Laporan Pendahuluan Efusi Pleura

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUA PENYAKIT EFUSI PLEURA

Oleh :

KELOMPOK VII

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
BAB I
KONSEP PENYAKIT
EFUSI PLEURA

A. Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994,
111). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Baughman C Diane, 2000). Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada
rongga pleura (Price & Wilson 2005).

B. Etiologi

Berdasarkan teori dari Guyton dan Hall , Egc, (1997) ada 3 jenis cairan yang
terbentuk, yaitu cairan pleura transudat, eksudat dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

B. Tanda dan Gejala

Tanda penyakit efusi pleura menurut Sarwono Waspadji, (2000), diantaranya:


1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat,
batuk.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
Menurut Sarwono Waspadji, (2000) Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa
menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas
dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) Batuk
b) Pernafasan yang cepat
c) Demam
d) Cegukan
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995).
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase
limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru
dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik
kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi
atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura,
yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma
dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran
dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan
maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit
gangguan fisik yang nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya
akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2) 60 mmHg atau tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
Web Of Caoution Efusi Pleura
Infeksi neoplasma Gagal Jantung Kongestif gagal ginjal Fungsi hepar
Plueritis, Tuberkulosis Kerusakan
Pembesaran Bendungan pada
Pneumonia nefron
tumor dapat vena & kapiler
Bakteri pyrogenik
menyumbat pulmonal Kerusakan
virus
saluran getah nefron Pengeluaran
bening Tekanan hidrostatik vena & endrogen dan
Peradangan Pembesaran tumor kapiler Partikel besar mudah keluar pirogen
dapat menyumbat (protein)
Chemiocal respon Cairan terdorong keluar kapiler
aliran protein pada Sub febris Febris
pluera hipoalbumin
Bradikinin, cerotinin,
sel getah bening
histomin, prostagladin Demam, suhu>37,8C
Akumulasi cairan & Tekanan koloid osmotic
Permeabilitas membrane protein di rongga kapiler pulmonal
pluera pluera
MK :hipertermi
Cairan masuk kerongga Cairan berpindah keluar
pleura dari dinding torak & kapiler
paru

Eksudat EFUSI PLUERA Transudat

Tekanan intrapleura
sesak
Mendesak diafragma Perubahan tekanan dekompresi
Kompensasi tubuh untuk Kontraksi otot-oto
dalam & diluar paru memenuhi kebutuhan 02 pernapasan
Mendesak gaster tidak tercapai MK: Pola Napas tidak Penurunan otot-otot
dengan me frekuensi
Penggunaan ernergi efektif bantu pernapasan Pengeluaran zar
respirasi
Perasaan penuh pada untuk pernafasan vasoaktif (bradikinin, Port de entry untuk
Pengembangan paru Aktivitas norepineprin
perut, mual, anoreksia, Kelemahan dan kelelahan serofinin mikro organisme
bertambah sesak bila menurun
makan Me aktivitas saraf Merangsang ujung saraf
MK : Intoleransi aktivitas MK: Resiko terjadi
simpatis saraf pusat infeksi
Asupan nutrisi kurang
Memicu RAS, aktivitas hipotalamus
MK : gangguan organ tubuh
pemenuhan nutrisi Obstruksi jalan napas Korteks cerebri
akibat produksi MK : bersihan jalan napas REM
mucus belebih tidak efektif
Persepsi nyeri MK: gangguan rasa
MK : gangguan istirahat nyaman nyeri
tidur

Sumber : Alsagaf H, Mukti A, 1995, Guyton dan Hall , Egc, 1997, Sarwono Waspadji, 2000, Price & Wilson 2005, NANDA, 2015-2017
(Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

Ketidak
efektifan pola Pe O2
nafas
D. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trakhea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleura yang signifikan mungkin akan ditemukan. Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati
segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru
sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam
pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada
dengan posisi lateral dekubitus.

2) CT SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor
paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
a. menentukan adanya tumor dan ukurannya
b. mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
c. mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi
kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik
tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

b. Analisa cairan pleura


1. Transudat : jernih, kekuningan
2. Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
3. Hilothorax : putih seperti susu
4. Empiema : kental dan keruh
5. Empiema anaerob : berbau busuk
6. Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi


Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi :Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,
1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea
akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan

G. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
Infeksi
Fibrosis paru

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik
akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura
keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (NANDA, 2015-2017, domain
11,keamanan/perlindungan, kelas 2, cidera fisik, hal. 406)
2. Ketidakefektifan pola nafas (NANDA, 2015-2017, domain 4,aktivitas/istirahat,
kelas 4, respon kardiovaskuler/pulmonal, hal. 243)
3. Nyeri akut (NANDA, 2015-2017, domain 12,kenyamanan, kelas 1, kenyamanan
fisik, hal. 469)
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (NANDA : 2015-2016,
Domain 2. Nutrisi, kelas 1. Makan, hal. 177)
5. Hipertermia (NANDA 2015-2016, Domain 11. Keamanan/perlindungan, kelas 6,
termoregulasi, hal. 457)
6. Intoleransi aktifitas (NANDA : 2015-2016, Domain 4. Aktivitas/istirahat, kelas 4.
Respon kardiovaskuler/pulmonal, hal. 241)
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
NOC NIC Aktifitas
Keperawatan
Ketidakefektifan Level 1 1. 1. Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas Domain II (kesehatan fisiologi)
11 (3140)
Level 2
1. Manajemen jalan nafas a. Buka jalan nafas dengan
Kelas E.Jantung paru
2. Pengaturan posisi
Level 3 tehnik chin lift atau jaw
(NIC 2016 Hal.500)
Outcomes:
thrust sebagai mana
1. (0410) Status pernafasan: kepatenan
mestinya
jalan napas (NOC hal.50)
b. Buang secret dengan
Indikator :
1) (041004) Frekuensi pernapasan memotivasi pasien untuk
dipertahankan pada skala 2 melakukan batuk atau
ditingkatkan ke skala 5 menyedot lendir
2) (04020) Akumulasi sputum c. Auskultasi suara nafas,
dipertahankan pada skala 2 catat area yang
ditingkatkan ke skala 5 (hal. 558) ventilasinya menurun
2. (0415) Status pernapasan (NOC hal.50)
atau tidak ada dan
Indikator:
1) (041502) Irama pernapasan adanya suara tambahan
d. Monitor status
dipertahankan pada skala 2
pernafasan dan
ditingkatkan ke skala 5
2) (041532) Suara auskultasi oksigenasi
(NIC 2016 Hal.186)
nafas dipertahankan pada skala 3
2. Pengaturan posisi (0840)
ditingkatkan ke skala 5 (hal. 556) b. Dorong pasien untuk
3. (0402) Status pernafasan: Pertukaran
terlibat dalam perubahan
gas (NOC hal.50)
posisi
Indikator:
c. Masukkan posisi tidur
1) (040211) Saturasi oksigen
dipertahankan pada 3 ditingkatkan yang diinginkan ke
ke 5 (hal. 559) dalam rencana perawatan
1. Terapi oksigen
2. Monitor pernafasan jika tidak ada
Ketidakefektifan (NOC 2016 Hal.556-559)
3. Monitor tanda-tanda vital
kontraindikasi
pola nafas (NIC 2016 Hal.577)
d. Tinggikan kepala tidur
pasien
Level 1
e. Monitor status
Domain II (kesehatan fisiologi)
Level 2 oksigenasi
Kelas E.Jantung paru (NIC 2016 Hal.306)
Level 3
Outcomes: 1. Terapi oksigen (3320)
1. (0403) Status pernapasan ventilasi (NOC a. Pertahankan kepatenan jalan
hal. 50) nafas
Indikator : b. Monitor aliran oksigen
a. (040313) Dispnea saat istirahat c. Monitor efektifitas terapi
dipertahankan pada 3 ditingkatkan aktifitas
(NIC 2016 Hal.444)
ke 5
b. (040314) Dispnea saat latihan
2. Monitor pernafasan (3350)
dipertahankan pada 3 ditingkatkan a. monitor kecepatan,
ke 5 (hal. 560) irama, kedalaman, dada,
2. (0402) Status pernapasan pertukaran gas
catat ketidaksimetrisan,
Indikator :
a. (040211) Saturasi oksigen penggunaan otot-otot
dipertahankan pada skala 3 bantu nafas.
1. Pemberian analgesik
f. Monitor suara nafas
ditingkatkan ke skala 5 (hal. 559) 2. Manajemen nyeri
(NIC 2016 Hal.559) tambahan seperti ngorok
atau mengi
g. Monitor pola nafas
(NIC 2016 Hal.236)

3. Monitor tanda-tanda vital


(6680)
Level 1
a. Monitor tekanan
Domain V (Kondisi kesehatan yang
darah, nadi, suhu, dan
dirasakan)
Level 2 status pernafasan
Kelas V. Status Gejala (NIC 2016 Hal.237)
Level 3
Outcomes: 1. Pemberian analgesik (2210)
Nyeri akut
1. Tingka a. tentukan lokasi,
t nyeri karakteristik, kualitas,
a. (210201) nyeri yang dilaporkan
dan keparahan nyeri
dipertahankan pada skala 2
sebelum mengobati
ditingkatkan skala 5 (hal. 247)
pasien
b. cek adanya riwayat alergi
obat
c. monitor tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesic
narkotik pada pemberian
dosis pertama kali.
(NIC 2016 Hal.247)
2. Manajemen nyeri (1400)
a. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
(lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor
pencetus)
b. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyeri nya
dengan tepat.
c. Ajarkan metode
farmakologi untuk
menurunkan nyeri
(NIC 2016 Hal.198)
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby

Anda mungkin juga menyukai