Biomassa Di Belanda
Biomassa Di Belanda
Biomassa Di Belanda
Nim : 061540411881
Kelas : 5 EGC
Belanda adalah negara kecil di sebelah barat benua Eropa, berbatasan dengan
Jerman dan Belgia. Luas wilayahnya hampir sama dengan Provinsi Sumatera
Barat. Jika dibandingkan secara geografis dengan Indonesia, negara ini tidak
memiliki cadangan minyak bumi dan batu bara. Namun seperti apa yang
diungkapkan oleh Johan Cruijff, pesepak bola terkenal asal Belanda, hal ini tidak
menjadi kendala yang berarti. Di balik setiap kekurangan, tersembunyi suatu
kelebihan. Dan hal ini ditunjukkan oleh negara yang beribukota Amsterdam ini
dengan inovasi di bidang energi dan terbarukan, khususnya di sektor biomassa.
Sebagai pengantar, Belanda memiliki visi di tahun 2050 untuk punya suplai energi
secara mandiri. Visi ini sangat berani dan membutuhkan jalan panjang untuk
mewujudkannya. Salah satunya adalah dengan target 40% energi listrik yang
berasal dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa.
Untuk tenaga surya, Belanda melakukan inovasi dengan aplikasi sel surya
(organic photovoltaics) yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi
listrik. Lalu untuk tenaga angin, Belanda membuktikan diri dengan mendirikan
kincir angin (wind mills) untuk mengkonversi energi gerak menjadi energi listrik.
Sementara biomassa, negara yang dua pertiga wilayah daratannya berada di
bawah permukaan laut ini memperolehnya dari bahan-bahan sisa hasil pertanian
dan sampah dari lingkungan perkotaan.
Secara garis besar, proses pengolahan limbah organik menjadi energi biomassa
dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, fermentasi yang mengubah limbah menjadi
gas metana (CH4) dan karbon dioksida cair (CO2 liquid) dimana limbah yang
tersisa masuk ke proses selanjutnya dalam bentuk lumpur. Kedua, purifikasi-
sedimentasi yang bertujuan untuk memisahkan lumpur menjadi fraksi padat dan
cair dimana hasil padatan akan diolah jadi pupuk kompos dan hasil cairan akan
didaur ulang agar dapat digunakan kembali untuk kebutuhan masyarakat. Dan
ketiga, sisanya akan diproses gasifikasi untuk menjadi gas hijau atau yang biasa
dikenal dengan sebutan biogas. Dari serangkaian tahapan ini, telah dihasilkan
produk sebagai berikut:
• Gas hijau dengan kapasitas 2,3 juta meter kubik per tahun yang digunakan
kurang lebih oleh 1.600 rumah tangga untuk keperluan memasak, mandi, dan
sebagainya.
• CO2 hijau dengan kapasitas 2.500 ton per tahun yang menurut penelitian dapat
mengimbangi emisi karbon dioksida sejauh 13.000 km perjalanan.
• Energi hijau dengan kapasitas 19,5 juta kWh per tahun yang digunakan untuk
mengalirkan energi listrik ke 6.500 rumah.
• Pupuk kompos untuk pertanian dan air daur ulang untuk irigasi.
Selain EcoFuels, di Terneuzen terdapat sebuah tempat yang menggabungkan
beberapa instalasi pabrik yang dimiliki sejumlah perusahaan dengan prinsip dasar
biomassa, yaitu Biopark Terneuzen. Tempat ini didirikan tahun 2007 dan
dibangun sebagai bentuk inovasi yang menggabungkan unsur bisnis dan energi,
artinya bahan-bahan yang menjadi input dan output tersedia di lokasi yang tidak
berjauhan sehingga proses yang berlangsung dapat berjalan dengan lebih efisien.
Pada gambar 3 yang di atas, terlihat konsep dari Biopark ini. Garis merah adalah
alur proses pengolahan biomassa, kuning adalah aliran suplai listrik, ungu adalah
aliran suplai air, hijau adalah aliran suplai panas, biru adalah aliran suplai karbon
dioksida, oranye adalah aliran bahan sisa, dan garis hitam adalah aliran uap.
Setidaknya, ada dua kunci sukses yang dimiliki Belanda dalam mengelola potensi
energi terbarukan berbasis biomassa ini, yaitu inovasi dan kerja sama. Budaya
masyarakat Belanda yang terbuka akan ilmu pengetahuan membuat rasa ingin
tahu mereka bisa terjawab dengan pemahaman yang komprehensif (mencakup
banyak hal, tidak setengah-setengah). Selain itu, kerja sama antar pihak terkait,
seperti akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha baik negeri maupun swasta, juga
ikut mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan. Bahkan, pemerintah Belanda
mengalokasikan dana hingga 1,4 miliar Euro untuk mencapai visi energinya di
tahun 2050.
Kotoran pun Disulap Menjadi Pembangkit Listrik oleh Belanda
Selain pelopor kincir angin, Belanda pun menjadi pelopor dalam manajemen
kotoran ternak menjadi pembangkit listrik. Sebagai negara penghasil produksi
peternakan nomor dua di dunia, faktanya Belanda yang berpenduduk sekitar 15 juta
orang ini, tinggal di negara kecil dengan luas daerah 41,526
km2 dan penduduk berbagi tanah dengan 4,7 juta sapi, 13,4 juta babi, 44 juta ayam
petelur, ayam pedaging 41 juta, dan 1,7 juta domba.
Image
Sementara uap panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk mensuplai 50.000
pemanas rumah tangga dengan kekuatan 91 kw. Listrik yang di produksi
mencapai 900kw perjamnya untuk menerangi lampu-lampu di jalanan kota
Amsterdam. Dalam setahun perusahaan ini mampu menghasilkan 1000.000 mwh
listrik atau setara dengan kebutuhan 1% energi listrik di Belanda. Dan
menghasilkan 17.740 ton besi serta 2,6 ton metal. Tak jauh beda di kota Alkmaar
sampah hijau organik yang berasal dari sekitar kota diolah sebuah perusahaan
pengolahan sampah hijau organik atau HVC. Perusahaan ini berfokuskan
mengolah sampah hijau organik dengan teknologi kompos dan
menggunakan bantuan bakteri sampah dan meproduksi biogas. Dari 1 ton
sampah hijau organik dapat menghasilkan 61 m2 biogas hijau yang dapat
mensuplai kebutuhan gas untuk memasak di rumah-rumah warga.