Terdapat Beberapa Macam Alat Untuk Mengkarakterisasi Material Yang Berukuran Nanometer

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Nanomaterial adalah bidang ilmu material dengan pendekatan berbasis Nanoteknologi.

Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran sangat kecil.
Materi atau devais ini berukuran antara (1 – 100) nanometer. Satu nm sama dengan satu-per-
milyar meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia.
Ukuran (1 – 100) nm ini disebut juga dengan skala nano (nanoscale). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa nanomaterial itu adalah bahan atau material yg berukuran sangat kecil (skala nano) yaitu
1-100 nm. Teknologi nano meliputi pencitraan, pemodelaan, pengukuran, fabrikasi dan
memanipulasi sesuatu pada skala nano.

Sintesa Nanomaterial

Pembuatan nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu


pendekatan top-down dan bottom-up.

1) Top down

Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan dan dihaluskan sedemikian
rupa sampai berukuran nano meter. Pendekatan top-down dapat dilakukan dengan teknik MA-
PM (mechanical alloying-powder metallurgy) dan atau MM-PM (mechanical milling-powder
metallurgy), Dalam mekanisme mechanical alloying, material dihancurkan hingga menjadi
bubuk dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran partikelnya sampai berukuran puluhan
nanometer. Kemudian, bubuk yang telah halus disinter hingga didapatkan material final.
Contohnya nano baja diperoleh dari penghalusan bubuk besi dan karbon hingga berukuran 30
nm, dan disinter pada suhu 723°C pada tekanan 41 Mpa dalam suasana gas nitrogen.

Teknik MM-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) ini dapat dilakukan dengan :

a) Ball milling

Teknologi ball milling yaitu menggunakan energi tumbukan antara bola-bola penghancur dann
dinding wadahnya. Untuk mendapatkan partikel nano dalam jumlah banyak dan dalam waktu
relatif pendek, dilakukan inovasi pada mesin ball mill, dengan merubah putaran mill menjadi
berlintasan planet (planetary) di dalam wadahnya yang memiliki tuas pada kedua sisi, untuk
mengatur sudut putaran yang optimal. Dan distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia
seperti polyvinyl alcohol (PVA) atau polyethilene glycol (PEG) sehingga membentuk
nanokoloid yang stabil (Fahlefi, 2010)

b) Ultrasonic milling atau sonikasi

Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 kHz –
10 MHz. Gelombang ultrasonik ditembakkan ke dalam mediium cair untuk menghasilkan
kavitasi bubble yang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano. Gelombang
ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan acoustic cavitation.
Selama proses cavitation akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan gelembung), yaitu
pecahnya gelombang akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa hotspot yang melibatkan
energi yang sangat tinggi. Dimana hotspot adalah pemanasan lokal yang sangatintens sekitar
5000 K pada tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan pendinginannya sekitar 1010 K/s

2) Bottom up

Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan mengontrol atom demi
atom atau molekul demi molekul sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi
tertentu yang diinginkan. Sintesa nanomaterial dilaku-kan dengan mereaksikan berbagai larutan
kimia dengan langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang
meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpar-tikel setelah melalui proses
pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan nanopartikel
dengan distribusi uku-ran yang relatif homogen (Gambar 1).

Pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom up (Kumar, 2005)

Paduan logam organik didekomposisi (di-reduksi) secara terkontrol sehingga ikatan logam dan
ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang
stabil, yang dibangkitkan baik dengan meng-gunakan katalis maupun melalui proses tumbukan.
Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut ber-tumbuh membentuk nanopartikel. Untuk
menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, lang-kah stabilisasi
dilakukan dengan menggunakan larutan separator.

Pendekatan bottom up ini dapat dilakukan dengan:

a) Dekomposisi termal

1. Evaporasi
Dekomposisi lapisan tipis dengan cara penguapan dan pengembunan yang dilakukan di ruang
vakum.

2. Sputtering

Proses sputering adalah proses dengan cara penembakan bahan pelapis atau target dengan ion-
ion berenergi tinggi sehingga terjadi pertukaran momentum. Proses sputtering mulai terjadi
ketika dihasilkan lucutan listrik dan gas sputer secara listrik menjadi konduktif karena
mengalami ionisasi.

3. CVD (Chemical Vapour Deposition)

Merupakan proses yang didasarkan pada hidrolisis dan polikondensasi dari prekusor yang
dibentuk melalui metode dip coating atau spin coating.

4. MOCVD

Merupakan teknik deposisi uap kimia dengan metode pertumbuhan epitaksi pada material.
Misalnya material semikonduktor yang berasal dari material metalorganik dan hidrida logam.

Pembagian nano

a. Nol dimensi : Nanopartikel (oksida logam, semikonduktor, fullerenes)

b. Satu dimensi : Nanotubes, nanorods, nanowires

c. Dua dimensi : Thin films (multilayer, monolayer, self-assembled, mesoporous)

d. Tiga dimensi : Nanokomposit, nanograined, mikroporous, mesoporous, interkalasi,


organik dan anorganik hybrids.

Karakterisasi

Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer.
Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk mengkarakterisasi material yang berukuran
nanometer. Hal ini dikarenakan panjang gelombang cahaya tampak yang digunakan pada
mikroskop cahaya memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada dimensi sistem yang
diamati. Seperti yang diketahui bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700 nm.
Oleh karena itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang berukuran nanometer
(Lia.et.al, 2010).

1. SEM

Mikroskop elektron merupakan alat yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk
menguji objek yang berukuran sangat kecil. Pengujian ini dapat memperoleh informasi mengenai
topografi, morfologi, komposisi dan kristalografi. SEM adalah salah satu tipe mikroskop elektron
yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran suatu permukaan sampel.

2. XRD

Difraksi Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik material untuk
mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal maupun nonkristal. Difraksi
tergantung pada struktur kristal dan panjang gelombangnya. Metode difraksi sinar X digunakan
untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk.

3. STM

Scanning Tunneling Mikroscopies (STM) merupakan mikroskop non-optik yang dapat digunakan
untuk mengamati struktur permukaan suatu material. STM adalah mikroskop non-optik yang
membaca probe listrik pada permukaan yang kemudian dicitrakan untuk mendeteksi arus listrik
antara tip dan permukaan atom yang dipelajari. STM memungkinkan untuk memvisualisasikan
densitas elektron dan mengetahui posisi masing-masing atom dan jari-jari permukaan kisi. STM
menghasikan bentuk tiga dimensi dari permukaan yang berguna untuk mengkarakterisasi
kekasaran permukaan dan mengetahui ukuran dan komposisi molekul yang menyusun
permukaan atom.

4. XRF

XRF adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kandungan unsur dalam bahan yang
menggunakan metode spektrometri. XRF merupakan pemancaran sinar X dari atom tereksitasi
yang dihasilkan oleh tumbukan elektron berenergi tinggi, partikel-partikel lain, atau suatu berkas
utama dari sinar X lain. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan
pencacahan sinar-X karakteristik yang terjadi dari peristiwa efekfotolistrik.

5. TEM

Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk
material berukuran nanometer. Namun TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada SEM.
Malah, High Resolutin TEM (HR-TEM) dapat menentukan lokasi atom-atom dalam material.
Cara kerjanya pun sangat mirip dengan prinsip Rontgen dalam kedokteran.

6. AFM

AFM merupakan alat pengkarakterisasi material dengan menggunakan gaya atom antar tip dan
substrat. AFM adalah salah satu alat terpenting untuk pencitraan, mengukur, dan memanipulasi
materi pada skala nano.

Beberapa efek penting yang dimiliki benda jika ukurannya diperkecil menuju skala nano:

1. Efek permukaan
Semakin kecil ukuran benda maka permukaan atom penyusun benda tersebut yang terekspos
dipermukaan benda akan memiliki fraksi yang semakin besar. Nanomaterial memiliki surface
area yang besar daripada material awalnya. Hal ini dapat meningkatkan reaktifitas kimia dan
meningkatkan kekuatan sifat elektronik.

2. Efek ukuran

Hal ini diakibatkan karena ukuran dari nanomaterial menjadi komparabel dengan banyak
parameter fisis seperti ukuran gelombang kuantum, mean free path, ukuran koherensi, dan
domain dimensi yang kesemuanya menentukan sifat – sifat dari material.

3. Efek kuantum

Berdasarkan teori Kubo mengenai energi gap elektron yang dirumuskan sebagai:

ΔE=A/d^E

dimana ΔE adalah energi gap, d sebagai diameter partikel, dan A adalah konstanta material
Ketika perbedaan energi (delta E) lebih besar dari nilai k.T (maksimal internal energi dari
sistem), maka akan banyak sifat yang ada pada bulk material yang hilang dan digantikan dengan
sifat yang unik.

Pita energi yang kontinyu tergantikan oleh energi level yang terpisah jika ukuran partikel
mendekati radius Bohr dari elektron dalam padatan hal ini dikenal dengan efek kuantum. Untuk
nanomaterial, energi bandgap sangat sensitif terhadap morfologinya (ukuran, bentuk, defek) dan
dari distribusi komposisinya.

Kombinasi dari efek – efek tersebut menimbulkan munculnya sifat fisis yang berbeda dari sifat
yang dimiliki oleh bulk materialnya. Fenomena unik yang dapat diamati pada sifat-sifat
magnetik, mekanik, listrik, termal, optik, kimia dan biologi yaitu : (

1. Sifat elektrik : Nanomaterial dapat mempunyai energi lebih besar dari pada material ukuran
biasa karena memiliki surface area yang besar. Hal ini berkaitan dengan resistivitas elektrik yang
mengalami kenaikan dengan berkurangnya ukuran partikel. Contohnya : material yang bersifat
isolator dapat bersifat konduktor ketika berskala nano, sedangkan contoh aplikasinya: Baterai
logam nikel hibrida terbuat dari nanokristalin nikel dan logam hibrida yang membutuhkan sedikit
recharging dan memiliki masa hidup yang lama. Efisiensi efek termoelektrik akan meningkat
pada bahan beskala nano. Partikel logam/semikonduktor berukuran nano memiliki warna emisi
berbeda dibandingkan partikel tersebut dengan ukuran skala mikro.

2. Sifat magnetik : tingkat kemagnetan akan meningkat dengan penurunan ukuran butiran
partikel dan kenaikan spesifik surface area persatuan volume partikel sehingga nanomaterial
memiliki sifat yang bagus dalam peningkatan sifat magnet (ketika ukuran butir bahan magnetik
diperkecil hingga skala nano, bahan feromagnetik berubah menjadi bahan superparamagnetik).
Contohnya: Magnet nanokristalin yttrium-samarium-cobalt memiliki sifat magnet yang luar
biasa dengan luas permukaan yang besar.
3. Sifat mekanik lebih besar bila dibandingkan dengan material dengan ukuran biasa (salah satu
sifat mekanik bahan adalah kekuatan luluh yaitu batas maksimum kekuatan suatu bahan sebelum
mengalami deformasi plastis (berubah bentuk). Jika ukuran butir suatu logam atau keramik lebih
kecil dari ukuran butir kritis (<100 nm) , sifat mekanik bahan berubah dari keras menjadi
lunak.Contoh aplikasinya :Apabila material nano digunakan pada cat, akan berefek antigores,
antiluntur, dan memantulkan panas. Cat berpartikel nano akan membuat rumah atau kendaraan
tetap sejuk meski terpapar sinar matahari.

4. Sifat optik : Sistem nanomaterial memiliki sifat optik yang menarik, yang mana berbeda
dengan sifat kristal konvensional. Kunci penyumbang faktor masuknya quantum tertutup dari
pembawa elektrikal pada nanopartikel, energi yang efisien dan memungkinkan terjadinya
pertukaran karena jaraknya dalam sekala nano serta memiliki sistem dengan interface yang
tinggi. Dengan perkembangan teknologi dan material mendukung perkembangan sifat
nanofotonik. Dengan sifat optik linier dan nonlinier material nano dapat dibuat dengan
mengontrol dimensi kristal dan surface kimia, teknologi pembuatan menjadi faktor kunci untuk
mengaplikasikan. Contoh: Electrochromik untuk liquid crystal display (LCD)

5. Sifat kimia : Merupakan faktor yang penting untuk aplikasi kimia nanomaterial yaitu
penumbahan surface area yang mana akan mngningkatkan aktivitas kimia dari material tersebut.
Contoh aplikasi : Teknologi fuel cell dimana dalam fuel cell digunuakan logam Pt dan Pt-Ru

6. Sifat katalisis :Nanomaterial cenderung memiliki aktivitas katalisis yang lebih baik. Hal ini
disebabkan luas permukaan yang bertambah dan atom diujung – ujung permukaan semakin
banyak mengakibatkan bertambahnya reaktivitas dari bahan. Dibawah ini dicontohkan data
aktivitas dari logam emas untuk mengkatalis oksidasi CO dengan semakin mengecilnya ukuran
partikel.

Temperatur lebur nanomaterial

Temperatur lebur suatu material sangat bergantung pada ukuran partikelnya. Semakin kecil
ukuran suatu partikel makin kecil temperatur leburnya (Schaefer, 2010). Emas pada ukuran besar
(bulk) memiliki temperatur lebur 1.064oC, sementara jika ukurannya 2 nm temperatur leburnya
turun menjadi 200oC. Hubungan temperatur lebur dengan ukuran partikel dinyatakan oleh
Persamaan 2:

(2)

Dengan temperatur lebur pada ukuran bulk, α adalah konstanta yang bergantung pada
jenis material, ρ adalah densitas material, R adalah jari-jari partikel dan H adalah kalor laten fusi
material.

Lebar celah pita energi nanomaterial


Lebar celah pita energi suatu material dipengaruhi ukuran partikelnya (Schaefer, 2010). Jika
lebar celah pita energi suatu material telah diperoleh, maka ukuran partikel dapat ditentukan.
Hubungan antara jari-jari partikel Rdan lebar celah pita energi ΔE dapat dirumuskan sebagai:

(3)

Dimana: Eg adalah energi transisi hasil pengukuran nanopartikel, Egbulk adalah energi transisi
material dalam ukuran bulk, h adalah konstanta Plank, e adalah muatan elektron, mo adalah
massa diam elektron, me adalah massa efektif elektron, mh adalah massa hole, ε dan εo masing-
masing adalah konstanta dielektrik material dan permitivitasnya pada ruang hampa (Horasdia).

Aplikasi nanomaterial

Beberapa contoh aplikasi nanomaterial adalah sebagai berikut: (Ade, 2011)

1. Kesehatan

· Contrast agent untuk pencitraan sel dan terapi untuk mengobati kanker

· Nanoteknologi-on-a-chip

· Drug delivery vehicles

· Kosmetik yang dapat melindungi diri dari bahaya sinar ultraviolet .

2. Lingkungan Hidup: Nanofiltration terutama digunakan untuk menghilangkan ion atau


pemisahan fluida yang berbeda.

3. Elektronika: Salah satu aplikasi dalam elektronika adalah sebagai Memori Storage.

Kelebihan

· Dengan ukuran partikel yang sangat kecil namun efisiensi yang jauh lebih tinggi dibanding
pada saat partikel berukuran normal.

· Fenomena unik sifat-sifat mekanik, fisika, kimia, biologi, listrik, termal dan elektrik pada skala
nano membuka peluang aplikasi bahan dan teknologi nano diberbagai bidang.

· Dengan adanya fenomena unik diatas maka banyak inovasi baru misalnya : mengubah polusi
panas menjadi energi listrik, mobil berbahan baku nanas.

· Penerapan material nano bukan hanya pada bidang teknik, melainkan juga pada produk
makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
· Produk yang dihasilkan jauh lebih berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat enrgi karena tahan
panas, dan tidak memerlukan pendinginan, dengan demikian , akan menghemat biaya oprasional
dan pemeliharaan serta ramah lingkungan.

Kekurangan

· Nanopartikel berbahaya bagi kesehatan karena Nanopartikel dapat mengganggu jalannya


transportasi substansi vital masuk dan keluar sel, sehingga mengakibatkan kerusakan fisiologis
sel dan mengganggu fungsi sel normal.

· Bioavailability, didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menembus membran/lapisan


jaringan tubuh melalui berbagai cara paparan (kulit, pernafasan, dan pencernaan).

· Bioaccumulation, didefinisikan sebagai kemampuan partikel yang terabsorpsi untuk


terakumulasi didalam jaringan tubuh organisme dengan berbagai jalur paparan.

· Toxic Potential, efek dari toksisitas nanomaterial dimungkinkan melalui berbagai sebab yaitu
kemampuan oksidasi, inflamasi dari iritasi fisis, pelepasan dari radikal yang terkandung dan dari
pengotor (impurities) dari pembuatan nanomaterial misalkan sisa katalis, pengotor bahan baku
yang kurang murni.

Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi material yang berukuran nanometer.
Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk mengkarakterisasi material yang berukuran
nanometer. Hal ini dikarenakan panjang gelombang cahaya tampak yang digunakan pada
mikroskop cahaya memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada dimensi sistem yang
diamati. Seperti yang diketahui bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700 nm.
Oleh karena itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang berukuran nanometer.

Di bawah ini terdapat beberapa macam alat pengkarakterisasi nanomaterial :

1) SEM (scanning electron microscopy)

Peralatan SEM ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar di bawah ini :
SEM merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi nanomaterial. Beberapa hal yang
dikarakterisasi yaitu permukaan material tersebut. Jadi, setelah material diamati dengan SEM ini
maka akan diperoleh bagaimana bentuk permukaan material tersebut.

Lalu bagaimana prinsip kerja SEM?

Pada SEM, permukaan material ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Elektron
berenergi tinggi ini memiliki panjang gelombang yang sangat pendek yang bersesuaian dengan
panjang gelombang de Broglie. Proses ini mengakibatkan adanya elektron yang dipantulkan atau
dihasilkannya elektron sekunder. Elektron yang dipantulkan diterima oleh detektor. Lalu hasil
yang diterima diolah oleh program dalam komputer.

Ada beberapa syarat pada material yang dikarakterisasi dengan SEM ini. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa detektor mendeteksi elektron yang dipantulkan atau elektron sekunder yang
dihasilkan oleh material, maka sifat ini dimiliki oleh material yang berjenis logam. Jika material
yang bersifat isolator dikarakterisasi dengan SEM, maka hasilnya akan kabur dan mungkin akan
hitam. Lalu bagaimana mengkarakterisasi material isolator?

Hal ini dapat dilakukan dengan melapisi isolator tersebut dengan logam. Proses pelapisan ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan proses evaporasi atau proses sputtering.

Pada proses evaporasi, logam dipanaskan lalu menguap. uap logam ini menempel di atas
material isolator. Tebal lapisan diatur dengan mengatur waktu evaporasi.

Sedangkan pada proses sputtering, logam ditembaki dengan ion gas. Hal ini menyebabkan atom-
atom logam menjadi terlepas lalu menempel pada material isolator.
Skema dari SEM dapat ditunjukkan pada gambar berikut :

Pengkarakterisasian dengan SEM ini tidak boleh terlalu lama. Karena berkas elektron energi
tinggi yang digunakan akan menyebabkan atom-atom material menjadi terlepas sehingga
material akan menjadi rusak.

2) TEM (Transmission Electron Microscopy)

Berikut ini merupakan gambar tentang TEM :

Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material, biasanya untuk
material berukuran nanometer. Namun TEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada SEM.
Malah, High Resolutin TEM (HR-TEM) dapat menentukan lokasi atom-atom dalam material.
Cara kerjanya pun sangat mirip dengan prinsip Rontgen dalam kedokteran.
Seperti yang kita ketahui bahwa pada prinsip Rontgen, sinar-x disalurkan ke dalam tubuh. Lalu
ada sinar-x yang mengenai tulang dan ada yang tidak mengenai tulang. Pada bagian belakang
tubuh dipasangkan semacam detektor untuk menerima sinar-x yang diteruskan setelah melewati
tubuh. Ketika sinar-x mengenai tulang, maka ada sinar-x yang tidak diteruskan sehingga
menghasilkan bayangan tulang.

Sama seperti prinsip Rontgen, pada TEM digunakan berkas elektron energi tinggi kepada
material tipis. Material tersebut harus tipis agar elektron dapat menembus material. Bagian yang
keras dari material akan menyebabkan sedikitnya berkas elektron yang diteruskan. Lalu semua
hasilnya diolah melalui program komputer.

Berikut ini skema perbedaan antara SEM dan TEM :

3) AFM (Atomic Force Microscopy)

AFM terdiri atas beberapa perangkat seperti tip, cantilever, sensor piezoelectric, dan
photodetector. Tip merupakan jarum runcing yang digunakan untuk mengkarakterisasi material.
Berikut ini merupakan gambaran tentang tip dan cantilever :
Sedangkan berikut adalah gambaran tentang AFM :

Berdasarkan namanya, AFM merupakan alat pengkarakterisasi material dengan menggunakan


gaya atom antar tip dan substrat. Selama mengkarakterisasi material, tip digerakkan sepanjang
permukaan material. Hal ini menyebabkan kemiringan cantilever berubah-ubah. Perubahan
kemiringan ini akan memberikan informasi kedalaman dan tekstur permukaan benda. Biasanya
bagian ke arah normal lebih teliti daripada ke arah samping. Kekurangtelitian ke arah samping
diakibatkan ukuran tip lebih besar daripada beberapa bagian material.

Kemiringan cantilever juga dideteksi dengan photodetector. Jadi, sinar laser diberikan ke
cantilever lalu diterima oleh detektor. Lalu sinar laser yang sudah dideteksi oleh detektor akan
memberikan kemiringan cantilever.

Anda mungkin juga menyukai