Proposal Tugas Akhir
Proposal Tugas Akhir
Proposal Tugas Akhir
Dibuat :
NIM. H1E113058
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Lokasi penelitian berada di SDN 1 Komet Banjarbaru, sekolah tersebut
terletak di pinggir Jalan Panglima Batur Banjarbaru. Bagian depan sekolah
berhadapan secara langsung dengan lalu lintas. Bagian depan sekolah
hanya memakai pagar besi terbuka dan hanya beberapa pohon tumbuh di
balik pagar. Jarak dari sumber kebisingan lalu lintas yang sangat dekat
dan tidak adanya pagar tembok tertutup mengakibatkan tingkat kebisingan
yang terjadi tidak akan terreduksi dengan baik. Hal ini sudah pasti
mengganggu aktivitas guru dan siswa-siswi di sekolah.
Dengan adanya uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis
mengganggap perlu diadakannya penelitian mengenai tingkat kebisingan
yang disebabkan oleh volume lalu lintas yang melewati lokasi tersebut.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat meminimalisasi permasalahan
tersebut, sekaligus agar didapatkan alternatif solusinya.
2
1. Penelitian ini hanya membahas suara bising yang ditimbulkan akibat
volume lalu lintas di Jl. Panglima Batur Batur Banjarbaru pada saat
kegiatan belajar mengajar di SDN 1 Komet Banjarbaru.
2. Pengukuran langsung tingkat kebisingan di SDN 1 Komet Banjarbaru
menggunakan alat Sound Level Meter.
3. Permodelan tingkat kebisingan di SDN 1 Komet Banjarbaru
menggunakan Traffic Noise Model.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebisingan berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang
mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan
sehari-hari (Djante, 2010). Apabila kebisingan tersebut berlangsung dalam
kurun waktu yang cukup lama dan terus menerus, dapat mengakibatkan
gangguan fisiologis diantaranya adalah bergesernya ambang
pendengaran dan dapat mempengaruhi kerja organ-organ tubuh
sedangkan gangguan psikologis diantaranya adalah sifat lekas marah,
sulit tidur dan berkurangnya produktivitas kerja (Wardika dkk, 2012).
Selain itu dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
48 Tahun 1996 menyatakan kebisingan sebagai suara yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-
48/MENLH/11/1996 menetapkan baku tingkat kebisingan untuk kawasan
tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Tingkat Kebisingan dB(A)
Kesehatan
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan pemukiman 55
2. Perdagangan dan jasa 70
3. Perkantoran dan perdagangan 65
4. Ruang terbuka hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan fasilitas umum 60
7. Rekreasi
70
8. Khusus
Bandar udara -
Stasiun kereta api -
Pelabuhan laut 70
Cagar budaya 60
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
4
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Tingkat Kebisingan dB(A)
Kesehatan
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. 48 Tahun 1996
5
1. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara
terusmenerus akan tetapi sepotong-sepotong.
2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-
menerus dalam waktu yang cukup lama.
3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang
hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi
(Wardhana, 2001)
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang
mengganggu sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber
bising lalu lintas jalan antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik
roda dua, tiga maupun roda empat, dengan sumber penyebab bising
antara lain dari bunyi klakson saat kendaraan ingin mendahului atau minta
jalan dan saat lampu lalu lintas tidak berfungsi. Gesekan mekanis antara
ban dengan badan jalan pada saat pengereman mendadak dan
kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan;
pengecekan perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas
kendaraan, baik dalam jumlah maupun kecepatan (Anonim2, 1987).
Kawasan sekolah memerlukan lingkungan yang tenang dan jauh dari
kebisingan. Tetapi pada kenyataanya untuk daerah perkotaan sulit untuk
mendapatkan lokasi yang tenang Lingkungan sekitar sekolah yang terlalu
bising akan menyebabkan siswa cenderung tidak nyaman belajar atau
bahkan penurunan kualitas kecerdasan akibat polusi suara tersebut
(Justin, 2012).
Pengukuran kebisingan yang terdapat dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 maupun Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No. 53 Tahun 2007 dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
1. Cara sederhana. Dengan sebuah Sound Level Meter, biasa diukur
tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 menit untuk tiap pengukuran.
Pembacaan dilakukan setiap 5 detik.
6
2. Cara langsung. Dengan sebuah integrating Sound Level Meter yang
mempunyai fasilitas pengukuran LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur
setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit.
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran
akibat kebisingan yaitu:
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi batas hanya
pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat
dilakukan untuk dapat mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh
suatu peralatan sederhana misalnya kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan missalnya 3 meter dari
ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon
alat ukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dala
mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menetukan gambar
tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini
dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang
sesuai dengan pengukurannya yang dibuat. Biasanya dibuat kode
pewarnaan untuk menggambar keadaan kebisingan dengan intensitas
dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan diatas 90dBA,
warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dBA.
3. Pengukuran dengan gird
Untuk mengukur dengan gird adalah dengan membuat contoh data
kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus
dibuat dengan jarak interfal yang sama diseluruh lokasi. Jadi dalam
pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan
jarak yang sama, misalnya: 10 x 10 M. Kotak tersebut ditandai dengan
batis dan kolom untuk memudahkan identitas
Gangguan dari kebisingan atau dari bunyi pada tingkat tertentu
masih dapat diadaptasi oleh fisik manusia namun pada syaraf manusia
7
dapat terganggu kinerjanya, akibatnya dapat menyebabkan gangguan
atau kerusakan yang lebih parah. Kebisingan yang terpapar pada manusia
biasanya memberikan dampak yang menggangu, misalnya saja gangguan
pendengaran (Buchari, 2007). Tingkat kebisingan yang dapat diterima
oleh manusia dari segi kesehatan tergantung pada berapa lama
pendengaran terpapar bising (Djante, 2010).
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48
Tahun 1996, jenis-jenis dari dampak kebisingan ada dua tipe yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Akibat badaniah.
Kehilangan pendengaran: terjadi perubahan ambang batas sementara
akibat kebisingan dan perubahan ambang batas permanen akibat
kebisingan.
Akibat fisiologis: rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan
darah meningkat, sakit kepala, bunyi denging.
2. Akibat-akibat psikologis.
Gangguan emosional: kejengkelan, kebingungan.
Gangguan gaya hidup: gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi
waktu bekerja, membaca dan lain-lain.
Gangguan pendengaran: merintangi kemampuan mendengar bunyi TV,
radio, percakapan, telepon dan sebagainya.
Salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kebisingan adalah
digunakannya Federal Highway Administrations Traffic Noise Model
(FHWA TNM) Version 2,5. Federal Highway Administrations Traffic Noise
Model adalah program komputer yang digunakan untuk memprediksi
dampak kebisingan di sekitar jalan raya. Software ini memperbaiki akurasi
dan memudahan pemodelan kebisingan jalan raya, pemodelan desain
yang efektif, serta efisiensi hambatan jalan raya kebisingan. Adapun
komponen dari FHWA TNM ini sendiri adalah:
8
1. Pemodelan lima jenis kendaraan standar, termasuk mobil, truk sedang,
truk-truk besar, bus, dan sepeda motor, serta kendaraan yang
ditetapkan pengguna.
2. Pemodelan arus lalu lintas tetap atau konstan dan arus lalu lintas yang
tidak konstan menggunakan basis data terukur di lapangan tahun
1994/1995.
3. Pemodelan efek dari jenis perkerasan yang berbeda, serta efek dari
jalan raya diukur.
4. Perhitungan tingkat kebisingan.
5. Desain noise barrier sesuai dengan kondisi di lapangan.
6. Reduksi lebih optimal pada deretan bangunan dan vegetasi lebat.
7. Analisis barrier paralel.
8. Analisis kontur, termasuk kontur tingkat kebisingan, reduksi kontur
akibat barrier, dan kontur perbedaan tingkat kebisingan.
Hasil pengukuran dianalisa menggunakan TNM dengan
memasukkan hasil pengukuran seperti koordinat eksisting lengan
simpang, volume kendaraan, kecepatan kendaraan, kebisingan
maksimum, dan ketinggian pohon maupun bangunan yang ada di sekitar.
Dimana hasil output yang dikeluarkan dapat diterangkan secara jelas.
9
No Nama Penulis Judul Hasil Penelitian
Kelas Di SMPN 23 Bandung kebisingan dengan sumber-
sumber kebisingan antara
lain lalu lintas, bsing
pengeras suara, pintu
perlintasan kereta apa, dan
aktifitas lapangan sekolah
3 Hustim dkk Analisis Tingkat Kebisingan Dari 42 titik pengukuran
pada Kawasan Sekolah tingkat kebisingan di
Dasar di Makassar kawasan SD Bawakarang
Makassar, diperoleh nilai
tingkat kebisingan lebih
besar dari 55 dBA, dari 250
kuesioner yang dibagikan
secara acak seluruh
responden menyatakan
terganggu dengan
kebisingan tersebut.
4 Zikri dkk Analisis Dampak Tingkat kebisingan di MTsN
Kebisingan Terhadap 1 pontianak telah melebihi
Komunikasi dan ambang baku mutu,
Konsentrasi Belajar Siswa kebisingan pada jalan
Sekolah pada Jalan Padat alianyang adalah 74,2 dB,
Lalu Lintas sedangkan pada halaman
sekolah sebesar 66,6 dB.
Dari analisa kuesioner 96%
siswa menyatakan bahwa
sekolah tersebut bising
kemudian 62,55 siswa
menyatakan kondisi bising
mempengaruhi nilai serta
prestasi mereka
5 Ikron dkk Pengaruh Kebisingan risiko anak sekolah dasar
Lalulintas Jalan Terhadap yang menerima kebisingan
Gangguan Kesehatan lalulintas jalan >61,8
Psikologis Anak SDN dBALeq berisiko 10,9 kali
Cipinang Muara Jakarta mengalami gangguan
kesehatan psikologis
dibanding dengan anak
sekolah dasar yang
menerima kebisingan
lalulintas jalan >61,8
dBLAeq
6 Pradipta dkk Model Analitik Penghalang Permodelan analitik pada
Bising (Noise Barrier) Lapis penghalang bsing model II
Tunggal pada Indoor dengan tinggi 1,2 m serta
panjang 9,74 m dengan
jarak dan tinggi penerima
1,5 dan 0,8 m memiliki nilai
Insertion Loss yang terbesar
dimana pada frekeunsi
midhand dari 500 Hz 1000
Hz mempunyai nilai sebesar
5.62063 dB 5.44138 dB
10
2.3. Hipotesis
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
12
3.1.1. Kerangka Penelitian
Mulai
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
13
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
pada penelitian ini yaitu tingkat kebisingan di SDN 1 Komet Banjarbaru
14
digunakan sama dengan interval pada pencatatan volume lalu
lintas.
c. Dalam pengukuran tingkat kebisingan memerlukan surveyor 2
orang di tiap titik pengamatan, dengan pembagian tugas, 1
pengamat mencatat respon desibel dan 1 pengamat memegang
stopwatch.
2. Tahapan kerja lapangan
a. Pengukuran volume lalu lintas dilakukan di Jl. Panglima Batur
Banjarbaru pada hari Senin, Kamis, dan Sabtu, yaitu pada pukul
07.00-15.00 WITA. Pengambilan data volume lalu lintas dilakukan
secara manual menggunakan hand counter pada 3 ruas utama
menuju sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.2 dan Gambar 3.3 dibawah ini.
15
MC
Garis pengamatan
LV
HV
16
Pengambilan sampel tingkat kebisingan diambil pada 3 titik. Data
tingkat kebisingan diperoleh dengan mengukur tingkat kebisingan
menggunakan alat Sound Level Meter. Langkah-langkah
pengambilan data ini yaitu diukur tingkat tekanan bunyi sesaat dB
(A) selama 10 menit, atau Leq (10 menit) untuk setiap pengukuran
dan pembacaan hasil dilakukan setiap 5 detik. Sehingga didapat
120 data dalam setiap pengukuran 10 menit. 10 menit ini mewakili
tingkat kebisingan untuk tiap jam nya. Berikut penjelasan periode
pengambilan sampel kebisingan.
1) Sampel 1 diambil pada pukul 07.00 08.00
2) Sampel 2 diambil pada pukul 08.00 09.00
3) Sampel 3 diambil pada pukul 09.00 10.00
4) Sampel 4 diambil pada pukul 10.00 11.00
5) Sampel 5 diambil pada pukul 11.00 12.00
6) Sampel 6 diambil pada pukul 12.00 13.00
7) Sampel 7 diambil pada pukul 13.00 14.00
8) Sampel 8 diambil pada pukul 14.00 15.00
17
1. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
a. Data volume lalu lintas
b. Data waktu tempuh
c. Data tingkat kebisingan
2. Data Sekunder diperoleh dari studi literatur diantaranya Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 dan Peraturan
Gubernur Kalimantan Selatan No. 53 Tahun 2007 tentang baku mutu
kebisingan serta jurnal-jurnal penelitian terdahulu, selain itu data juga
diperoleh dari instansi terkait seperti denah sekolah dan jumlah siswa
serta data geometrik jalan.
18
Dari data jarak tempuh dan waktu tempuh maka dapat diperoleh
kecepatan rata-rata kendaraan. Perolehan data waktu tempuh
minimalnya adalah 10% dari data volume lalu lintas. Data kecepatan
kendaraan diperoleh dengan rumus:
Vi = .....(2)
( )+( )+( )
V= .(3)
++
dengan:
Vi = kecepatan tiap kendaraan (km/jam)
V = kecepatan rata-rata kendaraan (km/jam)
S = jarak yang ditempuh para periode waktu tertentu (km)
t = waktu tempuh (jam)
nMC, nLV, nHV = jumlah sampel untuk sepeda motor (MC), kendaraan
ringan (LV) dan kendaraan berat (HV)
4. Menganalisa hubungan antara tingkat kebisingan yang dihasilkan dari
aktivitas lalu lintas dengan tingkat kebisingan melalui pengukuran
langsung kendaraan dan kecepatan kendaraan dengan tingkat
kebisingan yang terjadi di lokasi yang telah diteliti. Kebisingan akibat
lalu lintas dapat ditentukan secara empiris dengan persamaan:
a. Basic Noise Level (BNL)
L10 = 42,2 + 10 log Q dB(A) .(4)
dengan:
L10 = tingkat kebisingan dasar untuk tiap 1 jam (dB A)
Q = arus lalu lintas (kend/jam)
b. Faktor koreksi BNL
Koreksi kecepatan rata-rata (V) dengan prosentase kendaraan
berat (P) dinyatakan dengan:
500 5
C1 = 33 log ( + 40 + ) + 10 log (1 + ) 68,8 () (5)
19
Koreksi terhadap kondisi antara sumber bunyi dan penerima
dinyatakan dengan:
Kondisi lebih dari 50% diperkeras atau tidak menyerap bunyi
C3 = - 10 log ( ) dB(A) ..(7)
13,5
dengan:
h = ketinggian titik penerima dari sumber bunyi (m)
d = panjang garis pandangan dari sumber bunyi ke penerima (m)
d = jarak sumber bunyi dengan penerima (m)
5. Mengaplikasikan model prediksi tingkat kebisingan dan skenario noise
barrier menggunakan software Traffic Noise Model
20
Minggu
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
c. Perbaikan draft
skripsi dan tim
penguji
d. Penggandaan
skripsi
21
DAFTAR PUSTAKA
22