Laporan Praktikum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI

PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

Oleh:
Rohmad
NIM A1H014005

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pascapanen komoditas pertanian menjadi hal yang tidak kalah

pentingnya dengan penanganan sebelum prapanen. Dengan penanganan yang

tepat, bahan hasil pertanian dapat diolah dan disimpan dengan kualitas yang tidak

berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu penanganan pascapanen

bijian adalah pengeringan. Pengeringan merupakan usaha mengurangi

mengurangi sejumlah massa air dari dalam bahan. Pengeringan menjadi sangat

penting karena dengan berkurangnya kandungan air dalam bahan, resiko

kerusakan bahan akibat aktivitas enzimatis dan biologi dapat dikurangi sehingga

bahan pertanian dapat dipertahankan kualitasnya selama proses penyimpanan.

Pendinginan merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan

dengan caramenyimpan bahan pangan pada suhu rendah (diatas suhu titik beku

(Kisaran suhu 10C atau diatas 00C)). Pendinginan umumnya merupakan

suatu metode pengawetan yang ringan,pengaruhnya kecil sekali terhadap

mutu bahan pangan secara keseluruhan. Oleh sebab itupendinginan seperti di

dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masasimpan

sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap

suhurendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap

jenisnya. Sebagaicontoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu

lebih rendah dari 130C karenaakan mengalami chilling injury yaitu kerusakan

karena suhu rendah.


Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi

bahandisimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada

suhu kira-kira 170C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri

sama sekali berhenti. Pembekuanyang baik biasanya dilakukan pada suhu antara

120C sampai 240C. Dengan pembekuan,bahan akan tahan sampai bebarapa bulan,

bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Perbedaanantara pendinginan dan

pembekuan juga ada hubungannya dengan aktivitas mikroba.

Dengan adanya penanganan pasca panen ini akan membuat kualitas atau

mutu produk atau komoditas pertanian meningkat. Serta umur simpan dari

komoditas pertanian akan lebih lama serta produk tidak akan cepat rusak dan

cacat. Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi

laju respirasi, tapi juga menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme

penyebab kebusukan. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat menigkatkan

kualitas bahkan dalam kondisi optimum perlakuan ini hanya dapat

mempertahankan kualitas dalam batas waktu tertentu. Pendinginan dan

pembekuan juga dapat menghambat proses metabolisme mikroorganisme dan

reaksi-reaksi enzimmatis serta reaksi-reaksi kimia lainya pada bahan. Karena

pendinginan dan pembekuan sifatnya hanya menghambat pertumbuhan

mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut dimungkinkan dapat aktif

kembali apabila bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pendinginan.

Penyimpanan suhu rendah memang banyak manfaatnya tetapi tidak semua

produk atau komoditas pertanian dapat disimpan pada suhu rendah, bisa-bisa

produk tersebut akan cacat bahkan rusak.


B. Tujuan

1. Memahami prinsip dasar pendinginan dan pembekuan serta pengaruhnya

terhadap bahan pangan

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan dan pembekuan

3. Mengetahui kalor yang dilepas pada proses pendinginan dan pembekuan


II. TINJAUAN PUSTAKA

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan

bahan yaitu -2 sampai 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam

lemari es adalah pada suhu 5-8 C (Winarno, 1993). Pendinginan dan pembekuan

juga akan berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain

dari bahan pangan. Pendinginan merupakan cara yang sudah umum bagi

pengawetan makanan yang sifatnya sementara. Beberapa faktor yang kritis dalam

pendinginan adalah temperatur, kelembaban relatif, ventilasi dan penggunaan

cahaya ultra violet (Apandi, 1974). Penyimpanan pada suhu rendah dapat

menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan

enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu

rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan

pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang

digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya

antara 1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses

biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan

selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan

pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah

dalam lemari es yang mempunyai suhu 2 oC sampai 16 oC (Rusendi, 2010).

Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah

kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak


diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat

diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).

Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu

bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu

medium pendingin kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan

terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin

sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama digunakan

sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan pendinginan

tidak hanya citarasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan

kimia dan mikrobiologis dapat dihambat. Sebelum pendinnginan dilakukan,

biasanya ada perlakuan-perlakuan khusus yang diterapkan pada bahan. Salah satu

jenis perlakuannya adalah blanching. Proses blanching mempunyai beberapa

tujuan. Namun demikian tidak dapat diaplikasikan untuk semua buah dan sayuran

yang diperlakukan. Ada beberapa reaksi yang merugikan yang dapat

mempengaruhi kualitas produk (Larousse, 1997).

Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang

lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah

(pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya

reaksireaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan

pangan. Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat

nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba (Frazier, 1977).

Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan panas dari

bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan
salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan

pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas

mikroorganisma dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan.

Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan

dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat

pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim. Proses pembekuan terjadi

secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan bahan,

pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses

pembekuan berlangsung lambat (Brennan, 1981). Pada awal proses pembekuan,

terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik

beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair

(Holdworth, 1968). Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada

tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh, 1981).

Kenurut Irving dan Sharp (1976), mutu bahan pangan yang dibekukan akan

menurun dengan kecepatan yang tergantung dari suhu penyimpanan dan jenis

bahan pangan. Pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai

mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada

suhu -180 C, kecuali bahan pangan dengan kandungan lemak tinggi. Bila suhu

penyimpanan naik 30 C maka kecepatan kerusakan akan berlipat ganda.

Pasca panen merupakan puncak dari segala usaha yang telah dilakukan

petani. Perlakuan pasca panen berperan penting dalam kualitas produksi panen.

Penanganan pasca panen yang kurang baik terhadap produk buah-buahan segar

akan menyebabkan kerusakan dan kehilangan, baik kehilangan dalam jumlah,


mutu, kesegaran maupun nilai gizinya. Pada akhirnya bisa menjadi kendala bagi

petani maupun pedagang bahkan eksportirnya (Gunarto, 1996). Penanganan pasca

panen sangat besar artinya dalam mempertahankan kualitas hasil dan mengurangi

besarnya kehilangan hasil. Penanganan pasca panen dengan teknologi yang tepat

juga berperan dalam membantu pemanfaatan bagianbagian yang selama ini belum

dimanfaatkan, serta meningkatkan daya guna dan nilai guna komoditas pertanian

(Mulyono, 1996).
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Timbangan digital

2. Refrigrator

3. Freeze

4. Termometer alkohol

5. Termometer Infrared

6. Berbagai jenis buah

7. Opven 1050C

B. Prosedur Kerja

1. Mempersiapkan alat dan bahan

2. Menimbang bahan dengan timbangan digital sebesar 50 gram

3. Mengukur suhu bahan, lingkungan, refrigrator dan freezer sebagai suhu awal

4. Memasukan bahan kedalam retrigrator dan freezer

5. Mengukur suhu bahan, lingkungan, dan refrigrator setiap 15 menit selama 1

jam

6. Menghitung kalor yang dilepas (Q) oleh bahan. Masukan kedalam oven dan

melakukan pengukuran massa setiap 30 menit sebanyak 4 kali.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Data pengamatan suhu (0C) Refrigrator


waktu Tbahan Tlingkungan Trefrigrator Mbuah
0 27 29 9 50
15 20 29 15 49,49
30 20 29 16 49,37
45 18 29 19 49,22
60 19 29 14 49,16

Tabel 2. Data pengamatan suhu (0C) Freezer


waktu Tbahan Tlingkungan Trefrigrator Mbuah
0 27 29 0 50
15 10 29 0 49,74
30 10 29 0 49,65
45 9 29 0 49,55
60 7 29 0 49,63

Data pengamatan massa bahan setelah oven


Tabel 3. Data pengamatan massa bahan setelah oven pada Refrigrator
waktu Massa
0 49,16
30 46,60
60 43,89

Tabel 4. Data pengamatan massa bahan setelah oven pada Freezer


waktu Massa
0 49,63
30 47,07
60 42,56
Perhitungan kadar air


KAref = x 100%

49,1643,89
= x 100%
49,16

= 10,72 %


KAfree = x 100%

49,6342,56
= x 100%
49,63

= 14,25 %

Perhitungan massa jenis

Cprefr = 4,1868 (0,008 KA + 0,2)

= 1,196

CpFreez = 4,1868 (0,003 KA + 0,2)

= 1,016

Perhitungan kalor

QRef (30) = m . c . T

= 49,37 . 1,196 . (29,20)

= 531,41868 j

QRef (60) = m . c . T

= 49,16 . 1,196 . (29,19)

= 587,9536 j

QFree (30) = m . c . T

= 49,65 . 1,016 . (29,10)


= 453,9996 j

QFree (60) = m . c . T

= 49,63 . 1,016 . (29,7)

= 1109,32976 j

Tabel 5. Hasil Pengamatan


Waktu (menit) Kalor yang dilepas (j)
R 30
F 30
R 60
F 60

B. Pembahasan

Dari hasil praktikum acara Pendinginan dan Pembekuan pada paktikum

Satuan Operasi ini didapatkan hasil pada saat pengamatan suhu pada

penyimpanan Refrigrator didapat bahwa semakin lama waktu penyimpanan yaitu

0, 15, 30, 45 dan 60 menit maka suhu dari Refrigrator akan semakin besar dimulai

dari nilai 9, 15, 16, 19, 14 0C dan M buah akan mengalami susut massa dengan

nilai 50; 49,49; 49,37; 49,22 dan 49,16 gram. Begitupun dengan penyimpanan

dengan Freezer didapat bahwa semakin lama waktu penyimpanan yaitu 0, 15, 30,

45 dan 60 menit maka suhu dari Freezer akan tetap konstan dimulai dari nilai 0, 0,

0, 0, 0 0C dan M buah akan mengalami susut massa dengan nilai 50; 49,74; 49,65;

49,55 dan 49,63 gram.

Selanjutnya masuk proses pengovenan baik dari buah hasil penyimpanan

Refrigrator maupun Freezer yaitu pengovenan dilakukan selama 60 menit dengan


interval 30 menit penimbangan massadidapat hasil pengovenan refrigrator yaitu

pada waktu 0 menit massa 49,16 gram dan pada suhu 30 menit massa 46,60 gram

dan pada waktu 60 menit massa buah menjadi 43,89 gram. Selanjutnya masuk

proses pengovenan Freezer yaitu pengovenan dilakukan selama 60 menit dengan

interval 30 menit penimbangan massadidapat hasil pengovenan Freezer yaitu pada

waktu 0 menit massa 49,63 gram dan pada suhu 30 menit massa 47,07 gram dan

pada waktu 60 menit massa buah menjadi 42,56 gram.

Setalah mengalami pengovenan selanjutnya menghitung kadar air, massa

jenis dan kalor. Untuk perhitungan kadar air menggunakan rumus KAref =

((Mawal-Makhir)/Mawal)x 100% didapat hasil perhitungan kadar air Refrigrator

sebesar 10,72 % dan kadar air Freezer sebesar 14,25%. Sedangkan untuk

menghitung massa jenis Refrigrator menggunakan rumus 4,1868 (0,008 KA +

0,2) dan didapat nilai massa jenisnya sebesar 1,196 serta untuk menghitung massa

jenis Refrigrator menggunakan rumus 4,1868 (0,003 KA + 0,2) dan didapat nilai

massa jenisnya sebesar 1,016. Selanjutnya untuk menghitung nilai kalor

mengguanakan rumus Q = m . c . T didapat nilai kalor untuk Refrigrator saat 30

menit sebesar 531,51868 j dan nilai kalor untuk Refrigrator saat 60 menit

memiliki sebesar 587,9536 j. Sedangkan nilai kalor untuk penyimpanan freezer

saat 30 menit adalah 453,9996 j dan untuk freezer saat 60 menit adalah

1109,32976.

Umur simpan dapat diperpanjang dengan pendinginan. Pendinginan

merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang

bagi sayuran segar, termasuk kentang. Pendinginan merupakan penggunaan suhu


rendah (di bawah suhu kamar) dan pada umumnya ditujukan untuk

mempertahankan kesegaran bahan. Masalah yang timbul dari penyimpanan suhu

rendah pada kentang adalah berubahnya menjadi rasa manis dan ini tidak cocok

untuk kentang yang diolah karena akan menimbulkan warna coklat.

Semakin rendah suhu penyimpanan, maka ada kecenderungan kadar air

semakin besar. Hal ini disebabkan oleh pendinginan yang dapat memperlambat

kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan

suhu 8 C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya

(Wiersema, 1989). Penurunan suhu cenderung menurunkan penguapan air umbi

kentang. Suhu ruang penyimpanan yang lebih rendah dari pada suhu tumpukan

umbi dapat menurunkan penguapan air umbi kentang. Oleh karena itu

penyimpanan umbi kentang pada suhu rendah dapat memperpanjang masa

simpan.

Aktivitas respirasi kentang akan naik apabila kentang dipindahkan dari suhu

rendah ke suhu tinggi. Dengan semakin lama reconditioning, kandungan sukrosa

menurun.

Penyimpanan dengan suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan,

mempertahankan kualitas dan menekan susut bobot umbi kentang. Penyimpanan

dengan suhu dingin dan pengondisian memberikan pengaruh positif terhadap total

padatan terlarut, susut bobot dan penampakan. Terjadi interaksi positif antara suhu

penyimpanan dengan pengondisian terhadap gula reduksi dan vitamin C.

Perlakuan yang dapat mempertahankan kualitas umbi kentang sebagai bahan baku
keripik adalah penyimpanan dengan suhu 7 C sampai 10 C dengan pengondisian

6 - 9 hari.

Berdasarkan jurnal diatas dapat dibandingkan bahwa penyimpanan suhu

rendah (pendinginan dan pembekuan) akan menambah umur simpan dari suatu

produk pertanian entah itu buah maupun sayuran. Semakin rendah suhu

penyimpanan maka kadar air pada buah ter sebut akan semakin tinggi dikarenakan

suhu rendah akan menyebabkan kelembaban yang tinggi, sehingga akan

mengakinatkan produk tersebut terjaga kesegaranya. Penyimpanan suhu rendah

susut bobot pada buah dan sayur hasil pertanian juga rendah, buah tidak akan

mengalami keriput serta degradasi warna tidak terlalu mencolok.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penyimpanan dengan suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan,

mempertahankan kualitas dan menekan susut bobot.

2. Penyimpanan dengan suhu dingin dan pengondisian memberikan pengaruh

positif terhadap total padatan terlarut, susut bobot dan penampakan.

3. Penyimpanan suhu rendah akan menyebabkan kadar air yang cenderung

tinggi sehingga menyebabkan kesegaran produk menjadi terjaga

B. Saran

Pada praktikum pendinginan dan pembekuan sudah berjalan dengan lancar.

Untuk bahan praktikum sebaiknya tidak hanya buah saja tetapi ditambahi sayur

sayuran.
DAFTAR PUSTAKA

Apandi,R. M. 1974. Pengantar Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas


Padjajaran, Bandung.

Brennan, J.G., 1981. Food Freezing Operation. Applied Science Publisher, Ltd.
London.

Frazier, W.C. and P.C. Westhoff, 1977. Food Microbiology. Mc. Graw Hill Book
Co. Inc. New York.

Gunarto,A.1996. Peranan kemasan transpor buah-buahan segar dalam


mendukung kekuatan agribisnis di Indonesia. Analisis Sistem 7 : 164-
173

Helman, D.R. and R.P. Singh. 1981. Rekayasa Proses Pangan (Food Processing
Engeneering ) diterjemahkan oleh M.A. Wirahatakusumah dkk. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Holdworth, S.D., 1968. Current aspects of Preseruation by Freezing. Food


Manuf, 43(7):38

Larousse, Jean., Brown, Bruce. E., 1997. Food Canning Technology. Wiley-VHC,
Inc.Canada.

Mulyono. 1996. Peran penanganan pasca panen dalam industri pengolahan hasil
pertanian di Sulawesi Tenggara. Analisis Sistem 7 : 203-210

Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda,


S.2010.Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian.
Unpad

Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum Untuk


Produk Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi.
Institut Pertanian Bogor.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia, Teknologi Pasca Panen dan Gizi. PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Wiersema SG. 1989. Storage Requirements for Potato Tubers. International


Potato Center (CIP), Bangkok, Thailand. 9

Winarno, F.G., 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai