Laporan Pendahuluan #Basis Cranii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

FRAKTUR BASIS CRANII

A. Konsep Medis
1. Definisi
Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan
pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi
anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar.
Fraktur basis cranii/ Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur
akibat benturan langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput,
mastoid, supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah
atau mandibula; atau efek remote dari benturan pada kepala (gelombang tekanan
yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial.

2. Etiologi
Dalam beberapa studi telah terbukti fraktur basis cranii dapat disebabkan oleh
berbagai mekanisme termaksud ruda paksa akibat fraktur maksilofacial, ruda
paksa dari arah lateral cranial dan dari arah kubah cranial, atau karena beban
inersia oleh kepala

3. Klasifikasi
a. Fraktur temporal
Fraktur temporal dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii.
Terdapat 3 subtipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan
mixed. Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan
melibatkan bagian squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis
acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari
salah satu bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine
capsule, berakhir pada fossa cranii media dekat foramen spinosum atau pada
mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari
tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum dan
memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial
media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua fraktur
longitudinal dan transversal. Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os
temporal telah diusulkan. Sistem ini membagi fraktur os temporal kedalam
petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang terakhir termasuk fraktur yang
melibatkan mastoid air cells. Fraktur tersebut tidak disertai dengan deficit
nervus cranialis.
b. Fraktur condylar occipital
Fraktur condylar occipital adalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi
dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cidera rotational pada pada
ligamentum alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan
morfologi dan mekanisme cidera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini
menjadi displaced dan stable, yaitu dengan dan tanpa cidera ligamen.Tipe I
fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari
kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cidera stabil. Tipe II fraktur yang
dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas,
fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament
alar dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah
cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini
berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.
c. Fraktur clivus
Fraktur clivus digambarkan sebagai akibat ruda paksa energi tinggi dalam
kecelakaan kendaraan bermotor. Longitudinal, transversal, dan tipe oblique
telah di deskripsikan dalam literatur. Fraktur longitudinal memiliki
prognosis terburuk, terutama bila melibatkan sistem vertebrobasilar. Defisit
pada nervus cranial VI dan VII biasanya dijumpai pada fraktur tipe ini
4. Patofisiologi
Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengorak yang diklasifikasikan
menjadi:
a. Fraktur sederhana : suatu fraktur linear pada tulang tengkorak.
b. Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih dalam dari
tulang tengkorak.
c. Fraktur campuran bila terdapat hubungan langsung dengan lingkungan luar.
Ini disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu frakturbasis crania yang
biasanya melalui sinus-sinus.
Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis
crania. Biasanya disertai robekan durameter dan terjadi pada daerah daerah
tertentu dari basis crania.
Fraktur basilar adalah fraktur linear meliputi dasar pertengahan pada
tulang tengkorak. Fraktur ini biasanya berhubungan dengan dural. Sebagian
besar fraktur basilar berlangsung pada 2 lokasi spesifik seperti regio temporal
dan regio kondilar oksipital.
Fraktur temporal dapat dibagi dalam 3 subtipe yaitu longitudinal,
transversal, dan campuran. Fraktur longitudinal adalah adalah subtipe yang
paling umum (70-90%) dan meliputi bagian skuamous pada tulang temporal,
inding superior pada canalis auditory eksterna dan tegmen timpani. Fraktur
dapat terjadi pada anterior atau posterior ke koklea dan kapsul labirin, berakhir
pada fossa cranial media dekat foramen spinosum atau pada sel udara mastoid.
Fraktur transversal (5-30%) berasal dari foramen magnum dan keluar
mengelilingi koklea dan labirin berakhir pada fossa cranial media. Dinamakan
fraktur campuran jika memiliki kedua komponen fraktur longitudinal dan fraktur
transversal.
Fraktur condylar oksipital biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul
dengan kekuatan yang tinggi yang menekan axial, bagian sudut lateral, atau
berputar ke jaringan ikat kontinyu. Fraktur ini dapat dibagi dalam tiga tipe dasar
berdasarkan morfologi dan mekanisme trauma atau secara alternatif dalam
kestabilan dan displace fraktur tergantung dari ada tidaknya kerusakan ligamen.
Fraktur tipe I adalah trauma kompresi axial yang menghasilkan fraktur comuniti
pada oksipital condilar. Fraktur ini bersifat stabil. Fraktur tipe II disebabkan
oleh pukulan langsung dan meluas pada daerah basioccipital, hl ini berhubungan
dengan trauma yang menetap karena melindungi ligamen alar dan membran
tectorial. Fraktur tipe III secara potensial tidak stabil dan berhubungan dengan
suatu luka avulsion sesuai dengan putaran dan sudut lateral.

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari fraktur basis crania yaitu :
a. Hemotimpanum.
b. Ekimosis periorbita (racoon eyes)
c. Ekimosis retroauricular ( Battles sign)
d. Kebocoran cairan serebrospinal dari telinga dan hidung
e. Parese nervus cranialis ( nervus I, II, III, IV, VII, dan VIII ) dapat terjadi.
f. Hematoma, hemoragi.

6. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi dari fraktur basis cranii meliputi:
a. Mengingoensefalitis
b. Abses serebri.
c. Lesi nervii cranialis permanen
d. Liquorrhea.
e. CCF (Carotis cavernous fistula).

7. Prognosa
Walaupun fraktur pada cranium memiliki potensi risiko tinggi untuk cidera
nervus cranialis, pembuluh darah dan cidera langsung pada otak, sebagian besar
jenis fraktur adalah jenis fraktur linear pada anak anak dan tidak disertai
dengan hematom epidural.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Labolatorium: sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan
neurologis lengkap, pemariksaan darah rutin, dan pemberian tetanus toxoid.
b. Pemeriksaan Radiologi.
1) Foto Rontgen
2) CT scan
3) MRI ( magnetic resonance imaging)

9. Penatalaksanaan
a. Mediis
1) Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100%
dan jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical
dapat disingkirkan.
2) Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi
korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan
transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
3) Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain,
GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
4) Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin
pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang
mencolok.
5) Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 31,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri,
berikan anti perdarahan.
6) Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti
kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera
kepala terbuka, rhinorea, otorea.
7) Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
8) Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
9) Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
10) Fisioterapi dan rehabilitasi.

b. Keperawatan
Terdapat bebeapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam trauma
kepala, yaitu:
1) Mempertahan fungsi ABC (airway, breathing, circulation)
2) Menilai status neurologis (disabilitas dan pajanan)
3) Penurunan resiko iskemi serebri, dapat dibantu dengan pemberian oksigen
dan glukosa meskipun pada otak yang mengalami trauma relatif
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah
4) Mengontrol kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) yang diakibatkan edema serebri. Sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan TIK dapat
dilakukan dengan menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi yang
menurunkan asidosis intraserebral dan meningkatkan metabolisme
intraserebral.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cidera kepala tergantung pada bentuk,
lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang
perlu didapati adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Primary Survey (Pengkajian Primer)
1) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw
thrust. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
2) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik
yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, GCS, adanya nyeri.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas,
pemeriksaan suhu, lokasi luka.
c. Pengkajian Sekunder
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis,
riwayat keluarga, sosial, dan sistem. Pengkajian riwayat pasien secara
optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian.
Tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut Emergency Nurses
Association:
Nilai
Komponen Keterangan
normal
Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan rectal.
Untuk mengukur suhu inti menggunakan kateter
arteri pulmonal, kateter urin, esophageal probe,

Suhu 36,5-37,5 atau monitor tekanan intracranial dengan


pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh aktivitas,
pengaruh lingkungan, kondisi penyakit, infeksi
dan injury.
Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais irama
60-
Nadi
100x/menit jantung, frekuensi, kualitas dan kesamaan.
Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi, auskultasi
suara nafas, dan inspeksi dari usaha bernafas.
Tanda dari peningkatan usah abernafas adalah
12-
Respirasi
20x/menit adanya pernafasan cuping hidung, retraksi
interkostal, tidak mampu mengucapkan 1 kalimat
penuh.
Saturasi oksigen di monitor melalui oksimetri nadi,
dan hal ini penting bagi pasien dengan gangguan
Saturasi respirasi, penurunan kesadaran, penyakit serius dan
>95%
oksigen
tanda vital yang abnormal. Pengukurna dapat
dilakukan di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi jantung, volume
sirkulasi, dan tahanan vaskuler perifer. Tekanan
Tekanan 120/80 sistolik menunjukkan cardiac output, seberapa
darah mmHg
besar dan seberapa kuat darah itu dipompakan.
Tekanan diastolic menunjukkan fungsi tahanan
vaskuler perifer.
Berat badan penting diketahui di UGD karena
Berat badan
berhubungan dengan keakuratan dosis atau ukuran.
Misalnya dalam pemberian antikoagulan,
vasopressor, dan medikasi lain yang tergantung
dengan berat badan.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit kepala
Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cidera ringan, tiba-
tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala
penderita. Inspeksi dan palpasi adanya pigmentasi, laserasi, massa,
kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta
adanya sakit kepala.
2) Wajah
Inspeksi kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cidera di sekitar
mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan mata akan
menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit.
3) Mata
Periksa kornea ada cidera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau
unisokor, bagaimana reflex cahaya, apakah pupil miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata, konjungtivanya anemis, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan.
4) Hidung
Perdarahan,nyeri, penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suatu fraktur.
5) Telinga
Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan / hilangnya
pendengaran, periksa dengan senter keutuhan membrane timpani /
adanya hemotimpanum.
6) Rahang
Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas
Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
7) Mulut dan faring
Inspeksi mucos, tekstur, warna, kelembaba, lesi, amati lidah, pegang
dan tekan daerah pipi, rasakan apa ada massa/ tumor pembengkakkan
dan nyeri, amati adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis), palpasi
adanya respon nyeri.
8) Vertebra servikalis dan leher
Periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan
massa, kaji keluhan disfagia (kesulitan menelan), suara serak, cidera
tumpul atau tajam, deviasi trakea.
9) Toraks
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang, adanya
trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka,
frekuensi dan kedalaman pernafasan, kesimetrisan expansi dinding
dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, frekuensi dan irama denyut jantung. Palpasi: adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan, krepitasi. Perkusi:
untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan. Auskultasi:
suara nafas tambahan (ronki, wheezing), bunyi jantung (desah, gallop).
10) Abdomen
Cidera intra-abdomen kadang luput terdiagnosis misalnya pada
keadaan cidera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan
gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, adanya trauma tajam,
tumpul adanya perdarahan internal adakah distensi abdomen, asites,
luka, lecet, memar, ruam, massa, ecchymosis, bekas luka. Auskultasi
bising usus. Perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas
(ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil.
11) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Diperiksa adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema, atau kontusio,
hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur dilakukan sebelum
memasang kateter uretra. Diteliti kemungkinan adanya darah dari
rectum, prostat, fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo
sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan
adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan
vagina dicatat karakter dan jumlah kehilangan darah dilaporkan
lakukan tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Pasien dengan
keluhan kemih ditanya rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil.
frekuensi, hematuria kencing berkurang sampel urin dianalisis.
12) Ektremitas
Pemeriksaan look-feel-move. Inspeksi, memeriksa adanya luka dekat
daerah fraktur (fraktur terbuka). Pelapasi, memeriksa denyut nadi distal
dari fraktur punggung. Perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis,
edema, nyeri pada kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
13) Neurologis
Pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan
motorik dan sendorik, GCS, paralisis dapat disebabakan oleh
kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer, Imobilisasi penderita
dengan kolar servikal, imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada
fraktur servikal, inspeksi adanya kejang, twitching, parese, hemiplegi
atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia (kesukaran
mengkoordinasi otot), vertigo dan respon sensori. Nervus cranialis
dapat terganggu bila cidera kepala meluas sampai batang otak karena
edema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII,
IX, XII.
2. Penyimpangan KDM Fraktur Basis Cranii

Ruda paksa akibat fraktur maksilofacial,


ruda paksa dari arah lateral cranial dan
dari arah kubah cranial atau karena
beban inersia oleh kepala
Penatalaksanaan
Fraktur Basis Cranii

Jaringan otak rusak Cidera medula oblongata Cidera otak Penurunan sirkulasi CSS Ekstra dan intra kranial
(kontusio laserasi)

Depresi pada pusat napas di Gangguan autoregulasi Peningkatan TIK Ekstra kranial:Terputusnya
Jaringan otak rusak otak
(kontusio laserasi) kontinuitas jaringan kulit,
otot, dan vaskuler. Intra
Aliran darah ke otak Messenfalon tertekan
Kerusakan pola pernafasan kranial: Jaringan otak
menurun
Peningkatan TIK di medula oblongata rusak
Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran Kerusakan neuromuscular Penurunan O2
control mekanisme ventilasi
Penurunan kekuatan otot,
Usaha penderita untuk Gangguan metabolisme program pembatasan gerak Risiko infeksi
Keletihan otot pernapasan
bernapas
(otot sternokleidomastoid)
Asam laktat meningkat Imobilisasi
Lidah mengalami prolaktus Komplikasi pada paru-paru.
ke belakang Invasi bakteri
Kerusakan jaringan otak Kerusakan mobilitas fisik
Ketidakefektifan pola Proteksi kurang
Orofaring tertutup napas Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial
Tindakan invasif dan non
Obstruksi jalan napas:
invasif
materi asing dalam jalan
napas

Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas: materi asing dalam jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan cidera medula oblongata;
keletihan otot pernapasan.
c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan cidera otak.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
program pembatasan gerak.
e. Risiko infeksi

4. Tujuan/Rencana Tindakan Keperawatan (NOC/NIC)


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Ketidakefektifan NOC NIC


bersihan jalan napas Respiratory status: Airway suction
Definisi : Ventilation - Monitor status oksigen
Ketidakmampuan untuk Respiratory status: pasien
membersihkan sekresi atau Airway patency - Pastikan kebutuhan
obstruksi dan saluran oral/tracheal suctioning
pernafasan untuk Kriteria Hasil : - Auskultasi suara nafas
mempertahankan sebelum dan sesudah
kebersihan jalan nafas. - Mendemonstrasikan suctioning.
batuk efektif dan - Minta klien nafas dalam
Batasan Karakteristik : suara nafas yang sebelum suction
bersih, tidak ada dilakukan.
- Tidak ada batuk sianosis dan - Gunakan alat yang steril
- Suara napas tambahan dyspneu (mampu setiap melakukan
- Perubahan frekwensi mengeluarkan tindakan
napas sputum, mampu - Berikan O2 dengan
- Perubahan irama napas bernafas dengan menggunakan nasal
- Sianosis mudah, tidak ada untuk memfasilitasi
- Kesulitan berbicara pursed lips) suksion nasotrakeal
atau mengeluarkan - Menunjukkan jalan - Hentikan suksion dan
suara nafas yang paten berikan oksigen apabila
- Penurunan bunyi napas (klien tidak merasa pasien menunjukkan
- Dipsneu tercekik, irama bradikardi, peningkatan
- Sputum dalam jumlah nafas, frekuensi saturasi O2, dan lain-
yang berlebihan pernafasan dalam lain.
- Batuk yang tidak rentang normal, - Informasikan pada klien
efektif tidak ada suara nafas dan keluarga tentang
- Orthopneu abnormal) suctioning
- Gelisah - Mampu - Anjurkan pasien untuk
- Mata terbuka lebar mengidentifikasikan istirahat dan napas
- dan mencegah faktor dalam setelah kateter
yang dapat dikeluarkan dan
Faktor Yang menghambat jalan nasotrakeal
Berhubungan : nafas - Ajarkan keluarga
Lingkungan bagaimana cara
melakukan suksion
- Perokok pasif Airway Management
- Mengisap asap
- Merokok - Monitor respirasi dan
status O2
Obstruksi jalan nafas - Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
- Spasme jalan nafas alat jalan nafas buatan
- Mokus dalam jumlah - Auskultasi suara nafas,
berlebihan catat adanya suara
- Eksudat dalam jalan tambahan
alveoli - Buka jalan nafas,
- Maten asing dalan jalan guanakan teknik chin
napas lift atau jaw thrust bila
- Adanya jalan napas perlu
buatan - Posisikan pasien untuk
- Sekresi bertahan/sisa memaksimalkan
sekresi ventilasi
- Sekresi dalam bronki - Pasang mayo bila perlu
Fisiologis : - Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
- Jalan napas alergik - Keluarkan sekret
- Asma dengan batuk atau
- Penyakit paru suction
obstruktif kronik - Berikan pelembab udara
- Hiperplasi dinding Kassa basah NaCI
bronkial Lembab
- Infeksi - Lakukan suction pada
- Disfungsi mayo
neuromuskular - Berikan bronkodilator
bila perlu
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

b. Ketidakefektifan pola napas

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Ketidakefektifan pola NOC NIC


napas Airway Management
Definisi : Inspirasi dan Respiratory status :
atau ekspirasi yang tidak Ventilation - Monitor respirasi dan
memberi ventilasi Respiratory status : status O2
Airway patency - Identifikasi pasien
Batasan Karakteristik : Vital sign Status perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Perubahan kedalaman - Auskultasi suara nafas,
pernapasan Kriteria Hasil : catat adanya suara
Perubahan ekskursi dada tambahan
Mengambil posisi tiga Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas,
titik batuk efektif dan guanakan teknik chin
Bradipneu suara nafas yang lift atau jaw thrust bila
Penurunan tekanan bersih, tidak ada perlu
ekspirasi sianosis dan dyspneu - Posisikan pasien untuk
Penurunan ventilasi (mampu memaksimalkan
semenit mengeluarkan ventilasi
Penurunan kapasitas sputum, mampu - Pasang mayo bila perlu
vital bernafas dengan - Lakukan fisioterapi
Dipneu mudah, tidak ada dada jika perlu
Peningkatan diameter pursed lips) - Keluarkan sekret
anterior-posterior Menunjukkan jalan
dengan batuk atau
Pernapasan cuping nafas yang paten suction
hidung (klien tidak merasa - Berikan pelembab udara
Ortopneu tercekik, irama nafas Kassa basah NaCI
Fase ekspirasi frekuensi pernafasan Lembab
memenjang dalam rentang normal, - Lakukan suction pada
Pernapasan bibir tidak ada suara nafas mayo
Takipneu abnormal) - Berikan bronkodilator
Penggunaan otot Tanda Tanda vital bila perlu
aksesorius untuk dalam rentang normal - Atur intake untuk cairan
bernapas (tekanan darah, nadi, mengoptimalkan
pernafasan) keseimbangan.
Faktor Yang
Berhubungan : Oxygen Therapy

Ansietas Observasi adanya tanda


Posisi tubuh tanda hipoventilasi
Deformitas tulang Monitor aliran oksigen
Deformitas dinding Monitor adanya
dada kecemasan pasien
Keletihan terhadap oksigenasi
Hiperventilasi Bersihkan mulut, hidung
Sindrom hipoventilasi dan secret trakea
Gangguan Atur peralatan oksigenasi
muskuloskeletal Pertahankan jalan nafas
Kerusakan neurologis yang paten
Imaturitas neurologis Pertahankan posisi pasien
Disfungsi
neuromuskular Vital sign Monitoring
Obesitas
Monitor Tekanan Darah,
Nyeri
nadi, suhu, dan RR
Keletihan otot
Catat adanya fluktuasi
pernapasan cedera
tekanan darah
medula spinalis
Monitor Vital Sign saat
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi Tekanan
Darah pada kedua lengan
dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dan
perubahan vital sign

c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Penurunan kapasitas NOC NIC


adaptif intrakranial Intrakranial Pressure
Definisi : Mekanisme Circulation status (ICP) Monitoring
Tissue Prefusion : (monitor tekanan
dinamika cairan
Cerebral intracranial) :
intrakranial yang
normalnya melakukan Monitor tekanan
kompensasi untuk Kriteria Hasil:
intracranial dan respon
meningkatkan volume Mendemonstrasikan
neurology terhadap
intrakranial mengalami status sirkulasi yang
aktivitas
gangguan, yang ditandai dengan :
Catat respon pasien
menyebabkan peningkatan terhadap stimulasi
Tekanan systole dan
tekanan intrakranial (TIK) Monitor jumlah drainage
diastole dalam
secara tidak merata dan cairan cerebrospinal
rentang yang
berespon terhadap Monitor intake dan
diharapkan 120/80
berbagai stimuli yang output cairan
mmHg
berbahaya dan tidak Monitor tekanan perfusi
Tidak ada ortostatik
berbahaya. serebral
hipertensi
Tidak ada tanda- Monitor suhu dan angka
Batasan Karakteristik : WBC
tanda peningkatan
Berikan informasi kepada
Tekanan intrakranial tekanan intrakranial
keluarga
(TIK) dasar 10 (tidak lebih dari 15
mmHg) Posisikan pasien pada
mmHg
posisi semi fowler
Peningkatan TIK tidak
merata setelah terjadi Kolaborasi pemberian
stimulus Mendemonstrasikan antibiotik
Kenaikan bentuk kemampuan kognitif
gelombang P2 TIK yang ditandai dengan Peripheral sensation
Peningkatan TIK > 10 : management
mmHg secara berulang (manajemen sensasi
perifer) :
selama lebih dari 5 Berkomunikasi
menit setelah adanya dengan jelas dan Monitor adanya daerah
berbagai stimuli sesuai dengan tertentu yang hanya peka
eksternal kemampuan terhadap panas atau
Uji respons tekanan Menunjukkan dingin, tajam atau tumpul
volume yang beragam perhatian, Monitor danya paretese
(volume, rasio tekanan konsentrasi dan Monitor kemampuan
2, indeks volume orientasi BAB
tekanan < 10) Memproses Monitor adanya
Bentuk gelombang informasi tromboplebitis
TIK menunjukkan Membuka
amplitudo yang tinggi keputusan dengan Batasi gerakan pada
benar kepala, leher dan
Faktor Yang punggung
Berhubungan : Menunjukkan sensori Gunakan sarung tangan
motorik cranial yang
Cedera otak untuk proteksi
utuh :
Instruksikan keluarga
Penurunan perfusi
serebral 50-60 Tingkat kesadaran untuk mengobservasi
mmHg membaik kulit jika ada isi atau
Peningkatan TIK Tidak ad gerakan laserasi
involunter Kolaborasi pemberian
secara kontinu 10-15
mmHg analgesik
Hipertensi sistemik
disertai hipertensi
intrakranial

d. Kerusakan mobilitas fisik

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Hambatan mobilitas fisik NOC NIC


Joint Movement : Exercise therapy :
Definisi : Keterbatasan Active ambulation
pada pergerakan fisik Mobility level
tubuh atau satu atau lebih Self care : ADLs Monitoring vital sign
ekstremitas secara mandiri Transfer sebelum/sesudah latihan
dan terarah. performance dan lihat respon pasien
saat latihan
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil:
Penurunan waktu reaksi
Kaji kemampuan pasien
Klien meningkat
Kesulitan membolak-
dalam mobilisasi
dalam aktivitas
balik posisi Bantu klien untuk
fisik
Melakukan aktivitas
menggunakan tongkat
Mengerti tujuan
lain sebagai pengganti saat berjalan dan cegah
dan peningkatan
pergerakan terhadap cidera
mobilitas
(mis.,meningkatkan Dampingi dan Bantu
Memverbalisasikan
perhatian pada aktivitas pasien saat mobilisasi dan
perasaan dalam
orang lain, bantu penuhi kebutuhan
meningkatkan
mengendalikan ADLs pasien.
kekuatan dan
perilaku, focus pada Berikan alat bantu jika
kemampuan
ketunadayaan/aktivitas klien memerlukan.
berpindah
sebelum sakit) Latih pasien dalam
Memperagakan
Dispnea setelah pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat
beraktivitas ADLs secara mandiri
Bantu untuk
Perubahan cara berjalan sesuai kemampuan
mobilisasi (walker)
Gerakan bergetar Ajarkan pasien atau
Keterbatasan tenaga kesehatan lain
kemampuan melakukan tentang teknik ambulasi
keterampilan motorik Ajarkan pasien
halus bagaimana merubah
Keterbatasan posisi dan berikan
kemampuan melakukan bantuan jika diperlukan.
keterampilan motorik Konsultasikan dengan
kasar terapi fisik tentang
Keterbatasan rentang rencana ambulasi sesuai
pergerakan sendi dengan kebutuhan
Tremor akibat
pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor Yang Berhubungan:

Intoleransi aktivitas
Perubahan
metabolisme selular
Ansietas
Indeks masa tubuh
diatas perentil ke 75
sesuai usia
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan
tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Malnutrisi
Gangguan
muskuloskeletal
Gangguan
neuromuskular, Nyeri
Agens obat
Penurunan kekuatan
otot
Kurang pengetahuan
tentang aktvitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan
perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, Kaku sendi
Kurang dukungan
Iingkungan (mis, fisik
atau sosiaI)
Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
Kerusakan integritas
struktur tulang
Program pembatasan
gerak
Keengganan memulai
pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori
perseptual

e. Risiko infeksi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Resiko Infeksi NOC NIC


Definisi : Mengalami Immune Status Infection Control (Kontrol
peningkatan resiko Knowledge : infeksi)
terserang organisme Bersihkan lingkungan
Infection control
patogenik
Risk control setelah dipakai pasien
Faktor Resiko : lain.
Penyakit kronis. Kriteria Hasil: Pertahankan teknik
Klien bebas dari isolasi
Diabetes melitus
Obesitas
tanda dan gejala Batasi pengunjung
infeksi Gunakan sabun
Pengetahuan yang tidak
Mendeskripsikan antimikrobia untuk cuci
cukup untuk
proses penularan tangan
menghindari pemanjanan
penyakit, faktor yang Cuci tangan setiap
patogen.
mempengaruhi sebelum dan sesudah
Pertahanan tubuh primer
penularan serta tindakan keperawatan
yang tidak adekuat.
penatalaksanaannya Gunakan baju, sarung
Gangguan peritalsis Menunjukkan tangan sebagai alat
Kerusakan integritas kemampuan untuk pelindung
kulit (pemasangan mencegah timbulnya Pertahankan lingkungan
kateter intravena, infeksi aseptik selama
prosedur invasif) Jumlah leukosit pemasangan alat
Perubahan sekresi pH dalam batas normal Ganti letak IV perifer dan
Penurunan kerja siliaris Menunjukkan line central dan dressing
Pecah ketuban dini perilaku hidup sehat sesuai dengan petunjuk
Pecah ketuban lama umum
Merokok Gunakan kateter
Stasis cairan tubuh intermiten untuk
Trauma jaringan (mis, menurunkan infeksi
trauma destruksi kandung kencing
jaringan) Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
Ketidakadekuatan bila perlu
pertahanan sekunder
Infection Protection
Penurunan hemoglobin
Imunosupresi (mis, (proteksi terhadap infeksi)
imunitas didapat tidak Monitor tanda dan gejala
adekuat, agen infeksi sistemik dan lokal
farmaseutikal termasuk Monitor hitung
imunosupresan, steroid, granulosit, WBC
antibodi monoklonal, Monitor kerentanan
imunomudulator) terhadap infeksi
Supresi respon Inspeksi kulit dan
inflamasi membran mukosa
terhadap kemerahan,
Vaksinasi tidak adekuat panas, drainase
Pemajanan terhadap Inspeksi kondisi luka /
patogen lingkungan insisi bedah
meningkat Sering pengunjung
Wabah terhadap penyakit
menular
Prosedur invasif Pertahankan teknik
Malnutrisi aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep

Anda mungkin juga menyukai