Argentometri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Percobaan 8

Argentometri

I. Pendahuluan

1.1 Tujuan

-mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan perak nitrat 0,1 N.

-mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan amonium tiosianat 0,1 N.

-mahasiswa mampu menetapkan kadar bromida secara argentometri dan


menggunakan indikator yang pada akhirnya titrasi memberi larutan berwarna
(metode Volhard).

1.2 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang terutama dibidang
farmasi, maka sangatlah penting bagi seorang calon farmasis muda untuk
mengetahui bagaimana suatu senyawa dengan senyawa lain dapat bereaksi serta
bagaimana hasil dari reaksi tersebut.
Pada praktikum ini dilakukan salah satu percobaan yaitu titrasi Argentometri
dengan nama lain titrasi pengendapan. Tetapi reaksi pengendapan terbatas pada
reaksi-reaksi antara ion Ag+ dengan ion-ion halian, tiosianat dan sianida.
Argentometri merupakan salah satu metode dari titrasi penetapan. Titrasi dengan
metode ini digunakan dalam penentuan ion halogenida. Metode pengendapan
digunakan karena metode ini lebih mudah dilakukan dengan memisahkan suatu
sampel menjadi komponen-komponennya dan saat ini pengendapannya merupakan
teknik pemisahan yang luas penggunaannya.
Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut diterapkan metode
tertentu sebab sifat dari senyawa yang sukar larut memiliki sifat tertentu yang tidak
dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah satu metode tersebut adalah argentometri.
Metode ini hanya ditekankan bagi senyawa yang diketahui sukar larut. Dengan
adanya percobaan ini diharapkan praktikan mampu menentukan kadar suatu
senyawa yang tidak larut dalam air. Oleh karena itulah diadakan percobaan ini.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Adapun macam-macam cara pengendapan dalam
argentometri adalah cara Mohr, cara volhard dan cara vajans. Untuk mengetahui
lebih lanjut tentang titrasi dengan cara pengendapan, maka dilakukan percobaan
argentometri berikut ini.
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan
dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap
kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu
titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. (Mulyono,2005)
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion
halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3.
Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan
tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak,
dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat.(Kisman,1988)
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit
membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. (Kisman,1988)

Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat
CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna
coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa
dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan
teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas
Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan
jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen. (Kisman,1988)
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi
sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan
rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. (Harjadi,1993)
Adapun macam-macam cara pengendapan dalam argentometri :
1. Cara Mohr
Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada
titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion
Ag+yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan
harus bersifat netral atau sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan
diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi tidak
terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada
konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna
harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Indikator
tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan titik akhir
akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar, 1990)

2. Cara Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh
metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama titrasi,
AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih
bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator. (Khopkar,
1990)

3. Cara Fajans
Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat membentuk
endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam titrasi ion
klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFI) :
HFI H+ + FI-
Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam
titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang semula
putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan yang
semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau hampir
tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)

Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengenda


1. Pembentukan suatu endapan berwarna
Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan
bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat,
sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator. Pada
titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak
kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan
dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59.
(Bassett, 1994)

2. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut


Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya
asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar.
Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat
menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling
sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh
terbentuknya suatu ion kompleks.
Ag+ + SCN- Û AgSCN
Fe3+ + SCN- Û [FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam
larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya
dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994)
Ag+ + Cl- AgCl
Ag+ + SCN- AgSCN

3. Penggunaan indikator adsorpsi


Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik ekuivalen,
indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi suatu
perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna berbeda,
maka dinamakan indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein
misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya.
Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida dititrasi
dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi ion-ion
klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang merah
jambu. (Bassett, 1994)
II. Bahan dan Metode
 Waktu pelaksanaan

Hari/tanggal : kamis, 7 Desember 2017

Waktu : 13.00 WIB

Tempat : Laboratorium Kimia Analisis

Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

 Alat
Buret Pipet ukur
Labu ukur Pipet volume
Sendok Perkamen

 Bahan
AgNO3 NaCl
K2Cro4 Amonium Tiosianat
HNO3 Besi (III) Amonium Sulfat

 Metode
a. Pembuatan larutan Perak Nitrat 0,1 N
Sejumlah perak nitrat p dilarutkan dalam air secukupnya hingga 100 ml
larutan mengandung 1,699 gr AgNO3.
b. Pembakuan larutan Perak Nitrat 0,1 N
Sejumlah natrium klorida pekat keringkan pada suhu 100-200°c.
Menimbang seksama 125 mh, larutkan dalam 25 ml air. Titrasi dengan
perak nitat 0,1 N menggunakan indikator 0,5 ml kalium kromat 0,5%
hingga terbentuk warna coklat merah lemah.. melakukan titrasi 1x
dikarenakan jumlah AgNO3. sedikit.
c. Pembuatan larutan amonium tiosianat 0,1 N
Membuat untuk 250 ml larutan. Sejumlah 1,903gram amonium tiosianat
p larutkan dalam air secukupnya
d. Pembakuan larutan amonium
Memasukkan 12,5 ml perak nitret 0,1 N, mengencerkan dengan 25 ml
air, tambahkan 1 ml asam nitrat p. Titrasi dengan larutan amonium
tiosianat menggunakan indikator 1ml besi (III)amonium sulfa hingga
terjadi warna coklat merah lakukan replikas 3x.
e. Penetapan kadar bromida
Lebih kurang 200mg sampel yang mengandung kalium bromida
ditimbang, dilarutkan dalam campuran 5 ml air dan 2,5 ml asam nitrst
pekat. Tambahkan 25 ml perak nitrat 0,1 N. Titrasi dengan amonium
tiosianat 0,1 N menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat.
 Mekanisme Reaksi
o Pembuatan Larutan AgNO3

AgNO3 + NaCl AgCl (endapan putih) + NaNO3

titik akhir titrasi

2 AgCl + K2Cro4 Ag2Cro4 (endapan merah bata)

o Pembakuan Larutan Amonium Tiosianat

Ag + + CNS - AgCNS

Fe3+ + CNS- [Fe CNS ]2+ (coklat merah)

o Penetapan Kadar Bromida

AgNO3 + NaBr AgBr + NaNO3

AgBr + NH4CNS AgCNS + NH4Br

AgCNS + NH4Fe (SO4)2 [Fe CNS]2+ (coklat merah)

III. Hasil

Hasil yang di dapat oleh kelompok 5 golongan 4 yang beranggotakan Elsa Yulistika,
Putri Imala Dewi, Ayi Dzi Ainun,Cindy Nur Fadhila, Bella Mahardika, dan Tri yuliani
adalah :

1. Pembuatan larutan perak nitrat

Bobot kertas + perak nitrat (mg) (a) 3052,4


Bobot kertas + sisa perak nitrat (mg) (b) 335
Bobot perak nitrat yang tertimbang (mg) (a) – (b) 2717,4
BM perak nitrat 169,87
Volume akhir larutan perak nitrat 160
2. Pembakuan larutan perak nitrat

Bobot kertas + natrium klorida (mg) (a) 459


Bobot kertas + sisa natrium klorida (mg) (b) 334
Bobot natrium klorida yang tertimbang (mg) (a) – (b) 125
BM natrium klorida 53,44
Volume akhir titrasi perak nitrat 160

Replikasi Bobot natrium Volume titran perak nitrat yang Normalitas


klorida digunakan (ml) larutan perak
nitrat (N)
1 125 21 0,102

mg NACl
Normalitas AgNo3 = BM NaCl x ml AgNO3 yang digunakan

125
Normalitas AgNo3 = 58,44 x 21

= 0,102 N

3. Pembuatan Larutan Baku Amonium Tiosianat

Bobot kertas + Amonium tiosianat (mg) (a) 2236


Bobot kertas + amonium tiosianat (mg) (b) 334
Bobot natrium klorida yang tertimbang (mg) (a) – (b) 2235
BM amonium tiosianat
Volume akhir larutan amonium tiosianat 250

4. Pembakuan larutan baku amonium tiosianat


Volume perak Volume titran amnonium Normalitas larutan amonium
nitrat (ml) tiosianat yang digunakan (ml) tiosianat (N)
12,5 12,5 0,1992

25 ml x N AgNo3
Normalitas NH4CNS = ml NH4CNS yang digunakan

25 ml x 0,102
= 12,8

= 0,1992 N
5. Penetapan kadar bromida
Sampel Sampel
Replikasi 1 2 1 2
Bobot kertas + sampel (mg) 547,6 534 534 534
(a)
Bobot kertas + sisa sampel 347,6 334 334 334
(mg) (b)
Bobot sampel yang 200 200 200 200
tertimbang (mg) (a) – (b)

a. Titrasi sampel
Replikasi Titrasi sampel Titrasi blanko Kadar KBr
Bobot Volume Volume Volume Volume %
sampel perak titran perak titran
(mg) nitrat amonium nitrat amonium
(ml) tiosianat (ml) tiosianat
1 200 25 25 25 17,1 -1,250
2 200 25 24,7 25 -1,219
1 200 25 22 25 -0,947
2 200 25 21 25 -0,83
Rata-rata kadar KBr = (kadar 1 + kadar 2 +kadar 3) / 3 -0,886
-1,2345
SD 0,0219
7,919 x 10-2
RSD = (SD / rata-rata) x 100% -1,7739 %
-8,9379 %

Tiap ml perak nitrat 0,1N setara dengan 10,29 mg KBr

{( V AgNo3 x N AgNo3) – ( V NH4CNS x N NH4CNS)} x 10,29


Kadar KBr = mg bahan x 0,1
IV. Pembahasan

Pada praktikun kali ini berjudul “Argentometri” yang bertujuan agar


mahasiswa mampu membuat dan membakukan lauran perak nitrat 0,1 N,
mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan amonium tiosianat 0,1 N
dan mahasiwa mampu menentapkan kadar bromida secara argentometri dan
menggunakan indikator yang pada akhirnya titrasi memberi larutan berwarna (
metode volhard).

Metode argentometri merupakan metode umum untuk penetapan kadar


halogenida senyawa yangmengandungatom hidrogen dan senyawa-senyawa yang
dapat membentuk endfapan dengan perak nitrat pada suasana tertentu. Pada atom
halogen misalnya klorafenikol atom klor diubah dulu menjadi klorida. Yang
termasuk senyawa halogenida adalah F, Cl, Br dan I-.

Prinsip metode ini berdasarkan pengendapan AgNO3

Penetapan titik akhit titrasi dapat ditentukan dengan :

a. Hilangnya endapan atau terbentuknya kekeruhan


b. Menggunakan indikator dalam
c. Secra potensiometri dengan menggunakan elektroda kalomel

Pada praktikum ini alat-alat yang digunakan adalah buret digunakan untuk
tempat titran, labu takar untuk menakar larutan, pipet tetes untuk untuk mengambil
larutan sedikit, pipet volume untul mengambil larutan dengan volume tertentu,
erlenmeyer untuk tempat titrasi atau titrat. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
adalah :

Monografi bahan

1. AgNO3 (FI edisi III hal 97)


Pemerian : hablur transparan atau serbuk hablur berwarna putih, tidak
berbau, menjadi gelap jika kena cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol (95%) p
Khasiat dan penggunaan : antiseptikum

Dalam praktikum ini AgNO3 digunakan sebagai titrat (larutan baku). Titrat
adalah zat yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti dan biasanya diletakkan
didalam buret.
2. NaCl
Pemerian : hablut heksahedral tidak berwarnaatau serbuk hablur putih,
tidakberbau, dan rasa asin.
Kelarutan : larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol p, sukar larut dalam etanol (95%).
Khasiat dan penggunaan : sumber ion klorida dan natrium

Dalam praktikum ini NaCl digunakan sebagai titrat biasanya diletakkan


dalam erlenmeyer untuk diketahui konsentrasinya.

3. K2CrO4 (kalium kromat)


Sifat K2CrO4 adalah berwarna kuning, dengan kelarutan sangat mudah larut
dalam air, larutan jernih. Dalam praktikum ini digunakan sebagai indikator
pada pembakuan AgNO3 0,1 N.
4. Amonium Tiosianat
Sifat amonium tiosianat adalah kristal tak berwarna, larut dalam air disebut
juga amonium rodanida. Dalam praktikum ini digunakan sebagai larutan
baku, karena hasil kelarutan relatif tinggi yaitu 7 x 10-13. Jadi kelebihan dari
amonium tiosianat bereaksi dengan indikator akan membentuk kompleks
besi (III) tiosianat.
5. HNO3
Adalah zat cair berwarna dan merupakan asam kuat yang bertindak sebagai
oksidator. Dlam praktikum ini digunakan sebagai sebagai pemberi suasana
asam.
6. Besi (III) amonium sulfat
Adalah zat padat berwarna hijau muda,larut dalam air dan lebih sukar
dioksidasi. Dalam praktikum ini digunakan sebagai indikator pada
pembakuan amonium tiosianat dan pembakuan kadar bromida.

Langkah pertama yaitu pembuatan larutan perak nitrat dengan cara


menimbang 1,699 gram AgNO3 dan melarutkan dalam air hingga 100ml.
Setelah itu melakukan pembakuan perak nitrat dengan cara menimbang
kurang lebih 12,5 gram NaCl larutan dalam 12,5 ml air ke dalam labu ukur.
Kemudian menambahkan indikator 0,25 ml K2CrO4. Lalu titrasi dengan
AgNO3 hingga terbentuk warna cokla merah lemah yang menghasilkan 21
ml. kemudian menghitung Normalitas dan hasilyang didapat adalah 0,102 N.
Pada pembakuan perak nitrat menggunakan metode mohr.
Normalitas didapatkan dari rumus berikut :
𝑚𝑔 𝑁𝑎𝐶𝑙
Normalitas AgNO3 =
𝐵𝑀 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑥𝑣 𝐴𝑔𝑁𝑂3

Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk


dalam presipitametri jenis argentometri. Reaksinya adalah :

AgNO3 (aq) + NaCl (aq) AgCl (s ) +NaNO3

AgNO3 Larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan larutan


yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambahkan dengan garam
natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna
dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan
agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau dapat dikatakan
garam ini sebagai buffer (larutan penyangga) larutan kemudian berubah
menjadi mengikuti K2CrO4 yang merupakan awal terbentuknya endapan
berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi
dengan AgNO3, sementara AgNO3 masih ada maka AgNO3 kemudian
bereaksi dengan indikator k2CrO4 membentuk endapan AgCrO4.
Dalam titrasi ini, titrasi dilakukan secara cepat dan pengocokan harus
juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
titik akhir menjadi sulit tercapai replikasi dilakukan 1x karena AgNO3 hanya
ada sedikit di laboratorium.

Prosedur kedua adalah pembuatan amonium tiosianat 0,1 N. Pada


pembuatan larutan amonium tiosianat 0,1 N caranya yaitu menimbang 0,7612
gram Amonium tiosianat lalu dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml. Pada
pembakuan larutan amonium tiosianat 0,1 N dengan metode volhard. Caranya
yaitu 12,5 ml AgNO3 0,1 N dalam erlenmeyer lalu ad 25 ml dengan air ke
dalam labu ukur. Tambahkan 1 ml HNO3, yang bertindak sebagai pemberi
suasana asam. Kemudian ditambahkan indikator besi(III) amonium sulfat
sebanyak 1 ml lalu titrasi dengan amonium tiosianat hingga warna menjadi
coklat merah. Kemudian hitung normalitas NH4SCN.. Hasil yang diperoleh
normalitasnya 0,1992.

Langkah terakhir adalah penetapan kadar bromida menggunakan metode


volhard. Caranya menimbang 200mg KBr kemudian larutkan dalam
campuran 5 ml air dan 2,5 ml HNO3 (air berfungsi sebagai pelarut dan HNO3
sebagai pemberi suasana asam). Kemudian ditambah menghitung kadar KBr
pada sampel 1 replikasi 1 volume amonium tiosianat yang digunakan = 25
ml ; replikasi 2 = 24,7 ml. Sedangkan sampel 2 volume amonium tiosianat
yang digunakan pada replikasi 1 = 22 ml ; replikas 2 = 21 ml. Didapatkan
kadar pada sampel 1 = -0,886 % dan pada sampel 2 = -1,2345 %. Hasil yang
didapatkan minus dikarenakan pada pembakuan larutan amonium tiosianat
normalitas yang dihasilkan 0,1992 N. Hasil yang didapatkan terlalu besar
hampir mendekati 0,2 N yang menyebabkan hasil pada penetapan kadar
bromida minus. Dan juga karena kesalahan praktikan yang kurang cermat
dalam memperhatikan perubahan.
Pada penetapan kadar bromida terjadi rekasi :

AgNO3 + NaBr AgBr + NaNO3

AgBr + NH4CNS AgCNS + NH4Br

AgCNS + NH4Fe (SO4)2 [Fe CNS]2+ (coklat merah)

Dari sampel uji didapatkan rata-rata AgNO3 = 0,102 N. Normalitas


rata- rata NH4SCN = 0,1992 N. Kadar bromida pada sampel 1 = -0,886 % dan
pada sampel 2 =7,919 %.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Analisis, Fakultas Farmasi,


Universitas Muslim Indonesia : Makassar.

Danney, B., 1979, Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC:Jakarta.

Direktorat Jendral POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Ham, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Bumi Aksara : Bandung

Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramadia Pustaka Utama:
Jakarta.

Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia : Jakarta.

Underwood, A.L., 1992, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai