Praktikum Analisis Kadar Abu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Nama asisten: Elby

Tanggal Praktikum: 16 Maret 2017


Tanggal Pengumpulan: 23 Maret 2017

PRAKTIKUM ANALISIS KADAR ABU

Arelina Zalukhu (240210157002)

ABSTRAK
Dalam pembuatan makanan, terdapat standar mutu yang baik untuk
dikonsumsi. Salah satu faktor penentu kualitas mutu makanan adalah kadar abu.
Kadar abu dalam setiap bahan pangan berbeda-beda. Dalam praktikum ini, kami
melakukan pengujian kadar abu pada beberapa sampel.Metode yang digunakan
dalam pengujian kadar abu adalah pengabuan kering.Kadar abu dalam sampel mie
telur hasil pengamatan kelas A sebesar 2,2806% dan kelas B sebesar 2,3356
%.Kadar abu dalam sampel cookies hasil pengamatan kelas A 23762 dan kelas B
sebesar 2,2606 % dan sampel tepung pisang kelas A sebesar 1,9984% dan kelas B
sebesar 1,8872 sampel berikutnya adalah keripik singkong sebesar 2,7588% dan
2,6865,sampel terakhir adalah biscuit marrie sebesar 1,9865 % dan
1,9745%.Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara untuk menguji kadar abu
dengan cara kering dan mengetahui kandungan total abu yang terdapat dalam
sampel makanan.
Kata kunci : Makanan,kadar abu,metode kadar abu,metode pengabuan.

PENDAHULUAN
Makan adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh setiap makhluk hidup
untuk mempertahankan hidupnya. Setiap makanan yang dikonsumsi, memiliki
kandungan yang berbeda-beda. Setiap bahan pangan mengandung berbagai macam
zat seperti karbohidrat, protein, mineral, lemak, vitamin, air, dan zat lainnya. Zat-zat
tersebut dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya untuk mencukupi gizinya.
Kadar abu dalam setiap bahan pangan berbeda-beda. Abu adalah zat anorganik
sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan anorganik (Sudarmadji dkk.,
1989).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik
dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena
itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2011).
Kadar abu dalam bahan pangan dapat ditentukan dengan beberapa metode juga.
Diantaranya adalah metode pengabuan kering dan metode pengabuan basah.
Pengabuan kering adalah pengabuan dengan mengoksidasi semua zat organik
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 600oC dan kemudian dilakukan
penimbanan terhadap sisa zat anorganik yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji dkk., 1989). Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmaji, 1996).
Pengabuan basah merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki cara kering
yang sering memakan waktu lama. Prinsip pengabuan basah adalah memberikan
reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum digunakan untuk pengabuan
(Slamet,dkk., 1989:156). Prinsip dari pengabuan basah yaitu memberikan reagen
kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar
dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga akan mempercepat teradinya proses pengabuan
(Sudarmadji, 1996).
Metode pengabuan yang sering dilakukan untuk bahan pangan adalah
pengabuan kering karena pada pengabuan kering karena pada pengabuan kering,
sampel tidak perlu ditambahkan zat kimia lagi dan tidak perlu dilakukan pengamatan
secara berkala.
METODOLOGI

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cookies (Good Time),
biskuit (Marie), tepung pisang, keripik singkong pedas, dan mie telor
Beberapa alat yang digunakan diantaranya adalah sepuluh cawan
alumunium,neraca analitik, lima buah spatula, desikator, oven, alat destilasi, labu
destilasi, heat mantle, krustang serta air dingin (pendingin).
Analisis kadar abu total
Langkahlangkah untuk melakukan pengabuan kering adalah
mengonstankan cawan porselen terlebih dahulu.Wadah yang digunakan dalam
pengabuan adalah cawan porselen. Porselen dipilih sebagai wadah karena relatif lebih
murah dibandingkan cawan dengan bahan yang lain, tahan panas karena titik lelehnya
di bawah 1200oC, mudah dibersihkan, dan tahan terhadap asam (Sudarmadji dkk.,
1989). Sampel yang akan diabukan antara lain cookies (Good Time), biskuit (Marie),
tepung pisang, keripik singkong pedas, dan mie telor. Menurut Apriyantono dkk.
(1989), untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan
kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet ashing).
Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat
anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas
cara yang digunakan. Selanjutnya, masing-masing sampel tersebut ditimbang
sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sudah konstan,
diarangkan di atas nyala pembakar dan diabukan dalam toluene pada suhu 600oC
selama 5 jam hingga terbentuk abu putih. Setelah diabukan, didinginkan dalam
desikator selama 30 menit kemudian ditimbang hingga bobot tetap.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Menurut Sudarmadji dkk., (1989), bahan yang mempunyai kadar air tinggi
sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai
kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan
dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan
suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk
buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat
antibuih misalnya olive atau parafin. Berdasarkan praktikum, sampel secara langsung
dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Massa abu didapat dengan cara
mengurangkan massa cawan yang berisi abu dengan massa cawan mula mula
setelah konstan tanpa sampel. Persen kadar abu dapat diketahui dan dihitung melalui
rumus berikut :
berat endapan ( g )
% kadar abu = 100
berat sampel ( g )
Hasil pengamatan penentuan kadar abu ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. HasilPengujian Kadar Abu

Cawan + Sampel Kadar


Kode Sampel Cawan Kosong (g)
(g) Abu Abu
Sampel (g)
I II III I II (%)

S1 1,0041 21,6061 21,6075 21,6077 21,629 0,0229 2,2806

S2 1,0019 21,7608 21,7626 21,7628 23,8234 21,7842 0,0234 2,3356

B1 1,0016 24,4861 24,4869 24,4871 24,5099 0,0238 2,3762

B2 1,0086 25,3422 25,3437 25,3426 25,3654 25,365 0,0228 2,2606

Z1 1,0058 22,8137 22,8152 22,8153 22,8338 0,0201 1,9984

Z2 1,0068 27,1286 27,1293 27,1299 27,1476 27,1478 0,019 1,8872

O1 1,0077 20,4985 20,5 20,499 20,5263 0,0278 2,7588

O2 1,0013 23,2708 27,2718 27,2718 27,3004 27,2987 0,0269 2,6865

X1 1,0068 21,242 21,2428 21,2431 21,262 0,02 1,9865

X2 1,0028 23,8031 23,8043 23,8043 23,8234 23,8229 0,0198 1,9745

(Sumber: DokumentasiPribadi, 2017)

Keterangan: S : Mie Telur

B : Cookies

Z : Tepung Pisang

O : Keripik Singkong

X : Biskuit

Hasil pengamatan menunjukkan hasil kadar abu setiap sampel berbeda-beda


karena bergantung mineral yang terkandung di dalam sampel pangan
tersebut.Menurut SNI 3451-2011 tepung tapioca memiliki kadar abu sebesar 0,5 %
dan sesuai literature sedangkan Mie kering menurut SNI 01-2774-1992 sebesar
0,3%.Pada penetapan kadar abu selalu digunakan bahan yang sudah diketahui
kandungan abunya sebagai kontrol atau standar analisa, sehingga faktor kesalahan
dalam metoda analisis abu bisa terdeteksi sedini mungkin, apabila hasil kandungan
abu yang didapat tidak memuaskan atau tidak sesuai dengan kadar yang sebenarnya.
Begitu pula diperlukan kewaspadaan dalam menentukan suhu yang digunakan,
karena suhu yang teramat tinggi lebih dari 600 C bisa mengakibatkan hilangnya
kandungan alkali dan karbon dioksida dari senyawa karbonat (Close dan Menke,
1986).

KESIMPULAN

Kadar abu dalam sampel mie telur hasil pengamatan kelas A sebesar 2,2806%
dan kelas B sebesar 2,3356 %.Kadar abu dalam sampel cookies hasil pengamatan
kelas A 23762 dan kelas B sebesar 2,2606 % dan sampel tepung pisang kelas A
sebesar 1,9984% dan kelas B sebesar 1,8872 sampel berikutnya adalah keripik
singkong sebesar 2,7588% dan 2,6865,sampel terakhir adalah biscuit marrie sebesar
1,9865 % dan 1,9745%.

DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto. 1989.
Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press.

Close W, and K. H. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. A Manual


Prepared for the 3rd Hohenheim Course on Animal Nutrition in the Tropics
and Semi-Tropics 2nd Edition. University of Hohenheim. The Institute of
Animal Nutrition, 7000 Stuttgart 70 Federal Republic of Germany.

Mahmud, M., Hermana, N. A. Zulfianto, R. R. Apriyantono, I. Ngardiarti, B. Hartati,


Bernadus, dan Tinexcelly. 2008. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI).
PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sudarmaji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai