Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Unit Rawat Jalan RS Pku Muhammadiyah Wonosobo
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Unit Rawat Jalan RS Pku Muhammadiyah Wonosobo
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru Di Unit Rawat Jalan RS Pku Muhammadiyah Wonosobo
SKRIPSI
Diajukan oleh:
CHASANAH SETYORINI
Diajukan oleh
MUHANI’AH
A21601459
2017
Halaman Pengesahan Proposal
Halaman Persetujuan
Telah disetujui dan dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk diujikan Pada
Tanggal
Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Nama Nama
Mengetahui
Nama
Halaman Pengesahan Skripsi akhir
Halaman Pengesahan
MUHANI’AH
A21601459
pada tanggal
1. ……………………………..(Ketua) (…………………)
2. ……………………………..(Anggota) (…………………)
3. ……………………………..(Anggota) (…………………)
Mengetahui
(…………………………….)
Halaman Pernyataan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya ajukan tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis digunakan sebagai rujukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Gombong,
Materai 6000
Muhani’ah
Halaman pernyataan bebas plagiarisme
Nama : Muhani’ah
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul
Apabila dikemudian hari diketemukan seluruh atau sebagian dari skripsi tersebut
terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa unsur paksaan
dari siapapun.
Dibuat di Wonosobo
Pada
Tanggal … bulan…tahun
(…………………..) (……………………….)
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi
Nama : Muhani’ah
NIM : A21601459
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini STIKES Muhammadiyah Gombong berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenarnya.
Yang Menyatakan
Muhani’ah
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien TB paru di Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat dukungan keluarga pada pasien TB Paru di
Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo
b. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru di
Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah daftar pustaka mengenai
hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien
TB paru di Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo.
Tabel 2.2 Efek Samping Berat dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat Efek Samping Penanganan
Streptomisin Tuli, gangguan keseimbangan Streptomisin
dihentikan, ganti
Etambutol
Etambutol Gangguan penglihatan Hentikan
Etambutol
Rifampisin Purpura dan rejatan (syok) Hentikan
Rifampisin
Semua jenis Gatal dan kemerahan kulit Diberi
OAT antihistamin
Hampir semua Ikterus tanpa penyebab lain, Hentikan semua
OAT bingung dan muntah-muntah OAT sampai
ikterus
menghilang dan
segera lakukan tes
fungsi hati
B. Kepatuhan
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat
pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh dokternya atau orang lain (Smet, 1994).
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran
klinis dari dokter yang mengobatinya (Caplan, 1997). Menurut
Haynes (1997), kepatuhan adalah secara sederhana sebagai perluasan
perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti
diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis.
Kepatuhann pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven,
2002). Sedangkan Gabit (1999) mendefinisikan kepatuhan atau
ketaatan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien
terhadap pengobatan yang telah ditentukan. Penderita yang patuh
berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan
lengkap secara terputus selama minimal 6 bulan sampai 9 bulan.
Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2
bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan Drop Out jika lebih dari
2 bulan berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi
petugas kesehatan (Depkes RI, 2000).
Menurut Cuneo dan Snider (1999) pengobatan yang
memerlukan jangka waktu yang panjang akan memberikan
pengaruh-pengaruh pada penderita seperti :
a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita
tanpa keluhan atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan
harus menjalani pengobatan sekian lama.
b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah
menjalani pengobatan 1-2 bulan atau lebih, keluhan akan
segera berkurang atau hilang sama sekali penderita akan
merasa sembuh dan malas untuk meneruskan pengobatan
kembali.
c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga
menurunkan motivasi yang akan semakin menurun dengan
lamanya waktu pengobatan.
d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya
yang harus dikeluarkan.
e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan
rasa tidak nyaman terhadap penderita.
f. Sukar untuk meyadarkan penderita untuk terus minum obat
selama jangka waktu yang ditentukan.
Karena jangka waktu yang ditetapkan lama maka terdapat
beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu penderita
berobat teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak
berobat secara teratur (defaulting) atau penderita sama sekali tidak
patuh dalam pengobatan yaitu putus berobat atau drop out (Depkes
RI, 2006). Oleh karena itu menurut Cramer (2001) kepatuhan
penderita dapat dibedakan menjadi :
a. Kepatuhan penuh (Total compliance)
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur
sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh
memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.
b. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance)
Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan
obat sama sekali.
2. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa kepatuhan
penderita TBC minum obat secara teratur adalah merupakan
tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan yang dapat dipengaruhi
oleh faktor dalam diri penderita (faktor internal) maupun dari luar
(eksternal). Faktor internal yanitu umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap dan kepercayaan.
Sedangkan faktor eksternal yaitu, dukungan keluarga, peran
petugas, lama minum obat, efek samping obat, tersedianya obat
serta jarak tempat tinggal yang jauh.
Sementara itu menurut Niven (2002) bahwa faktor-faktor yang
memepengaruhi kepatuhan adalah :
a. Faktor penderita atau individu
1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dari
individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap
mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku penderita dalam control penyakitnya.
2) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat
menjalani kehidupan. Penderita yang berpegangan
teguh terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang
tabah dan tida mudah putus asa serta dapat menerima
keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih
baik. Kemampuan untuk melakukan kontrol
penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan
penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang
kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan
jika mengetahui akibatnya (Niven, 2002).
b. Dukungan Keluarga
Dukungan kelaurga merupakan bagian dari
penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan.
Penderita akan mearasa senang dan tentram apabila
mendapat perhatian dan dukungan dari kelaurganya,
karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan
kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola
penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti
saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk
menunjang pengelolaan penyakitnya (Niven, 2002).
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari
anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting
dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga
dapat mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit
tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan
(Niven, 2002).
d. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang
dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka
terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat
yang baru tersebut merupakan hal penting, begitu juga mereka
dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara
menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari
pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan
yang positif bagi pasien yang telah mampu beradaptasi dengan
program pengobatannya (Niven, 2002).
Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka
panjang, sehingga kepatuhan minum obat (adherence) juga
sering menjadi masalah yang harus dipikirkan sejak awal
pengobatan. Minum obat yang tidak rutin terbukti telah
menyebabkan resistensi obat yang dapat menyebabkan
kegagalan pengobatan (Depkes RI, 2006).
C. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Kelurga adalah bentuk sosial yang utama yang merupakan tempat
untuk peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit (Campbell,
1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Friedman
(1998) keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh
ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seseorang
anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada
sistem keluarga, khususnya pada struktur perannya dan pelaksanaan
fungsi-fungsi keluarga. Sebaliknya, efek menghancurkan, secara
negatif bisa mempengaruhi hasil dari upaya-upaya pemulihan atau
rehabilitasi (Friedman, 1998).
2. Struktur Kekuatan Keluarga
Menurut Friedman (1998), terdapat struktur kekuatan keluarga
yaitu terdiri dari pola dan proses komunikasi dalam keluarga, struktur
peran, struktur kekuatan keluarga dan nilai-nilai dalam keluarga.
Keluarga yang mempunyai struktur kekuatan keluarga yang masing-
masing berjalan dengan baik maka sistem didalamnya akan berjalan
dengan baik pula.
a. Tipe struktur kekuatan :
1) Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol,
seperti orang tua terhadap anak).
2) Referent power (seseorang yang ditiru).
3) Resource or expert power (pendapat ahli).
4) Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya
harapan yang akan diterima).
5) Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai
keinginannya).
6) Informational power (pengaruh yang dilalui melalui
proses persuasi).
7) Affective power (pengaruh yang diberikan melalui
manipulasi dengan cinta kasih).
b. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang
secara sadar atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam
suatu budaya. Nilai suatu keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan
peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik menurut
masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya
adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari,
dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah (Friedman, 1998).
3. Sistem Keluarga
Keluarga dipandang sebagai system social terbuka yang ada dan
berinteraksi dengan system ayang lebih besar (suprasistem)dari
masyarakat (misalnya : politik, agama, sekolah dan pemberian
pelayanan kesehatan). System keluarga terdiri dari bagian yang saling
berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam
pola interaksi (subsistem). Seperti pada seluruh sitem, sistem keluarga
mempunyai tujuan yang berbeda berdasarkan tahapan dalam siklus
hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual anggota
keluarga (Friedman, 1998).
4. Tugas Kesehatan Keluarga
Menurut Friedman (1998), keluarga dipandang sebagai suatu
sistem, maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga
dapat mempengaruhi seluruh sitem. Keluarga juga sebagai suatu
kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau
memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya. Untuk
itu, keluarga mempunyai beberapa tugas kesehatan yang harus
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan anggota keluarga,
yaitu :
a. Mengenal gangguan kesehatan setiap anggotanya ; keluarga
mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah kesehatan yang
meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan
yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap
masalah.
b. Mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat :
keluarga mengetahui mengenai sifat dan luasnya masalah
sehingga keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat
untuk menyelsaikan masalah kesehatan yang sedang dialami
keluarganya.
c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya ketika
sakit : keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit,
manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya sikap keluarga
terhadap pemeliharaan kesehatan.
d. Mempertahankan suasana yang menguntungkan untuk
kesehatan.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota
keluarga dan lembaga kesehatan.
5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman et.al (2003), terdapat 5 fungsi dasar keluarga
yaitu fungsi efektif, sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan perawatan
keluarga.
a. fungsi afektif : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
psikososial keluarga. Setiap anggota keluarg akan
mengembangkan sikap saling menghormati, saling
menyayangi, dan mencintai dan akan mempertahankan
hubungan yang akrab dan intim sesama anggota keluarga
sehingga masing-masing anggota keluarga akan dapat
mengembangkan konsep diri yang positif. Kebahagiaan dan
kegembiraan mengindikasikan bahwa fungsi afektif keluarga
berhasil dicapai.
b. Fungsi sosialisasi : adalah proses perkembangan dan perubahan
yang dilalui individu sepanjang kehidupannya, sebagai respon
terhadap situasi yang berpola dari lingkungan social. Fungsi ini
dapat dicapai melalui interaksi dan hubungan yang harmonis
sesame anggota keluarga. Sehingga masing-masing anggota
keluarga mampu menerima suatu tugas dan peran dalam
keluarga.
c. Fungsi reproduksi : keluarga berfungsi untuk menjaga
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk meyediakan
sumber-sumber ekonomi yang memadai dan mengalokasikan
sumber-sumber dana atau keuangan yang cukup, maka tidak
jarang keluarga tidak membawa penderita ke pelayana
kesehatan.
e. Fungsi perawatan kesehatan adalah bagaimana kemampuan
keluarga untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada
pasien dan kemampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit.
6. Peran Keluarga
Menurut Friedman et.al (2003), peran keluarga dibagi menjadi dua
bagian peran yaitu, peran formal dan informal ;
a. Peran formal
Peran formal keluarga antara lain provider/penyedia, pengatur
rumah tangga, perawatan anak, sosialisasi anak, rekreasi,
persaudaraan, terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif) dan
seksual.
b. Peran informal
Peran informal biasanya untuk memenuhi kebutuhan
emosional individu dan menjaga keseimbangan dalam
keluarga. Peran tersebut berupa : pendorong, pengharmonis,
inisiator-konstributor, pendamai, penghalang, dominator,
penyalah, pengikut, pencari pengakuan, perawat keluarga,
pioneer keluarga, coordinator keluarga, penghubung keluarg
adan saksi.
Peran keluarga dilakukan dengan cara bersama-sama dengan
anggota dari suatu kelompok/keluarga dan tidak dilakukan
secara terpisah. Akan tetapi pada kenyataannya, terkdang peran
itu berubah seiring dengan terjadinya perubahan kondisi dan
situasi. Hal ini dapat diketahui apabila salah satu anggota
keluarga sakit. Maka dibutuhkan kemampuan keluarga dalam
hal ini adalah pengetahuan, pembuatan keputusan tentang
kesehatan, tindakan untuk mengatasi penyakit atau perawatan
dan penggunaan layanan kesehatan (friedman et.al, 2003).
D. Dukungan Keluarga
1. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupaka bantuan yang dapat diberikan
kepada keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang
mana membuat penerima dukungan akan merasa disayangi, dihargai,
dan tentram (Taylor, 2006). Dukungan keluarga sangat dibutuhkan
dalam menentukan kepatuhan pengobatan, jika dukungan keluarga
diberika pada pasien TB Paru maka akan memotivasi pasien tersebut
untuk patuh dalam pengobatannya dan meminum obat yang telah
diberikan oleh petugas kesehatan. Sejumlah orang lain yangpotensial
memberikan dukungan tersebut disebut sebagai significant other,
misalnya sebagai seorang istri significant other nya adalah suami,
anak, orang tua, mertua dan saudara-saudara.
Friedman (1998), berpendapat orang yang hidup dalam lingkungan
yang bersifat suoortif, kondisinya jauh lebih baik dari pada mereka
yang tidak memiliki lingkungan suportif. Dalam hal ini, penting sekali
bagi pasien dengan TB Paru untuk berada dalam lingkungan keluarga
yang mendukung kesehatannya. Sehingga pasien dengan TB Paru akan
selalu terpantau kesehatannya. Dukungan keluarga mengacu pada
dukungan-dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
suatu yang dapat diakses/diadakan oleh keluarga (dukungan bisa
digunakan atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan).
2. Sumber Dukungan
Sumber dukungan keluarga dapat berupa :
a. Dukungan keluarga internal : seperti dukungan dari suami
(memberikan kepedulian, cinta dan rasa nyaman), orang tua,
mertua, dan dukungan dari keluarga kandung.
b. Dukungan keluarga eksternal : adalah dukungan keluarga
eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja social
keluarga).
3. Jenis Dukungan
Menurut Friedman (1998), dan Bomar (2004), menjelaskan 4 jenis
dukungan keluarga, yaitu :
a. Dukungan emosional : yaitu mengkomunikasikan cinta, peduli,
percaya pada anggota keluarga yang menderita TB Paru.
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan nyaman untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Jenis dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati,
peduli terhadap seseorang sehingga memberikan perasaan
nyaman, membuat individu merasa lebih baik. Individu
memperoleh kembali keyakinan diri, kepercayaan diri, merasa
dimiliki serta merasa dicintai pada saat mengalami stres.
Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh social support
jenis ini akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran
atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
b. Dukungan instrumental : yaitu membantu orang secara
langsung mencakup memberi uang dan tugas rumah. Dukungan
instrumental ini mengacu pada penyediaan barang, atau jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. Taylor, (2006) menyatakan pemberiann dukungan
instrumental meliputi penyediaan pertolongan. Keluarga
merupaka sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
4. Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi
sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-
beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam
semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal
ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).
Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik
efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari
stres terhadap kesehatan) dan efek-efek penyangga dan utama
(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari
kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan
utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan
boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan
dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit (Ryan dan
Austin dalam Friedman).
5. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan
Sarafino (2006), menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan atau tidak.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah ;
a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseoraang tidak akan menerima dukungan dari orang lain
jika tidak suka berisolasi, tidak suka menolong orang lain dan
tidak ingin orang lain tahu bahwa dia membutuhkan bantuan.
Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami
bahwa dia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain,
atau merasa bahwa dia seharusnya mandiri dan tidak
mengganggu orang lain, ayau merasa tidak nyaman saat orang
lain menolongnya, dan tidak tahu kepada siapa dia harus
meminta pertolongan.
b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan kepada
orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk
menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus
menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap
sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain
membutuhkan dukungan darinya.
2.2 Kerangka Teori
Kepatuhan minum
obat penderita TBC :
- Patuh
- Tidak patuh
Dukungan keluarga :