen Statistik (DSta)
Departemen Surveillans Sistem Keuangan (DSSK)
Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen (DUPK)
Departemen Ekonomi Keuangan Syariah (DEKS)
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP)

PENGOLAH DATA, LAYOUT DAN PRODUKSI


Risanthy Uli Napitupulu, Darmo Wicaksono, Nia Nirmala Sari, M. Risaldy, Tri Agustina

INFORMASI DAN ORDER :


KSK ini terbit pada bulan September 2019 dan didasarkan pada data dan informasi per Juni 2019, kecuali dinyatakan lain.

DOKUMEN KSK LENGKAP DALAM FORMAT PDF TERSEDIA PADA WEB SITE BANK INDONESIA :
http://www.bi.go.id
Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain

PERMINTAAN, KOMENTAR DAN SARAN HARAP DITUJUKAN KEPADA :


Bank Indonesia
Departemen Kebijakan Makroprudensial
Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia
Email : [email protected]

KAJIAN STABILITAS KEUANGAN


No. 33, September 2019

Anda mungkin juga menyukai