Ketikan Kimia Medisinal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja

dan toksisitas obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa
organik asing lain (xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal.

Study metabolisme obat dan senyawa organik asing lain sangat


berkembang pesat pada dekade terakhir ini. Study ini sangat penting oleh karena
dapat digunakan untuk :
a. Menilai atau menaksir efikasi dan keamanan obat.
b. Merancang pengaturan dosis.
c. Menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya dari zat pengotor.
d. Mengevaluasi toksisitas bahan kimia.
e. Mengembangkan bahan tambahan makanan, peptisida dan herbisida, dengan
mengetahui proses metabolismenya pada manusia, hewan dan tanaman.
f. Dasar penjelasan terjadinya proses toksik, seperti karsinogenik, teratogenik dan
nekrosis jaringan.

Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu
:
a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respons biologis.
b. Pra – obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme
menjadi obat aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon
biologis (bioaktivasi).

Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi


metabolit tidak aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah
larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari tubuh.

Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik dibanding dengn


senyawa induk (biotoksifikasi), dan ada pula hasil metabolit obat yang
mempunyai efek farmakologis beberapa senyawa induk.
Contoh :
1. Bioaktivasi dan bioinaktivasi
Prontosil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamida, dalam tubuh
mengalami reduksi menjadi sulfanilamid yang aktif sebagai antibakteri
(bioaktivasi) dan kemudian terasetilasi membentuk asetilsulfanilamid yang
tidak aktif (bioinaktivasi).
Mekanisme proses bioaktivasi dan bioinaktivasi prontosil rubrum.

2. Bioaktivasi dan biotoksifikasi


Obat analgesik turunan para-aminofenol, seperti asetanilid dan fenasetin, di
tubuh mengalami metabolisme membentuk parasetamol (asetaminofen), yang
aktif sebagai analgesik (bioaktivasi). Senyawa – senyawa di atas kemudian
dimetabolisis lebih lanjut menjadi para-aminofenol, turunan-turunan anilin, N-
oksida dan hidroksilamin, yang di duga sebagai penyebab terjadinya
methemoglobin (biotoksifikasi).
Mekanisme reaksi bioaktivasi dan biotoksifikasi turunan p-aminofenol.
Beberapa senyawa tidak mengalami proses metabolisme dan diekskresikan
dari tubuh dalam bentuk tidak berubah.
a. Senyawa yang tidak larut dalam cairan tubuh, tidak diserap oleh saluran cerna
dan tahan terhadap pengaruh kimiawi dan enzimatik saluran cerna. Senyawa
ini langsung dikeluarkan melalui tinja.
Contoh : barium sulfat dan oleum ricini.

b. Senyawa yang mudah larut dalam cairan tubuh dan tahan terhadap pengaruh
kimiawi dan enzimatik. Senyawa ini relatif tidak toksik dan cepat dikeluarkan
melalui urin.
Contoh : asam mandelat, asam sulfonat alifatik dan aromatik.

Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non
polar, menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.

Banyak molekul senyawa organik yang mudah larut dalam lemak, diserap
oleh saluran cerna dan masuk ke peredaran darah. Molekul tersebut kemudian
menebus membran biologis secara difusi pasif, mencapai organ sasaran dan
menimbulkan efek farmakologis. Karena ada proses penyerapan kembali di
tubulus ginjal, sangat sedikit molekul lipofil yang diekskresikan melalui urin. Bila
obat yang bersifat lipofil tersebut tidak mengalami proses metabolisme, obat tetap
berada dalam peredaran darah atau pada jaringan, dan akan menunjukkan efek
biologis yang tidak terbatas. Karena ada usaha-usaha tubuh untuk mengeliminasi
senyawa asing, maka sebagian besar obat mengalami metabolisme, diubah
menjadi senyawa yang bersifat lebih polar, secara farmakologis tidak aktif dan
relatif tidak toksik, kemudian dikeluarkan melalui urin atau tinja.

Secara keseluruhan proses metabolisme molekul obat dan senyawa


endogen, seperti protein, lemak dan steroid, hanya melibatkan sejumlah kecil tipe-
tipe reaksi kimia dan relatif melibatkan sejumlah besar sistem enzim, baik yang
khas maupun tidak khas.
Secara skematik proses metabolisme obat dapat dilihat gambar 50

A. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI METABOLISME


OBAT

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu prses kimiawi dan
enzimatik sehingga menghasilkan lebihh dari satu metabolit. Jumlah metabolit
ditentukan oleh kadar dari aktivitas enzim yang berperan pada proses
metabolisme. Kecepatan metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa
kerja obat. Kecepatan metabolisme ini kemungkinan berbeda-beda pada
masing-masing individu. Penurunan kecepatan metabolisme akan
meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat, dan
kemungkinan meningkatkan toksisitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme
akan menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat
menjadi tidak efektif pada dosis normal.

Faktor—faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain adalah faktor


genetik atau keturunan, perbedaan spesies dan galur, perbedaan jenis kelamin,
perbedaan umur, penghambatan enzim metaboisme, induksi enzim
metabolisme dan faktor lain.
1. Faktor Genetik atau Keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang
terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik
atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan
metabolisme obat.
Contoh : metabolisme isoniazid, suatu obat antituberkulosis, terutama
melalui proses N-asetilasi. Studi terhadap kecepatan asetilasi isoniazid
menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan asetilasi dari individu-
individu. Orang jepang dan Eskim merupakan asetilator cepat sedang orang
Eropa timur dan Mesir adalah asetilator lambat. Waktu paro isoniazid pada
asetilator cepat bervariasi antara 45-80 menit, dan pada asetilator lambat
antara 140-200 menit. Reaksi asetilasi melibatkan perpindahan gugus asetil
dan dikatalisis oleh enzim N-asetil transferase. Asetilator epat mempunyai
enzim N-asetil transferase yang jauh lebih besar dibandingkan asetilator
lambat.aktivitas antituberkulosis isoniazid sangat tergantung pada
kecepatan asetilasinya. Pada asetilator cepat, isoniazid cepat diekskresikan
dalam bentuk asetilisoniazid yang tidak aktif, sehingga obat mempunyai
masa kerja pendek dan memerlukan dosis pengobatan yang lebih besar.
Pada asetilator lambat, kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak
dikehendaki lebih bsar, misalnya neuritis perifer. Hidralazin, prokainamid
dan dapson juga menunjukkan kecepatan asetilasi yang berbeda secara
genetik. Faktor genetik juga berpengaruh terhadap kecepatan oksidasi dari
fenitoin, fenilbutazon, dikumarol dan nortriptilin.

2. Perbedaan Spesies dan Galur


Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies
dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang
ada perbedaan yang cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan
pengaruh perbedaan spesies dan galur terhadap metabolisme obat sudah
banyak dilakukan, yaitu pada tipe reaksi metabolik atau perbedaan
kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau perbedaan kuantitatif.
Contoh :
a. Fenilasetat, pada manusia terkonjugasi dengan glisin dan glutamin,
sedang pada kelini dan tikus terkonjugasi dengan glisin saja.
b. Asam benzoat, pada bebek diekskresikan sebagai asam arniturat,
sedang pada anjing diekskresikan sebagai asam hipurat.
c. Amfetamin, pada manusia, kelinci dan marmot mengalami deaminasi
oksidatif, sedang pada tikus mengalami hidroksilasi aromatik.
d. Fenol, pada kucing terkonjugasi dengan sulfat, sedangpada babi
terkonjugasi dengan asam glukuronat, karena kucing mengandung lebih
sedikit enzim glukuronil transferase.
e. Fenitoin, pada manusia mengalami oksidasi aromatik menghasilkan S(-
)-para-hidroksifenitoin, sedang pada anjing menghasilkan R(+)-orto-
hidroksifenitoin.
3. Perbedaan Jenis Kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabilisme obat. Banyak obat dimetabolisis dengan
kecepatan yang sama baik pada tikus betina maupun tikus jantan. Tikus
betina dewasa ternyata memetabolisis beberapa obat dengan kecepatan
yang lebih rendah dibanding tikus jantan.
Contoh : N-demetilasi aminopirin, oksidasi heksobarbital dan glukuronidasi
O-aminofenol. Hal ini menunjukkan bahwa selain perbedaan jenis kelamin,
metabolisme juga tergantung pada macam substrat.
Studi efek hormon androgen, seperti testosteron, pada sistem mikrosom
hati menunjukkan bahwa rangsangan enzim oksidasi pada tikus jantan
ternyata berhubungan dengan aktivitas anabolik dan tidak berhubungan
dengan efek androgenik.
Pada manusia baru sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh
perbedaan jenis kelamin terhadap proses metabolisme obat.
Contoh : nikotin dan asetosal dimetabolisis secara berbeda pada pria dan
wanita.

4. Prbedaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisis obat relatif masih
sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.

Contoh pengaruh umur terhadap metabolisme obat :


a. Heksobarbital, bila diberikan pada tikus yang baru lahir dengan dosis
10 mg/kg berat badan, menyebabkan tikus tertidur selama lebih dari 6
jam, sedangkan pemberian dengan dosis yang sama pada tikus dewasa
hanya menyebabkan tertidur kurang dari 5 menit.
b. Tolbutamid, pada bayi yang baru lahir mempunyai waktu paro 40 jam,
sedangkan pada orang dewasa 8 jam. Hal ini disebabkan kemampuan
bayi untuk metabolisme oksidatif masih rendah.
c. Pemberian kloramfenikol pada bayi yang baru lahir dapat
menimbulkan sindrom bayi kelabu. Hal ini disebabkan bayi
mengandung enzim glukuronil transferase dalam jumlah yang relatif
sedikit, sehingga kemampuan memetabolisis kloramfenikol rendah,
akibatnya terjadi penumpukan obat pada jaringan dan menimbulakn
efek yang tidak diinginkan.
d. Bayi yang baru lahir mengandung enzim glukuronil transferase dalam
jumlah yang relatif sedikit. Pemberian turunan salisilat, kloramfenikol
dan klorpromazin dapat menimbulkan neonatal hyperbilirubinemia
(kern ichterus). Hal ini disebabkan terjadi kompetisi pada proses
konjugasi antara bilirubin, suatu senyawa endogen hasil pemecahan
homoglobin, dengan obat-obat di atas, sehingga bilirubin yang tidak
teretabolisis terkumpul pada jaringan dan menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.
5. Penghambatan Enzim Metabolisme
Kadang-kadang, pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu
senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat
meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja obat dan
kemungkinan juga meningkatkan efek samping dari toksisitas.
Contoh :
a. Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida dan fenilbutazon, dapat
menghambat enzim-enzim yang memetabolisis tolbutamid dan
klorpropamid, sehingga menyebabkan kenaikan respons glikemi.
b. Dikumarol, kloramfenikol dan isoniazid, dapat menghambat enzim
metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloserin dan para-amino
salisilat, sehingga kadar obat dalam serum darah meningkat dan
meningkat pula toksisitasnya.
c. Fenilbutazon, secara stereoselektif dapat menghambat metabolisme
(S)-warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas antikoagulannya
(hipoprotrombonemi). Bila luka terjadi pendarahan yang hebat

6. Induksi Enzim Metabolisme


Kadang – kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama
suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan
memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat
meningkatkan aktivitas atau jumlah enzim metabolisme dan bukan karena
perubahan permeabilitas mikrosom atau oleh adanya reaksi penghambatan.
Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau proses
induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar
obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan
masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Contoh :
a. Fenobarbital, dapat menginduksi enzim mikrosom sehingga
meningkatkan metabolisme warfarin dan menurunkan efek
antikoaagulannya. Oleh karena itu, penderita yang diobati dengan
warfarin dan akan diberi fenobarbital, dosis warfarin harus di sesuaikan
(diperbesar).
b. Rokok mengandung polisiklik aromatik hidrokarbon, seperti
benzo(a)piren, yang dapat menginduksi enzim mikrosom, yatu
sitokrom P-450, sehingga meningkatkan oksidasi dari beberapa obat
seperti teofilin, fenaseti, pentazotin dan propoksifen.
Contoh : waktu paro teofilin pada perokok = 4,1 jam, sedangkan pada
orang yang tidak merokok = 7,2 jam.
c. Fenobarbital, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
griseofulvin, kumarin, fenitoin, hidrokortison, testosteron, bilirubin,
asitaminofen dan obat kontrasepsi oral.
d. Fenitoin, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme kortisol,
nortriptilin dan obat kontrasepsi oral.
e. Fenilbutazon, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme aminopirin
dan kartisol.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat
meningkatkan metabolisme dan pembentukan metabolit reaktif.
Contoh : induksi enzim sitokrom P-450 oleh fonobarbital akan
meningkatkan oksidasi asetaminofen, sehingga pembentukkan metabolit
reaktif imidokuinon meningkat dan efek hepatoksisitasnya menjadi lebih
besar.

7. Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang dapat mempengaruhi metabolisme obat adalah diet
makanan, keadaan kekurangan gizi, gangguan keseimbangan hormon,
kehamilan, pengikatan obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam
jaringan dan keadaan patologis hati, misalnya kanker hati.

Anda mungkin juga menyukai