Bab 1 - Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
Bab 1 - Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
Bab 1 - Hakikat Manusia Dan Pengembangannya
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pengantar Pendidikan
Yang dibina oleh Bapak Drs. H. Ridwan Joharmawan, M.Si
Oleh :
Nahda Afania
150331604532
Off. A / Pendidikan Kimia
JURUSAN KIMIA
JANUARI 2016
BAB I
LATAR BELAKANG
Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsipil berbeda dari hewan. Ciri khas
manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu (integrated) dari
apa yang disebut sifat hakikat manusia. Disebut hakikat manusia karena secara hakiki sifat
tersebut hanya dimiliki manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang
tampak, yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan
tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang
mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan.
Pengetahuan dan kemauan inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuhkembangkan melalui pendidikan
karena sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik
untuk menumbuhkan potensi-potensi kemanusiaannya. Berkat pendidikan, maka sifat hakikat
manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan berimbang sehingga menjadi
manusia yang utuh.
Oleh karena itu, strategis jika pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada
bagian pertama dari seluruh pengkajian tentang pendidikan, dengan harapan menjadi titik
tolak bagi paparan selanjutnya. Untuk mencapai pengetahuan hakikat manusia tersebut maka
akan dikemukakan materi yang meliputi : arti dan wujud sifat hakikat manusia, dimensi-
dimensinya, pengembangan dimensi tersebut dan sosok manusia Indonesia seutuhnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan
manusia dari hewan atau makhluk hidup lainnya, meskipun antara manusia khususnya
dengan hewanmemiliki banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Tuhan
menciptakan mahluk yang mengisi dunia fana ini atas berbagai jenis dan tingkatan. Dari
berbagai jenis dan tingkat mahluk Tuhan tersebut manusia adalah mahluk yang paling mulia
dan memiliki berbagai kelebihan dibanding makhluk hidup lainnya.
Keberadaan manusia apabila dibandingkan dengan mahluk lain (hewan), selain memiliki
insting sebagaimana yang dimiliki hewan, manusia adalah mahluk yang memiliki beberapa
kemampuan yang tidak dimiliki oleh hewan seperti :
1. Kemampuan meyadari diri
2. Kemampuan bereksistensi
3. Pemilikan kata hati
4. Moral
5. Kemampuan bertanggung jawab
6. Rasa kebebasan (kemerdekaan)
7. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
8. Kemampuan menghayati kebahagian
Kemampuan hewan biasanya lebih bersifat instingtif dan kemampuan berfikir sangat
rendah yang hanya digunakan untuk mencari makan, mempertahankan diri dan
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Pada hakikatnya, hewan tidak menyadari
tugas hidupnya dan ia melakukan sesuatu atas dorongan dari dalam jiwanya. Dorongan itu
merupakan perintah baginya yang harus dilaksanakan apabila ia menemui rintangan dari luar,
misalnya dihalang-halangi oleh manusia atau hewan lain, dengan bermacam-macam usaha
barulah ia melawan instingnya.
Lain halnya manusia, selain mahluk instingtif manusia juga mampu berfikir (homo
sapiens) mampu mengubah dan menciptakan segala sesuatu sesuai dengan rasa keindahan
dan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu manusia adalah makhluk moral dan religius.
Perbedaan Manusia Dan Hewan
Manusia Hewan
1. Ketika dilahirkan tidak berdaya sama sekali 1. Memiliki kemampuan siap pakai saat
lahir
2. Makhluk biologis, individu dan sosial 2. Makhluk biologis
3. Potensi yang berkembang 3. Punya insting
4. Bertanggung jawab 4. Bertindak menurut insting
5. Punya etika, estetika dan agama 5. Tidak mengenal, etika, estetika dan
agama
Karakteristik Manusia
Manusia adalah homo sapiens:
1) Puncak evolusi organik dari makhluk hidup.
2) Kedudukannya dalam klasifikasi makhluk hidup:
a. Dunia: binatang
b. Phylum: chordata
c. Kelas: mamalia
d. Orde: primate
e. Famili: hominidae
f. Genus: homo
g. Spesies: sapiens
3) Ciri-ciri khas:
a. Berjalan tegak (bipedal locomotion).
b. Mempunyai otak yang besar dan kompleks.
c. Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan.
d. Periode kehamilan yang panjang dan anak lahir tak berdaya.
Pandangan Hakikat Manusia
1. Pandangan psikoanalitik
Tokoh psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan bahwa manusia pada
dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif.
Tingkah laku seseorang ditentukan dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah ada
pada diri seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan dan insting biologisnya.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga
komponen yakni: ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan individu.
Dua insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi yang
menggerakkan manusia untuk hidup dengan prinsip pemuasan diri. Dengan demikian fungsi
ide adalah mendorong manusia untuk memuaskan kebutuhannya setiap saat sepanjang hayat
tetapi fungsi ide untuk menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat leluasa menjalankan
fungsinya karena menghadapi lingkungan yang tidak dapat diterobos begitu saja. Banyak
pertimbangan yang harus diperhatikan yang tidak dapat dilanggar begitu saja.
Lain halnya dengan ide, maka fungsi ego adalah untuk menjembatani tuntutan ide dengan
realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan ide dalam memuaskan
instingnya selalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan demikian ego lebih berfungsi
kepribadian, sehingga perwujudan fungsi ide itu menjadi terarah.
Super ego tumbuh berkat interaksi antara individu dan lingkungannya yang terdiri dari
aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi , dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah
mengawasi agar tingkah laku seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat istiadat, yang
telah meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki fungsi kontrol dari
dalam diri individu. Seseorang yang didominasi idenya tingkah lakunya impulsive, dan
seseorang yang didominasi super egonya cenderung berperilaku moralistik.
Dari pandangan yang tradisional di atas berkembanglah paham baru yang disebut
neoanalitik. Paham ini berpendapat bahwa manusia tidak seperti binatang yang digerakkan
oleh tenaga dalam (innate energy). Tingkah laku manusia itu banyak yang terlepas dan tidak
dapat disangkutkan dari dalam. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk
menanggapi berbagai jenis perangsang dan perwujudan diri itu hanya sebagian saja yang
dapat dianggap sebagai hasil tenaga dalam. Tingkah laku instingtif tersebut makin dewasa
makin berkurang dan akhirnya sebagian besar tingkah laku tersebut didasarkan pada
rangsangan dari lingkungannya.
Kaum neoanalis pada dasarnya masih meyakini adanya komponen ide, ego dan super ego,
namun lebih menekankan pentingnya ego sebagai pusat kepribadian individu. Ego tidak
dipandang sebagai fungsi pengarah perwujudan ide saja, melainkan sebagai fungsi pokok
yang bersifat rasional dan tanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individu.
2. Pandangan Humanistik
Pandangan humanistik (Hansen, dkk, 1977) menolak pandangan freud bahwa manusia
pada dasarnya tidak rasional, tidak tersosialisasikan dan tidak memiliki kontrol terhadap
nasibnya sendiri. Tokoh humanis (Rogers) berpendapat bahwa manusia itu memiliki
dorongan untuk menyerahkan dirinya sendiri ke arah positif, manusia itu rasional,
tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Ini berarti bahwa manusia mampu
mengarahkan, mengatur, dan mengontrol diri sendiri. Jika manusia dalam keadaan yang
memungkinkan dan mempunyai kesempatan untuk berkembang maka akan mengarahkan
dirinya untuk menjadi pribadi yang maju dan positif, terbebas dari kecemasan dan menjadi
anggota masyarakat yang bertingkah laku secara memuaskan. Lebih lanjut Rogers
mengemukakan bahwa pribadi manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir tanpa
henti, tidak statis, dan satu kesatuan potensi yang terus-menerus berubah.
3. Pandangan Adler
Pandangan Adler (1954) bahwa manusia tidak semata-mata digerakkan oleh dorongan
untuk memuaskan dirinya sendiri, namun digerakkan oleh rasa tanggung jawab social serta
oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Lebih dari itu bahwa “individu melibatkan dirinya
dalam bentuk usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri dalam membantu orang lain dan
membuat dunia menjadi lebih baik untuk ditempati”.
4. Pandangan Martin Buber
Martin Buber (1961) tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa
manusia berdosa dan dalam genggaman dosa. Buber berpendapat bahwa manusia tidak dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan
(eksistensi) yang berpotensi. Namun, dihadapkan pada kesemestaan atau potensi manusia itu
terbatas. Keterbatasan ini bukanlah keterbatasan yang mendasar (esensial), tetapi
keterbatasan factual semata-mata. Ini berarti bahwa yang akan dilakukan oleh manusia atau
perkembanagn manusia itu tidak dapat diramalkan dan manusia masih menjadi pusat
ketakterdugaan (surprise) dunia. Tetapi perlu diingat, ketakterdugaan ini merupakan
ketakterdugaan yang terkekang dan kekangan ini amat kuat.
Manusia itu tidak pada dasarnya baik, atau jahat, tetapi manusia itu dengan amat kuat
mengandung kedua kemungkinan ini. Justru inilah keterbatasan manusia, yaitu adanya
kemungkinan untuk menjadi jahat. Perlu juga diingat bahwa keterbatasan ini sifatnya hanya
faktual belaka, tidak mendasar. Kejahatan yang ada pada diri manusia (dilambangkan dengan
perbuatan Adam memakan buah larangan di surga) bukanlah keingkaran pada Tuhan,
melainkan semata-mata untuk mewujudkan kemanusiaan manusia oleh manusia itu sendiri.
Manusia adalah mahluk yang cerdik yang tidak merasa puas dalam keadaan yang aman,
tentram, bahagia dan tergoda untuk melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Namun
anehnya, setelah aturan “dilanggar” terkuaklah sejarah kemanusiaan yang sejati melalui
berbagai ketidak pastian, perjuangan dan kegagalan. Sejarah kemanusiaan ini sejalan dengan
aturan Tuhan.
5. Pandangan Behaviouristik
Kaum behavioristik (dalam Hansen, dkk, 1977) pada dasarnya menganggap bahwa
manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-
faktor yang datang dari luar. Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia.
Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan semata-mata kepada hubungan
antara individu dengan lingkungannya, hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar,
seperti teopri pembiasaan (conditioning) dan peniruan.
Manusia tidak datang ke dunia ini dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya baik dan
jelek, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi kepribadian individu semata-mata tergantung
pada lingkungannya. Tingkah laku adalah hasil perkembanagan individu dan sumber dari
hasil ini tidak lain adalah lingkungan.
Pandangan behavioristik sering dikritik sebagai pandangan yang merendahkan derajat
manusia (dehumanisasi) karena pandangan ini mengingkari adanya ciri-ciri penting yang ada
pada manusia dan yang tidak ada pada ciri-ciri mesin atau binatang, seperti kemampuan
memilih, menetapkan tujuan, mencipta.
2.2 Hakikat Manusia dengan Dimensi-Dimensinya
Pada pembahasan, telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini, sifat hakikat
tersebut akan dibahas lagi dimensi-dimensinya atau ditilik dari sisi lain. Ada empat macam
dimensi yang akan dibahas yaitu:
1. Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang”, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Individu diartikan sebagai pribadi. Setiap
anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain
atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial
dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan di atas
secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan
agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa dibina melalui pendidikan, benih-benih
individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian
seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna
kepribadian yang khas sebagai milikinya.
Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk
kepribadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat
demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi
individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan
individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang
patologis.
2. Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai potensi sosialitas atau benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya,
setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk
saling memberi dan menerima. Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih
jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin
bertemu dengan sesamanya. Tidak ada orang yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi
dengan sesamanya. Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi
sifat-sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di
cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan
memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.
3. Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi
di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di
dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu
maka pengertian susiala berkembang menjadi kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah
sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket
(persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan
mencakup etika dan etiket. Biasanya kesusilaan dikaitkan dengan persoalan hak dan
kewajiban.
Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya
manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya
sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila. Djirakara mengartikan manusia susila
sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut
dalam perbuatan. Nilai sendiri merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena
mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan sehingga diyakini dan dijadikan
pedoman dalam hidup.
4. Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk religius. Beragama merupakan kebutuhan
manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama
menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses
pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya
memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di
samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.
2.3 Pengembangan Dimensi-Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi
hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik
tetapi dalam pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahannya yang lazimnya
di sebut salah didik. Sehubungan dengan hal tersebut, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi
yaitu:
1. Pengembangan yang Utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor,
yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Selanjutnya
pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu, wujud dan arahnya.
a) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat
pelayanan secara seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan
dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik,
tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan
psikomotor dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
b) Dari arah pengembangan
Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada
pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman secara
terpadu. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh
diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat
tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan di maksud mencakup yang bersifat
horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan
ketinggian martabat manusia). Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.
2. Pengembangan yang Tidak Utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak
mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
2.4 Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya
Sosok manusia Indonesia seutuhnya telah di rumuskan di dalam GBHN mengenai arah
pembangunan jangka panjang. Dinyatakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah,
seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan ataupun kepuasan batiniah seperti
pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa
keadilan, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya sekaligus
batiniah. Menurut Pedoman dan Penghayatan Pancasila, setiap manusia mempunyai
keinginan untuk mempertahankan hidup, dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini
merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia.
Selanjutnya juga diartikan bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air, bukan
hanya untuk golongan atau sebagian dari masyarakat. Selanjuatnya juga di artikan sebagai
keselarasan hubungan antara manusia dengan tuhannya, antara sesama manusia, antara
manusia dengan lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan
juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dengan kebahagiaan di akhirat.
Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social. Sifat
kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial merupakan kesatuan
bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi.
Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia
lain dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup secara layak diantara
manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat , seseorang
tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya hanya dimilki oleh manusia dan tidak
terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut membedakan secara prinsipil dunia hewan
dari dunia manusia. Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia
sedemikian rupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan dan sekaligus mengusai
hewan. Ada beberapa hakikat manusia yang tidak terdapat pada hewan, salah satu hakikat
yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati kebahagian pada manusia. Selain itu,
terdapat pula empat macam dimensi dalam hakikat manusia yaitu dimensi keindividualan,
kesosialan, kesusilaan dan keberagaman. Semua dimensi dalam sifat hakikat manusia tersebut
harus ditumbuhkembangkan melalui pendidikan. Perkembangan tersebut memiliki dua arah
yaitu pengembangan yang utuh dan pengembangan yang tidak utuh. Keutuhan terjadi antara
aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan
keberagaman. Berkat pendidikan, maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan
secara selaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA