Uji Desinfektan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan
untuk mencegah nterjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan
virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penyakit lainnya. Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan pada jaringan hidup
lainnya (Dwidjoseputro, 1985).
Disinfektan adalah produk atau biosida yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme di dalam maupun di permukaan suatu benda mati. Zat ini tidak
harus bersifat sporosidal, melainkan sporostatik yaitu dapat menghambat
pertumbuhan kuman. Antiseptik adalah produk atau biosida yang dapat
menghancurkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme di dalam maupun
permukaan suatu jaringan hidup. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah
satu bakteri yang sering ditemukan di berbagai tempat yaitu permukaan benda, baju,
lantai, tanah, rumah sakit, bahkan pada kulit manusia, dan bersifat patogen bagi
manusia (Brooks et al., 2007). Berdasarkan uraian tersebut, S. aureus & E. coli
menjadi pilihan untuk digunakan sebagai bakteri uji.. Zat disinfektan dalam cairan
pembersih lantai akan membunuh mikroorganisme yang terdapat di lantai.
Mikroorganisme tersebut antara lain adalah Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterobacter cloacae,Salmonella sp. dan lain-lain (Rasmika Dewi Dap
dkk.,2008).
Antibakteri diartikan sebagai bahan yang menggangu pertumbuhan dan
metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan atau
bahkan menumbuh bakteri (Pelczar dan Chan, 2005). Diantaranya adalah dengan
menggunakan antiseptik dan disinfektan. Antiseptik merupakan zat yang digunakan
untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri. Disinfektan adalah bahan
yang dapat mematikan sel vegetatif bakteri tetapi belum tentu mematikan sporanya
(Isadiartuti dan Retno, 2005).
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas
beberapa kelompok di antaranya merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel,
merusak molekul protein dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, serta
menghambat sintesis asam nukleat. Aktivitas antimikroba yang dapat diamati secara
langsung adalah perkembangbiakannya. Oleh karena itu, antimikroba dibagi menjadi
dua macam yaitu antibiotik dan disinfektan. Antibiotik adalah senyawa yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu yang mempunyai kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam konsentrasi
yang rendah. Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada

1
jaringan tubuh makhluk hidup sedangkan desinfektan bekerja dalam menghambat
atau menghentikan pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat
gelas, dan lain sebagainya. Pembagian kedua kelompok antimikroba tersebut tidak
hanya didasarkan pada aplikasi penerapannya melainkan juga terhadap konsentrasi
mikroba yang digunakan (Soekardjo, 1995).
Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit adalah
Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Infeksi
kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dapat berupa jerawat dan impetigo
(Jawetz et al., 2001), sedangkan Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif
yang sering menyebabkan infeksi diare pada manusia yang dapat ditularkan melalui
air maupun tangan yang kotor. Sabun antiseptik memiliki kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri gram positif maupun gram negatif.
Untuk mengetahui kemampuan masing-masing daya hambat sabun antiseptik, perlu
dilakukan penelitian tentang kemampuan sabun antiseptik dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa Escherichia coli (E. coli) termasuk salah satu bakteri yang
paling sering ditemukan di lantai (Nurina Susanti Listyawati, 2007).
2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri patogen.
2. Untuk mengetahui pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri patogen.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Desinfektan (antiseptic) didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat


atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada
jaringan hidup. Disinfektan adalah senyawa yang dapat mencegah infeksi dengan
jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Disinfektan digunakan
untuk barang-barang tak hidup (Subronto dan Tjahajati, 2001).
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau
menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa
antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya
atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan
berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer,
dan sebagainya (Lutfi 2004). Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian
pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan
infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah
pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara,
1995).
Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Disinfeksi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan zat-
zat kimia seperti fenol, formaldehid, klor, iodium dan sublimat. Pada umumnya
disinfeksi dimaksudkan untuk mematikan sel-sel yang lebih sensitif tetapi bukan
spora-spora yang tahan panas. Disinfektan adalah bahan yang digunakan untuk
melaksanakan disinfeksi. Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik,
tetapi pengertian disinfeksi dan disinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda
mati, seperti lantai, piring dan pakaian (Irianto, 2007).
Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian
bakteri antara lain yaitu germisida adalah bahan yang dipakai untuk membasmi
mikroorganisme dengan mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan
sporanya. Bakterisida adalah bahan yang dipakai untuk mematikan bentuk-bentuk
vegetatif bakteri. Bakteriostatik adalah suatu bahan yang mempunyai kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mematikannya.Antiseptik adalah
suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan mencegah
pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolismenya (Pelczar dan Chan, 2005).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan
dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja

3
enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi,
bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang
dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa
antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik
(Pelczar dan Chan, 1988).
Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,
yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel
mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam
nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971). Daya antimikrobia
diukur secara in vitro agar dapat ditentukan kemampuan suatu zat antimikrobia
(Jawetz , 2001). Adanya fenomena ketahanan tumbuhan secara alami terhadap
mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah senyawa yang berasal dari tanaman
yang mempunyai kandungan antibakteri dan antifungi (Griffin, 1981).
Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik, berikut antiseptik
yang umumnya digunakan adalah Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau
”methylated spirit”), Klorheksidin glukonat 2-4%, Yodium 3%, yodium dan produk
alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur), Iodofor 7,5-10% berbagai
konsentrasi (Betadine atau Wescodyne) Klorosilenol 0,5-4% (para kloro
metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi dan Triklosan 0,2-2% (Saifuddin,
2005).
Disinfektan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok berikut ini yakni
Senyawa halogen berupa Povidon-iod, iodoform, Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit,
tosilkloramida, klorheksidin, kliokinol, dan triklosan. Derivat berupa fenol, kresol,
resorsinol, dan timol. Zat-zat dengan aktivitas permukaan yaitu cetrimida,
cetylpiridinium, benzalkonium, dan dequalinium. Senyawa alkohol, aldehida dan
asam berupa etanol dan isopropanol, formaldehida dan glutaral, asam asetat dan
borat. Dan Senyawa logam berupa merkuri klorida, fenil merkuri nitrat dan
merbromin, perak nitrat dan silverdiazin, sengoksida (Tjay, 2002).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi 4 kelompok,
yang pertama menghambat sintesis dinding sel bakteri. Bakteri mempunyai lapisan
luar yang rigid, yakni dinding sel. Dinding sel mempertahankan bentuk bakteri dan
pelindung sel bakteri yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Tekanan
internal tersebut tiga hingga lima kali lebih besar pada bakteri Gram positif daripada
bakteri Gram negatif. Trauma pada dinding sel atau penghambatan pembentukannya
menimbulkan lisis pada sel. Pada lingkungan yang hipertonik, dinding sel yang rusak
menimbulkan bentuk protoplast bakteri sferik dari bakteri Gram positif atau
asferoplast dari bakteri Gram negatif. Yang kedua mengganggu permeabilitas
membran sel bakteri. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma
yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif, membawa fungsi transpor aktif
dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran
sitoplasma dirusak, makro molekul dan ion keluar dari sel kemudian sel rusak atau
terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri mempunyai struktur berbeda

4
dibanding sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh agen tertentu. Yang
ketiga enghambat sintesis protein sel bakteri. Bakteri mempunyai 70S ribosom,
sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-masing tipe
ribosom, komposisi kimianya dan spesifikasi fungsinya berbeda sehingga dapat
menerangkan mengapa antibakteri mampu menghambat sintesis protein dalam
ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia. Yang ke empat
enghambat sintesis atau merusak asam nukleat bakteri. Bahan antibakteri dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang sangat kuat pada enzim DNA
Dependent RNA Polymerase bakteri sehingga menghambat sintesis RNA bakteri
(Jawetz, et al. 2005).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL
(Hermawan dkk, 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran
dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar
padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan
dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan
diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada
tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).
Kerusakan bakteri dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu Oksidasi Zat-zat
seperti H2O2, Na2BO4, KMnO4 mudah melepaskan O2 untuk menimbulkan
oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya O2, sehingga zat ini merupakan
disinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun dapat menimbulkan
oksidasi. Yang kedua Koagulasi Banyak zat seperti air raksa, perak, tembaga dan zat-
zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebabkan penggumpalan protein
yang merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu
adalah protein yang mengalami denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu
protein tidak berfungsi lagi. Yang ketiga Depresi dan Tegangan Permukaan Sabun
mengurangi tegangan permukaan, oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya
bakteri. Dapat dikatakan pada umumnya, bakteri yang berGram negatif lebih tahan
terhadap pengurangan tegangan permukaan daripada bakteri yang berGram positif
(Dwidjoseputro,1980).
Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies
utama bakteri Gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor
Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. E. coli merupakan bakteri
berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mm dan diamater 0.5 mm (Arican dan
Andic 2011). Berdasarkan latar belakang diatas diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai aktivitas antibakteri dari tanaman herbal tersebut terhadap bakteri dalam

5
tubuh ternak. Escherichia coli merupakan bakteri terbanyak yang terdapat di saluran
pencernaan ternak terutama unggas dengan jumlah 104 – 105 CFU/ml (Spring,
1997).
Klasifikasi Escherichia coli :
Kingdom : Bacteria
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli. (Hardjoeno, 2007)
E. coli merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi dalam saluran
pencernaan. Pada beberapa kasus, E. coli adalah bakteri yang paling banyak
menimbulkan infeksi saluran cerna. Tingginya angka kejadian ini disebabkan karena
keadaan higienis makanan, minuman dan air yang dikonsumsi kurang baik, serta
dipengaruhi oleh higienis lingkungan sekitar (Octaviani, 2007).
E.coli merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob fakultatif dan tidak
dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai substrat dengan
melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol,
dan karbondioksida (Anonim 2008). E. coli termasuk family Enterobacteriaceae,
bentuknya batang atau koma, terdapat tunggal atau berpasangan dalam rantai pendek.
(Whittam., et al, 2011).
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan
pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil,
umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-
1,0 μm (Shaikh, 1999). Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococus aureus
Staphylococus aureus merupakan bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang
dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam)
yang tinggi, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. S. aureus
tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam
(Prescott dkk., 2002). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan
kulit, keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu
jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier
(Honeyman, 2001).

6
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, dinding selnya
terdiri dari peptidoglikan yang sangat tebal dan memberi kekakuan untuk
mempertahankan keutuhan sel (Morin dan Gorman, 1995). Bakteri ini bersifat
anaerob fakultatif, tumbuh baik pada kondisi habitat yang mengandung NaCI hingga
10 % dan pada suhu 60 °C hingga 30 menit (Bauman, 2007). Staphylococcus aureus
tumbuh pada suhu 7 - 47,8 °C dan memproduksi enterotoksin antara suhu 10 - 46 °C
(Jay, 1992). Telah ditemukan beberapa kelompok isolat Staphylococcus aureus yang
telah resisten terhadap antibiotika (Anjarwati dan Dharmawan, 2010).

7
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mikrobiologi dengan judul Uji Disinfektan dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 26 Februari 2018, Pukul 13.30-15.30 WIB, Tempat di Laboratorium
Teaching III, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bunsen, petridish, cotton bud,
kertas saring, dan pinset.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah bakteri Staphylococcus aureus dan
Eschericia coli, wipol, betadine obat kumur, betadine obat luka, sabun cair
antibakteri, spiritus, antibiotik amphicillin, medium NA, dan alkohol 70%.

3.3 Cara Kerja


Tempat kerja disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan selalu bekerja di
dekat bunsen agar selalu bekerja dengan aseptis. Setelah itu siapkan alat dan bahan
yang dibutuhkan dalam praktikum ini. 2 buah petridish yang sudah disiapkan
kemudian dibagi menjadi 4 kuadran dan ditulis dengan keterangan dibagian dasar
petridish. Selanjutnya, medium NA yang sudah dipanaskan, dituangkan ke dalam
petridish secukupnya dan tunggu hingga medium mengeras. Setelah medium
mengeras, oleskan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli ke masing-
masing petridish berbeda. Oleskan bakteri hingga merata ke seluruh bagian medium
NA. Kertas saring atau kertas cakram kemudian dipotong bulat bulat menggunakan
pemotong kertas yang sudah disterilkan terlebih dahulu. Kertas saring terdiri dari 3
lapis agar kertas saring tidak mudah rusak ketika sudah direndam dalam cairan.
Bahan yang dibutuhkan seperti wipol, betadine obat kumur, betadine obat luka,
antibiotik amphicillin, dan sabun cair antibakteri dimasukkan masing-masing ke
dalam test tube yang sudah disterilkan. Kemudian pinset dibersihkan dengan
menggunakan alkohol 70% lalu dibakar dengan bunsen agar pinset tetap steril.
Setelah itu, kertas saring yang sudah dipotong bulat-bulat diambil dengan
menggunakan pinset dan dicelupkan ke dalam cairan dan tunggu hingga kering.
Masukkan kertas yang sudah dicelupkan ke dalam cairan tadi ke dalam petri dan
letakkan dibagian kuadran sesuai dengan cairan yang dicelupkan tadi. Lakukan cara
yang sama pada cairan cairan yang lain. Setelah selesai, balut petridish dengan

8
plastic wrap dan bungkus dengan kertas buram agar tetap steril dan bebas dari
kontaminasi.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


4.1.1 Tabel 1. Diameter rata-rata zona hambat

S.Aureus E.Coli

Sc Bo Am W B Am Sc Bo B W

44 9 16 30 15 14,5 15 7,5 17 33,5


mm mm mm Mm mm mm mm mm mm mm

Keterangan :
Am = Ampicilin
Bo = Betadine obat kumur
B = Betadine obat luka
W = Wipol
Sc = Sabun cair

4.1.2 Gambar hasil pengamatan

Keterangan :
Am = Ampicilin
Bo = Betadine obat kumur
B = Betadine
W = Wipol
Sc = Sabun cair

Gambar 1. (Kiri) Uji desinfektan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan


Gambar 2. (Kanan) Uji desinfektan terhadap pertumbuhan Eschericia coli

10
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahi bahwa zona hambat pada pertumbuhan
S.aureus menggunakan antibiotik ampicillin sebesar 16 mm, pada betadine obat
kumur sebesar 9 mm, pada betdaine obat luka sebesar 15 mm, pada sabun cair sebesar
44mm dan pada wipol sebesar 30 mm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa
diameter zona hambat paling besar pada pertumbuhan bakteri S.aureus adalah zona
hambat pada sabun cair. Diameter zona hambat pada pertumbuhan E.coli
menggunakan antibiotik ampicillin sebesar 14,5 mm , pada sabun cair sebesar 15 mm,
pada betadine obat kumur sebesar 7,5 mm, pada betadine obat luka sebesar 17 mm
dan pada wipol 33,5 mm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa diameter zona
hambat paling besar pada pertumbuhan bakteri E.coli adalah zona hambat pada wipol.
Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa pada bakteri S.aureus yang
memiliki zona hambat paling besar adalah sabun cair. Sedangkan yang memiliki zona
bening pang kecil adalah betadin obat kumur. Pada gambar 2 E.coli pada hasil yang
didapatkan juga terjadi kesalahan. Dimana, pada kuadran zona hambat yang
dihasilkan bergabung. Hal tersebut karena pada saat praktikum, kertas saring yang
digunakan masih basah sehingga menyebabkan hasilnya bergabung.
Terbentuknya area bening disekitar koloni bakteri menunjukkan adanya
penghambatan bakteri uji. Semakin luas areal bening menunjukkan semakin tinggi
aktivitas antimikroba. Zona bening tersebut terjadi karena antimikroba akan
mengakibatkan pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam area pertumbuhan
bakteri yang padat sehingga tak ada bakteri yang tumbuh pada cincin tersebut.
Semakin banyak zona bening yang terbentuk, semakin patogen pula bakteri tersebut.
Keampuhan suatu antimikroba dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang
terbentuk akibat berdifusinya zat antimikroba tersebut. Antimikroba yang berbeda
memiliki laju difusi yang berbeda pula, karena itu keampuhan antimikroba satu sama
lain tidak sama (Wilson, 1882).
Perbedaan zona hambat yang terjadi antara ke dua bakteri tersebut di duga
terjadi karena kandungan dinding sel yang berbeda. Ajizah et al. (2007) menyatakn
bahwa dinding sel bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan sangat tebal yang
memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Campbell et al. (1996)
menyatakan bahwa dinding sel gram negatif mengandung lipopolisakarida yang
membantu melindungi bakteri dari antibiotik dengan cara menghalangi masuknya
antibiotik.
Antibiotik yang dapat menghambat sintesis dinding sel bekerja dengan cara
mengganggu lapisan peptidoglikan. Lapisan ini berperan dalam mempertahankan
kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik. Bila lapisan peptidoglikan hilang
atau rusak, maka kekakuan dinding sel dapat hilang sehingga dapat menyebabkan
kematian pada sel bakteri. Salah satu golongan antibiotik yang dapat menghambat
sintesis dinding sel adalah golongan β-laktam, yang bersifat inhibitor selektif terhadap
sintesis sel bakteri. Tahap awal dalam menghambat sintesis dinding sel dimulai
dengan pengikatan zat antibiotik pada sel bakteri. Pengikatan terjadi pada protein
pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-binding proteins) pada reseptor. Pengikatan satu
atau lebih reseptor dapat menyebabkan reaksi transpeptidasi terhambat, sehingga
mengakibatkan sintesis peptidoglikan terhambat. Tahap selanjutnya yaitu inaktivasi

11
serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik pada dinding sel bakteri. Akibatnya
adalah aktivasi enzim-enzim litik sehingga sel bakteri mengalami lisis.
Antibiotik golongan β-laktam, yaitu ampisilin. Ampisilin merupakan
antibiotik dengan spektrum kerja yang luas dengan daerah kerjanya yaitu mencakup
bakteri kokus Gram positif seperti Staphylococcus, Streptococcus dan Enterococcus
sedangkan kokus Gram negatif yakni, Neisseria menginitidis. Selain itu juga dapat
menghambat basil Gram positif seperti Actinomyces, Bacillus, dan Clostridium
(Brooks et al., 2010).
Betadine obat kumur mengandung Povidone iodine 1% merupakan iodine
kompleks yang berfungsi sebagai antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang ada di dalam atau di atas jaringan hidup. 38,42 Aktivitas
antimikroba povidone iodine didapatkan dari kemampuan oksidasi kuat iodine bebas
terhadap asam amino, nukleotida dan ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh.
Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba
(Reimer Dkk, 1998).
Sabun merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membersihkan kulit baik
dari kotoran maupun bakteri. Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan
sabun antiseptik. Sabun antiseptik atau disebut juga dengan sabun obat mengandung
asam lemak yang bersenyawa dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia atau
bahan obat. Sabun ini berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan
penyakit atau gejala penyakit pada kulit. Tidak seperti sabun biasa, sabun antiseptik
mengandung komposisi khusus yang berfungsi sebagai antibakteri. Di dalam sabun,
triclosan dan triclocarban merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan.
Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Ada
juga sabun antiseptik yang menggunakan choroxylenol untuk membunuh bakteri
(Lubis, 2003).
Sabun dettol antibakteri memiliki kandungan bahan aktif yang mampu
membunuh bakteri-bakteri jahat. Salah satu bahan aktif yang terkandung di dalamnya
adalah tricloacarban yang mampu membunuh mikroba patogen penyebab infeksi. San
Ampicillin merupakan antibiotik yang digunakan untuk mecegah infeksi dari bakteri
atau mikroba patogen penyebab penyakit. Ampicillin menghambat hingga tahap-
tahap terakhir proses sintesis dinding sel bakteri tersebut.

12
BAB V
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum pengenalan alat-alat dilaboratorium mikrobiologi dan
pembuatan media ini adalah :
1. Pengaruh desinfektan terhadap bakteri patogen ialah dapat menyingkirkan dan
mematikan bakteri patogen penyebab infeksi yang terdapat pada suatu
mikroorganisme.
2. Pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan mikroba adalah antibiotik dapat
mencegah pertumbuhan dari mikroba atau bateri patogen yang berkembang
semakin banyak.
4.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya adalah Praktikan untuk praktikum selanjutnya
harus lebih serius dan teliti dalam melakukan pengerjaan dan Praktikan harus
mengetahui langkah-langkah dan proses yang dilakukan dalam pengerjaan agar tidak
terjadi kegagalan dalam praktikum selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anjarwati, D., & Dharmawan, B., 2010, Identifikasi Vancomycin Resistant


Staphylococcus Aureus (VRSA) Pada Membran Stetoskop Di Rumah Sakit
Margono Soekarjo Purwokerto, Mandala of Health, 4 (2), 87-89.
Arican A, S Andic. 2011. Survival of E. coli O157:H7 in yoghurt incubated until two
different pH value and stored at 4 °C. Di dalam Kafkas Univ Vet Fak Derg
17 (4): 537-542. Turki: Yüzüncü Yil Press.
Ajizah. A, Thihana dan Mirhanuddin (2007) Potensi Ekstrak Kayu Ulin
(Eusideroxylon zwageri T et B) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. BIOSCIENTIAE. Volume 4,
Nomor 1, Januari 2007.
Baumann A. 2007. Positive Practice Environment: Quality Workplaces : Quality
Patient Care. International Council of Nurses.
Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., dan Morse, S.A. 2007. Jawetz, Melnick, &
Adelberg's Medical Microbiology. 24th ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Campbell, N. A., J. B, Reece dan L.A, Mitchell. Biologi. Edisi kelima, Jilid I.
Terjemahan dari Biology, Oleh Rahayu Lestari, dkk. Erlangga, Jakarta.
Dwidjoseputro D., Dr., Prof. 1985. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.
Ganiswara, 1995, Farmakologi Dan Terapi edisi IV, UI, Jakarta.
Griffin, D.H. 1981. Fungal Physiology. John willy and Son, Inc. New York.
Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
Hermawan, A., 2007, Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan
Metode Difusi Disk, Artikel Ilmiah, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Airlangga Surabaya.
Honeyman, A. L., Friedman, H., & Bendinelli, M. 2001. Staphylococcus aureus
Infection and Disease. New York: Plenum Publishers.
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme Jilid 1. CV. Yrama
Widya. Bandung.
Isadiartuti, D. dan S. Retno. 2005. Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan
yang Mengandung Etanol dan Triklosan. Majalah Farmasi Airlangga.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba
Medika. Jakarta.
Jay J.M. 1992. Modern Food Microbiology. 4th edition. New York: Chapman and
Hall. p. 38-77, 147-150, 201-256, 413-426, 553-575.
Kusmayati dan Agustini, N. W. R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga (Porphyridium cruentum). Biodiversity. 8, 1 : 48-53.
Lubis, L. S. 2003. Sabun obat. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-
lely1.pdf. Tanggal akses, 1 Februari 2018
Lutfi A. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

14
Nurina Susanti Listyawati. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan
Angka Kuman Pada Lantai Unit Perawatan Rumah Sakit Banyumanik
Semarang. Semarang.
Octaviani, R. 2007. Profil kromatogram dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol
rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) terhadap bakteri
Escherichia coli in vitro. http:// eprints.undip.ac.id/22663 /1/Rima.pdf.
Diakses tanggal 20 Nopember 2012.
Pelczar, M.J. dan Chan, E. C. S., 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1, UI
Press, Jakarta.
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta
Rasmika Dewi Dap, Susi Iravati, Sarto. 2008. Efektivitas Beberapa Desinfektan
Terhadap Isolat Bakteri Lantai Ruang Bedah Instalasi Bedah Sentral
(IBS). Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Medicina, 39 (2). p. 132-7..
Reimer K, Schreier H, Erdos G, Konig B, Fleischer W. Molecular effects of a
microbicidal substance on relevant microorganisms:electron microscopic
and biochemical studies on povidone iodine. Zentralbl Hyg Umweltmed,
200 (5-6): 423-34.
Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Shaikh, S. N., 1999. Bacteriological studies on the uteri of the slaughtered goats.
M.Sc (Hons) Thesis, Department of Microbiology, Sindh Agriculture
University Tando Jam.
Soekardjo, B dan Siswandono, 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.
Spring P. 1997. Understanding the development of the avian gastrointestinal
microflora: An essential key for developing competitive exclusion
products. Proc. Alltech 11th Annual Asian Pacific Lecture-Tour 149 –
160.
Subronto dan Tjahadjati, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex
Media : Jakarta
Whittam, T.S. et. al.2011. Pathogenesis and evolution of virulence in
enteropathogenic and enterohemorrhagic Escherichia coli, J. Clin.
Invest.107;539–548.
Wilson Gisvold. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal
Organik. Semarang : IKIP Semarang Press.

15

Anda mungkin juga menyukai