Kliping Sejarah (Candi)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

NAMA : WIDYARTI HANDIENY BENU

KELAS : XI IPA 1

TUGAS KLIPING SEJARAH

^_^ >> Dhieny ELF Ryeosomnia << ^_^


CANDI BIMA
Candi Bima

Tampak sudut depan.

Lokasi dalam Topografi Jawa


Informasi bangunan
Lokasi Jawa Tengah.
Negara Indonesia
71250LS 1095438BTKoordinat:
Koordinat
71250LS 1095438BT

Candi Bima adalah salah satu peninggalan purbakala di kawasan Dataran Tinggi Dieng.

Lokasi
Berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah,
candi ini terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng.
Arsitektur
Pintu masuk berada di sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi lain,
baik di Dieng maupun di Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya dengan
beberapa candi di India. Bagian atapnya mirip dengan shikara dan berbentuk seperti mangkuk
yang ditangkupkan. Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut
dengan kudu.

Pemeliharaan
Candi ini berada dalam kondisi buruk, antara lain karena beberapa kali kasus pencurian arca
kudu yang unik pada bagian atap tersebut serta rusak akibat solfatara dari Kawah Sikidang.

Pada tahun 2012, Candi Bima kembali dipugar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala
Jawa Tengah. Pemugaran dilakukan karena susunan batuan candi sudah banyak yang lapuk
dan bergeser akibat dimakan usia dan terkena getaran, juga karena terdapat rongga yang dapat
menyebabkan amblesnya bangunan.

Galeri

Dataran Tinggi Dieng dan Candi Bima dalam gambar oleh Franz Wilhelm Junghuhn,
1856.

Candi Bima, tahun 1900-1940.

Arca kudu.
CANDI ARJUNA
Candi Arjuna

Sudut timur laut Candi Arjuna

Lokasi dalam Topografi Jawa


Informasi bangunan
Lokasi Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Negara Indonesia
71218LS 1095425BTKoordinat:
Koordinat
71218LS 1095425BT
Penyelesaian 809
Jenis Candi Jawa Tengahan

Candi Arjuna adalah sebuah bangunan candi Hindu yang terletak di Dataran Tinggi Dieng,
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.
Deskripsi
Candi Arjuna merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng.
Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi
Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut.
Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua
bangunan candi ini saling berhadapan.

Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan


Mahabarata sebagai nama candi.

Arsitektur
Candi Arjuna berukuran 6 x 6 m dan menghadap ke arah barat. Pada pintu masuk dan relung-
relungnya dihiasi kala makara. Atap candi berjenjang dengan menara-menara kecil di setiap
sudut. Ditemukannya prasasti berangka tahun 731 Caka (809 M) di dekat Candi Arjuna dapat
menjadi petunjuk pembangunan candi sekitar awal abad IX M.

Pemeliharaan dan Pemanfaatan


Lingkungan sekitar candi juga kurang mendukung pemeliharaan. Lahannya sudah lama
digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-mayur, dan bunga-bungaan.

Mulai tahun 2010 kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata
yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata).
Mereka menyelenggarakan acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF
(Dieng Culture Festival).

Galeri

Kesatuan Candi Arjuna dan Candi Semar.


Tampak depan.

Relung di sisi utara dengan cerat di bagian bawah.

CANDI GATOTKACA
Candi Gatotkaca

Sisi depan (barat).

Lokasi dalam Topografi Jawa


Informasi bangunan
Lokasi Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Negara Indonesia
71230LS 1095421BTKoordinat:
Koordinat
71230LS 1095421BT
Penyelesaian 809
Jenis Candi Jawa Tengahan

Candi Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di
wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak di sebelah barat
Kompleks Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima, di seberang Museum Dieng
Kailasa. Nama Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk dengan mengambil nama tokoh
wayang dari cerita Mahabarata.

Arsitektur
Dahulu terdapat beberapa bangunan candi yang membentuk Kelompok Gatutkaca, yaitu
Candi Gatutkaca, Candi Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk, dan Candi
Gareng. [1] Saat ini, selain Candi Gatutkaca, Candi Setyaki juga telah dipugar.

Candi Gatotkaca berdenah bujursangkar dengan pintu berada pada dinding sisi barat. Pada
ketiga sisi dinding yang lain terdapat relung berhias kala-makara.

CANDI PRAMBANAN
Candi Prambanan
Situs Warisan Dunia UNESCO

Negara Indonesia

Tipe Budaya

Kriteria i, iv

Nomor identifikasi 642

Kawasan UNESCO Asia Pasifik

Tahun pengukuhan 1991 (sesi ke-15)

Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti,
tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa
pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan
memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan,
Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta
dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah
administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi
Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.

Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia,
sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk
tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa
sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks
gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara,
candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.

Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh
Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa
kerajaan Medang Mataram.

Etimologi
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan
perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna
"Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat
digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat
lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu
dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama
"Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung
atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan
menjalankan keselarasan jagat.

Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah
Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka
(856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya
memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang
utama di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.

Sejarah
Pembangunan

Candi Prambanan di antara kabut pagi.

Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi
Buddha Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa
sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai
kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda
keyakinan yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran
Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra
cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan
Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap
Siwa.

Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun
untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah
Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya
(Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa'). Dalam prasasti ini
disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga
pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini.
Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi
barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini
berbelok melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi
sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat
sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang
dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal
atau candi pendamping).

Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi
Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca
pedharmaan anumerta beliau.

Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan
candi-candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan
berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta
brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk
mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara
pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat
Prambanan di Dataran Kewu.

Diterlantarkan

Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang
mendirikan Wangsa Isyana. Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara
pasti. Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi yang
menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. Kemungkinan penyebab lainnya
adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan
mulai terlantar dan tidak terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.

Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat pada abad ke-16.
Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah umat Hindu, candi ini masih
dikenali dan diketahui keberadaannya oleh warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-
candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa
yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755,
reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah
Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).

Penemuan kembali

Reruntuhan candi Prambanan segera setelah ditemukan.


Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui keberadaan candi ini. Akan
tetapi mereka tidak tahu latar belakang sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa
yang telah membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat menciptakan
dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan candi-candi ini; diwarnai dengan
kisah fantastis mengenai raja raksasa, ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan
dedemit hanya dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca.
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.

Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda. Candi
ini menarik perhatian dunia ketika pada masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu
Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles, menemukan
candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan lebih lanjut,
reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius
dilakukan sepanjang 1880-an yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran
dan batu candi. Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan
memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian Isac
Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk
secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca-arca dan relief candi diambil oleh
warga Belanda dan dijadikan hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu
candi untuk bahan bangunan dan pondasi rumah.

Pemugaran

Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai
pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang
rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige
Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah arkeologi.
Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran
beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.
Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun
1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian
diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun
1993.

Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran candi Siwa yaitu
candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden
pertama Republik Indonesia Sukarno. Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan
batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah
candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu,
banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.

Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO, status
ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian candi Prambanan tengah
direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah
merusak sejumlah bangunan dan patung.
Peristiwa kontemporer

Pagelaran Sendratari Ramayana di Prambanan.

Pementasan pertama Sendratari Ramayana di panggung terbuka Roro Jonggrang, Prambanan


(1961).

Pemandangan Prambanan dikala malam yang disoroti lampu dari arah panggung terbuka
Trimurti.

Dokumentasi pemeran utama Sendratari Ramayana, Rama (Tunjung Sulaksono) dan Sinta
(Sumaryaning) bersama Charlie Chaplin dan GPH Suryohamijoyo di PanggungTerbuka Roro
Jonggrang (1961).

Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara
liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan
memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di
tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi
Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya.
Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata
Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman
wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan
adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan
dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung pertunjukan
Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana. Panggung terbuka
Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi Barat sungai Opak dengan latar belakang
Candi Prambanan yang disoroti cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada
musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung
tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton Jawa yang
telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di keraton dan mulai dipertunjukkan di
Prambanan pada saat bulan purnama sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah
menjadi daya tarik wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.

Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali menjadi pusat
ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai keagamaan Prambanan adalah
karena terdapat cukup banyak masyarakat penganut Hindu, baik pendatang dari Bali atau
warga Jawa yang kembali menganut Hindu yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan
sekitarnya. Tiap tahun warga Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di
candi Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan
Nyepi.

Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United
States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam
daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada patahan tektonik
Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak dekat Prambanan. Salah satu
bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma.
Foto awal menunjukkan bahwa meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup
signifikan. Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra berjatuhan
dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup dari kunjungan wisatawan
hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta
menyatakan bahwa diperlukan waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana
kerusakan yang diakibatkan gempa ini.[10][11] Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006
situs ini kembali dibuka untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi Prambanan. Pada 6
Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai.[12] Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama
tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.

Kompleks candi

Model arsitektur rekonstruksi kompleks candi Prambanan, aslinya terdapat 240 candi berdiri di
kompleks ini.
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru mata angin, akan
tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur, maka pintu masuk utama candi ini
adalah gerbang timur. Kompleks candi Prambanan terdiri dari:

1. 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma


2. 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
3. 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi
utara dan selatan
4. 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam
atau zona inti
5. 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
6. 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan
terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68

Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.

Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.[13] Tetapi kini
hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi kecil di zona inti serta 2 candi
perwara. Banyak candi perwara yang belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang
sudah dipugar, yang tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi
Prambanan terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona tengah yang
terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang merupakan zona tersuci tempat
delapan candi utama dan delapan kuil kecil.

Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan bujur sangkar yan
terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing halaman zona ini dibatasi tembok batu
andesit. Zona terluar ditandai dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya
sepanjang 390 meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan
yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah banyak yang hilang.
Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum diketahui; kemungkinan adalah lahan taman
suci, atau kompleks asrama Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang
berdiri di halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan musnah tak
tersisa.

Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor
Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama
Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta. Di
kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari dua dewa Trimurti
lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus yang terbesar dan tertinggi,
menjulang setinggi 47 meter.
Candi Siwa

Candi Siwa, candi utama di kompleks candi Prambanan yang dipersembahkan untuk dewa Siwa.

Arca Durga Mahisasuramardini di ruang utara candi Siwa.

Halaman dalam adalah zona paling suci dari ketiga zona kompleks candi. Pelataran ini
ditinggikan permukaannya dan berdenah bujur sangkar dikurung pagar batu dengan empat
gerbang di empat penjuru mata angin. Dalam halaman berpermukaan pasir ini terdapat
delapan candi utama; yaitu tiga candi utama yang disebut candi Trimurti ("tiga wujud"),
dipersembahkan untuk tiga dewa Hindu tertinggi: Dewa Brahma Sang Pencipta, Wishnu
Sang Pemelihara, dan Siwa Sang Pemusnah.

Candi Siwa sebagai candi utama adalah bangunan terbesar sekaligus tetinggi di kompleks
candi Rara Jonggrang, berukuran tinggi 47 meter dan lebar 34 meter. Puncak mastaka atau
kemuncak candi ini dimahkotai modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau
halilintar. Bentuk wajra ini merupakan versi Hindu sandingan dari stupa yang ditemukan
pada kemuncak candi Buddha. Candi Siwa dikelilingi lorong galeri yang dihiasi relief yang
menceritakan kisah Ramayana; terukir di dinding dalam pada pagar langkan. Di atas pagar
langkan ini dipagari jajaran kemuncak yang juga berbentuk wajra. Untuk mengikuti kisah
sesuai urutannya, pengunjung harus masuk dari sisi timur, lalu melakukan pradakshina yakni
berputar mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Kisah Ramayana ini dilanjutkan ke Candi
Brahma.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat lima ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin
dan satu garbagriha, yaitu ruangan utama dan terbesar yang terletak di tengah candi.
Ruangan timur terhubung dengan ruangan utama tempat bersemayam sebuah arca Siwa
Mahadewa (Perwujudan Siwa sebagai Dewa Tertinggi) setinggi tiga meter. Arca ini memiliki
Lakana (atribut atau simbol) Siwa, yaitu chandrakapala (tengkorak di atas bulan sabit),
jatamakuta (mahkota keagungan), dan trinetra (mata ketiga) di dahinya. Arca ini memiliki
empat lengan yang memegang atribut Siwa, seperti aksamala (tasbih), camara (rambut ekor
kuda pengusir lalat), dan trisula. Arca ini mengenakan upawita (tali kasta) berbentuk ular
naga (kobra). Siwa digambarkan mengenakan cawat dari kulit harimau, digambarkan dengan
ukiran kepala, cakar, dan ekor harimau di pahanya. Sebagian sejarawan beranggapa bahwa
arca Siwa ini merupakan perwujudan raja Balitung sebagai dewa Siwa, sebagai arca
pedharmaan anumerta beliau. Sehingga ketika raja ini wafat, arwahnya dianggap bersatu
kembali dengan dewa penitisnya yaitu Siwa.[14] Arca Siwa Mahadewa ini berdiri di atas lapik
bunga padma di atas landasan persegi berbentuk yoni yang pada sisi utaranya terukir ular
Nga (kobra).

Tiga ruang yang lebih kecil lainnya menyimpan arca-arca yang ukuran lebih kecil yang
berkaitan dengan Siwa. Di dalam ruang selatan terdapat Resi Agastya, Ganesha putra Siwa di
ruang barat, dan di ruang utara terdapat arca sakti atau istri Siwa, Durga Mahisasuramardini,
menggambarkan Durga sebagai pembasmi Mahisasura, raksasa Lembu yang menyerang
swargaloka. Arca Durga ini juga disebut sebagai Rara Jonggrang (dara langsing) oleh
penduduk setempat. Arca ini dikaitkan dengan tokoh putri legendaris Rara Jonggrang.

Candi Brahma dan Candi Wishnu

Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Dewa Wisnu, yang terletak di sisi utara dan
satunya dipersembahkan kepada Brahma, yang terletak di sisi selatan. Kedua candi ini
menghadap ke timur dan hanya terdapat satu ruang, yang dipersembahkan untuk dewa-dewa
ini. Candi Brahma menyimpan arca Brahma dan Candi Wishnu menyimpan arca Wishnu
yang berukuran tinggi hampir 3 meter. Ukuran candi Brahma dan Wishnu adalah sama, yakni
lebar 20 meter dan tinggi 33 meter.

Candi Wahana

Candi Garuda, salah satu candi wahana

Tepat di depan candi Trimurti terdapat tiga candi yang lebih kecil daripada candi Brahma dan
Wishnu yang dipersembahkan kepada kendaraan atau wahana dewa-dewa ini; sang lembu
Nandi wahana Siwa, sang Angsa wahana Brahma, dan sang Garuda wahana Wisnu. Candi-
candi wahana ini terletak tepat di depan dewa penunggangnya. Di depan candi Siwa terdapat
candi Nandi, di dalamnya terdapat arca lembu Nandi. Pada dinding di belakang arca Nandi
ini di kiri dan kanannya mengapit arca Chandra dewa bulan dan Surya dewa matahari.
Chandra digambarkan berdiri di atas kereta yang ditarik 10 kuda, sedangkan Surya berdiri di
atas kereta yang ditarik 7 kuda.[15] Tepat di depan candi Brahma terdapat candi Angsa. Candi
ini kosong dan tidak ada arca Angsa di dalamnya. Mungkin dulu pernah bersemayam arca
Angsa sebagai kendaraan Brahma di dalamnya. Di depan candi Wishnu terdapat candi yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi sama seperti candi Angsa, di dalam candi ini tidak
ditemukan arca Garuda. Mungkin dulu arca Garuda pernah ada di dalam candi ini. Hingga
kini Garuda menjadi lambang penting di Indonesia, yaitu sebagai lambang negara Garuda
Pancasila.

Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok

Di antara baris keenam candi-candi utama ini terdapat Candi Apit. Ukuran Candi Apit hampir
sama dengan ukuran candi perwara, yaitu tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter.
Disamping 8 candi utama ini terdapat candi kecil berupa kuil kecil yang mungkin fungsinya
menyerupai pelinggihan dalam Pura Hindu Bali tempat meletakan canang atau sesaji,
sekaligus sebagai aling-aling di depan pintu masuk. Candi-candi kecil ini yaitu; 4 Candi Kelir
pada empat penjuru mata angin di muka pintu masuk, dan 4 Candi Patok di setiap sudutnya.
Candi Kelir dan Candi Patok berbentuk miniatur candi tanpa tangga dengan tinggi sekitar 2
meter.

Candi Perwara

Dua dinding berdenah bujur sangkar yang mengurung dua halaman dalam, tersusun dengan
orientasi sesuai empat penjuru mata angin. Dinding kedua berukuran panjang 225 meter di
tiap sisinya. Di antara dua dinding ini adalah halaman kedua atau zona kedua. Zona kedua
terdiri atas 224 candi perwara yang disusun dalam empat baris konsentris. Candi-candi ini
dibangun di atas empat undakan teras-teras yang makin ke tengah sedikit makin tinggi.
Empat baris candi-candi ini berukuran lebih kecil daripada candi utama. Candi-candi ini
disebut "Candi Perwara" yaitu candi pengawal atau candi pelengkap. Candi-candi perwara
disusun dalam empat baris konsentris baris terdalam terdiri atas 44 candi, baris kedua 52
candi, baris ketiga 60 candi, dan baris keempat sekaligus baris terluar terdiri atas 68 candi.

Masing-masing candi perwara ini berukuran tinggi 14 meter dengan tapak denah 6 x 6 meter,
dan jumlah keseluruhan candi perwara di halaman ini adalah 224 candi. Kesemua candi
perwara ini memiliki satu tangga dan pintu masuk sesuai arah hadap utamanya, kecuali 16
candi di sudut yang memiliki dua tangga dan pintu masuk menghadap ke dua arah luar. Jika
kebanyakan atap candi di halaman dalam zona inti berbentuk wajra, maka atap candi perwara
berbentuk ratna yang melambangkan permata.

Aslinya ada banyak candi yang ada di halaman ini, akan tetapi hanya sedikit yang telah
dipugar. Bentuk candi perwara ini dirancang seragam. Sejarawan menduga bahwa candi-
candi ini dibiayai dan dibangun oleh penguasa daerah sebagai tanda bakti dan persembahan
bagi raja. Sementara ada pendapat yang mengaitkan empat baris candi perwara
melambangkan empat kasta, dan hanya orang-orang anggota kasta itu yang boleh memasuki
dan beribadah di dalamnya; baris paling dalam hanya oleh dimasuki kasta Brahmana,
berikutnya hingga baris terluar adalah barisan candi untuk Ksatriya, Waisya, dan Sudra.
Sementara pihak lain menganggap tidak ada kaitannya antara candi perwara dan empat kasta.
Barisan candi perwara kemungkinan dipakai untuk beribadah, atau tempat bertapa (meditasi)
bagi pendeta dan umatnya.

Arsitektur

Penampang candi Siwa

Arsitektur candi Prambanan berpedoman kepada tradisi arsitektur Hindu yang berdasarkan
kitab Wastu Sastra. Denah candi megikuti pola mandala, sementara bentuk candi yang tinggi
menjulang merupakan ciri khas candi Hindu. Prambanan memiliki nama asli Siwagrha dan
dirancang menyerupai rumah Siwa, yaitu mengikuti bentuk gunung suci Mahameru, tempat
para dewa bersemayam. Seluruh bagian kompleks candi mengikuti model alam semesta
menurut konsep kosmologi Hindu, yakni terbagi atas beberapa lapisan ranah, alam atau Loka.

Seperti Borobudur, Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang
suci hingga ke zona yang paling suci. Meskipun berbeda nama, tiap konsep Hindu ini
memiliki sandingannya dalam konsep Buddha yang pada hakikatnya hampir sama. Baik
lahan denah secara horisontal maupun vertikal terbagi atas tiga zona:[17]

Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana;
manusia, hewan, juga makhluk halus dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat dengn
hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi
melambangkan ranah bhurloka.
Bhuwarloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,
pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran.
Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bhuwarloka.
Swarloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat
para dewa bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman dalam dan atap candi
melambangkan ranah swarloka. Atap candi-candi di kompleks Prambanan dihiasi dengan
kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata), bentuk ratna Prambanan merupakan
modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu
Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai
kemuncak atau mastaka candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat
sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti
batu pripih ini ditemukan diatas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan
korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara
bertuliskan Waruna (dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat
lembaran tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir
permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas
(5 diantaranya berbentuk kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).

Relief

Panil khas Prambanan, singa di dalam relung diapit dua pohon kalpataru yang masing-masing
diapit oleh sapasang kinnara-kinnari atau sepasang margasatwa.

Ramayana dan Krishnayana

Candi ini dihiasi relief naratif yang menceritakan epos Hindu; Ramayana dan Krishnayana.
Relif berkisah ini diukirkan pada dinding sebelah dalam pagar langkan sepanjang lorong
galeri yang mengelilingi tiga candi utama. Relief ini dibaca dari kanan ke kiri dengan gerakan
searah jarum jam mengitari candi. Hal ini sesuai dengan ritual pradaksina, yaitu ritual
mengelilingi bangunan suci searah jarum jam oleh peziarah. Kisah Ramayana bermula di sisi
timur candi Siwa dan dilanjutkan ke candi Brahma temple. Pada pagar langkan candi Wisnu
terdapat relief naratif Krishnayana yang menceritakan kehidupan Krishna sebagai salah satu
awatara Wishnu.

Relief Ramayana menggambarkan bagaimana Shinta, istri Rama, diculik oleh Rahwana.
Panglima bangsa wanara (kera), Hanuman, datang ke Alengka untuk membantu Rama
mencari Shinta. Kisah ini juga ditampilkan dalam Sendratari Ramayana, yaitu pagelaran
wayang orang Jawa yang dipentaskan secara rutin di panggung terbuka Trimurti setiap
malam bulan purnama. Latar belakang panggung Trimurti adalah pemandangan megah tiga
candi utama yang disinari cahaya lampu.

Lokapala, Brahmana, dan Dewata

Di seberang panel naratif relief, di atas tembok tubuh candi di sepanjang galeri dihiasi arca-
arca dan relief yang menggambarkan para dewata dan resi brahmana. Arca dewa-dewa
lokapala, dewa surgawi penjaga penjuru mata angin dapat ditemukan di candi Siwa.
Sementara arca para brahmana penyusun kitab Weda terdapat di candi Brahma. Di candi
Wishnu terdapat arca dewata yang diapit oleh dua apsara atau bidadari kahyangan.
Panil Prambanan: Singa dan Kalpataru

Di dinding luar sebelah bawah candi dihiasi oleh barisan relung (ceruk) yang menyimpan
arca singa diapit oleh dua panil yang menggambarkan pohon hayat kalpataru. Pohon suci ini
dalam mitologi Hindu-Buddha dianggap pohon yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan
manusia. Di kaki pohon Kalpataru ini diapit oleh pasangan kinnara-kinnari (hewan ajaib
bertubuh burung berkepala manusia), atau pasangan hewan lainnya, seperti burung, kijang,
domba, monyet, kuda, gajah, dan lain-lain. Pola singa diapit kalpataru adalah pola khas yang
hanya ditemukan di Prambanan, karena itulah disebut "Panil Prambanan".

Museum Prambanan
Di dalam kompleks taman purbakala candi Prambanan terdapat sebuah museum yang
menyimpan berbagai temuan benda bersejarah purbakala. Museum ini terletak di sisi utara
Candi Prambanan, antara candi Prambanan dan candi Lumbung. Museum ini dibangun dalam
arsitektur tradisional Jawa, berupa rumah joglo. Koleksi yang tersimpan di museum ini
adalah berbagai batu-batu candi dan berbagai arca yang ditemukan di sekitar lokasi candi
Prambanan; misalnya arca lembu Nandi, resi Agastya, Siwa, Wishnu, Garuda, dan arca
Durga Mahisasuramardini, termasuk pula batu Lingga Siwa, sebagai lambang kesuburan.

Replika harta karun emas temuan Wonoboyo yang terkenal itu, berupa mangkuk berukir
Ramayana, gayung, tas, uang, dan perhiasan emas, juga dipamekan di museum ini. Temuan
Wonoboyo yang asli kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Replika model
arsitektur beberapa candi seperti Prambanan, Borobudur, dan Plaosan juga dipamerkan di
museum ini. Museum ini dapat dimasuki secara gratis oleh pengunjung taman purbakala
Prambanan karena tiket masuk taman wisata sudah termasuk museum ini. Pertunjukan audio
visual mengenai candi Prambanan juga ditampilkan disini.

Galeri
Arca Siwa Mahadewa di Prambanan

Arca Brahma di Prambanan

Arca Wishnu di Prambanan


Arca Ganesha di Prambanan

Panil Dewata diapit dua Apsara di Candi Wishnu

Usaha rehabilitasi akibat gempa bumi Mei 2006

Sendratari Ramayana di panggung terbuka Trimurti Prambanan

CANDI SAMBISARI
Sambisari

Candi Sambisari, situs yang mula-mula tertutup tanah


Lokasi dalam Topografi Jawa
Informasi bangunan
Lokasi dekat Kota Yogyakarta, DIY
Negara Indonesia
74545LS 1102649BTKoordinat:
Koordinat
74545LS 1102649BT
Wangsa Sailendra atau Kerajaan Medang
Klien
Mataram
Penyelesaian kira-kira abad ke-8
Jenis candi

Candi Sambisari adalah candi Hindu (Siwa) yang berada kira-kira 12 km di sebelah timur
kota Yogyakarta ke arah kota Solo atau kira-kira 4 km sebelum kompleks Candi Prambanan.
Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman
Kerajaan Mataram Kuno.

Penemuan
Candi ini ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani di Desa Sambisari dan dipugar
pada tahun 1986 oleh Dinas Purbakala. Nama desa ini kemudian diabadikan menjadi nama
candi tersebut.

Posisi Candi Sambisari terletak 6,5 meter di bawah permukaan tanah, kemungkinan besar
karena tertimbun lahar dari Gunung Merapi yang meletus secara besar-besaran pada awal
abad ke-11 (kemungkinan tahun 1006). Hal ini terlihat dari banyaknya batu material volkanik
di sekitar candi.

Bangunan
Dengan dikelilingi oleh pagar batu dengan ukuran 50 m x 48 m, kompleks ini mempunyai
candi utama didampingi oleh tiga candi perwara (pendamping). Pada bagian luar dinding
bangunan utama terdapat relung yang berisi patung Durga Mahisasuramardini (di sebelah
utara), patung Ganesha (sebelah timur), patung Agastya (sebelah selatan), dan di sebelah
barat terdapat dua patung dewa penjaga pintu: Mahakala dan Nandiswara. Di dalam candi
utama terdapat lingga dan yoni dengan ukuran cukup besar. Pada saat penggalian ditemukan
berbagai benda lainnya di antaranya adalah beberapa tembikar, perhiasan, cermin logam,
serta prasasti.

Bangunan utama Candi Sambisari

CANDI RATU BOKO


Ratu Boko

Pintu gerbang kompleks Ratu Boko

Lokasi dalam Topografi Jawa


Informasi bangunan
Lokasi dekat Kota Yogyakarta, DIY
Negara Indonesia
74616LS 1102928BTKoordinat:
Koordinat
74616LS 1102928BT
Wangsa Sailendra atau Kerajaan Medang
Klien
Mataram
Penyelesaian kira-kira abad ke-8
Jenis kompleks keraton

Situs Ratu Boko yang berada di atas bukit di selatan Candi Prambanan

Situs Ratu Baka (Bahasa Jawa: Candhi Ratu Baka) adalah situs purbakala yang merupakan
kompleks sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek
Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota
Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Situs Ratu Baka terletak di sebuah bukit pada ketinggian
196 meter dari permukaan laut. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25 ha.[1]

Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs pemukiman, namun
fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas.[2] Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan
orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan
Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs
ini merupakan bekas keraton (istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa
kompleks ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah istana
berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit kering sebagai struktur
pertahanan.[3] Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.

Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (Bahasa Jawa, arti
harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi
utama pada komplek Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda
rakyat setempat Loro Jonggrang.

Secara administratif, situs ini berada di wilayah dua Dukuh, yakni Dukuh Dawung dan
Dukuh Sambireja, Desa Bokoharjo dan Desa Prambanan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta, Indonesia.

Situs ini dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.

Riwayat
Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang
menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri
merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta
hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang
dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah
disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.
Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M merupakan bukti tertulis yang
ditemukan di situs Ratu Baka. Dalam prasasti ini menyebut seorang tokoh bernama
Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M), serta menyebut suatu
kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang
bebas dari bahaya"). Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai Raja karena
menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah
satunya dengan mendirikan wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M.
Rakai Panangkaran menganut agama Buddha demikian juga bangunan tersebut disebut
Abhayagiri Wihara adalah berlatar belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya
Arca Dyani Buddha. Namun ditemukan pula unsurunsur agama Hindu di situs Ratu Boko
Seperti adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.

Tampaknya, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi benteng pertahanan
bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti
Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-
ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam
pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari.

Di dalam kompleks ini terdapat bekas gapura, ruang Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan,
keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi.

Keistimewaan Candi Ratu Boko


Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya
berbentuk bangunan keagamaan, situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap
dengan gerbang masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung.

Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif
landai, situs Ratu Boko terletak di atas bukit yang lumayan tinggi. Ini membuat kompleks
bangunan ini relatif lebih sulit dibangun dari sudut pengadaan tenaga kerja dan bahan
bangunan. Terkecuali tentu apabila bahan bangunan utamanya, yaitu batu, diambil dari
wilayah bukit ini sendiri. Ini tentunya mensyaratkan terlatihnya para pekerja di dalam
mengolah bukit batu menjadi bongkahan yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan.

Kedudukan di atas bukit ini juga mensyaratkan adanya mata air dan adanya sistem
pengaturan air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kolam pemandian merupakan
peninggalan dari sistem pengaturan ini; sisanya merupakan tantangan bagi para arkeolog
untuk merekonstruksinya.

Posisi di atas bukit juga memberikan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi
para penghuninya, selain tentu saja membuat kompleks ini lebih sulit untuk diserang lawan.

Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang sekarang
biasa disebut "tempat kremasi". Mengingat ukuran dan posisinya, tidak pelak lagi ini
merupakan tempat untuk memperlihatkan sesuatu atau suatu kegiatan. Pemberian nama
"tempat kremasi" menyiratkan harus adanya kegiatan kremasi rutin di tempat ini yang perlu
diteliti lebih lanjut. Sangat boleh jadi perlu dipertimbangkan untuk menyelidiki tempat ini
sebagai semacam altar atau tempat sesajen.
Taman Wisata Ratu Boko
Pemerintah pusat sekarang memasukkan komplek Situs Ratu Boko ke dalam otorita khusus,
bersama-sama dengan pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu
BUMN, setelah kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO.
Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko ditata ulang pada beberapa tempat untuk dapat
dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.

Terdapat bangunan tambahan di muka gapura, yaitu restauran dan ruang terbuka (Plaza
Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun dengan kapasitas sekitar 500 orang,
dengan vista ke arah utara (kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola
menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu
wisata.

Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya
Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat
sembilan buah candi.

Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya
Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).

Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini
terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini
cukup dingin (berkisar antara 19-27 C)

Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam
yang indah. Selain itu, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pemandian air panas dari
mata air yang mengandung belerang, area perkemahan, dan wisata berkuda.
Jarak tempuh
Untuk menempuhnya, diperlukan perjalanan sekitar 40 menit dari Kota Ambarawa dengan
jalanan yang naik, dan kemiringannya sangat tajam (rata-rata mencapai 40 derajat). Lokasi
candi juga dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dari obyek wisata Bandungan. Berikut
daftar jarak tempuh menuju candi ini.

Gedong Songo - Ungaran : 25 km


Gedong Songo - Ambarawa : 15 km
Gedong Songo - Semarang : 45 km

Anda mungkin juga menyukai